Anggota Kelompok 6:
Ahmad Naufal Thariq | 6051801072
Bryan Dharma Saputra | 6051801237
Dennis Tanneri | 6051801012
Falih Naganta | 6051801130
Freya Sera Dianira .H. | 6051801071
Leonardi Cristanto | 6051801083
Ratna Aulia | 6051801312
Stefani Valencia | 6051801005
Steven Soetrisno | 6051801060
Vialonika | 6051801330
Vincentius Aditya
2019
Hukum Tata Negara
Universitas Katolik Parahyangan
Kata Pengantar
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konvensi
Ketatanegaraan” ini.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Herry Susilowati
selaku dosen mata kuliah Hukum Tata Negara. Kami harap dengan adanya
pembahasan mengenai konvensi ketatanegaraan ini, para pembaca bisa lebih
memahami dan mengerti tentang Konvensi Ketatanegaraan. Kami bersedia menerima
saran dan kritik dari para pembaca, agar kami dapat membuat makalah penelitian yang
lebih baik. Atas perhatian dan waktu yang diberikan untuk membaca makalah kami
ini, kami mengucapkan terima kasih.
Kelompok 6
Daftar Isi
Halaman Judul
I. Kata Pengantar ............................................................................................ i
II. Daftar Isi ..................................................................................................... ii
III. Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tata Negara berarti sistem penataan negara yang berisi ketentuan mengenai
struktur kenegaraan dan mengenai substansi norma kenegaraan. Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejak dari Perubahan
Pertama pada tahun 1999 sampai ke Perubahan Keempat pada tahun 2002.
Perubahan-perubahan itu juga meliputi materi yang sangat banyak, sehingga
mencakup lebih dari 3 kali lipat jumlah materi muatan asli UUD 1945. Jika
naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali
mengalami perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya
mencakup 199 butir ketentuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
meskipun namanya tetap merupakan UUD 1945, tetapi dari sudut isinya UUD
1945 pasca Perubahan Keempat tahun 2002 sekarang ini sudah dapat dikatakan
merupakan Konstitusi baru sama sekali dengan nama resmi “Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat konvensi ketatanegaan itu?
2. Bagaimana fungsi dari konvensi ketatanegaraan?
3. Bagaimana pengakuan hakim terhadap konvensi?
4. Apa saja contoh-contoh dari konvensi ketatanegaraan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah agar pembaca bisa lebih memahami dan
mengerti tentang Konvensi Ketatanegaraan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah supaya pembaca dapat mengerti dan
memahami konvensi ketatanegaraan khususnya tentang hakikat dan fungsi
konvensi ketatanegaraan, pengakuan dari hakim tentang konvensi ketatanegaraan
beserta contoh-contohnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Para hakim tidak ada keharusan bagi pengadilan untuk menerapkan konvensi
dalam memutuskan perkara. Karena konvensi itu tidak dapat dipersamakan atau
bukan hukum dalam arti sebenarnya. C.R Munro menegaskan dalam artikelnya
yang berjudul Laws and Conventions Distinguished (1975), bukanlah status
konvensi itu berada di luar kategori hukum, tetapi konvensi itu tidak memiliki
kualitas kualifikasi yang sama dengan hukum dalam arti yang sebenarnya.
Hukum konstitusi dapat berdiri sendiri sebagai hukum, tetapi dapat tertinggal
dalam perkembangan zaman karena normanya yang bersifat statis. Sementara itu,
konvensi dapat berkembang dinamis tetapi akan kehilangan arti jika didukung oleh
legal context. Setiap konvensi ketatanegaraan pastilah terkait erat dengan satu atau
beberapa norma hukum tertentu.
1
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajagrafindo Persada, Depok, 2009, hlm. 204
2
Ibid, hlm.205
Meskipun Pengadilan tidak dapat menetapkan atau menerapkan sanksi atas
pelanggaran terhadap konvensi ketatanegaraan, pengakuan pengadilan terhadap
adanya konvensi ketatanegaraan tersebut tetap mempunyai arti peting bagi hakim
dalam menjatuhkan putusan atas perkara konstitusi yang diajukan kepadanya.
Konvensi dapat dipakai sebagai alat penunjang penafsiran terhadap peraturan
tertulis atau untuk mendukung keputusan-keputusan hakim.
D. Contoh Konvensi di Indonesia
- Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.
Menurut ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, menteri negara
adalah pembantu Presiden oleh karena itu bertanggung jawab kepada presiden.
Namun dalam praktiknya, ketentuan itu disimpangi dengan dasar konvensi
ketatanegaraan. Ketentuan itu diubah sehingga Menteri bertanggung jawab
kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (KNIP). Hal itu dilakukan
dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober
1945, yang kemudian diikuti oleh Maklumat Pemerintah tanggal 14 November
1945, dimana KNIP yang semula membantu Presiden dalam menjalankan
wewenangnya berdasarkan Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945 menjadi badan
yang sederajat dengan Presiden. Praktik ini dilakukan mulai dari Kabinet Syahrir
I, II, III sampai kabinet Amir Syarifudin yang menggantikannya.
- Pidato kenegaraan presiden di depan rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada hakikatnya, pidato ini merupakan lebih dari suatu laporan tahunan
yang bersifat informatoris dari Presiden karena di dalamnya juga dimuat suatu
rencana mengenai kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh pada tahun yang
akan datang. Pada masa Presiden Soekarno, pidato semacam ini disampaikan
langsung di hadapan rakyat di depan istana, setiap 17 Agustus, yang disebut
sebagai “Amanat 17 Agustus”. Menurut Soekarno, pidato ini merupakan pidato
pertanggungjawabannya sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan bukan pidato
pertanggungjawabannya sebagai Presiden.
- Pidato keterangan Pemerintah tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) setiap minggu petama bulan Januari
Pidato ini berisi hasil-hasil kegiatan nasional serta hasil penilaian tahun
yang lalu dan RAPBN untuk tahun yang akan datang. Namun setelah Orde Baru,
pidato “Amanat 17 Agustus” ditiadakan dan digabung menjadi Pidato
Kenegaraan dan Penyampaian Nota Keungan RAPBN di depan rapat paripurna
DPR setiap 16 Agustus. Namun, timbul tuntutan dari DPD sebagai hasil dari
pemilu 2004 untuk juga terlibat dalam forum persidangan 16 Agustus itu
sementara dengan adanya Peraturan Tata Tertib DPR-RI hal itu tidak
memungkinkan. Sebagai solusi, Presiden, Ketua DPR dan Ketua DPD sepakat
untuk menyampaikan pidato RAPBN yang berkaitan dengan kepentingan daerah
pada tanggal yang berbeda.
Contoh Konvensi Lainnya:
- Amerika Serikat
Seorang calon Presiden dan wakilnya dipilih oleh konvensi partai politik
yang bersangkutan baru kemudian dipilih oleh rakyat melalui electoral college.
- Belanda
Timbulnya sistem parlementer di Belanda akibat dari perselisihan antara
Pemerintah dan Parlemen tahun1966. Dalam perselisihan ini, Parlemen
menggunakan hak budgetnya untuk menolak RAPBN yang diajukan oleh
Menteri Keuangan saat itu. Penolakan ini terjadi karena perselisihan itu dan
akibatnya kabitnet berhasil dijatuhkan. Sejak itu, terjadi perubahan pada sistem
Pemerintahan di Belanda, yaitu setiap kali ada perselisihan yang timbul antarra
Pemerintah dan Parlemen, Parlemenlah yang menang dan kabinet harus berhenti.
Sistem ini tidak diatur dalam Grondwet Belanda, tetapi timbul dan hidup sebagai
konvensi yang menggeser ketentuan dalam Undang-Undang Dasarnya.
- Inggris
Ditentukan bahwa seorang Menteri haruslah mempunyai kedudukan
sebagai seorang anggota parlemen. Ketika Patrick Gordon Walker yang bukan
anggota parlemen diangkat oleh Partai Buruh Inggris sebagai Menteri setelah
pemilihan umum pada Oktober 1964, diharuskan memperoleh keanggotaan
House of Commons dan karena itu ia mengikuti pemilihan umum
tambahan/susulan. Sayangnya, dalam pemilihan umum itu Patrick tidak terpilih
dan harus meletakkan jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri. Ketentuan ini
timbul dari praktik ketatanegaraan yang tidak tertulis di Inggris.
Di Inggris, ada banyak jumlah konvensi ketatanegaraannya dan atas
pengaruh pemikiran A.V Dicey dibedakan dengan hukum konstitusi karena
konvensi tidak dapat dipaksakan berlakunya atau tidak diakui oleh badan-badan
peradilan. Konvensi itu antara lain kebiasaan, praktik-praktik, asas-asas, atau tata
aturan lainnya yang hidup dalam praktik. Betapapun pentingnya konvensi-
konvensi itu ada dalam kehidupan ketatanegaraan, karena ia bukan hukum,
pelanggaran yang terjadi terhadap konvensi-konvensi sama sekali tidak
dihiraukan oleh pengadilan.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa
Konvensi Ketatanegaraan walaupun dianggap identik dengan kebiasaan namun
sebenarnya berbeda. Kebiasaan mengisyaraktkan pengulangan, sedangkan
konvensi tidak. Selain itu, Pengakuan hakim atas konvensi tetap ada walaupun
konvensi tidak dapat ditegakkan atau diterapkan karena ada perundang-undangan
tertulis. Kemudian fungsi dari Konvensi ketatanegaraan sendiri adalah mengatur
kewenangan diskresi yang bersifat terbuka, selain itu konvensi ketatanegaraan
juga memiliki fungsi penting bagi hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara
konstitusi karena konvensi dapat dipakai sebagai alat penunjang penafsiran-
penafsiran terhadap peraturan tertulis atau mendukung keputusan hakim.
Beberapa contoh dari konvensi di Indonesia adalah Maklumat Pemerintah tanggal
14 November 1945, pidato kenegaraan presiden di depan rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pidato keterangan Pemerintah tentang Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) setiap minggu petama bulan
Januari.
-
Kata Penutup
Terimakasih atas waktu yang telah diluangkan untuk membaca makalah kami
ini. Kami bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun sehingga kami dapat membuat karya / makalah lain yang lebih baik dan
tidak mengandung kekurangan ataupun kesalahan yang sama.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi program studi hukum agar dapat lebih
memahami sub bab konvesi ketatanegaraan.
Mohon maaf apabila ada salah kata dalam makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.
Kelompok 6
Daftar Pustaka
Prof. dr. Jimly Asshiddiqie. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada. hal 190-217.