Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :

Yosia Hetharie, S.H.,M.H

DISUSUN OLEH

ESTER ERYANAN (201821693)

UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON


FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
karunia nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah yang berjudul “Hukum Agraria di Indonesia” disusun untuk memenuhi Ulangan
Tengah Semester Program Studi Ilmu Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Ambon, 16 November 2019


Penulis

Ester Eryanan
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................

B. Rumusan Masalah.......................................................................................... .........

C. Tujuan penulisan......................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Tanah di Indonesia................................................................ .........

B. Landasan Hukum Tanah/Hukum Agraria..........................................................................

C. Ruang Lingkup Hukum Agraria.....................................................................

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................... .........
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.Manusia hidup serta
melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah
dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung selalu memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan
tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang
akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat
menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat.Sengketa tersebut timbul akibat adanya
perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi.

Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau
yang biasa kita sebut dengan UUPA.

Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan


kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum
bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) baru sebatas menandai dimulainya era
baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan
individual.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Hukum tanah dan sejarah ?


2. Asas-Asas dan landasan hukum tanah ?
3. Sifat dan ruang lingkup pengaturan hukum tanah ?
4. Hukum agraria dalam tata hukum indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian tanah dan hukum tanah.


2. Mendeskripsikan Mengidentifikasikan asaa-asas dan landasan hukum tanah.
3. Mengidentifikasikan sifat dan ruang lingkup pengaturan hukum tanah.
4. Menjelaskan hukum agraria dalam tata hukum indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Tanah dan Sejarah

Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah
atau sebidang tanah .agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan
tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian,
sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.
Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas
dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar
hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.

Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti
luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit
bumi saja atau pertanian

Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.Hukum agraria memberi lebih
banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai hubungan
pula dengannya, tetapi tidak melulu mengenai tanah.

Definisi hukum agraria menurut para ahli :

· Mr. Boedi Harsono ,Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya.

· Drs. E. Utrecht SH, Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan
akan memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria,
melakukan tugas mereka.

· Bachsan Mustafa SH, Hukum agrarian adalah himpunan peraturan yang mengatur
bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan
· Subekti menjelaskan bahwa “Agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di
dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.

· Menurut Lemaire, hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi
bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

· S.J. Fockema Andreae merumuskan Agrarische Recht sebagai keseluruhan peraturan-


peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian, tersebar dalam berbagai bidang hukum
(hukum perdata, hukum pemerintahan) yang disajikan sebagai satu kesatuan untuk keperluan
studi tertentu.

Sejarah hukum agraria di Indonesia

Masa berlakunya Hukum agraria

1. Hukum Agraria Kolonial Hukum agraria ini berlaku sebelum Indonesia merdeka bahkan
berlaku sebelum di undangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 september 1960

2. Hukum Agraria Nasional Hukum agraria ini berlaku setelah di undangkannya UUPA, yaitu
tanggal 24 september 1960

Ciri-ciri hukum agraria kolonial

Ciri-ciri terdapat pada hukum agraria kolonial dimuat dalam konsideran bab
“menimbang”huruf b,c,dan d UUPA dan penjelasan umum angka 1 UUPA, yaitu:

a. Hukum yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari
pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan
kepentingan rakyat dan negara didalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta
pembangunan semesta

b. Hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme dengan berlakunya hukum adat, disamping
hukum agraria yang didasarkan hukum barat

c. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum,

Beberapa ketentuan yang menunjukkan bahwa hukum agraria yang berlaku sebelum Indonesia
merdeka disusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi pemerintah kolonial belanda, yaitu:

1. Pada masa terbentuknya VOC (1602-1799) VOC didirikan sebagai badan perdagangan
dengan maksud untuk menghindari/mencegah persaingan antara pedagang Belanda,
mendapatkan monopoli di Asia Selatan, membeli murah dan menjual mahal hasil
rempah-rempah sehingga memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
Kebijakan politik pertanian yang sangat menindas rakyat Indonesia yang di tetapkan oleh VOC,
antara lain:

 Contingenten pajak atas hasil tanah pertanian harus diserahkan kepada penguasa
kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagian dari hasil pertaniannya
kepada kompeni tanpa dibayar seperserpun
 Verplicthe leverante suatu bentuk ketentuan yang diputuskan kompeni dengan
para raja tentang kewajiban menyerahkan hasil panen dengan pembayaranya yang
harganya juga sudah ditetapkan sepihak
 Roerendiensten Kebijakan ini dikenal dengan kerja rodi yang dibebankan kepada
rakyat Indonesia yang tidak mempunyai pekerjaan.
2. Pada masa pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)
Kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur Herman Willem Daendles adalah menjual
tanah-tanah rakyat Indonesia kepada orang-orang cina, Arab maupun bangsa Belanda
sendiri. Tanah-tanah yang dijual itu dikenal dengan sebutan tanah patikelir
3. Pada masa pemerintahan Gubernur Thomas stamford raffles (1811-1816)
Kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Thomas stamford raffles adalah Landrent atau
pajak tanah.
 Kekuasaan tanah telah berpindah dari tanah milik raja ( daerah swapraja di Jawa)
kepada pemerintah Inggris
 Akibat hukumnya adalah hak pemilikan atas tanah tersebut beralih kepada raja
Inggris
 Tanah yang dikuasai bukan miliknya, melainkan milik raja Inggris
 Rakyat wajib membayar pajak tanah kepada raja Inggris.
4. Pada masa pemerintahan gubernur Johanes van den Bosch Pada tahun 1830
Gubernur Johanes van den Bosch menetapkan kebijakan pertanahan yang dikenal dengan
sistem tanam paksa atau cultur stesel
 Para petani dipaksa menanam satu jenis tanaman tertentu yang langsung maupun
tidak langsung dibutukan oleh pasar Internasional
 Hasil pertanian diserahkan kepada pemerintah kolonial
 Rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian wajib menyerahkan tenaganya
yaitu seperlima bagi masa kerjanya atau 66 hari untuk waktu satu tahun
5. Pada masa berlakunya Agrarische Wet Stb. 1870 No.55
Berlakunya Agrarische Wet politik monopoli (politik kolonial konservatif) dihapuskan
dan digantikan dengan politik liberal yaitu pemerintah tidak ikut mencampuri di bidang
usaha, pengusaha diberikan kesempatan dan kebebasan mengembangkan usaha dan
modalnya dibidang pertanian di Indonesia
 Agrarische Wet merupakan hasil rancangan dari wet (undang-undang yang
diajukan oleh Menteri jajahan de Waal
 Agrarische Wet diundangkan dalam Stb.1870 No.55, sebagai tambahan ayat-ayat
baru pada Pasal 62 Regering Reglement (RR) Stb.1854 No.2
 RR terdiri atas 3 ayat dengan tambahan 5 ayat baru (ayat 4 sampai dengan ayat 8)
oleh Agrarische Wet, maka pasal 62 RR terdiri atas 8 ayat.
 Pasal 62 RR kemudian menjadi Pasal 51 Indische Staatsregeling (IS), Stb.1925
No.447

Isi pasal 51 IS adalah sebagai berikut:


1. Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah
2. Dalam tanah diatas tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang
diperuntukkan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunan kegiatan-kegiatan
usaha
3. Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuanketentuan yang
ditetapkan dengan Ordonasi
4. Menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Ordonasi diberikan tanah dengan Hak
Erfpacht selama tidak lebih dari 75 tahun
5. Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yang melanggar
hak-hak pribumi
6. Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat
7. Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang pribumi dengan hak pakai pribadi
yang turun temurun (yang dimaksud adalah hak milik adat) atas permintaan
pemiliknya yang sah dapat diberikan kepada nya dengan hak eigendom
8. Persewaan atau serah pakai tanah oleh orang-orang pribumi kepada non pribumi
dilakukan menurut ketentuan yng diatur dengan ordonasi

6. Pada masa berlakunya Agrarische Besluit Stb.1870 No.118


 Salah satu ketentuan pelaksanaan Agrarische Wet adalah Agrarische Besluit,
yang dimuat dalam Stb.1870 Nomor 118.
 Pasal 1 Agrarische Besluit memuat suatu pernyataan yang dikenal dengan
Domein Verklaring (pernyataan kepemilikan), yang pada garis besarnya berisi
asas bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak
eigendomnya adalah domein(milik) Negara

Agrarische Besluit terdiri atas 3 bab;

a.Pasal 1-7 tentang hak atas tanah

b. Pasal 8-8b tentang pelepasan hak

c. Pasal 19-20 tentang peraturan campuran


Dengan adanya pernyataan Domein maka tanah di Hindia Belanda ada 2 jenis:

1. Virjlands Domein atau tanah negara bebas, yaitu tanah yang diatasnya tidak ada
hak penduduk bumiputera

2. Onvrijlands Domein atau tanah negara tidak bebas, yaitu tanah yang diatasnya ada
hak penduduk maupun desa

B. Asas-Asas Hukum Agraria

1. Asas nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai
hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa
dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli
maupun keturunan.

2. Asas dikuasai oleh Negara


Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat
(pasal 2 ayat 1 UUPA).

3. Asas hukum adat yang disaneer


Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang
sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya

4. Asas fungsi social


Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan
hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)

5. Asas kebangsaan atau ( demokrasi )


Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap WNI baik asli maupun keturunan berhak
memilik hak atas tanah.

6. Asas non diskriminasi ( tanpa pembedaan )


Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame
WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-
keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.
7. Asa gotong royong
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame
WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-
keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.Bahwa segala usaha
bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya,
Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria (pasal 12 UUPA)

8. Asas unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya
satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.

9. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)


Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau
bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical
(verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa
yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap
menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas
tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

C. Landasan Hukum Tanah/Agraria

Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber
hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional. Hubungan Pasal 33 (3) UUD 45
dengan UUPA:

1. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan
UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.

“bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto
Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus
1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya,
hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong”

2. Dalam penjelasan UUPA angka 1

“hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan
cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan
dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam
pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan Negara….”

Pengaturan keagrariaan atau pertanahan dalam UUPA yaitu untuk mengatur pemilikan dan
memimpin penggunaannya, harus merupakan perwujudan dan pengamalan dasar negara
pancasila dan merupakan pelaksanaan dari UUD 45 dan GBHN.Bahwa UUPA harus meletakkan
dasar bagi hukum agraria nasional yang akan dapat membawa kemakmuran, kebahagiaan,
keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan negara.

Hukum Agraria setelah berlakunya UUPA dibagi menjadi 2 bidang, yaitu

a. Hukum Agraria Perdata (Keperdataan) Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang
bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum yang memperbolehkan,
mewajibkan, melarang di perlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah
(obyeknya)
Contoh: jual beli, hak atas tanah sebagai jaminan utang (hak tanggungan), Pewarisan
b. Hukum Agraria Administrasi (Administratif) Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum
yang memberi wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktek hukum negara dan
mengambil tindakan dari masalahmasalah agraria yang timbul
Contoh: pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tan

D. Sifat dan Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Tanah

Politik hukum pertanahan pada jaman HB dengan asas Domein dan Agrarische Wet
ditujukan untuk kepentingan Pemerintah Jajahan dan Kaula Negara tertentu yang mendapat
prioritas dan fasilitas dalam bidang penguasaan dan penggunaan tanah sedangkan golongan bumi
putra kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan.

Menurut Agrarische Wet pemerintah HB bertindak sama kedudukannya dengan orang,


tampak adanya campur tangan pemerintah dalam masalah agraria pada umunya, sedangkan
setelah Indonesia merdeka pemerintah bertindak selaku penguasa.

Hukum agraria Negara RI bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat


untuk menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45 (Pasal 33 ayat
3). UU No. 5 Tahun 1960 mengatur:

1. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan BARA+K (bumi, air, ruang udara dan
kekayaanalam yang terkandung di dalamnya) yang terkandung di dalamnya.
2. Hubungan hukum antara negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat
Indonesiadengan BARA+K yang terkandung di dalamnya. Atas dasar hak menguasai tersebut
maka negara dapat:

1. Menentukan bermaca-macam hak atas tanah.


2. Mengatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
a.Membuat perencanaan/planning mengenai penyediaan, peruntukan dan penggunaan BARA+K
yang terkandung di dalamnya.
b.Mencabut hak-hak atas tanah untuk keperluan kepentingan umum.
c. Menerima kembali tanah-tanah yang:
- Ditelantarkan.
- Dilepaskan.
- Subyek hak tidak memenuhi syarat.

Tujuan diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat
dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak negara untuk
menguasai pada hakekatnya memberi wewenang kepada negara untuk: mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan BARA+K.

Hubungan antara orang baik sendiri-sendiri dan badan hukum dengan BARA+K yang
terkandung didalamnya.Yang dimaksud dengan hak atas tanah ialah: “Hak yang memberikan
wewenang untuk mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan demikian pula
tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan
yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU ini
dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kelompok berbagai bidang hukum

 Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti
permukaan bumi
 Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air
 Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan
galian yang dimaksudkan oleh Undangundang Pokok Pertambangan
 Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
terkandung di dalam air.
 Hukum penguasaan Atas tenaga dan Unsur-unsur dalam ruang angkasa, mengatur
hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang
dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA
E. Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia.

Menurut UUPADengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA) yang bertujuan:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum


pertanahan.

3. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat.

Berdasarkan tujuan pembentukan UUPA tersebut maka seharusnyalah kaidah-kaidah


hukum agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu
hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus
memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
Persyaratan obyek materiil

Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Persyaratan obyek formal

Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam penyusunan hukum agraria nasional.

Berdirinya cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi sebuah tuntutan atau keharusan, karena:
Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.

Dengan adanya kesatuan/kebulatan, akan memudahkan bagi semua pihak untuk


mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang mempunyai sifat religius, masalah tanah
adalah soal masyarakat bukan persoalan perseorangan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.
Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas
dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar
hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.

Hukum agraria dalam ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandungdidalamnya.Hukum agraria memberi lebih banyak
keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai hubungan pula
dengannya, tetapi tidak melulu mengenai tanah.

Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan
UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.“bahwa hukum agraria
tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia,
sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan
Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah
diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,
baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong”

Anda mungkin juga menyukai