Anda di halaman 1dari 10

KISI-KISI HPI

1. Hubungan antara Kedaulatan dengan Yurisdiksi ?


Yurisdiksi merupakan atribut kedaulatan suatu Negara merdeka. Kedaulatan sebagaimana
kita ketahui adalah merupakan kekuasaan tertinggi dari suatu Negara, ini berarti diatas
kedaulatan itu tidak ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi. Kedaulatan yang dimiliki suatu
negara menunjukkan suatu negara itu adalah merdeka / tidak tunduk pada kekuasaan lain,
tetapi hal ini tidak bisa diartikan bahwa kedaulatan itu tidak ada yang membatasi.
Pembatasannya sendiri adalah hukum, baik nasional maupun internasional. Kedaulatan
itu pada dasarnya mengandung 2 aspek:
1) aspek internal yaitu berupa kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala sesuatu
yang ada / terjadi didalam batas wilayahnya.
2) aspek eksternal yaitu kekuasaan tertinggi untuk mengadakan hubungan dengan
masyarakat internasional maupun mengatur segala sesuatu yang berdada / terjadi
diluar wilayah negara itu, tetapi sepanjang masih ada kaitannya dengan
kepentingan negara itu.
Berdasarkan kedaulatannya, maka dapat diturunkan bahwa hak, kekuasaan &
kewenangan dengan yuridiksi tersebut, suatu negara dapat mengatur secara lebih
terperinci & jelas masalah yang dihadapinya.
2. Pengertian Yurisdiksi, Perluasan Yurisdiksi dengan azas teritorial beserta
contohnya?
Yurisdiksi merupakan kompetensi Negara untuk mengatur, menetapkan dan
melaksanakan peraturan berdasarkan hukum nasionalnya. Dan merupakan kewenangan
Negara untuk mengadili pelanggaran hk bagi warganegara sndiri/ asing, bnda bergerak/
tdk berdsrkan hk nasionalnya.
Perluasan yurisdiksi dengan azas territorial, asas territorial adalah asas yang mendasari
hak suatu Negara menerapkan hukum pidana nasional terhadap semua tindak pidana
nasional terhadap semua tindak pidana yang dilakukan dalam batas wilayah territorial.
contoh: dalam pasal 22 ayat 1 dan 2 Konvensi Wina 1961 tth hubungan diplomatic
Gedung diplomatic merupakan perluasan wilayah Negara pengirim di Negara penerima.
Gedung kedutaan mempunyai kekebalan diplomatic, sehingga hk pidana nasional suatu
Negara tidak dapat berlaku dlm wil. perluasan Negara, khususnya gedung kedutaan,
kewajiban Negara penerima mengamankan gedung yang dilakukan pihak luar di Negara
penerina.

3. Pelaksanaan Yurisdiksi kriminal dan kompetensi yurisdiksi terhadap kapal asing di


laut (Perairan pedalaman; Pelabuhan dan Laut teritorial)
Pelaksanaan yurisdiksi criminal Negara pantai terhadap kapal niaga asing :
1) thd kapal asing yg memasuki laut pedalaman/ berada di wil. pelabuhan Negara
pantai
2) thd kapal asing yg memasuki/ berada di laut territorial Negara pantai.
Kompetensi yurisdiksi thd kapal asing di laut pedalaman/wil. pelabuhan;
a) kapal niaga asing mempunyai perluasan yurisdiksi/yurisdiksi ekstratorial.
b) ketika memasuki laut pedalaman/berada di pelabuhan Negara lain, yurisdiksi
ekstrateritorial dari kapal menjadi semu (yurisdiksi quasi territorial), karena :
masuknya kapal niaga asing harus ada ijin dahulu pd otoritas Negara
pantai
kapal niaga asing tunduk pd otoritas dr Negara pantai (yurisdiksi Negara
pantai lbh kuat drpda yuridiksi bendera kapal). kecuali Negara pantai
melepaskan hak yurisdiksi kriminalnya
di laut pedalaman tidak dikenal jalur lintas damai.
Kompetensi yurisdiksi criminal thd kapal asing di laut territorial:

setiap kapal yg berada dlm batas2 teritorial hrs tunduk pd Negara pantai
kapal asing berhak melewati batas 12 mil wil. Negara lain, krn ada hak lintas
damai : memeberikan kebebasan/hak dp kapal2 asing u/ melewati Negara pantai
hak Negara pantai u/ melakukan pengejaran seketika thd kapal yg melakukan
pelanggaran di wil. Negara pantai-ke laut lepas

4. Kasus Innocence Passage Right atas kapal asing di laut teritorial suatu negara; Hak
melakukan penggeledahan atas Innocence Passage Right
innocence passage right (hak lintas damai); melaksanakan pelayaran melalui laut
territorial tnpa memasuki laut pedalaman menuju laut lepas/ neg.ketiga(kedudukan neg.
pantai dgn neg. bendera kapal seimbang dlm arti kedua neg. sama kuat dlm penerapan
yurisdiksinya).
melaksanakan pelayaran dari laut pedalaman menuju laut lepas melalui laut territorial
suatu neg. pantai.
5. Kasus Hot Persuit atas kapal yang melanggar kedaulatan Negara
hot persuit (hak pengejaran seketika)
a) bila aparat neg. pantai mempunyai alas an yg kuat u/mengejar kpal asing yg
melanggar per-UU-an tsb
b) pengejaran dimulai pd wkt kapal asing/salah satu sekocinya brada dlm lingk.
perairan pedalaman, laut territorial/zona tmbahan /ZEE neg.pantai
c) pengejaran di lak. seketika, harus terus menerus
d) pengejaran hnya dpt dilak/dimulai stelah perintah berhenti diberikan
e) pengejaran dilak. dgn menggunakan kpal militer/pesawat militer

f) pengejaran berhenti stlh kpal yg dikejar memasuki laut teritorialnya/laut territorial


neg.ke 3
g) pengejaran dilak. olh kpal terbang /pesawat terbang /kpal lain /pswt terbang yg
sdg menjalankan tugas pem.yg khusus diberi kuasa u/melaksanakan hak itu

6. Perluasan yurisdiksi kriminal negara pantai di laut lepas; azas dan kejahatan yang
dapat ditindak
psl 97 UNCLOS82 : setiap TP kejahatan atau pelanggaran yg dilakukan di ats kapal yg
berlayar di ats laut lepas, yurisdiksinya sepenuhnya pd bendera kapal.
psl 110 UNCLOS82 : Negara pantai dpt menerapkan yurisdiksinya di laut lepas thd
kejahatan dlm kategori delict jure gentium / kejahatan yg dianggap sbg musuh bersama
umat manusia (perdagangan budak, perdagangan narkotika, kejahatan pembajakan).
Negara pantai berhak melakukan pengejaran seketika thd kapal yg melakukan
pelanggaran di wil. Negara pantai ke laut lepas.
7. Yurisdiksi kriminal kapal di laut lepas
psl 87 UNCLOS82 : laut lepas merupakan wil. laut ug tidak berada di bawah kedaulatan
Negara manapun (common heritage)
setiap Negara dpt memanfaatan laut lepas u/ pelayaran, terbang , pemasangan kabel pipa
di bawah laut, membangun pulau buatan dan instalasi lainya, penangkapan ikan, riset
ilmiah.
8. Yurisdiksi negara atas kasus kejahatan diatas pesawat dan dasar hukumnya
Yurisdiksi criminal thd kejahatan di ats pesawat
Dasar Hukum :
1) Konvensi Tokyo 1963 (the convention on offences and certain other acts
commeitted on board aircraft) mulai belaku tgl 4 okt69
Negara di mana pesawat terbang di daftarkan (the state of registration of the
aircraft) adalah Negara yg berkompeten u/ melaksanakan yurisdiksi thd
kejahatan/tindakan2 lain yg di lakukan di ats pesawat udara. (psl 3)
2) Konvensi Den Haag 1970 (convention suppression of unlawful seizure of aircraft)
berlaku tgl 14 okt71
setiap Negara peserta konvensi hrs mengambil tindakan yg perlu u/ melaksanakan
yurisdiksinya thd kejahatan2 dan setiap tindakankekerasan thd penumpang/ awak
pswt, dlm hal :
kjhatan tsb dilak. di ats pesawat suatu negar dmn pswt didaftarkan I
neg.tsb
pswt itu mendarat di wil.nya dan sipelaku berada di ats pswt tsb

kej. tsb dilak. di ats pswt yg diserahkan pd pnyewa yg berkedudukan/


kegiatan bisnisnya/ jk si pnyewa tdk mpnyai kedudukan bisnisnya mk
tmpt tinggal 9permanenya)di neg tsb (psl 4)
3) Konvensi Monttreal 1971 (convention for the suppression of unlawful against the
safety of civil aviation) berlaku tgl 26 jan73
Setiap neg. peserta konvensi hrs melaksanakan tindakan u/ melaksanakan
yurisdiksi thd kej.2 apabila ;
kej. dilak. di wil. negaranya
kej. dilak. thd/ di ats pswt udara yg di daftarkan di neg.nya
pswt mendarat di wil.nya dan si pelaku kej. msh berada dlm pswt
udara(psl 5)
9. Pengertian; Hakekat dan tujuan ekstradisi
Pengertian : penyerahan yg dilak. scr formal,baik yg dilak. berdasarkan perjanjian yg
diadakan sblmnya / berdsrkan prinsiptimbal baik, ats seseorg yg dituduh melakukan TP
kej./ yg telah dijatuhi hukuman ats kej. yg dilakukanya olh Negara tempatnya melarikan
diri/bersembunyi, pd neg.yg memiliki yurisdiksi mengadili ats permintaan dri neg.tsb dgn
tujuan u/ mengadili/melaksanakan hkumanya. (I wayan patrian)
pda hakekatnya ektradisi merupakan slah satu bentuk kerjasma internasional dgn tujuan
agar neg. yg mempunyai yurisdiksi thd org yg melakukan TP dlm wil. teritorialnya, dpt
mengadili/menerapkan ketentuan hkm pidananya thd pelaku TP tsb yg berda di luar wil.
negaranya.
Tujuan :
mengadili/menghukum thd org yg melakukan kej. dlm yurisdiksi kriminalnya
kerjasama setiap neg. dlm hal pemberantasan kej. internasional
menjamin epastian hkm dam menjamin hak2 dri org yg dimintakan ekstradisi
10. Azaz dan Prinsip Perjanjian ekstradisi
1) Asas kejahatan ganda (doble criminality principle) : suatu syarat bhw ekstradisi
dpt dilak./dikabulakn permohonanya jk kej. yg dilak. dan dijadikan dsr
permintaan ekstradisi merupakan suatu T[ dan diancam pidana oleh neg. peminta
dan neg. diminta ekstradisi
2) Asas kekhususan (specialist principle):pelaku yg telah diekstradisikan, hany dpt
diadili khusus thd kej. yg dijadikan dsr permintaan ekstradisi
3) Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik : pada dasarnya u/ menentukan
ada atau tdknya suatu TP dpt dikualifikasikan sbg kej. politik tergantung persepsi
Negara yg diminta ekstradisi.
4) Asas tidak menyerahkan waganegaranya sendiri : Negara dpt menolak
permohonan ekstradisi jika pelaku yg dimintakan adlh warganegaranya sendiri yg
sudah masuk di negaranya.
5) Asas ne bis in idem : hak suatu neg. u/ menolak permintaan ekstradisi ats pelaku
TP kej. bila pelaku telah dijatuhi pidana yg mempunyai kekuatan ttp ats tindak

kej. yg dimintakan ekstradisi di neg. yg diminta, org yg dimintakan ekstradisi sdg


dlm proses penuntutan/diadili/ats tindakkej. yg dimintakan ekstradisi
6) Asas daluwarsa ; brati telah lewat wktu, thd penuntutan maupun pelaksanaan
pidana, asas ini tidak hanya terbatas pd gugurnya penuntutan saja, juga mencakup
gugurnya melaksankan pidana
a) Eliminative system (system tanpa daftar) ; kejahatan2 yg dpt diekstradisikan adlh
kej. yg diancam pidana dlm batas ttt yg disetujui oleh kedua belah pihak dgn
penentuan bts min. ancaman pidana
b) Enumerative system (ssistem dengan daftar: suatu perjanjian yg scr teperinci
mencantumkan jenis2 kej. yg dpt diekstradisikan, shg thd kej. yg tdk tercantum
dlm perjanjian tdk dpt diekstradisikan
c) Sistem gabungan : suatu system yg mensyaratkan dpt dekstradisikanya kej.
apabila telah dipenuhi syarat kej. yg dilak. sesuai dgn jenis2 kej. yg
diperjanjiakan, kej. tsb memnuhi pidana yg telah ditentukan
11. Pengertian Kejahatan Politik dan teori yang mendasari penolakan ekstradisi
karena kejahatan politik
Kejahatan politik berarti kejahatan yg dilakukan merupakan kejahatan/ ditujukan u/
kepentingan politik.
teori yg mendasari :
teori preforderence u/ menentukan kej. politik/ bukan semata-mata ttg pd kadar
kejahatanya
teori keseimbangan : harus ada keseimbangan antara cara-cara melakukan
kejahatan dengan tujuan politik yang ingin dicapainya
teori obyektif / absolute: bahwa delik politik ditunjukan terhadap Negara dan
fungsinya
teori subyektif/relative : semua delik umum yang dilakukan dengan suatu tujuan
politik merupakan delik politik
teori predominan: diperhatikan apa yang dominan dari suatu perbuatan
teori political indidance : melihat pada perbuatan yang dianggap sebagai bagian
dari suatu kegiatan politik.
12. Pengertian; Tujuan dan fungsi dibentuknya Interpol
Pengertian : organisasi internasional yg memfasilitasi kerjasama kepolisoan
internasional u/ penanganan dan penanggulangan kej. internasional dan trans nasional.
Tujuan :
memajukan kerjasama dan saling membantu selusa mungkin antara semua
otoristas polisi criminal dlm batas2 hkm yg berlaku di negara2 yg berbeda dgn
semangat UDHR

mendirikan/mengembangkan badan2 yg efektif membantu, mencegah dn


memberantas kej. internsional dan transnasional
tdk mengintervensi yg bersifat mencampuri urusan politik, militer, agama dan ras
di masing2 neg.

Fungsi :
1)

Pemberantasan kejahatan internasional melalui:


pertukaran keterangan polisi ( preventif dan represif dokuen, barang bukti)
identifikasi pelaku kej. 9terkait dgn merubah identitas)
penangkapan pelaku yg dimintakan ekstradisi (ICPO : pastikan keberadaan
pelaku, tdk ada kesangsian thd pelaku, adanya SP penangkapan, ada kepastian
pelaku akan dimintakan ekstradisi).
2) kerjasama internasional : dilak. via pertukaran informasi melalui NBC masing2
neg., lingkup kerjasma inter : pertukaran informasi criminal, joint investigation,
joint operation, capacity building, dan bantuan teknis serta taktis dlm pnyelesaian
perkara
13. Peran Interpol dalam ekstradisi
peran Interpol dlm ekstradisi:
dlm keadaan mendesak neg.anggota dpt gunakan saluran ICPO u/melakukan
penahanan sementara ats seseorg yg dicari smbil menunggu permintaan ekstradisi
via saluran diplomatic
permintaan hrs memuat : uraian identitas plaku, kej. yg dilak., hk yg akn
diterapkan
pernyataan permintaan ekstradisi dilak. scr formal , dokumen yg beri kewenangan
u/menahan pelaku ybs
neg. diminta dpt mengambil tindakan yg diperlukan dan segera memberitahukan
thd hsl permintaan pd Negara yg berwenang mengadili

14. Mekanisme dan cara bekerjanya Interpol

NBC mengadakan hub. dgn NBC di masing2 neg.


NBC suatu neg. mengisi permohonan penangkapan thd pelaku kej. yg disebut red
index notice/red index wanted notice/warrant of arrest yg diserahkan pd sekjen
Interpol-ICPO
Sekjen menampung semua informasi dari NBC berbagai Negara, meneruskan
informasi tsb pd neg. anggotanya
oleh sekjen, red index notice tsb disebarkan ke seluruh NBCS-NBCS dan red
index notice berubah menjadi international warrant of arrest sbg dsr NBCS neg.

lain melakukan penangkapan pelaku, kmudian diikuti penahanan dan permintaan


ekstradisi
15. Pengertian Ham dan perspektif HAM secara Folosofis; Hukum dan Politis
Pengertian : seperangkat hak yg melekat pd hakikat dan eberadaan manusia sbg makhluk
Tuhan YME dan merupakan anugerahNYA yg wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap org demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.(psl 1 UU no 39 thn 1999 ttg Ham vis UU
pengadilan Ham no 26 thn 2000 ttg pengadilan Ham)
Perspektif ham secara ;
filosofis, artinya Ham sbg hak yg melekat pd individu yg hrs dijamin oleh neg.
sbg pelaksanaan prinsip obligation erga omnes
hukum, artinya Negara mempunyai kewajiban menjamin, mengatu/melindungi
dan penegakan hk ham setiap wrganya
politis, artinya neg. ada dlm pergaulan internasional yg meletakan penghormatan
ham sbg sarana bargaining politik dan ekonomi internasional

16. Perbedaan Ordinary dan ekstra ordinary crimes


Ordinary crime:
a) sifat kejahatanya insidentil
b) korbanya individual
c) tdk ada pngecualian asas non retro aktif, daluwarsa, nebis in idem
d) ada alas an penghapus pidana berdasarkan perintah atasan
e) tdk ada pertanggungjawaban komandan akibat TP yg dilakukan bawahan
f) pengadilan nasional
Extra ordinary crime:
a) sifat kejahatanya sistematik
b) korbanya masal
c) ada pengecualian asas non retroaktif, daluwarsa, nebis in idem

d) tdk ada alas an penghapus pidana berdasar perintah atasan


e) ada petanggungjawaban komandan
f) pengadilan nasional/pengadilan internasional
17. Pengertian dan unsur essensi dari kejahatan Genocida; Kejahatan terhadap
kemanusiaan sebagai Pelanggaran berat HAM
Kejahatan
Genosida:
suatu
perbuatan
yg
dilakukan
dengan
maksud
u/menghancurkan/memusnahkan seluruh/sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan
agama.unsur essensi dari kejahatan genocide adalah adanya maksud untuk memusnahkan
sebagian/seluruh kelompok yg didasarkan pda klompok bangsa,ras,etnis dan agama.
Kejahatan terhadap kemanusiaan salah satu dari perbuatan2 yg dilak. sbg bagian dari
serangan yg meluas atau sistematik yg diketahui bhwa serangan ditujukan scr langsung
terhadap penduduk sipil.unsur essensi perbuatan yg merupakan bagian dari serangan yg
dilakukan scr meluas/sistematis, serangan langsung ditujukan pd penduduk sipil.
18. Pengertian Sistematis dan meluas yang ditujukan pada penduduk sipil dalam
pelanggaran terhadap kejahatan kemanusiaan
Meluas : jumlah korban massal/skala besar , tindakanya bersifat massive yaitu berulangulang dan dilakukan secar kolektif dengan considerable serious.
Sistematis : ada pola/rencana mengenai cara2 yg dilakukan, mencerminkan suatu pola
tetap/metode ttt yg diorganisir scr menyeluruh
19. Macam-macam Peradilan Pidana Internasional;
1) Peradilan pidana internasional ad hoc:
International Military Tribunal at Nuremberg 1946
Internasional Military Tribunal at Tokyo 1948
International criminal Tribunal for the Former Yugoslavia 1993
International Criminal Tribunal for the Rwanda 1994
2) Peradilan pidana internasional permanen
International Criminal Court berlaku kolektif 2002
20. Tujuan dibentuknya IMT; ICTY; ICTR; dan latar belakang pembentukan ICC
Latar belakang pembentukan ICC:
a) peristiwa PD II (nazi dan jepang) Serbia-bosnia,Rwanda
b) perkembangan konsep kejahatan internasional, termasuk tindakan kekejaman
terhadap manusia yg sifat dan akibat tindakan tsb mengancam terhadap
kemanusiaan (trmsk kekejaman thd wanita dan anak2)
c) universal jurisdiction
d) kekhawatiran masyarakat dunia thd ketidakmauan dan ketidakmampuan Negara
u/mengadili krn para pelaku kej. umumnya mempunyai kekebalan dlm hukk.
nasionalnya(krn kapasitasnya sbg penguasa/aparat pemerintah)

e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)

praktek impunity
keberadaan mahkamah ad hoc yg tidak efektif dan efisien
victor justice tdk mewakili keadilan masyarakat internasional
retroaktif vs legalitas
selected justice
tdk permanen , biaya mahal
presecutor dan judges blm mewakili masyarakat internasional

21. Prinsip dasar dan berlakunya yurisdiksi ICC


prinsip dasar pendirian ICC:
asas complementary (ICC dibentuk sbg pelengkap daripengadilan nasional), ICC dpt
menerapkan yurisdiksi pidananya thd suatu kej. yg termsk yurisdiksinya, apabila
pengadilan dr neg. nasional tsb diidentifikasikan telah unwillingness/unable
berlakunya yurisdiksi ICC : didasarkan pd asas
1) Ratione temporis, artinya yurisdiksi ICC setelah statuta berlakunya efektif(sjk tgl
17 juli 2002) dan hnya mempunyai yurisdiksi sbatas empat jnis kej.tsb
2) asas melekat/inherent, artinya bahwa setiap neg. yg meratifikasi statuta roma98 ,
scr otomatis tunduk pd berlakunya yurisdiksi ICC , neg. yg telah meratifikai tdk
bisa mengajukan reservasi
22. Kasus Yurisdiksi ICC terhadap negara yang sudah meratifikasi Statuta Roma 1988
dan negara yang belum meratifikasi
23. Penjelasan Azas dalam proses persidangan ICC
a) Nullum crimen sine lege: seorg dipertanggungjawaban ats dsr statuta ini apabila
tindakan/ perbuatan yg sdg berlangsung merupakan kej. di bwh yurisdiksi ICC
b) Nulla poena sine lege: seseorg hnya dpt dinyatakan bersalah dan dihuk sesuai dgn
statuta ini
c) Ratione personae non retroaktif : seseorg tdk dpt dipertanggungjawabkan scr
pidana berdsrkan statuta ini, ats kej. yg dilakukan sblm statuta ini diberlakukan.
d) Individual criminal responsibility; seseorg dpt dimintakan tanggung jwb pidana
scr individual dlm kapasitasnya sbg pelaku, menyuruh lakukan, membantu,
donator, menghasut, shg terjadi tindak kejahatan atas kej. yg dilak. sesuai dgn
statuta ini
e) Nebis in idem: seseorg tidak boleh diadili dan dihukum di Mahkamah u/ kedua
kalinya berkenaan dgn kej. yg dilakukan, dmn mahkamah dlm siding sblmnya tlh
menyatakan bersalah/ membebaskan pelaku tsb
f) Responsibility of commander and other superior : seseorg komandan
militer/seseorg yg scr efektif bertindak sbg sorg komandan militer scrpidana
bertanggung jwb ats kej. di dlm yurisdiksi mahkamah yg dilak. oleh pasukan di
bwh komando/kekuasanya

g) superior order and prescprition of law : suatu kej. dlm yurisdiksi mahkamah yg
telah dilak. olh seseorg ats perintah seorg atasan, baik militer/sipil tdk
membebaskan tanggungjwb pidana org yg memberi perintah
24. Pengertian peristilahan dalam yurisdiksi dan ICC

Anda mungkin juga menyukai