Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN AKHIR

KULIAH KERJA LAPANGAN

PROGAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

BERSAMA OMBUDSMAN RI DAN KOMISI YUDISIAL RI

Oleh:

Dewi Ulfa Uluwiyah

NIM. 33030180121

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

TAHUN 2021

i
PENGESAHAN

Laporan ini dinyatakan sah dan memenuhi syarat untuk diajukan sebagai Laporan
Akhir Kuliah Kerja Lapangan Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah
IAIN Salatiga bersama Ombudsman RI dan Komisi Yudisial Tahun Akademik
2020/2021

Salatiga, 5 November 2021

Menyetujui,

Ketua Program Studi Dosen Pembimbing


Hukum Tata Negara Kuliah Kerja Lapangan

Farkhani, S.H., S.H.I., M.H Endang Sriani, S.H.I., M.H.


NIP. 19701127 199903 2 001 NIP. 19900804 201801 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kuliah Kerja
Lapangan Program Studi Hukum Tata Negara dengan tepat waktu. Sebagai
persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan program S-1 (Strata Satu) Hukum Tata
Negara Fakultas Syariah IAIN Salatiga. Dan tidak lupa shalawat serta salam penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulis berhasil menyelesaikan Laporan Akhir Kuliah Kerja Lapangan


Program Studi Hukum Tata Negara dengan tepat waktu tentu tidak pernah lepas dari
bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya.


2. Kedua orang tua yang selalu saya cintai dan saya hormati, dan mendukung
saya sepenuh hati.
3. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Ketua Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga.
4. Farkhani, S.H., S.HI., M.H. selaku Ketua Program Studi Hukum Tata Negara
IAIN Salatiga.
5. Endang Sriani, S.H.I., M.H. selaku Dosen Pembimbing Lapangan.
6. Nor Muhammad Abdoeh, S.H.I., M.H.I. selaku Sekretaris Program Studi
Hukum Tata Negara IAIN Salatiga.
7. Dominikus Dalu S., S.H. selaku narasumber/pemateri Ombudsman RI yang
menjabat sebagai Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring
Ombudsman RI.

iii
8. Elza Faiz., S.H., M.H. selaku narasumber/pemateri Komisi Yudisial RI yang
menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Verifikasi dan Anotasi Biro Pengawasan
Perilaku Hakim Komisi Yudisial RI.

Atas bantuan, dukungan serta bimbingan dari semua pihak Penulis


mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga dengan selesainya laporan
KKL ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Amin.

Salatiga, 5 November 2021

Penulis,

iv
(Dewi Ulfa Uluwiyah)

DAFTAR ISI

LAPORAN AKHIR.....................................................................................................i

PENGESAHAN..........................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...............................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................v

BAB I..........................................................................................................................1

PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Tujuan Kegiatan.................................................................................................2

C. Manfaat Kegiatan...............................................................................................2

D. Jadwal Kegiatan KKL........................................................................................2

BAB II.........................................................................................................................4

PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN..................................................4

A. Hasil Observasi di Ombudsman Republik Indonesia.........................................4

1. Profil Ombudsman RI.....................................................................................4

2. Administrasi Ombudsman RI.........................................................................6

3. Proses Kinerja Ombudsman RI.....................................................................10

4. Sarana dan Prasarana Ombudsman RI..........................................................12

5. Kendala Dan Persoalan Ombudsman RI.......................................................15

v
B. Hasil Observasi di Komisi Yudisial Republik Indonesia.................................17

1. Profil Komisi Yudisial RI.............................................................................17

2. Administrasi Komisi Yudisial RI..................................................................19

3. Proses Kinerja Komisi Yudisial RI...............................................................20

4. Sarana dan Prasarana Komisi Yudisial RI....................................................23

5. Kendala dan Persoalan Komisi Yudisial RI..................................................23

BAB III......................................................................................................................25

PENUTUP.................................................................................................................25

A. Kesimpulan.......................................................................................................25

B. Saran.....................................................................................................................25

LAMPIRAN..............................................................................................................27

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu jurusan yang dimiliki oleh IAIN Salatiga adalah Siyasah
Syar’iyah dikenal juga dengan istilah Constitutional Law atau Hukum Tata Negara. Di
dalam jurusan ini mahasiswa mempelajari struktur negara, lembaga negara serta
dinamika kewenangan yang ada dalam struktur pemerintahan negara. Untuk memnunjang
kemampuan toritis, mahasiswa diajarkan bagaimana mempertajam pemikirian,
memperkuat pemahaman dan memperdalam pengalaman di segi kehidupan, ilmu sosial
dan tentunya ilmu hukum. Karena lulusan program studi Hukum Tata Negara tidak hanya
dapat bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) saja, namun dapat pula bekerja
sebagai Analis Kebijakan Publik, Tenaga Ahli, Advokat, Konsultan Hukum, Pengamat
Hukum, Anggota Legislatif, Pendidik dan masih banyak lagi. Sehingga IAIN Salatiga
memberikan fasilitas pembelajaran dengan standar pelayanan maksimal, pengembangan
SDM yang mempunyai kompetensi dan kapasitas yang memadai, serta melaksanakan
penelitian dan kajian Hukum Tata Negara yang bermutu dalam bidang hukum
ketatanegaraan untuk menyiapkan sarjana Hukum Tata Negara yang beriman, bertaqwa,
bermoral, berakhlaq mulia, profesional, berintegritas dan mampu mengatasi problematika
kebangsaan dan ketatanegaraan Indonesia.
Salah satu kurikulum untuk menambah berbagai keterampilan keahlian penunjang
kemampuan toritis mahasiswa sebagaimana amanat GBHN, peningkatan mutu dalam
pendidikan itu terakomodasi dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang di IAIN
Salatiga termasuk dalam rumpun Mata Kuliah Keahlian (MKK). Sifat KKL yang
fleksibel dan menyesuaikan kebutuhan menyebabkan lokasi dan sasaran KKL berbeda
setiap tahunnya. Pada masa pandemi Corona Virus Disease saat ini, pelaksanaan KKL
pada tahun ini dilaksanakan secara online/daring. Adapun lembaga yang dijadikan lokasi
KKL ialah Ombudsman RI dan Komisi Yudisial RI. Pemilihan lokasi ini didasarkan
kepada sasaran strategis yang hendak dicapai yakni pemberian bekal pengetahuan kepada
mahasiswa yang bersifat praktis tentang lembaga negara yang didirikan dalam rangka
mengawal terwujudnya supremasi hukum di Indonesia.

1
Dengan sarana KKL lengkap dengan sasaran tersebut diharapkan akan terbentuk
sebuah konsep ilmu hukum baik Islam maupun positif secara utuh, komprehensif dan
berwawasan Indonesia. Konsep keilmuan yang seperti inilah yang diyakini akan
mengarahkan pemahaman keilmuan (hukum) Islam secara aplikatif dan sekaligus
membentuk wawasan keislaman yang inklusif. Penguasaan pengetahuan secara
komprehensif tersebut sangat berguna untuk melengkapi kompetensi personal maupun
sosial kemasyarakatan bagi sarjana Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah
IAIN Salatiga.
B. Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini bertujuan untuk memberi bekal pengetahuan kepada mahasiswa
secara praktis yang bersifat informatif maupun komparatif tentang peran lembaga-
lembaga yang berkompetensi di bidang hukum baik hukum positif maupun hukum Islam
dalam rangka mengikuti perkembangan zaman guna mewujudkan supremasi hukum di
Indonesia.
C. Manfaat Kegiatan
Kegiatan KKL terpadu Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga angkatan 2018 tahun 2021 yang
dilaksanakan melalui via Zoom Meeting dengan pembicara dari Ombudsman RI dan
Komisi Yudisial RI memberikan wawasan kepada mahasiswa Hukum Tata Negara
mengenai:
a) Profil lembaga;
b) Struktur organisasi lembaga;
c) Kedudukan lembaga dalam sistem tata negara Indonesia;
d) Tugas dan fungsi pokok lembaga;
e) Proses kerja dan kinerja lembaga;
f) Fasilitas pendukung bagi kinerja lembaga;
g) Serta problematika lembaga Ombudsman dan Komisi Yudisial sebagai lembaga
yang berkaitan erat dengan ranah hukum.
D. Jadwal Kegiatan KKL

2
Dilaksanakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 pukul 10.00 s/d 12.00 WIB secara
daring melalui Zoom Meeting. Dengan narasumber dari Ombudsman RI dan Komisi
Yudisial RI yaitu:
1. Bapak Dominikus Dalu S., S. H. (Kepala Keasistenan Utama Resolusi &
Monitoring Ombudsman RI)
2. Bapak Elza Faiz, S. H., M. H. (Kepala Sub Bagian Verifikasi dan Anotasi Biro
Pengawasan Perilaku Hakim Komisi Yudisial RI)

Dengan rundown acara sebagai berikut:

Hari dan Tgl Waktu Acara Penanggungjawab


Kamis, 21 Oktober 08.00 – 08.10 Pembukaan KKL
Panitia
2021 Daring
08.10 – 08.30 Sambutan Dekan Dekan Fakultas
Syari’ah IAIN
Salatiga
08.30 – 10.30 Pemateri I Dari Lembaga
Ombudsman RI
10.30 – 12.00 Pemateri II Dari Lembaga
Komisi Yudisial RI

3
BAB II
PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN

A. Hasil Observasi di Ombudsman RI


1. Profil Ombudsman RI
Lembaga Ombudsman Indonesia lahir pada tanggal 20 Maret 2000 yang kala
itu diberi nama "Komisi Ombudsman Nasional" berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 44 Tahun 2000. Kemudian lembaga tersebut dibentuk kembali berdasarkan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
(UU 37/2008) yang disetujui. Lembaga ini lahir untuk mengawasi jalannya
pelayanan publik.
Menurut Kepres Nomor 44 Tahun 2000, pembentukan lembaga Ombudsman
di Indonesia dilatarbelakangi oleh tiga pemikiran dasar sebagaimana tertuang di
dalam konsiderannya, yakni:
1) Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka melakukan
pengawasan akan lebih menjamin peneyelenggaraan negara yang jujur,
bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2) Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap
penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokrasi yang perlu
dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan,
wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi.
3) Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan
pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hakhak
anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan
keadilan dan kesejahteraan.
Fungsi, Tugas dan Wewenang Ombudsman sebagai salah satu lembaga
perlindungan hukum bagi rakyat tertuang di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor
37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dalam Pasal tersebut
disebutkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia memiliki kewenangan
mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara dan pemerintah

4
kepada masyarakat. Penyelenggara negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan,
Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi
Departemen dan Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta
badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan
APBN/APBD.
Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya
bebas dari campur tangan kekuasaan dan merupakan lembaga negara yang bersifat
mandiri dan tidak memiliki hubungan khusus dengan lembaga negara dan instansi
pemerintahan lainnya. Asas Ombudsman dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya yaitu:
a. Kepatutan
b. Keadilan
c. Non-diskriminasi
d. Tidak memihak
e. Akuntabilitas
f. Keseimbangan
g. Keterbukaan
h. Kerahasiaan.
Ombudsman Republik Indonesia memiliki target jangka pendek dan target
jangka panjang. Untuk mewujudkan gagasan dan tujuan utama Ombudsman
Republik Indonesia dituangkan ke dalam Visi dan Misi Organisasi sebagai berikut:
Visi “Mewujudkan Ombudsman Republik Indonesia yang Berwibawa, Efektif, dan
Adil” dan Misi:
1) Memperkuat Kelembagaan.
2) Meningkatkan Kualitas Pelayanan Ombudsman RI.
3) Meningkatkan Partisipasi Masyarakat.
4) Mendorong Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
5) Memperkuat Pemberantasan dan Pencegahan Maladministrasi dan Korupsi.
Pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia ini sangat penting sebagai
alat kontrol masyarakat terhadap pemerintah berkaitan dengan besarnya
kemungkinan pemerintah untuk berbuat sekehendak hati sebagai konsekuensi

5
penerapan ide negara welfare state yang membuka peluang besar bagi pemerintah
untuk ikut campur dalam urusan masyarakat dengan dalil demi terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Jadi, tujuan utama diadakannya Ombudsman adalah untuk
mengawasi badan-badan peradilan dan organ-organ administrasi (pemerintah) agar
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan hukum. Ombudsman dapat
dikatakan sebagai wakil Parlemen dalam mengawasi tindak tanduk aparat pemerintah
dan peradilan.

2. Administrasi Ombudsman RI
Pengawasan pelayanan publik sebagai core business Ombudsman RI tentu
memerlukan transformasi struktur organisasi sesuai fungsi utama yaitu penyelesaian
laporan masyarakat dan pencegahan maladministrasi. Berikut struktur organisasi
berdasarkan Peraturan Ombudsman RI Nomor 43 Tahun 2020 tentang Organisasi
dan Tata Kerja pada Keasistenan Ombudsman Republik Indonesia.

Keasistenan pada Ombudsman RI terbagi dalam Keasistenan Ombudsman


(Pusat) dan Keasistenan Perwakilan.

1) Keasistenan Ombudsman adalah unit kerja Asisten di lingkungan


Ombudsman RI yang melaksanakan tugas dan fungsi pokok Ombudsman RI
di bidang penyelesaian laporan dan/atau bidang pencegahan maladministrasi

6
atau bidang pengawasan. Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada
Keasistenan Ombudsman Republik Indonesia terdiri atas:
a) Keasistenan Utama Pengaduan Masyarakat, mempunyai tugas
perumusan kebijakan, melakukan koordinasi penyusunan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang Penerimaan dan Konsultasi
permasalahan layanan publik, verifikasi laporan serta pengembangan
layanan dan jaringan.
b) Keasistenan Utama Manajemen Pencegahan Maladministrasi,
mempunyai tugas merumuskan kebijakan, melakukan koordinasi dan
pelaksanaan kebijakan teknis di bidang deteksi, perlakuan pelaksanaan
saran dan manajemen pengetahuan layanan publik dalam rangka
pencegahan maladministrasi.
c) Keasistenan Utama Manajemen Mutu, mempunyai tugas merumuskan
kebijakan, melakukan koordinasi dan pelaksanaan kebijakan teknis di
bidang evaluasi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam pelaksanaan kegiatan penyelesaian laporan dan
pencegahan maladministrasi.
d) Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring, mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan kebijakan, melakukan koordinasi dan
pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengelolaan Laporan Akhir
Hasil Pemeriksaan (LAHP), Resolusi serta Rekomendasi dan
monitoring.
e) Keasistenan Utama I, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor Keasistenan Utama I.
f) Keasistenan Utama II, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan

7
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor Keasistenan Utama II.
g) Keasistenan Utama III, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor Keasistenan Utama III.
h) Keasistenan Utama IV, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor Keasistenan Utama IV.
i) Keasistenan Utama V, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor Keasistenan Utama V.
j) Keasistenan Utama VI, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor keasistenan Utama VI.
k) Keasistenan Utama VII, mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang pemeriksaan laporan dan pencegahan
maladministrasi pada penyelenggara layanan publik yang menjadi
lingkup sektor Keasistenan Utama VII.
2) Keasistenan Perwakilan adalah unit kerja Asisten di lingkungan perwakilan
Ombudsman yang melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang perwakilan
Ombudsman di bidang peneyelesaian laporan dan/atau bidang pencegahan
maladministrasi atau bidang pengawasan.

8
3) Susunan organisasi Keasistenan Perwakilan terdiri atas:
a) Keasistenan Pengaduan Masyarakat, mempunyai tugas
penyelenggaraan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi penyelesaian
laporan pada tahapan penerimaan, pencatatan dan verifikasi laporan di
wilayah kerjanya.
b) Keasistenan Pemeriksaan Laporan, mempunyai tugas melaksanakan
penyelenggaraan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi pelaksanaan
pemeriksaan laporan pada wilayah kerjanya.
c) Keasistenan Pencegahan Maladministrasi, mempunyai tugas
merumuskan kebijakan, melakukan koordinasi dan pelaksanaan
kebijakan teknis di bidang deteksi, analisis dan perlakuan pelaksanaan
saran dalam rangka pencegahan maladministrasi.

Pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang tersebut memerlukan dukungan


manajemen Sekretariat Jenderal. Guna meningkatkan dukungan administratif kepada
Ombudsman RI, dilakukan restrukturisasi dari 3 Biro menjadi 6 eselon II yaitu 5 Biro
dan 1 Inspektorat. Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman Nomor 1
Tahun 2018 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal
Ombudsman Republik Indonesia, sebagai berikut:

9
3. Proses Kinerja Ombudsman RI
Ombudsman RI dalam melaksanakan tugas dan wewenang melakukan
pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik diwujudkan dalam 2 (dua) tugas
utama, yaitu penyelesaian laporan dan pencegahan maladministrasi.
1) Penyelesaian laporan
Secara garis besar mekanisme penyelesaian laporan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Adapun peraturan
pelaksanaan yang secara spesifik tentang Penyelesaian Laporan diatur dalam
Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penerimaan,
Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan. Di dalam aturan tersebut dikenal
penyelesaian laporan dengan mekanisme ‘ban berjalan’, yaitu sebuah alur
yang memisahkan secara jelas 3 (tiga) proses dalam bidang Penyelesaian
Laporan:
a) Penerimaan dan verifikasi laporan. Proses penerimaan laporan dimulai
dengan mekanisme penyampaian laporan masyarakat kepada
Ombudsman RI. Jalur penyampaian laporan dibuat sebanyak mungkin
dengan harapan tidak mempersulit pelapor. Laporan dapat disampaikan
secara langsung, melalui media, baik email, fax, telepon, whatsapp,
maupun berbagai media sosial.
b) Pemeriksaan. Setelah laporan dinyatakan memenuhi syarat formil dan
materiil serta disetujui oleh Rapat Pleno Anggota atau Rapat
Perwakilan, laporan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan. Pemeriksaan
dilakukan oleh Unit Keasistenan Substansi (Ombudsman Kantor Pusat)
atau Unit Pemeriksaan Laporan (Ombudsman Kantor Perwakilan).
c) Proses resolusi dan monitoring. Resolusi adalah rangkaian akhir dari
proses penyelesaian laporan yang dilakukan dalam bentuk mediasi,
konsiliasi, ajudikasi, dan/atau rekomendasi.

10
Dengan mekanisme ini maka tanggung jawab penyelesaian laporan
tidak hanya pada satu petugas ataupun pada satu tim, namun penyelesaian
laporan dilakukan oleh beberapa tim/unit keasistenan.
2) Pencegahan maladministrasi
Pelaksanaan tugas Pencegahan Maladministrasi dilakukan dengan
mengacu pada Peraturan Ombudsman (PO) nomor 41 tahun 2019 tentang
Tata Cara Pencegahan Maladministrasi Pelayanan Publik. Berdasarkan PO
tersebut, Pencegahan Maladministrasi adalah proses, cara, atau tindakan yang
dilakukan oleh Ombudsman secara aktif melalui Deteksi, Analisis, dan
Perlakuan Pelaksanaan Saran agar maladministrasi tidak terjadi atau berulang.
Berdasarkan tahapannya, Pencegahan Maladministrasi dibagi menjadi:
a) Deteksi, yaitu kegiatan inventarisasi, identifikasi, dan pemutakhiran
dari permasalahan Pelayanan Publik dalam menentukan terjadinya
potensi Maladministrasi.
b) Analisis, yaitu rangkaian kegiatan pengumpulan data, penelaahan, dan
perumusan Saran. Hasil analisis berupa Saran akan disampaikan kepada
instansi/penyelenggara sebagai upaya perbaikan layanan publik.
c) Perlakuan Pelaksanaan Saran, yaitu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyampaikan dan upaya memastikan saran Ombudsman dilaksanakan
oleh pemangku kepentingan terkait.
Sebelum tata cara Pencegahan Maladministrasi diatur dengan PO 41
tahun 2019, tugas pencegahan Ombudsman RI dilakukan dengan beberapa
kegiatan, antara lain:
a) Survei Kepatuhan. Dilaksanakan untuk menilai tingkat kepatuhan
Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
khususnya kewajiban penyelenggara negara memenuhi komponen
standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan Bab
V.
b) Pembinaan K/L/D terhadap pelaksanaan Undang-undang nomor 25
tahun 2009 menuju kepatuhan tinggi. Melalui kegiatan pembinaan ini

11
diharapkan dapat membantu K/L/D dalam meningkatkan pemenuhan
standar penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang nomor 25 tahun 2009.
c) Kajian Kebijakan Pelayanan Publik. Melalui kajian, Ombudsman RI
melakukan analisis dan reviu atas pelayanan publik serta memberikan
saran atas penyelenggaraan layanan publik untuk selanjutnya dijadikan
rujukan perbaikan bagi penyelenggara.
d) Pengembangan jaringan pengawasan pelayanan publik. Pengembangan
jaringan diutamakan terhadap Inspektorat K/L/D dan komunitas
pengguna pelayanan publik.
e) Pengawasan Layanan Publik di Daerah/Kelompok Marjinal.
f) Koordinasi dan kerja sama dengan Kementerian, Lembaga Negara atau
lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga pemasyarakatan dan
perseorangan.
g) Terlibat aktif dalam forum internasional antara lain International
Ombudsman Institutes (IOI), Asian Ombudsman Association (AOA),
Australasia and Pacific Ombudsman Region (APOR).
Pelaksanaan tugas pencegahan Ombudsman RI dilakukan secara aktif, dengan
melakukan analisa terhadap permasalahan layanan publik baik berdasarkan
perkembangan data laporan masyarakat maupun berdasarkan perkembangan
permasalahan di masyarakat. Seiring dengan banyaknya permasalahan sistemik yang
ditindaklanjuti Ombudsman RI, meningkat pula jumlah laporan masyarakat yang
diterima Ombudsman RI.

4. Sarana dan Prasarana Ombudsman RI


Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Nomor 4 dan Nomor 5 peraturan
Ombudsman RI Nomor 32 Tahun 2018 mengatakan Sarana adalah fasilitas yang
secara langsung dan Prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung yang
berfungsi sebagai penunjang proses penyelenggaraan tugas dan fungsi di lingkungan
Ombudsman. Pada Pasal 4 standar sarana dan prasarana lembaga di lingkungan
kantor Ombudsman RI terdiri atas:

12
1) Ruang Kantor
Ruang kantor Pasal 5 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
terdiri atas:
a) Ruang kantor ketua
b) Ruang kantor wakil ketua
c) Ruang kantor anggota
d) Ruang kantor pejabat eselon i
e) Ruang kantor pejabat eselon ii dan asisten utama
f) Ruang kantor pejabat eselon iii
g) Ruang kantor pejabat eselon iv dan kepala keastinenan
h) Ruang kantor bendahara
i) Ruang kantor fungsional umum dan asisten
Standar ukuran dan perlengkapan Ruang Kantor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Ombudsman ini.
2) Ruang Penunjang
Ruang Penunjang Pasal 6 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
terdiri atas:
a) Ruang rapat besar
b) Ruang ajudikasi khusus
c) Ruang rapat
d) Ruang investigasi khusus
e) Ruang fasilitas pengaduan masyarakat
f) Ruang teleconverence
g) Mushola
h) Ruang laktasi
i) Ruang tunggu
j) Ruang arsip
k) Toilet
l) Toilet khusus penyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia)
m) Ruang lobi

13
n) Ruang telekomunikasi
o) Perpustakaan
p) Gudang barang persediaan
q) Gudang barang peralatan
r) Ruang pusat CCTV (Closed Circuit Television)
s) Ruang galeri
t) Ruang pelayanan informasi dan dokumentasi
u) Ruang poliklinik
v) Ruang sentral telepon
w) Ruanng pos penjagaan keamanan
x) Ruang istirahat penjaga keamanan
y) Ruang kantin
z) Ruang genset
aa) Ruang server
bb) Ruang LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik)
cc) Ruang dapur/pantry
dd) Ruang media center
ee) Ruang pewarta
ff) Ruang istirahat
gg) Ruang panel listrik
hh) Ruang merokok
Standar ukuran dan perlengkapan Ruang Penunjang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
3) Perlengkapan Kantor
4) Kendaraan Dinas
Kendaraan dinas Pasal 7 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 huruf d
terdiri atas:
a) Kendaraan dinas operasional jabatan
b) Kendaraan dinas operasional kantor

14
Kendaraan dinas operasional jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a disediakan bagi pejabat selama yang bersangkutan memangku
jabatan. Dan standar kendaraan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Ombudsman ini.
Dalam Pasal 8 peraturan Ombudsman RI Nomor 32 Tahun 2018 tercantum
bahwa Sarana dan Prasarana dilingkungan kantor Ombudsman dibangun dengan
memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

5. Kendala dan Persoalan Ombudsman RI


Setiap lembaga memiliki kendala dan persoalan/permasalahannya masing-
masing, berikut ini kendala atau persoalan yang kerap muncul dan terjadi di
Ombudsman:
1) Belum lengkapnya norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam
penyelenggaraan tugas, fungsi dan wewenang Ombudsman RI. Kelemahan
tersebut, secara bertahap dan berkelanjutan dilengkapi dan pencabutan
regulasi, antara lain:
a) Peraturan Ombudsman Nomor 37 Tahun 2019 tentang Tata Naskah
Dinas.
b) Peraturan Ombudsman Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Investigasi Atas Prakarsa Sendiri.
c) Peraturan Ombudsman Nomor 39 Tahun 2019 tentang Pencabutan
Peraturan Ombudsman tentang Unit Layanan Pengadaan.
d) Peraturan Ombudsman Nomor 40 Tahun 2019 tentang Kode Etik dan
Kode Perilaku.
e) Peraturan Ombudsman Nomor 41 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Pencegahan Maladministrasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
f) Peraturan Ombudsman Nomor 42 Tahun 2020 tentang Persyaratan,
Penetapan Penjenjangan, dan Pengembangan Karier Asisten
Ombudsman

15
Salah satu ketentuan yang sangat penting dan mendesak adalah Peraturan
Presiden tentang Mekanisme dan Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi, namun
sampai saat ini masih dalam pembahasan antar instansi.
2) Pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Ombudsman RI yang meningkat di
Pusat dan 34 Perwakilan belum didukung oleh kapasitas kelembagaan yang
memadai. Kapasitas kelembagaan juga mencakup kualitas dan kuantitas
Sumber Daya Manusia. Dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas, fungsi,
dan wewenang sedang dilaksanakan transformasi kelembagaan menuju
kelembagaan yang tepat fungsi dan tepat ukuran. Kelembagaan Ombudsman
RI diarahkan untuk mendukung pengawasan pelayanan publik yang efektif
dan berkeadilan. Dalam bidang Pencegahan dirancang kelembagaan yang
mengikuti alur ban berjalan sebagaimana diatur dalam Peraturan Ombudsman
Nomor 41 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pencegahan Maladministrasi
Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
3) Dukungan sarana dan prasarana di Pusat dan Perwakilan yang masih belum
memadai. Kondisi sarana dan prasarana Ombudsman RI seluruh Indonesia
belum optimal mendukung pelaksanaan pengawasan pelayanan publik.
Gedung kantor Pusat dan hampir semua Perwakilan bukan gedung sendiri
kecuali 2 (dua) Perwakilan. Sebagian besar sewa kepada pihak ketiga,
sedangkan 4 (empat) Perwakilan menempati gedung pinjam pakai/hibah.
Demikian pula, peralatan kantor juga belum dapat mencukupi seluruh
pegawai yang ada. Sebagian besar peralatan kantor pengadaan tahun 2012.
4) Belum adanya Grand Design Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya
Manusia. Pengembangan SDM masih memerlukan penataan, khususnya
pengembangan Asisten karena pengembangan kompetensi teknis pengawasan
pelayanan publik harus dibangun sendiri oleh Ombudsman RI. Struktur
Sekretariat Jenderal belum sepenuhnya dapat mendukung kebutuhan
pengembangan kompetensi Asisten. Untuk itu, secara bertahap dilaksanakan
tahapan pengembangan SDM untuk mendukung Asisten kompeten.
5) Belum optimalnya kehadiran Ombudsman RI melayani masyarakat
dikarenakan masih banyak masyarakat belum memahami sepenuhnya

16
Ombudsman RI. Kemahaman masyarakat terhadap Ombudsman RI
diinformasikan Komisi II DPR RI dalam beberapa rapat dengar pendapat,
antara lain pada tanggal 2 Desember 2019 bahwa "Komisi II DPR RI
mendorong Ombudsman RI untuk meningkatkan sosialisasi terkait tugas dan
fungsi Ombudsman RI melalui pemanfaatan teknologi informasi, termasuk
pembentukan media center, agar eksternal Ombudsman RI dapat lebih
dirasakan oleh masyarakat dan kebutuhan dasar masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dapat dipenuhi secara lebih optimal”.

B. Hasil Observasi di Komisi Yudisial RI


1. Profil Komisi Yudisial RI
Komisi Yudisial adalah suatu lembaga negara dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang bersifat mandiri dengan
wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku hakim tanpa ada campur tangan atau pengaruh dari apapun dan siapapun
seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial Pasal 2.
Melalui Amendemen Ketiga UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 2001
disepakati tentang pembentukan Komisi Yudisial yang diatur secara khusus dalam
Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Semangat pembentukan Komisi Yudisial disandarkan
pada keprihatinan mengenai kondisi wajah peradilan yang muram dan keadilan di
Indonesia yang tak kunjung tegak. Ide pembentukan Komisi Yudisial mulai
terealisasi pada tahun 1999, setelah Presiden B.J. Habibie membentuk panel diskusi
mengkaji pembaharuan UUD 1945. Istilah Komisi Yudisial sendiri dikemukakan
oleh Hakim Agung Iskandar Kamil. Yang berharap agar kehormatan,
keluhuranmartabat, serta perilaku hakim terjaga. Kemudia nama Komisi Yudisial
secara eksplisit mulai disebut saat ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004.
Maka, secara resmi nama Komisi Yudisial tercantum dalam Pasal 24B UUD 1945

17
yang merupakan hasil amendemen ketiga. Kemudian pada 13 Agustus 2004,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial disahkan.
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi
Yudisial mempunyai wewenang:
1) Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
2) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
3) Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
4) Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH).

Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam


melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai
tugas:

1) Melakukan pendaftaran calon hakim agung.


2) Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung.
3) Menetapkan calon hakim agung.
4) Mengajukan calon hakim agung ke DPR

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:

1) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,


serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim.
b) Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

18
c) Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan
dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara
tertutup.
d) Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
e) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang
perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan
kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga
mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan
hakim.
3) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi
Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk
melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
4) Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Adapun Visi dari Komisi Yudisial yaitu “Menjadi Lembaga yang Kredibel
untuk Akuntabilitas Hakim” dengan Misi:

1) Meningkatkan integritas dan Kapasitas Hakim


2) Meningkatkan Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Partisipasi
Publik.

2. Administrasi Komisi Yudisial RI


Kedudukan Anggota Komisi Yudisial RI termaktub dalam Pasal 24B
menegaskan bahwa Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, dan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

19
Selanjutnya, susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur
dengan undang-undang dalam hal ini adalah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 Tentang Komisi Yudisial. Dalam Pasal 6 menegaskan bahwa Komisi Yudisial
mempunyai 7 (tujuh) orang anggota pejabat negara yang terdiri 2 (dua) orang mantan
hakim, 2 (dua) orang praktisi hukum, 2 (dua) orang akademisi hukum; dan 1 (satu)
orang anggota masyarakat.
Dalam Pasal 11 (1) Komisi Yudisial dibantu oleh sekretariat jenderal yang
dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal. Dan berdasarkan peraturan perundangan
terkait Komisi Yudisial tersebut di atas, maka dibentuk organisasi Sekretariat
Jenderal Komisi Yudisial yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 68 Tahun 2012 Tentang Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI.
Menindaklanjuti peraturan tersebut diterbitkan struktur organisasi sebagaimana
dalam Peraturan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI No. 4 Tahun 2012 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI No. 12 Tahun
2020 Tentang Perubahan Peraturan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI No. 4
Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial
RI. Adapun Susunan struktur Organisasi Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI
adalah terdiri dari:

20
3. Proses Kinerja Komisi Yudisial RI
Adapun proses kinerja Komisi Yudisial RI dilihat dari pelaksanaan
kewenangan dan tugasnya yaitu:
1) Rekruitmen Hakim
Salah satu wewenang Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan
Hakim Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 24B UUD 1945 dan Pasal 13
Undang-Undang No. 18 Tahun 2011. Untuk melaksanakan wewenang
tersebut, Komisi Yudisal mempunyai tugas yaitu melakukan pendaftaran
calon hakim agung; melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
menetapkan calon hakim agung; dan mengajukan calon hakim agung ke
Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak
diterimanya surat pemberitahuan mengenai kekosongan jabatan Hakim
Agung dari Mahkamah Agung.
2) Pengawasan Hakim

21
Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap perilaku
hakim melakukan pengawasan baik secara pasif berdasarkan laporan
masyarakat maupun secara aktif melalui berbagai kegiatan yang dilakukan
Komisi Yudisial dalam bentuk pemantauan persidangan.
a) Penanganan Laporan Masyarakat.
Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap
perilaku hakim, secara represif melakukan pengawasan perilaku
hakim berdasarkan laporan masyarakat dan secara preventif
melakukan berbagai kegiatan dalam bentuk pemantauan persidangan.
Proses penanganan laporan masyarakat berdasarkan Peraturan Komisi
Yudisial Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penanganan Laporan
Masyarakat, meliputi penerimaan laporan masyarakat, verifikasi
persyaratan dan substansi laporan masyarakat, analis (pendalaman)
laporan masyarakat, sidang panel hasil pendalaman laporan
masyarakat, pemeriksaan para pihak dan saksi, sidang pleno hasil
pemeriksaan, dan rekomendasi usulan penjatuhan sanksi.
b) Sidang Majelis Kehormatan Hakim
Pada tahun 2020 telah dilaksanakan 1 (satu) kali sidang Majelis
Kehormatan Hakim (MKH) yang diselenggarakan pada tanggal 10
Desember 2020, Hakim Terlapor berinisial IS dengan sanksi Hakim
non-palu selama 2 (tahun). MKH dilaksanakan berdasarkan usul dari
Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI (BAWAS MA RI),
sedangkan Komisi Yudisial sendiri telah mengusulkan 4 orang hakim
dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pension.
c) Pemantauan
Bagian Pemantauan Perilaku Hakim menerima permohonan
pemantauan persidangan dari masyarakat sebagai upaya pencegahan
terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH). Permohonan pemantauan yang masuk ke Komisi Yudisial
terbagi menjadi 2 bagian utama yaitu berdasarkan permohonan
masyarakat dan berdasarkan inisiatif.

22
3) Investigasi
Pengembangan investigasi merupakan segala rangkaian kegiatan dalam
rangka pelaksanaan investigasi secara efektif dan efisien.
4) Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Hakim
Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2011, yang
menyatakan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai tugas mengupayakan
peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim”. Peningkatan kapasitas
hakim sendiri adalah kegiatan yang dilakukan Komisi Yudisial untuk
mengupayakan agar hakim memiliki kemampuan intelektualitas dan
moralitas sehingga menjadi hakim yang bersih, jujur, dan profesional.
5) Advokasi Hakim
Advokasi hakim merupakan tugas dan fungsi Komisi Yudisial yang
merupakan penjabaran dari wewenang Komisi Yudisial sebagaimana diatur
dalam Pasal 24B ayat (1) amandemen ketiga UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa Komisi Yudisial mempunyai wewenang lain dalam rangka “menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim”.
Penjabaran dari pelaksanaan tugas kemudian diturunkan dalam Pasal 20 ayat
(1) huruf e UU KY dan kemudian diatur lebih teknis pada Peraturan Komisi
Yudisial tentang Advokasi Hakim.
Kewenangan advokasi hakim merupakan kewenangan yang dianggap sebagai
salah satu mekanisme checks and balances yang diperankan oleh Komisi
Yudisial dalam tatanan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Karena selain
mengawasi para hakim, Komisi Yudisial pun melakukan perlindungan
terhadap hakim saat mereka direndahkan kehormatan dan martabatnya. Oleh
karenanya, pengawasan dan perlindungan mesti berjalan beriringan, demi
terwujudnya peradilan yang bersih, merdeka dan terhormat.

4. Sarana dan Prasarana Komisi Yudisial RI


Disamping sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung tugas-
tugas Komisi Yudisial, hal yang tak kalah penting adalah keberadaan sarana dan
prasarana yang dimiliki Komisi Yudisial Republik Indonesia. Adapun Jenis sarana

23
dan prasarana (aset/ modal) yang berpengaruh langsung terhadap operasional
organisasi meliputi ruang kerja, peralatan komputer, telekomunikasi dan transportasi
serta peralatan utama dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Yudisial Republik
Indonesia khususnya dalam fungsi teknis. Lebih rincinya sarana dan prasarana
Komisi Yudisial RI sebagai berikut:
1) Tanah (2 Bidang)
2) Peralatan dan Mesin
a) Kendaraan Roda 4 (32 Unit)
b) Kendaraan Roda 2 (8 Unit)
c) Peralatan dan Fasilitas Perkantoran (7,290 Unit)
3) Gedung dan Bangunan (1 Unit)
4) Jaringan (8 Unit)
5) Bahan Perpustakaan (4,974 Buah)
6) Software dan Lisensi (435 Buah)

5. Kendala dan Persoalan Komisi Yudisial RI


1) Masih Tingginya ketidakpuasan publik terhadap komitmen perilaku hakim
berdasarkan KEPPH. Dalam rangka mewujudkan hakim yang berkomitmen
untuk melaksanakan KEPPH dengan indikasi capaian hasil pada menurunnya
angka pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim, tentunya terdapat
serangkaian proses yang harus dilaksanakan Komisi Yudisial Republik
Indonesia. Proses yang dimaksudkan dalam hal ini adalah melalui
penanganan laporan masyarakat yang berawal dari diterimanya laporan
masyarakat.
2) Relevansi kuat antara peran MA dan KY atas kualitas putusan dengan jumlah
perkara. Komisi Yudisial memliki peran besar dalam memberikan pengaruh
integritas seorang hakim pada perbaikan dunia peradilan sehingga
kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap profesi hakim dapat dibuktikan
dengan terceminnya pada fakta, yang salah satunya adalah terkait relevansi
pada kualitas putusan.

24
3) Tingkat pemahaman publik terhadap Lembaga KY. Komisi Yudisial
melakukan pengukuran terhadap Persepsi Masyarakat atas kinerja Komisi
Yudisial. Pengukuran ini dilakukan terhadap dua kategori responden, yaitu
masyarakat awam dan ahli. Adapun wilayah persebaran populasi tersebut
berada di 13 kota dimana kantor Komisi Yudisial Republik Indonesia dan
kantor Penghubung Komisi Yudisial Republik Indonesia.
Komisi Yudisial dituntut untuk juga berkontribusi dalam menjawab tantangan
dan permasalahan tersebut dengan memperkuat berbagai aspek yang terkait dengan
tugas dan fungsi organisasi dalam peningkatkan Integritas dan kapasitas hakim dalam
kontribusi pembangunan hukum di Indonesia

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu upaya yang signifikan guna mendukung terselenggaranya
pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa sebagai langkah konkrit dalam
mewujudkannya, pemerintah dalam hal ini Presiden, membentuk Komisi Ombudsman
Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Pembentukan dan
penamaan Komisi Ombudsman Nasional diharapkan berhasil mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis melalui penyelenggaraan negara yang
baik (good governance) dan bersih (clean government) serta bebas dari Kolusi, Korupsi,
dan Nepotisme (KKN). Tujuan negara yang selaras dengan fungsi dari Ombudsman RI,
yakni sebagai lembaga negara independen yang dibentuk untuk menjalankan fungsi
pengawasan pelayanan publik. Tujuan pengawasan pelayanan publik adalah melindungi
hak warga negara mencapai kesejahteraan.
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang lahir dari Pasal 24 B ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan wewenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung, serta wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Sebuah lembaga
yang dibentuk sebagai salah satu instrumen untuk mewujudkan 4 (empat) tujuan negara
Republik Indonesia, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selain itu, Eksistensi Komisi Yudisial diperkuat
secara legal formal melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Republik
Indonesia.
B. Saran
1. Dari uraian yang telah ada diatas hendaknya Ombudsman RI dan Komisi Yudisial
RI bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakat umum sehingga kendala tidak
pahamnya masyarakat mengenai apa sebenarnya tugas dan fungsi dari kedua

26
lembaga pemerintahan ini yang khususnya memiliki dampak signifikan terhadap
masyarakatnya mampu terselsaikan. Selain itu diharapkan kedua lembaga ini
segera mencarikan solusi dari permasalahan-permasalahan yang timbul lainnya,
dan menemukan titik temu untuk menyelesaikannya.
2. Dengan terjalinnya kerjasama antar lembaga Institut Agama Islam Negeri Salatiga
dengan Ombudsman RI dan Komisi Yudisial, diharapkan kedepannya prospek
kerja mahasiswa khususnya program studi Hukum Tata Negara IAIN Salatiga dan
Lembaga lainnya dapat terjalin dan terjamin.
3. Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan/KKL Kamis, 21 Oktober 2021
yang terlaksana secara daring menggunakan via Zoom Meeting tentu memberikan
feedback positif untuk para mahasiswa Hukum Tata Negara yang mengikutinya.
Sehingga alangkah baiknya jika para mahasiswa memiliki kesadaran mengenai
hal-hal kecil seperti OnCamera, kerapihan pakaian dengan menggunakan jas
Almamater secara serentak dalam rangka menghormati dan menghargai para
pembicara dalam acara formal ini.

27
LAMPIRAN
A. Foto-Foto Kegiatan

B. Sertifikat KKL

28

Anda mungkin juga menyukai