Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI NEGERI WALISONGOSEMARANG


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. Prof. Dr. Hamka Kampus III Ngaliyan, Semarang. Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah dosen pembimbing kuliah kerja lapangan
Fakultas Syari’ah UIN Walisongo Semarang. Menerangkan bahwa :

Nama : Atina Lailil Isro’iyyah

NIM : 1602056039

Program Studi : Ilmu Hukum

Fakultas : Syari’ah dan Hukum

Benar-benar telah mengikuti Serangkaian kegiatan Kuliah Kerja Lapangan di


Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Observatorium Bosscha. Terhitung
mulai tanggal 1-4 Mei 2019 yang diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Selanjutnya setelah diberikan bimbingan dan pembekalan yang secukupnya serta
membaca dengan cermat, dengan ini maka laporan yang bersangkutan bisa diterima dan
memenuhi syarat.

Demikian surat keterangan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 11 Mei 2019

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Maria Anna Muryani, S.H., M.H.


NIP:19620006011993032001

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur selalu kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan aktifitas kita dengan lancar dan tanpa
adanya suatu halangan apapun. Khususnya keberhasilan penulis untuk menyelesaikan
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) hingga laporan hasil dari kegiatan tersebut tersusun
dengan sangat baik.

Sholawat serta salam ttetap tercurahkan kepada beliau junjungan kita baginda Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa kita nantikan syafaatnya pada hari akhir nanti. Laporan
yang merupakan bentuk pertanggung jawaban sebagai tugas akhir bagi mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang yang telah mengikuti KKL, dimaksudkan agar
mahasiswa mampu mengetahui bagaimana relevansi teori (law in book) dengan praktik
sesungguhnya (law in action) yang ada di lapangan dan menganalisis serta dapat
menyusunnya ke dalam bentuk laporan berupa hasil pelaksanaan KKL tersebut.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyususnan laporan ini. Penulis tidak dapat memberikan apapun kecuali
ucapan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya atas bimbingan dan arahan yang
diberikan. Semoga Allah SWT memberi balasan atas segala amal baik serta limpahan rahmat
dan karunia-Nya sebagai balasan atas jasa baik mereka. Dan akhir kata, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Semarang, 11 Mei 2019

Penyusun

Atina Lailil Isro’iyyah

NIM : 1602056039

ABSTRAK

2
Secara umum KKL merupakan salah satu syarat beban SKS (Sistem Kredit Semester) yang
wajib ditempuh setiap mahasiswa guna meningkatkan kompetensi, profesionalitas personal
dan sosial sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Selain itu juga menjadi program
yang dipandang cukup efektif untuk mensingkronisasi antara teori dan praktek riil di
lapangan. Sehingga KKL menjadi agenda khusus dalam rangka menunjang disiplin ilmu
pengetahuan yang sempurna sebagaimana harapan dari Fakultas Syariah UIN Walisongo
Semarang.

Penelitian ini dilakukan menggunkan sumber data primer, yaitu data yang diperoleh
didapatkan langsung dari sumbernya. Sedangkan metode yang digunakan adalah jenis metode
penelitian non doctrinal yang bersifat deskriptif analitik, yaitu mendapatkan data langsung
dari instansi pemerintah tempat pelasanaan KKL dan memperoleh data langsung dari hasil
pengamatan, pemotretan, catatan, ataupun buku yang telah disediakan.

Kunjungan KKL dilakukan di tiga tempat yaitu, MA, KPK dan Observatorium Bosscha.
Pada saat kunjungan di MA mahasiswa diberikan materi oleh narasumber berupa hal-hal
umum terkait dengan MA meliputi kedudukan, fungsi, kewenangan dan lain sebagainya.
Kunjungan ke KPK mahasiswa dijelaskan secara umum mengenai tugas dan fungsi KPK serta
contoh kasusnya dan saat kunjungan di Observatorium Bosscha mahasiswa dijelaskan
mengenai fungsi dari Observatorium Bosscha dan kegiatan yang dilakukan di Observatorium
Bosscha.

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Dalam proses pembelajaran, mahasiswa tidak hanya diupayakan mengusai teori saja,
melainkan juga perlu mengenal dan menguasai bagaimana praktek riil di lapangan. Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) merupakan salah satu langkah yang diselenggarakan oleh kampus
guna mengukur sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam mengolah berbagai disiplin ilmu
yang telah diperoleh selama masa perkuliahan. Selain itu, Kuliah Kerja Lapangan (KKL) juga
menjadi sarana untuk mendekatkan hubungan antara teori dan praktek. Sebagaimana yang
lebih dibutuhkan pada kehidupan nyata (lapangan) adalah praktek yang juga didukung dengan
teori.

Sudah menjadi kepastian bahwasannya setiap perguruan tinggi memiliki harapan besar
untuk menghasilkan lulusan yang profesional, termasuk UIN Walisongo Semarang. Demi
mewujudkan harapan tersebut, KKL merupakan salah satu cara untuk membina dan mendidik
para mahasiswa menjadi sarjana yang profesional dibidangnya.

Pelaksanaan KKL bagi mahasiswa program studi Ilmu Hukum dilakukan di MA yang
berlokasi di Jl. Medan Merdeka Utara No.9 - 13, RT.2/RW.3, Gambir, Kec. Gambir, Kota
Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2
Mei 2019. Setelah kunjungan ke MA kemudian dilanjutkan langsung ke KPK yang berada di
Jl. H. R. Rasuna Said No.Kav. C1, RT.3/RW.1, Karet, Setia Budi, Kota Jakarta Selatan, DKI
Jakarta. Dan kunjungan terakhir mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum adalah ke
Observatorium Bosscha di Jl. Peneropongan Bintang No.45, Lembang, Kabupaten Bandung
Barat, Jawa Barat pada hari Jumat tanggal 3 Mei 2019.

Penulis telah berupaya apa yang disajikan dalam laporan ini dapat memenuhi harapan
pembaca, penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan lepas dari kekurangan. Oleh karena
itu, sumbang kritik dan saran konstruktif dari pembaca selalu penulis harapkan. Teriring doa
semoga bermanfaat.

4
B. Penyajian Data di Lapangan

Laporan ini disusun secara sistematis dengan metode penelitian non doktrinal yang
bersifat deskriptif analitik yaitu pemaparan materi-materi yang didapat selama kunjungan di
MA, KPK maupun di Observatorium Bosscha data diperoleh dengan cara:
1. Penyampaian materi oleh beberapa narasumber di beberapa lembaga kunjungan KKL
2. Observasi
3. Diskusi dan Tanya Jawab
4. Sumber lain yang di dapatkan dari beberapa media, baik cetak maupun online, yaitu
buku, modul terkait dan beberapa situs website resmi dari lembaga yang dikunjungi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Coaching (Pembekalan) KKL
Sebelum melakukan kegiatan KKL, mahasiswa terlebih dahulu diberi pembekalan agar
kedepannya dapat melaksanakan kegiatan tersebut dengan lancar dan terarah. Pembekalan
dilakukan secara singkat oleh pihak Fakultas Syari’ah dan Hukum pada hari Rabu, 29 Maret
2018 di Audit II Lantai 1 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, pada pukul 08.00-
selesai.
Coaching (pembekalan) merupakan langkah yang paling awal sebelum pelaksanaan
KKL. Pembekalan bertujuan untuk memberi gambaran secara umum, praktis dan global
tentang perjalanan KKL serta peraturan-peraturan yang harus ditaati selama pelaksanaan
kegiatan KKL dari mulai awal sampai akhir pelaksanaan serta hal-hal penting lainnya yang
harus diselesaikan dan dimengerti oleh para peserta KKL. Kegiatan Coaching (pembekalan)
ini bersifat wajib bagi mahasiswa yang akan mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Lapangan.
Acara pembekalan selanjutnya diisi dengan beberapa pengarahan dan pembinaan bagi
peserta KKL. Pertama dari ketua panitia KKL gelombang ke-2 semester genap yaitu
disampaikan oleh Ibu Antin Lathifah, S.Ag, M.Ag. Kedua sambutan oleh Wakil Dekan I
Bapak Drs. Sahidin, M.Si., beliau menjelaskan mengenai pentingnya KKL dan perintah untuk
selalu menjaga nama baik almamater dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan KKL dan juga
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak semestinya dilakukan oleh
mahasiswa Perguruan Tinggi Islam. Kemudian dilanjutkan penyampaian aturan dan
sistematika penulisan laporan.
B. Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan
1. Kunjungan ke Mahkamah Agung

Mahkamah Agung (MA) merupakan kunjungan pertama dalam kegiatan KKL Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang. Peserta KKL menuju ke MA yang bertempat
di Jl. Medan Merdeka Utara No.9 - 13, RT.2/RW.3, Gambir, Kec. Gambir, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Peserta KKL tiba di MA sekitar pukul 08.30 WIB dan
langsung masuk kedalam gedung MA.
Sebelum memasuki gedung MA terlebih dahulu para peserta di cek satu persatu untuk
memastikan bahwa peserta tidak membawa barang yang dilarang dibawa saat memasuki

6
gedung MA. Setelah semua peserta sudah masuk, peserta disambut dengan sangat baik oleh
pegawai MA dan dipersilahkan memasuki ruang aula MA. Di dalam ruang aula peserta KKL
diterima dengan baik dan diberikan materi oleh narasumber dari MA yaitu Bapak Abdul
Ghoni, SH, MH.
Dalam penjelasannya, beliau menerangkan secara umum tentang Mahkamah Agung,
sejarah MA kedudukan, serta kewenangan, tugas pokok dan fungsi, serta hal hal lain yang
berkaitan dengan Mahkamah Agung. Dan tidak lupa juga sesi tanya jawab yang pada waktu
itu ada sekitar 8 orang peserta KKL yang bertanya terkait dengan tugas dan wewenang MA
serta pengalaman-pengalaman yang selama ini dihadapi oleh MA. Yang nanti akan di
paparkan ke dalam laporan ini. Berikut ini merupakan uraian temuan di Mahkamah Agung
(MA).
Mahkamah Agung merupakan sebuah lembaga tertinggi didalam sistem tata negara
Republik Indonesia dalam kekuasaan kehakiman yang membawahi lingkungan peradilan
dibawahnya yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan tata usaha Negara dan lingkungan peradilan militer. Serta mahkamah konstitusi
sebagai peradilan konstitusi.
a. Sejarah Mahkamah Agung

Masa penjajahan Belanda atas bumi pertiwi Indonesia, selain mempengaruhi roda


pemerintahan juga sangat besar pengaruhnya terhadap Peradilan di Indonesia. Dari masa
dijajah oleh Belanda (Mr. Herman Willem Daendels – Tahun 1807), kemudian oleh Inggris
(Mr. Thomas Stanford Raffles – Tahun 1811 Letnan Jenderal) dan masa kembalinya
Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1842).

Pada masa penjajahan Belanda Hoogerechtshoof merupakan Pengadilan Tertinggi dan


berkedudukan di Jakarta dengan wilayah Hukum meliputi seluruh Indonesia. Hoogerechtshoof
beranggotakan seorang Ketua, 2 orang anggota, seorang pokrol Jenderal, 2 orang Advokat
Jenderal dan seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih. Jika
perlu Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hoogerechtshoof dengan seorang Wakil
dan seorang atau lebih anggota.

Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Presiden


Soekarno melantik/mengangkat Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua

7
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Hari pengangkatan itu kemudian
ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung, melalui Surat Keputusan
KMA/043/SK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Tanggal 18 Agustus 1945 juga merupakan tanggal disahkannya UUD 1945 beserta
pembentukan dan pengangkatan Kabinet Presidentil Pertama di Indonesia. Mahkamah Agung
terus mengalami dinamika sesuai dinamika ketatanegaraan. Antara tahun 1946 sampai dengan
1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia. Pada saat
itu terdapat dua Lembaga Peradilan Tertinggi di Indonesia yaitu :

1) Hoogerechtshof di Jakarta dengan :


a) Ketua : Dr. Mr. Wirjers
b) Anggota Indonesia :
 Mr. Notosubagio,
 Koesnoen
c) Anggota belanda :
 Mr. Peter,
 Mr. Bruins
d) Procureur General : Mr. Urip Kartodirdjo
2) Mahkamah Agung Republik Indonesia di Yogyakarta dengan :
a) Ketua : Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja
b) Wakil : Mr. R. Satochid Kartanegara
c) Anggota :
 Mr. Husen Tirtaamidjaja,
 Mr. Wirjono Prodjodikoro,
 Sutan Kali Malikul Adil
d) Panitera : Mr. Soebekti
e) Kepala TU : Ranuatmadja
Kemudian terjadi kapitulasi Jepang, yang merupakan Badan Tertinggi disebut Saikoo
Hooin yang kemudian dihapus dengan Osamu Seirei (Undang-Undang No. 2 Tahun 1944).
Pada tanggal 1 Januari 1950 Mahkamah Agung kembali ke Jakarta dan mengambil alih
(mengoper) gedung dan personil serta pekerjaan Hoogerechtschof. Dengan demikian maka

8
para anggota Hoogerechtschof dan Procureur General meletakkan jabatan masing-masing dan
pekerjaannya diteruskan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat (MA-RIS)
dengan susunan :
1) Ketua : Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja
2) Wakil : Mr. Satochid Kartanegara
3) Anggota :
a) Mr. Husen Tirtaamidjaja,
b) Mr. Wirjono Prodjodikoro,
c) Sutan Kali Malikul Adil
4) Panitera : Mr. Soebekti
5) Jaksa Agung : Mr. Tirtawinata
Dapat dikatakan sejak diangkatnya Mr. Dr. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua
Mahkamah Agung, secara operasional pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di bidang
Pengadilan Negara Tertinggi adalah sejak disahkannya Kekuasaan dan Hukum Acara
Mahkamah Agung yang ditetapkan tanggal 9 Mei 1950 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
Dalam kurun waktu tersebut Mahkamah Agung telah dua kali melantik dan mengambil
sumpah Presiden Soekarno, yaitu tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Presiden Pertama
Republik Indonesia dan tanggal 27 Desember 1945 sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS).
Waktu terus berjalan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 sudah harus diganti, maka
pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa
Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai
Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan di
bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang meliputi
4 (empat) Lingkungan Peradilan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan TUN. Sejak Tahun 1970 tersebut kedudukan Mahkamah Agung mulai kuat dan
terlebih dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
maka kedudukan Mahkamah Agung sudah mulai mapan, dalam menjalankan tugastugasnya

9
yang mempunyai 5 fungsi, yaitu Fungsi Peradilan, Fungsi Pengawasan, Fungsi Pengaturan,
Fungsi Memberi Nasihat, dan Fungsi Administrasi.
Gedung Mahkamah Agung pada tahun 1980 (sekarang menjadi milik Kementerian
Keuangan) Situasi semakin berkembang dan kebutuhan baik teknis maupun nonteknis
semakin meningkat, Mahkamah Agung harus bisa mengatur organisasi, administrasi dan
keuangan sendiri tidak bergabung dengan Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian
Hukum dan HAM). Waktu terus berjalan, gagasan agar badan Kehakiman sepenuhnya
ditempatkan di bawah pengorganisasian Mahkamah Agung terpisah dari Kementerian
Kehakiman.
Pada Mei 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal dikenal dengan
lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat diterima yang ditandai dengan
lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang menentukan Kekuasaan Kehakiman bebas dan
terpisah dari Kekuasaan Eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang tersebut memberi batas waktu lima tahun untuk pengalihannya sebagaimana
tertuang dalam Pasal II ayat (1) yang berbunyi : “Pengalihan Organisasi, administrasi dan
Finansial dilaksanakan secara bertahap paling lama 5 Tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku”. Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian konsep Satu
Atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Pada tanggal 23 Maret 2004 lahirlah Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang
pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dan lingkungan Peradilan Umum dan Tata
Usaha Negara, Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung, yang ditindaklanjuti dengan :

1) Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan


Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Departemen Kehakiman dan HAM ke
Mahkamah Agung pada tanggal 31 Maret 2004.

10
2) Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lingkungan Peradilan
Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung yang dilaksanakan tanggal 30
Juni 2004.
b. Tugas Pokok dan Fungsi
1) Fungsi Peradilan
a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua
hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara
adil, tepat dan benar.
b) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung
berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
semua sengketa tentang kewenangan mengadili dan permohonan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun
1985) serta memutus semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal
asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan
peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah
Agung No 14 Tahun 1985)
c) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah
Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya
(materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi
(Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2) Fungsi Pengawasan
a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan

11
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
- terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam
hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran
dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim
(Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
3) Fungsi Mengatur
a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai
pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-
undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap
perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4) Fungsi Nasihat
a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain
(Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah
Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam
rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah
Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang

12
Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan
kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala
Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi
petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka
pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-
undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).\
5) Fungsi Administratif
a) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10
Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris,
administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah
Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-
undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung.
b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
6) Fungsi Lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain
berdasarkan Undang-undang.

13
c. Struktur Mahkamah Agung

Ketua : Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, S.H, M.H.

14
Wakil ketua MA bidang Yudisial : M. Syariffuddin
Wakil ketua MA bidang Non Yudisial : Sunarto

d. Keadaan Perkara
Berikut daftar keadaan perkara kasasi, peninjauan kembali, grasi, dan hak uji materil di
Mahkamah Agung Republik Indonesia dari tahun 2004-2017:
Sisa Tahun Perkara Beban Perkara
Tahun Sisa Perkara
Sebelumnya Masuk Perkara Putus

2004 20.825 5.730 26.555 6.241 20.314

2005 20.314 7.468 27.782 11.807 15.975

2006 15.975 7.825 23.800 11.775 12.025

2007 12.025 9.516 21.541 10.714 10.827

2008 10.827 11.338 22.165 13.885 8.280

2009 8.280 12.540 20.820 11.985 8.835

2010 8.835 13.480 22.315 13.891 8.424

2011 8.424 12.990 21.414 13.719 7.695

2012 7.695 13.412 21.107 10.995 10.112

2013 10.112 12.337 22.449 16.034 6.415

2014 6.415 12.511 18.926 14.501 4.425

2015 4.425 13.977 18.402 14.452 3.950

2016 3.950 14.630 18.580 16.223 2.357

2017 2.357 15.505 17.862 16.474 16.475

e. Sistem Kamar

15
Sejak Tahun 2011 melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
142/KMA/SK/IX/2011, Mahkamah Agung telah memberlakukan sistem kamar. Dengan
sistem ini hakim agung dikelompokkan ke dalam lima kamar, yaitu perdata, pidana, agama,
tata usaha negara, dan militer. Hakim agung masing-masing kamar pada dasarnya hanya
mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam lingkup kewenangan masing-masing kamar.
Konsep Sistem Kamar ini diadopsi dari Sistem Kamar yang selama ini diterapkan di Hoge
Raad (Mahkamah Agung) Belanda. Namun seiring bertambahnya tahun kemudian Mahkamah
Agung menambahkan dua sistem kamar yaitu kamar pembinaan dan kamar pengawasan.
Penerapan sistem kamar sangat mempengaruhi produktivitas penanganan perkara di
Mahkamah Agung. Berdasarkan data sisa tunggakan perkara sejak enam tahun terakhir,
tercatat terus mengalami penurunan. Terlebih jika dibandingkan dengan sisa tunggakan pada
tahun 2012 yang mencapai 10.112 perkara sehingga dalam kurun waktu enam tahun
Mahkamah Agung telah mengurangi lebih dari 86 persen sisa perkara. Bahkan sisa perkara
pada 2017 menjadi yang terendah sepanjang sejarah, yakni sebanyak 1.388 perkara.
f. Fakta di lapangan yang merupakan Rahasia Mahkamah Agung
Pada saat sesi Tanya jawab di Mahkamah Agung, terungkap fakta bahwa proses upaya
hukum khususnya upaya hukum peninjauan kembali untuk perkara pidana pernah diajukan
kedua kali. Yang mana di dalam peraturan atau Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun
2014 telah di jelaskan dan dinyatakan bahwa upaya hukum peninjauan kembali khusus untuk
perkara pidana hanya boleh diajukan satu kali. Namun pada kenyataannya Mahkamah Agung
menerima dan memeriksa serta memutus permohonan Peninjauan kembali perkara pidana
tersebut. Padahal pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 268 dijelaskan pula bahwa
Peninjauan kembali hanya bisa dilakukan satu kali. Namun pada putusan Mahkamah
Konstitusi No. 34/PUU/XI/2013 menyatakan bahwa Peninjauan Kembali dapat diajukan
berkali-kali yang mana bertolak belakang dengan aturan yang ada pada KUHP khususnya
pasal 268. Dapat di lihat bahwa realita ini sangat menunjukan bahwa tidak semua aturan/
undang-undang yang ada dianut dan di patuhi secara universal. Namun dapat dilakukan seperti
keputusan tersebut dengan mempertimbangkan segi kemanusiaan sebagaimana prinsip dari
Hak Asasi Manusia itu sendiri yaitu memanusiakan manusia.

2. Kunjungan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia

16
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) adalah instansi kedua tujuan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) Fakultas Syariah dan Hukum, peserta KKL menuju kantor gedung KPK
lama yang berada di Jl. H. R. Rasuna Said No. KaV. C1, RT.3/RW.1, karet, Setia Budi, Kota
Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12940. Pada hari kamis 2 mei 2019 pukul
13,30 WIB peserta memasuki gedung KPK dan memasuki satu ruangan yang cukup besar
berbasis lesehan disana mahasiswa duduk di lantai yang dilapisi karpet acara dimulai dengan
sambutan darI Bapak Dr. H. Agus Nurhadi, MA, selaku wakil Dekan III yang memberikann
gambaran menegai pentingnya melawan korupsi dan memberikan semangat kepada pesera
KKL untuk bersama-sama membangun Indonesia lebih Maju. Acara selanjutnya di isi oleh
pihak KPK yang diwakili oleh kakak Kristin yang memberika materi mengenai tindak pidana
korupsi, jenis-jenis tindak pidana korupsi, Tugas dan wewenang KPK, Strategi pemberantasan
korupsi, setelah penyampain materi selesai ada sesi Tanya jawab menenai materi dan peng
aplikasianya. Selanjutnya adanya pemutaran video, dalam video itu berisi makna pentingnya
kejujuran dan proses yang panjang dalam mempertahankan kejujuran hingga hasil dari
kejujuran tersebut. Selengkapnya adalah sebagai berikut.
Dijelaskan mengenai struktur organisasi KPK yang terdiri dari Pimpinan dan Penasehat
yang dibantu oleh empat Deputi dan satu Sekretaris Jenderal yang membawahi empat
Direktorat dan satu unit. Lalu, pemaparan mengenai tugas KPK sesuai UU Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dikategorikan dalam lima
kategori, diantaranya :
a. Koordinasi, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi (Pasal 7);
b. Supervisi, supervisi terhadap intansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi (Pasal 8);
c. Penyelidikan-Penyidikan-Penuntutan, melakukan upaya hukum terhadap tindak
pidana korupsi (Pasal 11);
d. Pencegahan, tindakan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi (Pasal 13);
e. Monitor, melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara (Pasal
14).
Selanjutnya, pegawai KPK tersebut memaparkan kewenangan penindakan KPK yang
meliputi tiga hal : 1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain

17
yang ada kaitannya dengan Tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau aparat
negara. 2. Mendapatkan perhatian atau meresahkan masyarakat. 3. Menyangkut kerugian
negara paling sedikit Rp1M. Kemduian dipaparkan temuan KPK tentang klasifikasi pelaku
Tipikor berdasarkan jabatannya pada tahun 2018 :
JABATAN JUMLAH
ANGGOTA DPR DAN DPRD 247
GUBERNUR 20
WALIKOTA/BUPATI DAN WAKIL 101
KOMISIONER 7
KEPALA LEMBAGA/KEMENTERIAN 26
ESELON I, II, DAN III 199
HAKIM 22
SWASTA 236
JAKSA 7
POLISI 2
PENGACARA 11
KORPORASI 5
DUTA BESAR 4
LAIN-LAIN 109
JUMLAH 998

Gambar Tabel Kategorisasi Korupsi

Senada dengan tabel di atas, dipaparkan juga jenis-jenis tindak pidana korupsi
sesuai UU Nomo 31 Tahun 1999 j.o UU Nomor 20 Tahun 2001 yang
dikelompokkan dalam tujuh jenis besar dari tiga puluh jenis secara umum :
a. Kerugian keuangan negara;
b. Suap-menyuap;
c. Penggelapan dalam jabatan;
d. Pemerasan;
e. Perbuatan curang;
f. Konflik kepentingan dalam pengadaan;

18
g. Gratifikasi
Untuk menjalankan tugasnya, KPK mempunyai strategi untuk memberantas korupsi.
Strategi KPK antara lain :
a. Strategi penindakan, bertujuan untuk menimbulkan rasa takut melakukan
korupsi;
b. Strategi perbaikan sistem, bertujuan untuk membersihkan sistem pemerintahan
agar tidak terdapat benih-benih korupsi di dalamnya;
c. Strategi edukasi dan kampanye, bertujuan untuk memberikan pendidikan
tentangnya bahaya korupsi sebagai upaya pencegahan korupsi sejak dini.
Di samping itu, pegawai KPK juga memaparkan cikal bakal perilaku-perilaku
koruptif yang terjadi di kehidupan sehari-hari dan umumnya pernah dilakukan hampir
sebagian besar orang, diantaranya :
a. Menyontek;
b. Membolos;
c. Tawuran;
d. Melanggar lalu lintas;
e. Terlambat;
f. Mark up uang buku;
g. Berbohong pada orang tua/guru;
h. Gratifikasi ke guru;
i. Kuitansi/nota palsu;
j. Penyalahgunaan dana beasiswa;
k. Plagiat/copy-paste tugas.
Kemudian dijelaskan pula mengenai Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Profesi/ Jabatan
anatar lain seperti : Anggota DPR dan DPRD 25%, GUBERNUR 2%, Wali Kota /Bupati dan
Wakil 10%, Komisioner 1%, Kepala/Lembaga Kementrian 3%, Eselon I,II,III 20%, Hakim
2%, Swasta 24%, Lain-lain 11% dan 5 sektor yang paling banyak Dikorupsi pada 2017 yaitu
Anggaran Desa 39,3 M dari 98 kasus, Pemerintahan 225M dari 55 kasus, Pendidikan 81,8 M
dari 53 kasus, Transportasi 985 M dari 52 kasus, Sosial Kemasyarakatan 41,1 M dari 40
kasus. Namun untuk mencegah korupsi sejak dini sehingga KPK memiliki wewenang untuk
melakukan pencegahan yang di Implementasikan pada Pendidikan AntiKorupsi yang mana di

19
atur di dalam ( pasal 13 hufuf c UU KPK : “KPK berwenang menyelengarakan pendidikan
antikorupsi setiap jenjang pendidikan) seperti Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan
Sekolah Dasar, Pendidikan Sekolah menegah, Pendidikan Perguruan Tinggi serta pada
masyarakat umum melalui sosialisasi dan sejenisnya.
3. Kunjungan ke Observatorium Bosscha
Tujuan kunjungan ketiga adalah Observatorium Bosscha, kunjungan ini dilaksanakan
pada hari jumat, 3 Mei 2019. Peserta KKL tiba di observatorium Bosscha pada siang hari,
lokasi Bosscha terletak di daerah lembang, Bandung. Untuk menuju ke Observatorium
Bosscha ini peserta jalan kaki sekitar 700 meter karena tidak bisa di akses oleh bus besar.
Yang paling terkenal di Observatorium Bosscha ini adalah sebuah teleskop raksasa yang
diberi nama Teleskop Zeiss. Berikut pemaparan di Observatorium Bosscha :
Observatorium Bosscha adalah lembaga riset yang berada di bawah naungan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB). Hingga
saat ini, Observatorium Bosscha merupakan satu-satunya observatorium besar di Indonesia.
Bersama-sama dengan Program Studi Astronomi, FMIPA ITB, Observatorium Bosscha
menjadi pusat penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu Astronomi di Indonesia.
Bersama-sama dengan Program Studi Astronomi, FMIPA ITB, Observatorium Bosscha
menjadi pusat penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu Astronomi di Indonesia.
Selain mengemban tugasnya dalam penelitian dan pendidikan, Observatorium Bosscha
melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat, baik dalam bentuk kegiatan rutin maupun
kegiatan yang sifatnya insidental bergantung pada terjadinya fenomena astronomi yang
menarik. Observatorium Bosscha pun membuka peluang kolaborasi dan belajar bagi
mahasiswa maupun peneliti dari berbagai tempat di seluruh dunia. Peneliti dan mahasiswa
dari berbagai tempat telah datang untuk melakukan pengamatan astronomi, melakukan
analisis data astrofisika, belajar instrumentasi, dan lain sebagainya. Observatorium Bosscha
juga menerima mahasiswa maupun peneliti yang ingin belajar topik-topik non-astronomi yang
relevan, misalnya tentang sejarah, bangunan, manajemen, serta lingkungan di Observatorium
Bosscha. Tahun 2004, Observatorium Bosscha dinyatakan sebagai Benda Cagar Budaya oleh
Pemerintah. Oleh karena itu, keberadaan Observatorium Bosscha dilindungi UU Nomor 2
tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah menetapkan
Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital nasional yang harus diamankan.

20
a. Sejarah Observatorium Bosscha

Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh


Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia
Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di
Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Dan di dalam rapat itulah,
Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia
menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong
bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium
ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini. Pembangunan
observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai
dengan tahun 1928.

Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933.


Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang
Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena
kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal
kembali. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini
kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959,
Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha
difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

b. Beberapa teleskop yang ada di Observatorium Bosscha :

1) Teleskop Zeiss
Teleskop ganda Zeiss 60 cm ini berada pada satu-satunya gedung kubah di
Observatorium Bosscha yang telah menjadi landmark Bandung utara selama lebih dari 85
tahun. Teleskop dan gedung kubah ini merupakan sumbangan dari K. A. R. Bosscha yang
secara resmi diserahkan kepada Perhimpunan Astronomi Hindia-Belanda pada bulan Juni
1928. Kubah gedung memiliki bobot 56 ton dengan diameter 14,5 m dan terbuat dari baja
setebal 2 mm.
2) Teleskop Schmidt Bima Sakti

21
Teleskop Schmidt Bima Sakti mempunyai sistem optik Schmidt sehingga sering
disebut Kamera Schmidt. Teropong ini mempunyai diameter lensa koreksi 51 cm,
diameter cermin 71 cm, dan panjang fokus 127 cm. Teleskop ini biasa digunakan untuk
mempelajari struktur galaksi Bima Sakti, mempelajari spektrum bintang, mengamati
asteroid, supernova, Nova untuk ditentukan terang dan komposisi kimiawinya, dan untuk
memotret objek langit.
3) Teleskop Refraktor Bamberg
Teropong Bamberg juga termasuk jenis refraktor yang ada di Observatorium
Bosscha, dengan diameter lensa 37 cm dan panjang fokus 7 m. Teropong ini berada pada
sebuah gedung beratap setengah silinder dengan atap geser yang dapat bergerak maju-
mundur untuk membuka atau menutup.
4) Teleskop Surya

Teleskop ini merupakan teleskop Matahari yang terdiri dari 3 buah telekop Coronado
dengan 3 filter yang berbeda, serta sebuah teleskop proyeksi citra Matahari yang
sepenuhnya dibuat sendiri. Fasilitas ini merupakan sumbangan dari Kementerian P
endidikan, Sains, dan Kebudayaan, Negeri Belanda, Leids Kerkhoven-Bosscha Fonds,
Departemen Pendidikan Nasional, serta Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

5) Teleskop radio 2,3m


Teleskop radio Bosscha 2,3m adalah adalah instrumen radio jenis SRT (Small Radio
Telescope) yang didesain oleh Observatorium MIT-Haystack dan dibuat oleh Cassi
Corporation. Teleskop ini bekerja pada panjang gelombang 21 cm atau dalam rentang
frekuensi 1400-1440 MHz. Dalam rentang frekluensi tersebut terdapat transisi garis
hidrogen netral, sehingga teleskop ini sangat sesuai untuk pengamatan hidrogen netral,
misalnya dalam galaksi kita, Bima Sakti. Selain itu, teleskop ini dapat digunakan untuk
mengamati objek-objek jauh seperti ekstragalaksi dan kuasar. Matahari juga merupakan
objek yang menarik untuk ditelaah dalam panjang gelombang radio ini. Objek eksotik,
seperti pulsar, juga akan menjadi taget pengamatan dengan teleskop radio ini. Dan masih
banyak teleskop kecil lainnya.

c. Kendala yang dihadapi Observatorium Bosscha

22
Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha dianggap tidak layak untuk
mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh perkembangan pemukiman di daerah
Lembang dan kawasan Bandung Utara yang tumbuh laju pesat sehingga banyak daerah
atau kawasan yang dahulunya rimbun ataupun berupa hutan-hutan kecil dan area
pepohonan tertutup menjadi area pemukiman, vila ataupun daerah pertanian yang bersifat
komersial besar-besaran. Akibatnya banyak intensitas cahaya dari kawasan pemukiman
yang menyebabkan terganggunya penelitian atau kegiatan peneropongan yang seharusnya
membutuhkan intensitas cahaya lingkungan yang minimal. Sementara itu, kurang
tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup
memberikan andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan
sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini menjadi terancam
keberadaannya.

Polusi cahaya yang semakin mengganggu akibat dari pemukiman penduduk dan
pusat bisnis di sekitar Lembang, Bandung melatarbelakangi rencana pemindahan
Observatorium Bosscha. Untuk rencana pemindahannya, tim riset astronomi Institut
Teknologi Bandung memilih Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Alasan dipilihnya
Kupang sebagai tempat pengganti untuk Bosscha adalah langit di sana jauh lebih terang
dibandingkan di Lembang sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Observatorium Bosscha
saat ini (2012 - sekarang), Dr. Mahesana Putra. Dengan rencana pemindahan ini juga
diharapkan untuk lebih memajukan lagi bidang antariksa di Indonesia.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan praktek yang dilakukan untuk mendapatkan
pengalaman secara langsung dari instansi atau lembaga yang terkait dengan fakultas dan ke
jurusan masing-masing, juga suatu pengalaman praktis profesional dan empiris yang mendidik
mahasiswa untuk aktif dan kreatif dalam dunia peradilan, di samping menjadi persyaratan
yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan study hingga tercapainya gelar sarjana.
Kegiatan KKL di lembaga Mahkamah Agung memberikan jendela pengetahuan tentang,
tugas dan wewenang Mahkamah Agung, Perkara masuk hingga upaya penyelesaian mulai dari
peninjauan kembali, gratifikasi maupun yang lainnya , serta menyinggung mengenai peluang
menjadi hakim bagi lulusan Sarjana Hukum.
Kemudian pada saat di KPK, banyak suatu wawasan yang tidak banyak diketahui oleh
mahasiswa di kampus di dapatkan pada saat audiensi KKL kemarin. Seperti kriteria seorang
yang dapat terpilih menjadi seorang penyidik KPK. Yang mana banyak dari mahasiswa
mengira bahwa seorang penyidik KPK adalah seorang Polisi maupun Jaksa yang di tugaskan
di KPK. Hal lain yang menambah wawasan bagi peserta KKL kemarin adalah ketua KPK
tidak hanya satu namun terdiri dari beberapa ketua yang tugasnya berbeda namun hampir
sama.
Sedangkan kegiatan KKL di Observatorium Bosscha memberi pengetahuan baru bagi
mahasiswa KKL Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang serta wawasan yang belum
didapat dikampus mengenai tugas dan fungsi Observatorium sebagai pelaksana tugas
pemerintahan di bidang planetarium maupun perbintangan sesuai dengan bidangnya
khususnya ilmu astronomi umum.
B. Saran
1. Dalam penyelenggaraan KKL perlu di tingkatkan koordinasi yang baik antar panitia
maupun pihak tour sehingga dapat satu jalan dan tidka sering terpisah tempat.
2. KKL yang akan datang akan lebih baik lebih banyak kunjungan ke tempat-tempat yang
memang berkaitan dengan Konsentrasi Prodi yang ada di Fakultas Syari’ah dan
Hukum.

24
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.1 Gedung Mahkamah Agung Gambar 1.2. Aula Mahkamah Agung

Gambar 1.3 Gedung KPK RI Gambar 1.4. proses Audiensi KPK

25
Gambar 1.5 ruang Gambar 1.6 bioskop
Observatorium Bosscha Observatorium Bosscha

Gambar 1.6 Bioskop Gambar 1.8 Ruang


Observatorium Bosscha Observatorium Bosscha

26

Anda mungkin juga menyukai