Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HATAH

“PERKAWINAN CAMPURAN”

Tugas
HATAH

Disusun Oleh :
M Dona Dinamika
181010201175

Bapak BORU DWI SUMARNA TS SH. MH.

FAKULTAS HUKUM
STUDI HUKUM S1
UNIVERSITAS PAMULANG

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nyalah, sehingga Pembuatan makalah ini dapat diselesaikan tugas
perseorangan ini tepat pada waktunya. Penulis sangat tertarik membuat makalah
ini dengan judul :
“Perkawinan C a m p u r a n”

Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri yang di berikan oleh
Bapak Dosen BORU DWI SUMARNA TS SH. MH., Mata Kuliah HATAH,
Fakultas Hukum, Program Studi Hukum Antar Tata Hukum, Universitas
Pamulang.

Penyusunan makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa kerja keras saya dan
dorongan baik materil maupun moril dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak BORU DWI
SUMARNA TS SH. MH , selaku Dosen Mata Kuliah HATAH.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh


dari sempurna, hal ini dikarenakan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
Penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu kritik dan saran demi perbaikan
dalam menyempurnakan makalah ini sangat Penulis harapkan.

Akhir kata Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi semua yang membutuhkan.
Jakarta,10 November 2020

Penulis
M Dona dinamika
DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
1. Apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran dan syarat-syarat
perkawinan campuran?
2. Bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran?
3. Bagaimana Status Anak dari Perkawinan Campuran Beda
Kewarganegaraan?

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dewasa ini banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia. Pengertian


Perkawinan Campuran menurut undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974
dalam pasal 57 adalah "Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia". Pengertian perkawinan campuran menurut
Undang-undang Perkawinan adalah lebih sempit apabila dibandingkan dengan
pengertian "perkawinan campuran" dalam GHR, karena kriteria perkawinan
campuran menurut UUP hanya didasarkan atas adanya hukum yang berlainan
karena perbedaan kewarganegaraan semata-mata dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.
Untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran diperlukan syarat-
syarat menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 (UUP). Perkawinan campuran
diatur dalam BAB XII bagian ketiga dari pasal 57 sampai dengan pasal 62 UUP.
Akibat hukum perkawinan campuran dapat berdampak terhadap status
kewarganegaraan suami istri dan status kewarganegaraan ibunya. Akibat hukum
yang lain dari perkawinan campuran di Indonesia dan bertempat tinggal di
Indonesia dapat dianalogikan dengan akibat perkawinan yang diatur dalam pasal 30
sampai dengan pasal 36 UUP.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian diatas penulis dapat merumuskan berbagai masalah diantaranya :


1. Apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran dan syarat-syarat perkawinan
campuran?
2. Bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran?
3. Bagaimana Status Anak dari Perkawinan Campuran Beda Kewarganegaraan?
C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran.
3. Untuk mengetahui status anak dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERKAWINAN CAMPURAN

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda


kewarganegaraan (pasal 57). Dari definisi pasal 57 UU Perkawinan ini dapat
diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut:
a. perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;
b. di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;
c. karena perbedaan kewarganegaraan;
d. salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsur pertama jelas menunjuk kepada asas monogami dalam perkawinan.
Unsur kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang berlaku bagi pria
dan wanita yang kawin itu. Tetapi perbedaan itu bukan karena perbedaan
agama, suku bangsa, golongan di Indonesia melainkan karena unsur ketiga
karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan
kewarganegaraan asing semuanya, melainkan unsur keempat bahwa salah satu
kewarganegaraan itu ialah kewarganegaraan Indonesia.
Tegasnya perkawinan campuran menurut UU ini adalah perkawinan antar
warganegara Indonesia dan warganegara asing. Karena berlainan
kewarganegaraan tentu saja hukum yang berlaku bagi mereka juga berlainan.
B. SYARAT – SYARAT DAN PELANGSUNGAN
PERKAWINAN CAMPURAN

Apabila perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, perkawinan


campuran dilakukan menurut UU Perkawinan (pasal 59 ayat 2) yang menyatakan:
“bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut
UU Perkawinan No. 1 tahun 1974”. Pasal 60 ayat 1 menyatakan: “Mengenai syarat-
syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum
masing-masing pihak”. Pasal 60 ayat 2 menyatakan: “Pejabat yang berwenang
memberikan keterangan tentang telah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut
hukum masing-masing pihak ialah pegawai pencatat menurut hukum masing-
masing pihak”.

Pasal 60 ayat 3 menyatakan: Apabila pegawai pencatat menolak


memberikan surat keterangan itu, yang berkepentingan itu mengajukan permohonan
kepada Pengadilan, dan pengadilan memberikan keputusannya. Jika keputusan
pengadilan itu menyatakan bahwa penolakkan itu tidak beralasan, maka keputusan
Pengadilan itu menjadi pengganti surat keterangan tersebut.

Setelah surat keterangan Pengadilan atau keputusan Pengadilan diperoleh,


maka perkawinan segera dilangsungkan. Pelangsungan perkawinan dilangsungkan
menurut hukum masing-masing agama. Bagi yang beragama islam, menurut hukum
islam yaitu dengan upacara akad nikah, sedangkan bagi agama yang bukan islam
dilakukan menurut hukum agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan
akad nikah menurut agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya
dapat dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang kawin
itu harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil. Pelangsungan perkawinan
dilakukan dihadapan pegawai pencatat.

Ada kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau


putusan Pengadilan, perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila perkawinan
mereka tidak dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau
putusan itu diberikan, maka surat keterangan atau putusan pengadilan itu tidak
mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5).

C. PROSEDUR DALAM MELAKSANAKAN PERKAWINAN


CAMPURAN

Prosedur bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah di Indonesia
dengan laki-laki Warga Negara Asing (WNA) berdasarkan UU yang berlaku saat
ini (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) adalah sebagai berikut.
1. Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan
Campuran (pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya
perkawinan yang akan anda lakukan adalah perkawinan campuran. Sesuai dengan
UU Yang Berlaku

Perkawinan Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut


Undang-Undang Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat
Perkawinan diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua
orangtua/wali bagi yang belumberumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU
Perkawinan).

2. Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan


Bila semua syarat telah terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat
perkawinan untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan
masing-masing pihak, --anda dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU
Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat telah
terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas
pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat
meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa
penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan).Surat Keterangan
atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika
selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan
atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU
Perkawinan).

3. Surat-surat yang harus dipersiapkan


Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
Untuk calon suami harus meminta calon suami, untuk melengkapi surat-surat dari
daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus
menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan
kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya.
Selain itu harus pula dilampirkan:

Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)•Fotokopi Akte Kelahiran


o Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status
kawin;atau o Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
o Akte Kematian istri bila istri meninggal
o Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara
WNA tersebut yang ada di Indonesia.
4. Untuk calon istri, sebagai calon istri harus melengkapi diri anda dengan:
o Fotokopi KTP
o Fotokopi Akte Kelahiran
o Data orang tua calon mempelai
o Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan
bagi anda untuk melangsungkan perkawinan

5 . Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)


Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta
Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang.Bagi yang
beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawaiPencatat Nikah atau Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam,
pencatatan dilakukan oleh PegawaiKantor Catatan Sipil.

6 . Legalisir Kutipan Akta Perkawinan


Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus
dilegalisir di Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta
didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.Dengan adanya legalisasi itu, maka
perkawinan anda sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di
negara asal suami,maupun menurut hukum di Indonesia

7. Konsekuensi Hukum
Ada beberapa konsekuensi yang harus anda terima bila anda menikah
dengan seorang WNA. Salah satunya yang terpenting yaitu terkait dengan status
anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak yang lahir dari perkawinan
seorang wanita WNI dengan pria WNA,maupun anak yang lahir dari perkawinan
seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sama-sama telah diakui sebagai warga
negara Indonesia.Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak
berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan
pilihannya.Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3
(tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Jadi bersiaplah untuk
mengurus prosedural pemilihan kewarganegaraan anak anda selanjutnya.
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus
didaftarkan di kantor Catatan Sipil paling lambat 1 (satu) tahun setelah yang
bersangkutan kembali ke Indonesia. Bila tidak, maka perkawinan anda belum
diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor
Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No
1/74).

D. STATUS ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN


Landasan Hukum dan Teori-teori yang Mengaturnya
Dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, anak yang lahir dari “perkawinan
campur” hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan hanya
mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Ketentuan dalam UU Nomor 62 Tahun 1958,
dianggap tidak memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir
dari perkawinan campur dan diskriminasi hukum terhadap WNI Perempuan. Dalam
ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa
menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing.

Upaya memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia yang


melakukan pernikahan dengan warga asing serta menghilangkan diskriminasi bagi
WNI perempuan, lahirlah Undang-undang Kewarganegaraan yang baru, yaitu
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006. Undang–undang ini memperbolehkan
adanya kewarganegaraan ganda bagi anak-anak hasil kawin campur. Hal ini
merupakan ketentuan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaran
dari perka-winan campuran.

Disahkannya Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Kewarganegaraan) ini pada tanggal 1
Agustus 2006 oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, memberikan semangat dan
harapan baru bahwa Negara benar-benar menjamin dan melindungi kepentingan
dan hak dasar bagi perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA untuk
bersama menurunkan kewarganegaraan kepada keturunan mereka

Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari


perkawinan seorang Perempuan WNI dengan Pria WNA, maupun anak yang lahir
dari perkawinan seorang Pria WNI dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga
Negara Indonesia.

Kewarganegaraan merupakan salah satu unsur hakiki yang pada umumnya


sangatlah penting dan merupakan unsur pokok bagi suatu negara yang
menimbulkan hubungan timbal balik serta mempunyai kewajiban memberikan
perlindungan terhadap warga negara, khususnya anak yang dilahir di Indonesia dari
suatu perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara
asing. Penentuan sistem kewarganegaraan yang dianut di dunia pada umum yaitu
kewarganegaraan tunggal berdasarkan suatu asas keturunan (ius sanguinis) atau
tempat kelahiran (ius soli). Akan tetapi adakalanya bagi seseorang anak untuk dapat
memiliki kewarganegaraan ganda (bipatride), hal tersebut disebabkan karena untuk
mencegah adanya orang yang tanpa kewarganegaraan (apatride).

Penentuan Kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut Undang-


undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan ganda
terbatas yang pada pasal 6 dan 21 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah
negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia,
setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari
suatu perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau
putusnya perkawinan karena kematian maka anak tersebut masih memiliki status
kewarganegaraan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing.
Jadi, Undang–undang baru ini lebih memberikan perlindungan, dan status
kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari “perkawinan campur” juga jadi lebih
jelas.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara pearkawinan antara dua


orang yang berbeda kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan
Indonesia dan yang satu berkewarganegaraan asing. Perbedaan disini dibatasi
pada perbedaan kewarganegaraan bukan pada perbedaan agama.
Sedangkan mengenai syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur
dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Diantaranya ialah
kelengkapan surat-surat baik dari negara Indonesia ataupun negara asal dari
orang asing yang akan menikah tersebut. Seperti surat-surat yang menjadi
syarat perkawinan di Indonesia dan yang menjadi syarat di negara asing tempat
dia berdiam atau sebagai warga negara disana.
Dan mengenai status anak dari perkawinan campuran ini pun sudah diatur
secara jelas dalam UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Dalam UU ini, memperbolehkan adanya kewarganegaraan
ganda bagi anak hasil dari perkawinan campuran hingga dia berusia delapan
belas tahun. Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak
tersebut bisa mengikuti kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia
berusia delapan belas tahun atau sudah menikah. Dan setelah ia berusia
delapan belas tahun atau sudah menikah maka ia harus menentukan sendiri
mengenai status kewarganegaraannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Abdulkadir. 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Tim Pengajar Hukum Kekeluargaan Universitas Jambi, Bahan Ajar Hukum Kekeluargaan,

Jambi, 2008

Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Undang-undang nomor 01 tahun 1974 tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai