Anda di halaman 1dari 26

ARIF,SH,MH

Pengertian :
• Kedaulatan Teritorial bermakna kedaulatan
yang dimiliki oleh suatu negara dalam
menjalankan Yurisdiksinya secara eksklusif
dalam wilayahnya
• Wilayah merupakan konsep fundamental dalam
Hukum Internasional
• Hakim Huber dalam Kasus Palma Island
menyatakan, Kedaulatan memiliki dua ciri pokok
(1) Kedaulatan merupakan suatu prasyarat
hukum atas adanya negara
(2) Kedaulatan menunjukkan suatu Negara
merdeka
Suatu Negara tidak dapat menjalankan kedaulatannya di
luar dari Teritorialnya, tanpa mengganggu kedaulatan
Teritorial Negara lain. Pada perkembangan dewasa ini
konsep Kedaulatan Teritorial kelihatan semakin longgar,
seperti yang terjadi di Negara-negara Eropa Barat yang
berhasil menyatukan berbagai dimensi kehidupan antar
negara dalam wadah Eroupean Union (d/h MEE). Namun
demikian makna kedaulatan masih sangat kuat
dipertahankan oleh negara-negara terutama jika hal itu
berhubungan dengan soal-soal Pertahanan dan Keamanan
Nasional suatu Negara.
Konsep Wilayah di Dunia :
Wilayah Negara (Territory)
Beyond Territory
(Res Nullius) : Laut Lepas, Kutub, Bulan
Wilayah dengan Status Khusus
(Mandat, Trust, tetapi dewasa ini hampir
tidak ada lagi)
Cara-cara memperoleh Wilayah :
• Occupation (pendudukan)
• Annexation (penaklukan)
• Acretion (Faktor alam)
• Prescription (pendudukan utk waktu
yg lama)
• Cession (penyerahan)
• Plebicite (Referandum)
Catatan :
Sulit untuk mengatakan bahwa cara-cara
memperoleh wilayah seperti yang diuraikan
di depan, kini tinggal sejarah. Prakteknya
dewasa ini masih ada Wilayah-wilayah yang
diduduki secara paksa dengan dalih-dalih
tertentu. Penduduk Iraq oleh Amerika
Serikat berdalih memusnahkan senjata
Pemusnah Massal (destruction mass
weapon). Pendudukan Afganistan oleh
Amerika dan NATO untuk memburu
kemlompok Terorist.
AZAS POKOK DALAM
HI :
“PAR IMPAREM NON
HABET IMPERIUN”
KEDAULATAN NEGARA DI RUANG
UDARA
Wilayah kedaulatan Negara mencakup pula ruang udara di atas
wilayahnya. Penguasaan ruang udara ini sudah sejak lama dibahas
dan keberadaannya dianalogikan dengan konsep Hukum Romawi
yang berbunyi :
Cujus est solum, ejus est usque coelum. Maknanya : “Barang siapa
yang memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki
segalanya yang berada di atas permukaan tanah sampai ke langit
dan segala apa yang berada di dalam tanah”

Isu kedaulatan Negara di Ruang Udara mulai menemukan


urgensinya ketika perkembangan Ilmu Pengetahuan Modern
mengantarkan manusia sampai kepada ditemukannya Teknologi
Kedirgantaraan yang dimulai dengan digunakannya Balon-Balon
Udara sebagai sarana transportasi dan berbagai keperluan
lainnya pada awal abad ke XX. Ketika itu balon-balon Zeppelin
dari Jerman dapat melakukan pendaaratan di Negara mana saja
tanpa pernah mendapat protes yang berarti.
Namun pada saat meletusnya Perang Dunia I yang
mulai melibatkan penggunaan Pesawat-pesawat
terbang yang dipersenjatai dengan teknik yang lebih
maju, barulah Negara-negara merasaa kedaulatannya
terancam. Sejak saat itu mulai ada tindakan sepihak
yang diterapkan oleh Negara-negara untuk
menyatakan kedaulatannya atas ruang udara di atas
wilayahnya. Klaim Negara atas kedaulatan Negara di
runag udara ditegaskan dalam Konvensi Paris 1919
(Convention Relating to the Regulation of Aerial
Navigation) yang ditandatangani pada 13 Oktober
1919. Dalam Pasal 1 Konvensi ditegaskan :
“The High Contracting State recognized that every
Power has complete and execlusive sovereignty over
the air space above its territory…. And the
territorial waters adjacent thereto”
Konvensi Paris 1919 digantikan oleh Konvensi Chicago 1944
(Convention on International Civil Aviation). Konvensi ini
diterima secara universal dan Konvensi juga melahirkan sebuah
badan penerbangan sipil internasional yang disebut sebagai
ICAO (International Civil Aviation Organization). Dalam
Konvensi Kedua Chicago 1944 dimuat Prinsip Lima Kebebasan
di Udara (Five Freedom of the Air), yakni :
1. Fly across foreign territory without landing (Terbang
melintasi wilayah Negara Asing tanpa mendarat ;
2. Landing for non traffic purposes (Mendarat untuk tujuan-
tujuan komersial) ;
3. Disembark in a foreign country traffic destined for the
State of origin of the aircraft (Menurunkan penumpang di
wilayah Negara asing yang berasal dari negara asal pesawat
udara ) ;
4. Pick-up in a foreign country traffic destined for the State
of origin of the aircraft (Mengangkut penumpang pada
lalu lintas Negara asing yang bertujuan ke Negara asal
pesawat udara) , dan
5. Carry traffic between two foreign countries (Mengangkut
angkutan antar dua Negara asing).
KEDAULATAN NEGARA DI RUANG
ANGKASA (OUTER SPACE)
• Perkembangan peradaban kemanusiaan yang diikuti dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan kiranya telah mengantarkan
manusia pada kehidupan Ruang Angkasa. Pada 4 Oktober 1957
Uni Soviet berhasil meluncurkan Satelit pertama ke ruang
angkasa bernama Sputnik. Sejak itu ruang angkasa menjadi lahan
yang sangat subur bagi teknologi ruang angkasa. Hingga saat ini
sudah tak terhingga banyaknya jumlah satelit yang mengangkasa
mulai dari satelit komunikasi, cuaca, mata-mata sampai satelit
militer.

• Semakin strategisnya Ruang Angkasa bagi kehidupan manusia,


mendorong masyarakat Internasional mengeluarkan berbagai
Regulasi yang berhubungan dengan kedudukan dan Status Ruang
Angkasa. Salah satu yang terpenting adalah apa yang lazim
disebut sebagai Space Treaty ( Treaty on Principles Governing
The Activities of State in the Exploration and Use of Outer
Space, Including the Moon and other Celestial Bodies).
Beberapa aturan Penting :
Pasal 1 :
Eksplorasi dan pemanfaatan ruang angkasa harus menguntungkan dan
untuk kepentingan semua Negara. Ruang Angkasa bebas untuk
diekplorasi dan dimanfaatkan oleh semua Negara, tanpa memandang
tingkat perkembangan ekonominya.

Pasal 2 :
Benda-benda angkasa tidak untuk dimiliki oleh suatu Negara.

Pasal 6 dan Pasal 7 :


Negara Peluncur (the Launching State) dan Negara sponsor
bertanggungjawab atas kegiatan-kegiatan di angkasa dan setiap
kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut.
Konvensi tersebut diikuti oleh Perjanjian
Internasional lainnya, masing-masing :
1. Rescue Agreement 1968
2. Liability Convention 1972
3. Registration Convention 1975
4. Moon Agreement 1980

Catatan :
Karena Ruang Angkasa tergolong sebagai Beyond Territory
atau merupakan Res Nullius, maka prinsip yang berlaku atasnya
tidak dapat ditundukkan pada kedaulatan nasional suatu
Negara. Prinsip yang berlaku di ruang angkasa dikenal sebagai
The first Come the First service.
KEDAULATAN NEGARA DI PERAIRAN
Berbeda dengan wilayah Negara di darat,
Wilayah Negara di Perairan pengaturannya
relatif lebih rumit. Di perairan terdapat
rejim wilayah laut sbb:
1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
2. Laut Teritorial (Territorial Sea)
3. Zona Tambahan (Contiguous Zone)
4. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
5. Laut Lepas (The High Seas)
6. Landas Kontinen (Continental Shelf)
7. Kawasan (Area)
Tidak semua Negara di dunia memiliki
wilayah di perairan. Negara ini disebut
Land-locked State (Misal : Laos, Swiss,dll)
REJIM LAUT BERDASARKAN
UNCLOS 82
Base LIne
Laut teritorial Contiguous Zone ZEE Laut Lepas
12 mil laut 24 mil laut 200 mil laut

Landas Kontinen
INDONESIA
 Jumlah Pulau : 17.508
Bernama :5.707, Tidak Bernama :
11.801
 Luas perairan : 3,1 juta km2
Perairan Nusantara : 2,8 juta km2
Perairan Teritorial : 0,3 juta km2
 Panjang Garis pantai : 91.791 km
LAUT TERITORIAL
Pasal 2 :
1). Kedaulatan suatu Negara Pantai selain wilayah daratan
dan perairan pedalamannya dan dalam hal suatu Negara
Kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu
jalur laut yang berbatasan dengannya yang dinamakan
laut teritorial
2). Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut
teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya.
3). Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan
tunduk pada ketentuan Konvensi ini dan peraturan
hukum internasional lainnya.
Pasal 3
Batas laut Teritorial

Setiap Negara berhak menetapkan lebar


laut teritorialnya hingga suatu batas yang
tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis
pangkal yang ditentukan sesuai dengan
Konvensi ini
Pasal 17
Hak Lintas Damai
•Dengan tunduk pada ketentuan Konvensi ini,
kapal semua Negara, baik Negara Berpantai
ataupun Negara Tak Berpantai, menikmati
hak lintas damai melalui laut teritorial
•Lintas harus terus menerus, langsung serta
secepat mungkin. Namun demikian lintas
mencakup berhenti atau buang jangkar,
tetapi hanya sepanjang hal tersebut
berkaitan dengan navigasi yang lazim atau
perlu dilakukan karena force majeure
SUATU LINTAS DIANGGAP TIDAK DAMAI, BERUPA :

a. Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan thd kedaulatan, keutuhan wilayah atau
kemerdekaan politik negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan
pelanggaran atas HI sbgmn tercantum dalam Piagam PBB
b. Setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun
c. Setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan
pertahanan atau keamanan negara pantai
d. Setiap propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan
negara pantai
e. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal
f. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap perlatan atau perlengkapan militer
g. Bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau kesehatan
negara pantai
h. Setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan
dengan ketentuan Konvensi
i. Setiap kegiatan perikanan
j. Kegiatan riset atau survei
k. Setiap perbuatan yang bertujuan menganggu setiap sistem komunikasi atau setiap
fasilitas atau instalasi lainnya negara pantai
l. Setiap kegiatan lainnya yang btidak berhubungan langsung dengan lintas
SEBALIKNYA NEGARA PANTAI
BERKEWAJIBAN :
a. Tidak menetapkan persyaratan atas kapal asing
yang secara praktis berakibat pemnolakan atau
pengurangan hak lintas damai
b. Tidak mengadakan diskriminasi formil atau
diskriminasi nyata thd kapal negara manapun
atau terhadap kapal yang mengangkut muatan
ke, dari atau atas nama negara manapun
c. Negara pantai tidak boleh menghalangi lintas
damai kapal asing melalui laut teritorialnya
d. Negara pantai harus mengumumkan secara tepat
bahaya apapun bagi navigasi dalam laut
teritorialnya yang diketahuinya
Pasal 33
ZONA TAMBAHAN
1).Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut
teritorialnya yang dinamakan zona tambahan,
Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan
yang diperlukan untuk
(a) mencegah pelanggaran peraturan perundang-
undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau
saniter di dalam wilayah atau laut
teritorialnya ;
(b) menghukum pelanggaran peraturan perundang-
undangan tersebut di atas yang dilakukan di
dalam wilayah atau laut teritorialnya.
2).Zona Tambahan tidak dapat melebihi 24 mil laut
dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial
diukur.
Pasal 55
ZONA EKONOMI
EKSKLUSIF
Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar
dan berdanpingan dengan laut teritorial yang tunduk
pada rejim hukum khusus yang ditetapkan
berdasarkan hak-hak dan yurisdiksi Negara Pantai
dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain,
diatur ketentuan-ketentuan yang relevan dengan
Konvensi ini.

Pasal 57
Zona Ekonomi Eksklusif tidak melebihi 200 mil laut
dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial
diukur.
Dalam ZEE, Negara Pantai
mempunyai :
• Hak-hak berdaulat untuk keperluan
eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan sumber kekayaan alam, baik
hayati maupun non hayati, dari perairan di
atas dasar laut dan tanah di bawahnya dan
berkenaan dengan kegiatan lain untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi
ekonomi zona tersebut, seperti produksi
energi dari air, arus dan angin.
• Pemakaian pulau-pulau buatan, instalasi dan
bangunan, riset ilmiah kelautan,
perlindungan dan pelestarian lingkungan
Pasal 62
Negara Pantai harus menetapkan
kemampuannya untuk memanfaatkan sumber
kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif.
Dalam hal Negara pantai tidak memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan seluruh
jumlah tangkapan yang dibolehkan (TAC),
maka Negara Pantai melalui perjanjian atau
pengaturan lainnya memberikan kesempatan
pada Negara lain untuk memanfaatkan jumlah
tangkapan yang dapt dibolehkan yang masih
tersisa.

Anda mungkin juga menyukai