Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PENERAPAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BIDANG

PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PAPER

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Etika Dan Akuntabilitas Publik

Oleh:

Halfid Marwan Y. Hadad (226030100111012)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

MALANG

2022
Abstrak
Tujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan
kode etik pegawai lembaga pemasyarakatan dan bagaimana penerapan kode etik pegawai
lembaga pemasyarakatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif,
disimpulkan: 1. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pegawai lembaga
pemasyarakatan, ada peraturan yang menjadi dasar pegawai lembaga pemasyarakatan yang
menjalankan tugasnya dan dalam hal ini mengenai peraturan kode etik pada lembaga
pemasyarakatan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan mengingat ketentuan tersebut maka Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor M HH KP 05 02
Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang sudah dengan jelas telah
mengatur bagaimana pegawai lembaga pemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya harus berdasarkan kode etik yang telah diatur dalam Peraturan-peraturan
sebagai mana yang telah ada. 2. Pada penerapan sanksi bagi pegawai pemasyarakatan yang
melakukan perbuatan yang melanggar kode etik telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan juga Peraturan Menteri
Nomor M HH KP 05 02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan, maka
sanksi yang akan diterapkan kepada pagawai pemasyarakatan yang melagar kode etik yaitu,
Hukuman disiplin ringan; Hukuman disiplin sedang; Hukuman disiplin berat.
Keyword: Penerapan Kode Etik, Pegawai Pemasyarakatan.
A. Latar Belakang
Etika menjadi sebuah kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak
melakukan tindakan yang menyimpang hukum. Semua profesi dituntut untuk berperilaku etis
yaitu bertindak sesuai dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku secara umum. Eksistensi
profesi dapat dipertahankan bila masih ada kepercayaan masyarakat terhadap profesi itu.
Agar tetap memperoleh kepercayaan masyarakat maka perlu dipertahankan dan ditingkatkan
kualitas kinerja profesi tersebut.
Didalam Pasal 28 huruf J ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjelaskan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dari hal
tersebut maka wujud profesionalisme di dunia kerja diatur dalam suatu kode etik yang
mengatur semua profesi yang ada di Indonesia. Menurut Jimly 2015:103 dalam suatu wadah
organisai pemerintahan maupun swasta, memiliki suatu aturan tertulis yang mengatur tingkah
laku bagi para pegawai dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari peraturan tersebut dikenal
dengan istilah kode etik.
Syarifuddin 1994:84 menjelaskan bahwa Etika berasal dari kata etik yang berarti
aturan, tata susila, sikap atau akhlak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etik
merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, sedangkan etika adalah
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Kode etik dapat digambarkan sebagai aturan-aturan moral yang terkait dengan suatu
profesi, pekerjaan, atau jabatan tertentu yang mengikat dan membimbing para anggotanya
mengenai nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah dalam wadah-wadah organisasi
bersama. Kode etik wajib ditaati karena sifatnya yang mengikat dan membimbing para
anggotanya yang berada dalam naungan kode etik tersebut. Profesi, pekerjaan, atau jabatan
tentunya memiliki kode etik yang tertuang dalam wadahwadah organisasi dari profesi
tersebut yang memuat aturan-aturan moral mengenai nilainilai baik dan buruk serta nilai-nilai
yang benar dan yang salah, Tanpa adanya kode etik yang membimbing mengakibatkan tidak
adanya patokan yang jelas bagi para pekerja.
Adapun yang menjadi tujuan kode etik adalah agar profesionalisme suatu instansi
pemerintah maupun swasta mampu memberikan pelayanan terbaik kepada pemakai jasa atau
nasabahnya. Etika bagi aparatur pemerintah merupakan hal penting yang harus
dikembangkan karena dengan adanya etika diharapkan mampu untuk membangkitkan
kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan masyarakat. Menurut Philipus
Dkk (1994:39) Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas terhadap masyarakat dengan
melaksanakan suatu kebijakan lingkungan dalam bentuk wewenang, yaitu kekuasaan yuridis
atas orang-orang pribadi, badan-badan hukum dan memberikan kepada pegawai negeri hak
dan kewajiban yang dapat mereka pegang menurut hukum. Kode etik yang dibuat tentunya
memiliki tujuan yang berguna untuk profesionalitas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
para instansi-instansi yang berkembang di bidang pemerintahan dan berkembang di bidang
swasta.
Bila dikaitkan dengan lembaga pemasyarakatan dimana lembaga tersebut bukanlah
suatu tempat yang bertujuan untuk menyiksa atau bersifat merugikan orang yang sedang
dalam proses eksekusi melainkan tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan
anak didik pemasyarakatan, yang artinya lembaga tersebut justru memberikan pelayanan
dengan cara pembinaan pada yang bersangkutan. Dalam Permenkumham No 16 Tahun 2011
tentang kode etika pegawai pemasyarakatan Pasal 1 yang selanjutnya disebut kode etik
adalah pedoman sikap, tingkah laku atau perbuatan pegawai pemasyarakatan dalam
pergaulan hidup sehari-hari guna melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan, pembinaan, dan
pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan dan
barang rampasan. Demi terwujudnya tujuan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan yang
dijelaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 sistem permasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakataan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulang lagi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab. Sudah menjadi kewajiban Negara yang menjunjung tinggi penegakan
hukum tapi tidak mengesampingkan hak asasi manusia karena walaupun seorang narapidana
yang sedang menjalani proses hukum tetaplah seorang manusia yang memiliki hak untuk
hidup, berkarya dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya hanya saja perlu diadakan
pembentukan karakter, mental dan spiritual. Sudah seharusnya pemerintah yang memiliki
wewenang berkewajiban untuk mewujudkan hal tersebut karena hal ini sudah dijamin dalam
Pasal 28 huruf I ayat (9) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi: Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab Negara, terutama pemerintah.
Tapi pada kenyataannya kode etik tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh
pegawai pemasyarakatan yang berakibat pada lemahnya sistem pelayanan lembaga
pemasyarakatan. Seorang terpidana di Rumah Tahanan (Rutan) klas II Ternate, Maluku
Utara, diduga dianiaya oleh sipir di Lapas tersebut. Korban berinisial SK, mengaku
dianiaya dan disetrum oleh sipir. Kasus ini terbongkar setelah korban menceritakan
kekerasan yang dialaminya kepada Sartini, saudaranya yang datang membesuk di Lapas
pada, Jumat (5/8/2022). Ia lalu menunjukkan sejumlah luka memar di betis dan punggung
akibat penganiayaan. Tak terima saudaranya dianiaya, Sartini melapor ke Polsek Pulau
Ternate (Malut Post, 2022). Berbagai kasus pelanggaran kode etik pegawai pemasy arakatan
yang ada di Lapas Kota Ternate menggambarkan buruknya citra lembaga tersebut. Dikarenakan
para pegawai yang seharusnya menjadi contoh dan panutan bagi warga binaan
pemasyarakatan malahan yang merusak citra dan nama baik lembaga pemasyarakatan.
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas dengan mempertimbangkan dasar
pemikiran tersebut penulis merasa perlu diadakan “Analisis Penerapan Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil Pada Bidang Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kota Ternate”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditetapkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan kode etik Pegawai Negeri Sipil pada Bidang Pemasyarkatan di
Lapas Kota Ternate?
2. Bagaimanakah perspektif teori Etika Administrasi Publik terhadap Penerapan Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil pada Bidang Pemasyarakatan di Lapas Kota Ternate?
C. Metode penelitian
Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk penyusunan paper ini dan
pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Bahan-bahan
yang dikumpulkan terdiri dari Peraturan Perundang-Undangan, yang sesuai dengan
pembahasan materi penulisan ini dan merupakan bahan-bahan hukum primer.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kode etik Pegawai Negeri Sipil pada Bidang Pemasyarakatan d Lapas.

Penjaga rumah tahanan negara (“Rutan”) atau biasa disebut sebagai petugas rutan tugas
dan fungsinya diatur dalam Pasal 1 angka 3 PP 58/1999 menyebutkan bahwa Petugas
RUTAN/Cabang Rutan adalah Petugas Pemasyarakatan yang diberi tugas untuk melakukan
perawatan terhadap tahanan di RUTAN/Cabang Rutan. Pegawai pemasyarakatan atau
penjaga rutan sesungguhnya melakukan tugas dan fungsinya untuk melakukan pelayananan,
pembinaan terhadap warga binaan rutan/pemasyarakatan sehingga tidak ada ketentuan hukum
yang memperbolehkan oknum tersebut melakukan hal di luar dari pedoman dalam
menjalankan profesinya, khususnya melakukan tindak pidana kekerasan secara fisik. Hal ini
diatur secara khusus dalam Pasal 4 Permenkumham No 16 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Pegawai Pemasyarakatan yang menyebutkan bahwa
1. Setiap Pegawai Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan
hidup sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam:
a. Berorganisasi;
b. Melakukan pelayanan terhadap masyarakat;
c. Melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan;
d. Melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan;
e. Melakukan hubungan dengan aparat hukum lainnya; dan
f. Kehidupan bermasyarakat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
2. Setiap Pegawai Pemasyarakatan wajib mematuhi, mentaati, dan melaksanakan etika
sebagaimana diatur pada ayat (1)
Dijelaskan juga dalam Pasal 7 huruf a Permenkumham 16/2011, bahwa yang dimaksud
dengan etika dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap warga
binaan pemasyarakatan, yaitu :
Menghormati harkat dan martabat Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi:
1. Menghormati hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
2. Menjauhkan diri dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelecehan;
3. Menghormati dan menjaga kerahasiaan Warga Binaan Pemasyarakatan; dan
4. Selalu ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sedangkan sanksi etik bagi oknum pegawai pemasyarakatan yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik diatur dalam Pasal 25 Permenkumham 16/2011, yang berbunyi:
1. Pegawai Pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi
moral.
2. Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
3. Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pernyataan secara tertutup; atau
b. pernyataan secara terbuka.
4. Dalam hal Pegawai Pemasyarakatan dikenai sanksi moral sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus disebutkan Kode Etik yang dilanggar oleh Pegawai Pemasyarakatan
tersebut.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mendelegasikan wewenang kepada pejabat lain di lingkungannya sampai dengan pangkat
paling rendah pejabat struktural eselon IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Karena telah disebutkan di awal bahwa penjaga rutan juga merupakan petugas
pemasyarakatan, maka berdasarkan peraturan di atas bahwa pegawai pemasyarakatan dapat
di kenakan sanksi atas tindakan yang yang melanggar kode etik pegawai pemasyarkatan.

B. Perspektif Etika Administrasi Publik terhadap penerapan Kode Etik Pegawai


Negeri Sipil pada Bidang Pemasyarakatan di Lapas Kota Ternate.
Kehidupan masyarakat modern setiap individu/anggota masyarakat diharapkan untuk
dapat bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Akan tetapi, dalam kehidupan
bermasyarakat dibatasi oleh kaidahkaidah yang terdapat dalam lingkungannya, baik itu
norma hukum, kesopanan, kesusilaan dan agama yang disebut sebagai etika. Kondisi tarsebut
menimbulkan konsekuensi berupa penghormatan terhadap nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
Menurut Sri Hartini dan Tedy Sudrajat mengatakan bahwa Istilah etika berasal dari
Bahasa Yunani ethos, yang berarti kebiasaan atau watak. Jadi dalam hal ini etika merupakan
pola perilaku atau kebiasaan yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan pergaulan
seseorang atau sesuatu organisasi tertentu, sehingga seseorang dapat menilai apakah etika
yang digunakan atau diterapkan itu bersifat baik atau buruk. Pada dasarnya hubungan antar
manusia dalam organisasi maupun hubungannya dengan pihak luar organisasi diatur dalam
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007: 193)
diartikan sebagai filsafat dan profesional standar (kode etik) atau right rules of conduct
(aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau
administrasi publik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika administrasi publik
adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan
manajemen; aturan atau standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi
administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar
dalam etika administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan,
ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa telah jelas diatur mengenai pengaturan kode
etik pegawai pemasyrakatan serta penerapan kode etik tersebut. Namun masih banyak pada
pelaksanaannya didalam lingkungan lembaga pemasyarakatan para oknum pegawai nakal
yang melakukan pelanggaran kode etik artinya bahwa masih terdapat kelemahan dalam
penerapan sanksi tersebut. pemerintah beserta pejabat yang berwenang di instansi terkait
untuk lebih memperkuat penerapan sanksi agar timbulnya rasa waspada bagi para pegawai
pemasyarakatan untuk melakukan tugas, kemudian memberikan pemahaman terkait dengan
hak-hak asasi manusia yang dalam hal ini bahwa tahanan dalam masa tahanannya juga
mendapatkan perlindungan atau rasa nyaman terhadap oknum-oknum nakal. Yang perlu di
revisi juga adalah masalah system penerimaan pegawai yang di rekrut dari calon yang
mendaftar menggunakan ijazah SMA. Karena dalam pola berpikir untuk anak SMA masih
labil dan kemudian dia diberikan kewenangan yang besar sebagai penajaga Rutan dan pada
akhirnya dia juga memanfaatkan hal itu untuk leluasa dalam bertindak sehingga banyak para
tahanan yang mendapat kekerasan selama dalam masa tahanan.
Lembaga Pemasyarakatan atau lebih sering kita kenal dengan nama sebutan lapas
merupakan sebuah binaan untuk seorang narapidana. Tentunya hal ini berfungsi untuk
menjadikan seorang narapidana menjadi lebih baik lagi ketika sudah selesai masa
kurungannya atau sudah keluar dari lapas tersebut. Tujuan dari lapas sendirinya adalah untuk
menjadikan seorang lebih baik lagi dan tidak mengulangi tindak pidana yang sudah
dilakukannya.
Lembaga yang membawahi langsung lapas adalah kantor wilayah Kemenkumham, maka
hal apapun yang terjadi secara langsung dilapas harus diketahi langsung kepada kanwil. Dan
apabila terjadi sebuah pelanggaran hukum dan tidak diberikan sebuah penyelesaian masalah
dari penjaga tahanan dan bahkan penjaga tahanan terlibat dalam kegiatan yang melanggar
hukum tersebut maka yang memiliki kewajiban untuk menegakan pelanggaran ini adalah
kanwil Kemenkumham sebelum masalah ini dibawa pada pihak berwenang atapun
kepolisian. Maka dari itu Ketika terjadi sebuah permasalahan atau suatu kegiatan yang
melanggar hukum yang melibatkan penjaga tahanan kanwil Kemenkumham tentunya harus
memberikan sanksi secara tegas ataupun menindak lanjuti masalah yang terjadi sebagaimana
dilakukan sesuai pada wewenang. Tentunya proses yang dilakukan diharapkan harus
dilakukan dengan cepat, agar tidak terjadi terhambatnya pembinaan di dalam lapas tersebut.
Dalam hal ini sebenarnya pegawai pemasyrakatan sudah memiliki pegangan peraturan
dalam menjalankan tugasnya seperti yang diatur pada PERMENKUMHAM RI No. M.HH-16
KP.05.02 Tahun 2011 mengenai tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan Pasal 1 angka 1
yang dimana menjelaskan bawah yang merupakan kode etik ialah pedoman mengenai sikap
maupun perbuatan sipir yaitu menjalankan fungsi seperti pembinaan serta membibing para
narapidana atau warga binaan pemasyarakatan tersebut dan disertai dengan mengelola benda
yang menjadi sitaan atapun barang hasil rampasan (Ali, 2015).
Maka ketika terjadi sebuah pelanggaran hukum terjadi didalam lapas sebaiknya dapat
diselesaikan langsung oleh penjaga lapas yang menjaga narapida terpidana tersebut, akan
tetapi ketika terjadi pelanggaran yang melibatkan penjaga tahanan itu sendiri maka akan
menimbulkan citra yang sangat buruk terhadap lembaga hukum tentunya di Indonesia sendiri,
serta pandangan masyrakat terhadap lapas yang seharusnya dapat menjadi wadah untuk
seorang narapidana merubah dirinya malah sebaliknya, yaitu menjadikan narapidana
menajadi semakin buruk setelah keluar dari lapas. Atas dasar itu sebaiknya penjaga lapas
memang benar-benar dapat memegang teguh apa yang menjadi kode etik dalam bekerja
melaksanakan pekerjaannya menjadi penjaga lapas. Bukannya hanya sekedar pekerjaan untuk
dirinya sendiri saja, akan tetapi penjaga lapas harus sungguh-sungguh menjalankan
kewajibannya dengan sebaiknya.
Seperti beberapa dari tinjauan kasus tindak pidana yang terjadi pada Lembaga
pemasasyarakatan, salah satunya yang terjadi adalah mengedarkan narkotika di dalam lapas
yang dilakukan oleh petugas lapas itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 114 UUD
RI No.35 Tahun 2009 mengenai Narkotika menjelaskan dengan sangat jelas bahwa setiap
siapapun itu yang melawan hukum seperti menawarkan dan menjadi penyambung jual beli
dapat dikenai sanksi berupa penjara paling sebentar lima tahun tentunya terdapat hukuman
paling lama yaitu selama dua puluh tahun dan juga hukuman mati dapat diterima oleh sipir
yang mengedarkan narkotika ini.
Petugas lapas yang melanggarakan memperoleh sanksi berupa pidana dan sanksi
administratif yang didapatnya. Perlu dipahami bahwa sanksi administrasi diberikan pada
perbuatan pelaggarannya, akan tetapi sanksi pidana yaitu diberikan untuk si pelanggar. Selain
itu sanksi dari dua tersebut memiliki penegakan hukum yang berbeda. Hal mengenai sanksi
kode etik tersebut juga diatur di dalam peraturan menteri. Sanksi dapat diberikan apabila ada
yang mengadukan atau membuat pengaduan tindakan pelanggara kode etik yang dilakukan
oleh petugas lapas, tahap proses setelah adanya aduan tersebut akan menjalani pemeriksaan
14 hari. Setelah itu majelis kode etik akan memberikan keputusan. Keputusan dapat
dikeluarkan setelah memeriksa sipir yang melanggar kode etik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan kode etik dan sanksi bagi pelanggar kode etik pegawai pada
lembaga pemasyarakatan, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa:
1. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pegawai lembaga
pemasyarakatan, ada peraturan yang menjadi dasar pegawai lembaga pemasyarakatan
yang menjalankan tugasnya dan dalam hal ini mengenai peraturan kode etik pada
lembaga pemasyarakatan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan mengingat ketentuan tersebut maka
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor
M HH KP 05 02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang sudah
dengan jelas telah mengatur bagaimana pegawai lembaga pemasyarakatan dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya harus berdasarkan kode etik yang telah diatur
dalam Peraturan-peraturan sebagai mana yang telah ada.
2. Pada penerapan sanksi bagi pegawai pemasyarakatan yang melakukan perbuatan yang
melanggar kode etik telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan juga Peraturan Menteri Nomor M HH KP 05
02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan, maka sanksi yang akan
diterapkan kepada pagawai pemasyarakatan yang melagar kode etik yaitu, Hukuman
disiplin ringan; Hukuman disiplin sedang; Hukuman disiplin berat.
B. Saran
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa telah jelas diatur mengenai pengaturan kode
etik pegawai pemasyrakatan serta penerapan kode etik tersebut. Namun masih banyak pada
pelaksanaannya didalam lingkungan lembaga pemasyarakatan para oknum pegawai nakal
yang melakukan pelanggaran kode etik artinya bahwa masih terdapat kelemahan dalam
penerapan sanksi tersebut untuk itu saran dari penulis agar dikemudian hari pemerintah
beserta pejabat yang berwenang di instansi terkait untuk lebih memperkuat penerapan sanksi
agar timbulnya rasa waspada bagi para pegawai pemasyarakatan untuk melakukan tugas,
kemudian memberikan pemahaman terkait dengan hak-hak asasi manusia yang dalam hal ini
bahwa tahanan dalam masa tahanannya juga mendapatkan perlindungan atau rasa nyaman
terhadap oknum-oknum nakal. Yang perlu di revisi juga adalah masalah system penerimaan
pegawai yang di rekrut dari calon yang mendaftar menggunakan ijazah SMA. Karena dalam
pola berpikir untuk anak SMA masih labil dan kemudian dia diberikan kewenangan yang
besar sebagai penajaga Rutan dan pada akhirnya dia juga memanfaatkan hal itu untuk leluasa
dalam bertindak sehingga banyak para tahanan yang mendapat kekerasan selama dalam masa
tahanan. Juga pemerintah di instansi terkait untuk meningkatkan kekuatan mental dan
spiritual bagi pegawai pemasyarakatan agar timbulnya integritas para pegawai di lembaga
pemsyarakatan bukan hanya karena takut terkena tindakan administratif, akan tetapi juga
adanya rasa tulus dan cinta akan pekerjaan yang mereka lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2015). Dasar - Dasar Hukum Pidana (Cet.3). Sinar Grafika, Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly. 2015, Peradilan Etik Dan Etika Konstitusi Perspektif Baru Tentang Rule
of Law dan Rule of Ethics & Constitutional Law And Constitutional Ethics. Jakarta:
Sinar Grafika.

Hadjon Philipus M. Dkk. 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Harbani, Pasolong. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta

Hartini Sri dan Tedy Sudrajat. Hukum Kepegawaian di Indonesia, Edisi ke-dua. Jakarta:
Sinar Grafika.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan
Wewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-
16.KP.05.02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan.

Malut Post. 2022. Napi Rutan Di Ternate Luka Lebam Akibat Di setrum Sipir, Kadivpas:
Tidak Ada Toleransi. https://malutpost.id/2022/08/08/napi-di-rutan-ternate-luka-lebam-
akibat-disetrum-sipir-kadivpas-tidak-ada-toleransi/. Di akses pada tanggal 22 Desember
2022.

Anda mungkin juga menyukai