Anda di halaman 1dari 208

HUKUM INTERNASIONAL

(HI)

Oleh : Deli Waryenti


Bab I PENDAHULUAN

A. Pengertian, istilah, ruang lingkup, bentuk dan


sifat HI
B. Negara sebagai anggota masyarakat Internasional
C. Hakekat berlakunya HI
D. Sejarah HI dan perkembangannya dewasa ini
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
A. Pengertian subjek HI
B. Subjek-subjek HI
1. Negara
2. Organisasi internasional
3. Vatikan (Tahta Suci)
4. ICRC
5. Bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan
6. Belligerent
7. Individu
8. Perusahaan Multinasional (MNCs)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
A. Pengertian sumber hukum Internasional
B. Sumber-sumber hukum internasional
1. Perjanjian internasional
2. Kebiasaan internasional
3. Prinsip-prinsip hukum umum
4. Keputusan pengadilan dan Ajaran para ahli
5. Ex Aequo Et Bono
Bab IV HUBUNGAN HI dengan HN
A. Teori-teori tentang hubungan antara HI dengan HN
1. Teori dualism
2. Teori monism
B. Praktek negara-negara
1. Inggris dan Amerika Serikat
2. Jerman, Perancis, Austria, Korea Selatan
3. Indonesia
C. Kasus-kasus
1. Hukum nasional menang melawan hukum internasional
2. Hukum internasional menang melawan hukum nasional
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
A. Wilayah negara dan pengaturannya
1. Wilayah darat
2. Wilayah laut (Hukum Laut)
3. Wilayah dasar laut dan tanah di
bawahnya
4. Wilayah udara dan Ruang angkasa
(Hukum Udara dan Ruang Angkasa)
5. Wilayah Indonesia
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
B. Cara Negara memperoleh wilayahnya
1. Sejarah
2. Pendudukan/Okupasi
3. Perebutan/Aneksasi
4. Penyerahan/Sessi
5. Penambahan/Akresi
6. Persewaan/Lease
7. Hak jasa/Hak servitut
8. Keputusan MI (ICJ)
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
A. Hak dan kewajiban Negara
1. Hak-hak Negara
2. Kewajiban-kewajiban negara
B. Pengakuan Negara
1. Pengertian Pengakuan
2. Bentuk-bentuk pengakuan
3. Jenis-jenis dan cara-cara pengakuan
4. Manfaat pengakuan
5. Teori-teori pengakuan
C. Suksesi Negara
1. Pengertian suksesi
2. Jenis-jenis dan dasar hukum suksesi
2. Jenis-jenis Suksesi negara
3. Cara terjadinya suksesi
4. Akibat Hukum Suksesi
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
A. Yurisdiksi Negara
1. Pengertian yurisdiksi Negara
2. Ruang lingkup yurisdiksi negara
3. Pengecualian yurisdiksi Negara
4. Perluasan yurisdiksi Negara
B. Tanggungjawab Negara
1. Pengertian tanggungjawab Negara
2. Jenis-jenis tanggungjawab Negara
3. Akibat hukum tanggungjawab Negara
C. Negara dan individu
1. Hak dan kewajiban negara terhadap individu
2. Hak Asasi Manusia
2. Ekstradisi dan hak suaka (hukum pidana internasional)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
A. Perwakilan diplomatik, konsuler dan perwakilan
lainnya (hukum diplomatik dan konsuler)
1. Perwakilan diplomatik
2. Perwakilan konsuler
3. Perwakilan lainnya
B. Organisasi internasional (hukum organisasi
internasional)
1. PBB
2. ASEAN
3. WTO (hukum perdagangan internasional)
C. Kerjasama lingkungan internasional (hukum lingkungan
internasional)
1. Deklarasi-deklarasi Internasional tentang Lingkungan
hidup
2. Konvensi-konvensi internasional tentang Lingkungan
hidup
D. Penyelesaian sengketa internasional (hukum humaniter)
1. Damai, dengan cara :
a. Melalui PBB
b. Diluar PBB (ADR)
2. Perang
3. ICJ dan ICC
BAHAN BACAAN
1. Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum
Internasional, Alumni, Bandung;
2. Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi
dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung;
3. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Univ. Atmajaya Jogyakarta;
4. I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju,
Bandung;
5. J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Aksara Persada Indonesia,
Jakarta;
6. Sepriani, Hukum Internasional, Raja Grafindo Press, Jakarta;
7. T May Rudy, Hukum Internasional, Refika Aditama, Bandung;
8. Hata, Hukum Internasional sejarah perkembangan hingga Pasca perang
Dingin, Setara Press, Malang.
9. Buku-buku/artikel di internet lain yang berjudul HUKUM
INTERNASIONAL
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian, istilah, ruang lingkup, bentuk dan sifat
HI
1. Pengertian/definisi HI
a. Mochtar Kusumaatmadja
b. Boer Mauna
c. Sugeng Istanto
2. Istilah-istilah HI
a. Ius Gentium, Ius Intergentes
b. Law of Nations, Law among Nations
c. Transnational Law
d. International Law
BAB I PENDAHULUAN
3. Ruang Lingkup HI
a. Hukum Internasional Publik (HIP)
b. Hukum Perdata Internasional (HPI)
1) HPI Nasional
2) HPI Internasional
c. Perbedaan HI (P) dan HPI
BAB I PENDAHULUAN
4. Bentuk-bentuk HI
a. Universal International Law
b. Regional International Law
c. Special International Law
5. Sifat-sifat HI
a. Tertib hukum koordinatif
b. Tertib hukum subordinatif
c. Perbedaan sifat subordinatif antara HN
dan HI (PBB dan WTO)
BAB I PENDAHULUAN
B. Negara sebagai anggota Masyarakat
Internasional
1. Aristoteles : Zoon Politicon
2. Cicero : Ubi Sociatas Ibi Ius
3. Hubungan Hukum dan Masyarakat
4. Hubungan HI dan Masyarakat Internasional
5. Kedaulatan Negara dan HI
6.Syarat-syarat menjadi anggota masyarakat
internasional
Bab I PENDAHULUAN
C. Hakekat berlakunya HI
1. Adanya pendapat bahwa HI bukan hukum
a. John Austin : every rule is a command
b. Jean Bodin dan Thomas Hobbes :
Kedaulatan negara adalah Summa Posetas
c. Harold J Laski : HI dapat diberlakukan jika
diinginkan oleh negara
d. Hegel dan Erich Kaufman : HI bertentangan
dengan kedaulatan negara
BAB I PENDAHULUAN
Jadi pendapat para ahli terbagi 2 :
1. Hukum harus berupa perintah, paksaan dan berisi
sanksi
2. Hukum bergantung kepada negara sebagai pemilik
kedaulatan, jika negara tidak berkenan maka tidak ada
hukum
Jawaban :
1. Tidak semua hukum harus berisi perintah, paksaan
dan sanksi
2. Tidak ada negara yang tidak berkenan untuk
memberlakukan hukum
BAB I PENDAHULUAN
2. Jawaban oleh para ahli melalui teori-teori :
a. Aliran Hukum alam :
Plato---Aristoteles---Thomas Aquinas---Grotius
Grotius : Hukum alam berasal dari logika
manusia
kelemahan : Logika manusia tidak sama
BAB I PENDAHULUAN
b. Aliran Positivisme :
- Jellineck : Self Limitation theory
- Zorn : Auszeres staatrecht
- Triepel : Vereinbarungsthory
- Anzilotti : Pacta sunt servanda
Kelemahan : hanya bersandar pada
kemauan negara
BAB I PENDAHULUAN
c. Aliran Wiena :
Hans Kelsen : Pyramidal Theory.
Kelemahan : kembali kepada Grund Norm
d. Aliran Perancis :
Schelle, Fauchille, Duguit : Fact Social
(kebutuhan secara historis, sosisologis dan
biologis) karena negara adalah Zoon Politicon
BAB I PENDAHULUAN
Jadi ciri-ciri HI adalah :
1. Bersifat dominan koordinatif, karena bersendi kepada
asas-asas hukum perdata
2. Pentaatan terhadap HI bukan paksaan tapi kesadaran,
sehingga tidak membutuhkan alat paksa (Polisi dan
Jaksa)
3. Kedaulatan negara tetap yang tertinggi, sehingga PBB
tidak berwenang mencampuri urusan negara
4. Peradilan di Mahkamah Internasional (ICJ)
menggunakan cara-cara hukum perdata, namun ICC
dan WTO menggunakan cara-cara hukum publik
BAB I PENDAHULUAN
D. Sejarah HI dan perkembangannya dewasa ini
1. Zaman Kuno
a. India Kuno : Undang-undang Manu, yang berisi
1) Kedudukan raja-raja, suku bangsa, dan kasta
2) Utusan raja (diplomat)
3) Perjanjian antara raja-raja
4) hukum perang (combatant dan non combatan
5) Cara memperlakukan tawanan perang
BAB I PENDAHULUAN
b. Yunani Kuno (abad VI SM- abad 12 M)
1) Hukum antar polis di bidang perdagangan
2) Wakil negara disebut Konsul
3) Adanya badan arbitrase
c. Romawi Kuno
1) Tidak ada aturan baru di bidang HI
2) Berlakunya hukum Romawi dengan
penerapan asas-asas hukum perdata (asas pacta
sunt servanda, asas occupation, asas bonafide,
dsb)
BAB I PENDAHULUAN
2. Zaman Pertengahan (abad 12- 1648)
a. Kekaisaran Romawi (Eropa), dikuasai Paus
b. Kekaisaran Byzantium (Turki)
berkembangnya Hukum Diplomatik
c. Kerajaan Islam (Arab), berkembangnya
Hukum Perang
BAB I PENDAHULUAN
3. Zaman Modern (1648-1945/setelah PD II)
a. Ditandatanganinya perjanjian West
Phalia 1648 :
1) Berakhirnya Imperium Romawi
2) Merdekanya negara-negara bekas
jajahan imperium Romawi
3) Dipisahkannya hukum negara dengan
hukum agama
Bab I PENDAHULUAN
Dari isi perjanjian West Phalia tersebut, lahirlah HI
yang memiliki ciri-ciri :
a. Setiap Negara memiliki kedaulatannya sendiri,
yang berarti memiliki kekuasaan eksklusif di
wilayahnya;
b. Hubungan antar negara dilakukan atas dasar
kemerdekaan dan persamaan derajat;
c. Masyarakat internasional tidak mengakui
kekuasaan tertinggi di atas Negara seperti
seorang Kaisar atau Paus sebagaimana terjadi di
zaman imperium Romawi;
Bab I PENDAHULUAN
d. Hukum antar Negara disusun berdasarkan hukum
Perdata Romawi;
e. Negara mengakui adanya hukum tertinggi yang
mengatur hubungan antar Negara, dan menekankan
pentingnya peranan Negara dalam mentaati hukum
tersebut;
f. Tidak adanya Mahkamah Internasional dan kekuatan
polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya
ketentuan hukum internasional;
g. Dirubahnya tujuan perang, yang sebelumnya perang
demi agama menjadi perang demi kepentingan.
Bab I PENDAHULUAN
b. Lahirnya berbagai pendapat dari para ahli :
1) Aliran Hukum Alam (Ketuhanan) :
a) Fransisco Vittoria : buku Relectio de Indis
b) Fransisco Suarez : buku De Legibus ae
Deo Legislatore (On Laws and God as Legislator)
c) Alberico Gentilis : pemisahan agama,
etika dan hukum
d) Pufendorf : HI adalah bagian dari Hukum
alam
Bab I PENDAHULUAN
2) Aliran sekularisme :
Grotius : buku De Yure belli ac Pacis dan
Mare Liberium
3) Aliran Positivisme :
a) Christian Wolf : buku Civitas Maxima
b) Von Martens : buku Receuil des Traites
c) Emerich de Vattel : berbagai buku tentang
HI yang bersumber dari perjanjian
internasional dan kebiasaan internasional
Bab I PENDAHULUAN
c. Ditandatanganinya beberapa perjanjian
internasional, seperti Konvensi Den Haag 1899
dan 1907, Konvensi Jenewa 1864 dsb.
d. Didirikannya LBB melalui perjanjian Versialles
1919 setelah PD I
e. Didirikannya Mahkmah Internasional
permanen pada 1921
f. Berdirinya PBB melalui perjanjian San
Fransisko 1945
Bab I PENDAHULUAN
4. Zaman Perkembangan (1945-sekarang)
HI mengalami perkembangan yang sangat pesat,
sebagai akibat dari berbagai peristiwa dunia, yaitu :

a. Berdirinya berbagai Organisasi Internasional seperti


PBB, MEE, APEC, ASEAN, WTO dsb. Akibatnya :
-lahir sifat HI yang baru yaitu tertib hukum
subordinatif.
- Lahir bentuk HI Universal International Law
- Ditetapkannya PI sebagai sumber HI oleh PBB
Bab I PENDAHULUAN
b. Merdekanya negara-negara yang sebelumnya
terjajah. Akibat:
- bertambahnya subjek HI
- lahirnya bentuk-bentuk HI baru (Regional dan
Special International Law)
c. Berkembangnya teknologi modern. Akibat :
Lahirnya cabang-cabang HI baru seperti Hukum
Udara, Hukum Ruang Angkasa, Hukum Alih
Teknologi/HAKI/ITE, Hukum Laut, Hukum
Humaniter, Hukum Perdagangan Internasional,
dsb
Bab I PENDAHULUAN
d. Penghormatan terhadap HAM. Akibat :
-Diadilinya penjahat perang Jerman dan Jepang
1946
-Lahirnya Deklarasi HAM 1948 dan Konvensi
Genocida 1948
-Tidak diakuinya asas imputabilitas dalam HI
- Berlakunya asas retro aktif
-Individu menjadi subjek HI terbatas
-Berdirinya ICC pada 1998
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
A. Pengertian Subjek HI
HN HI
1. Orang dan badan hk 1. Negara, OI, dsb
2. Hak dan kewajiban 2. Hak dan kewajiban
3. Menurut HN 3. Menurut HI
4. Cakap/tidak cakap 4. Berwenang/tidak
5. - 5. Penuh dan terbatas
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
B. Subjek-subjek HI penuh
1. Negara :
a. Syarat negara : Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933
“The state as a person of international law should
posses the following qualifications :
-A permanent population;
-A defined territory;
-Government;
-Capacity to enter into relations with the other
states.”
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
b. Bentuk-bentuk negara :
1) Negara merdeka penuh, terdiri dari :
a) Negara kesatuan (Unity);
b) Negara Serikat (United);
c) Negara konfederasi (Union);
d) Negara Commonwealth;
e) Negara Netral;
f) Negara Mikro
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
2) Negara setengah merdeka, terdiri dari :
a) Negara mandaat/perwalian
b) Negara Vassal/protektorat
c) Negara kondominium
d) Negara dengan kondisi khusus, seperti
Palestina, Taiwan, Nagorno Karabakh,
Vatikan dsb.
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
2. Organisasi Internasional (OI)
a. Kasus Pangeran Bernadotte (1958)
b. Advisory Opinion/Legal Opinion dari MI
c. Jenis-jenis OI : - GO
- NGO
b. Bentuk-bentuk OI - GO:
- OI Universal dengan tujuan umum : PBB
- OI Universal dengan tujuan khusus: organ-organ PBB
- OI Regional dengan tujuan umum : ASEAN
- OI Regional dengan tujuan khusus : AFTA
- OI Special dengan tujuan Universal: OPEC, OKI
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
3. Vatikan (Tahta Suci)
Vatikan = Negara
Tahta Suci = Pusat agama Katolik sedunia
Penyebab : Faktor sejarah
Dasar hukum : Lateran Treaty 11 februari 1929
Status Vatikan :
a. Diakui seluruh negara di dunia
b. memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan negara
lain
c. Vatikan khusus mengurus kepentingan umat Katholik di
seluruh dunia
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
C. Subjek HI terbatas
1. ICRC (International Committee on the Red
Cross) merupakan OI yang NGO
a. Didirikan oleh Henry Dunant di Jenewa,
Swiss pada 19 Mei 1919
b. Ditetapkan sebagai subjek HI terbatas
(Konvensi Jenewa 1949) dengan tugas
sebagai pelindung korban perang
c. 3 jenis ICRC : Red Cross, Red Crescent, Red
Crystal
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
2. Bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan/
bangsa yang terjajah
Ciri-ciri :
a. Memperjuangkan kemerdekaan
b. Mendirikan organisasi
c. Mencari dukungan dari negara-negara lain
Contoh : PLO/HAMAS, SWAPO yang diberi status
sebagai subjek HI melalui Resolusi MU-PBB
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
Dasar hukum: Alinea 3 Pembukaan Piagam PBB
a. Hak untuk menentukan nasib sendiri;
b. Hak untuk secara bebas memilih system
ekonomi, politik dan sosial sendiri;
c. Hak untuk menguasai sumber kekayaan alam
yang ada di wilayahnya.
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
3. Billigerent/gerakan separatis/pemberontak
Ciri-ciri :
a. Sekelompok orang yang memiliki
persamaan ras, suku, agama
b. Berbentuk organisasi
c. Ingin memisahkan diri dari negara yang sudah
ada (membentuk negara di dalam negara)
d. Tunduk pada hukum nasional negara yang
bersangkutan
d. Menimbulkan akibat kepada negara-negara lain.
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
Sikap HI terhadap billegerent :
a. Tetap menghormati kedaulatan negara induk
b. Negara induk berhak menerapkan HN-nya
dengan tetap memperhatikan HAM
c. Tunduk pada hukum humaniter (jika terjadi
peperangan)
d. Tunduk pada HI (PI) jika terjadi perdamaian
e. Melarang negara-negara lain untuk intervensi
dan berpihak, namun negara-negara berhak
memberikan pengakuan terhadap billigerent
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
Syarat-syarat untuk disebut billigerent :
a. Memiliki struktur organisasi yang jelas
b. Memiliki tanda pengenal/lambang yang jelas
c. Menguasai sebagian wilayah yang diperjuangkan
d. Mendapat dukungan dari rakyat yang wilayahnya sedang
diperjuangkan
Contoh Billigerent :
a. GAM (perjanjian perdamaian Helsinki- pemerintah RI 2005)
b. IRA(perjanjian perdamaian Belfast-pemerintah Inggris 1998).
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
4. Individu (Subjek utama HN)
Dasar hukum :
a. Perjanjian Perdamaian Versailles 1919,
b. Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia 1948,
c. Konvensi Genosida (Genocide Convention) 1948,
d. Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970, dan
Konvensi Montreal 1971 tentang tindak pidana
penerbangan (pembajakan pesawat udara).
Dasar hukum lainnya adalah putusan pengadilan atas
beberapa kasus, yaitu :
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
a. Kasus kereta api Danzig tahun 1928 (Danzig Railway
Official’s Case)
b. Pengadilan para penjahat perang NAZI di Nuremberg
(Jerman) dan Jepang di Tokyo oleh Mahkamah Militer
Internasional (IMT) pada 1946
c. Pengadilan para penjahat perang Serbia/Yugoslavia
oleh ICTY (International Criminal Tribunal for the
former Yugoslavia) di Den Haag, Belanda pada 2001
d. Pengadilan para penjahat perang Rwanda oleh ICTR
(International Criminal Tribunal for Rwanda) 2003
e. Pengadilan para penjahat perang Kamboja oleh PBB
(Extraordionary Chambers) 2007
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
Individu yang dapat diadili di MI : Pelaku
kejahatan internasional yang tidak dapat
diadili oleh pengadilan nasional yaitu :
a. Kejahatan yang dilakukan di masa perang
b. Kejahatan itu berupa kejahatan genosida
c. Kejahatan itu merupakan pelanggaran HAM
berat
d. Kejahatan tersebut tidak dapat diadili di
pengadilan nasional
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
Selain itu :
a. Pelaku tidak dapat diadili di Mahkamah
Internasional (ICJ), karena pasal 34 Statuta
ICJ
b. Pelaku diadili di Mahkamah internasional Ad
hoc
c. Pelaku yang dapat diadili di ICC adalah pelaku
yang melakukan kejahatan sesudah tahun
2002 (Statuta Roma 1998)
Bab II SUBJEK-SUBJEK HI
5. Perusahaan Multinasional/MNCs (subjek HN)
Dasar hukum : Konvensi ICSID (International
Center for the Settlement of Investment
Dispute) 1965
Kasus : Libya-PT Texaco 1977
BKPM (Indonesia)-PT Amco (AS) 1982
Bab III SUMBER-SUMBER HI
A. Pengertian Sumber hukum
1. Sumber hukum materil ( dimana HI
ditemukan secara nyata)
2. Sumber hukum kausal (mengapa HI
ditaati)
3. Sumber hukum formil (bagaimana
bentuk HI dan siapa yang berwenang
mengeluarkan HI)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
B. Sumber-sumber HI (dalam arti formil)
Dasar hukum : Pasal 38 ayat (1) dan (2) Statuta ICJ.
"1. The Court, whose function is to decide in accordance
with international law such disputes as are
submitted to it, shall apply:
a. international conventions, whether general or
particular, establishing rules expressly recognized
by the contracting states;
b. international customs, as evidence of a general
practice accepted as law;
Bab III SUMBER-SUMBER HI
c. the general principles of law recognized by
civilized nations;
d. subject to the provisions of Article 59, judicial
decisions and the teachings of the most
highly qualified publicists of the various
nations, as subsidiary means for the
determination of rules of law.
2. This Provision shall not prejudices the power of
the court to decide a case ex aequo et bono, if
the parties agree there to…”
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Sumber HI terdiri dari :
a. Sumber HI primer (PI, KI, Prinsip hukum
umum)
b. Sumber HI sekunder (yurisprudensi/ex aequo
et bono, ajaran para ahli)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
1. Perjanjian internasional (PI)
a. Dasar Hukum PI: - Konvensi Wina 1969
- Konvensi Wina 1986
Ratifikasi Indonesia : UU no. 24 tahun 2000
tentang PI
b. Pengertian PI :
- Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1969
- Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1986
- Pasal 1 ayat (3) UU no 24/2000
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1969 :
"Treaty" means an international agreement
concluded between States in written form and
governed by international law, whether
embodied in a single instrument or in two or
more related instruments and whatever its
particular designation.”
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1986 :
• “Treaty means an international agreement
governed by international law and concluded in
written form:
• a) Between one or more states and one or more
international organisations
• b) Between international organisations whether
that agreement is embodied in a single
instrument or in two or more related instruments
and whatever its particular designation.”
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Pasal 3 ayat (1) UU no. 24/2000:
Perjanjian Internasional adalah :
Perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang
diatur oleh hukum internasional dan dibuat
secara tertulis oleh Pemerintah Republik
Indonesia dengan satu atau lebih negara,
organisasi internasional atau subjek hukum
internasional lainnya, serta menimbulkan hak
dan kewajjiban pada pemerintah Republik
Indonesia yang bersifat hukum publik.
Bab III SUMBER-SUMBER HI
c. Isitlah-istilah PI :
Konvensi (Convention), Traktat (Treaty), Pakta
(Pact), Deklarasi (Declaration), Statuta
(Statute), Piagam (Charter), Perikatan
(Arrangenment), Persetujuan (Agreement),
Modus Vivendi, Accord, Protocol, Kesepakatan
(MoU/Memorandum of Understanding)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
d. Jenis-jenis PI :
1) Dari segi kekuatan mengikatnya :
a) Law making Treaty (Open Treaty) :
- Universal Law Making Treaty
- Regional Law Making Treaty
- Special Law making Treaty
b) Treaty Contract (Close Treaty)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Law Making Treaty Treaty Contract
a. Dilakukan/diikuti oleh beberapa negara;
b. Hukum yang ditetapkan sama;
c. Hal yang diatur bersifat umum;
d. Dijadikan produk PBB.
Contoh : Deklarasi Negara-negara Amerika
Latin 1946
Bab III SUMBER-SUMBER HI
2) Dari segi proses pembuatannya :
a) PI 3 tahap (Treaty Making Power) yaitu
perundingan, penandatanganan dan
ratifikasi
b) PI 2 tahap yaitu perundingan dan
penandatanganan.
3) Dari segi jumlah peserta :
a) Bilateral
b) Multilateral
Bab III SUMBER-SUMBER HI
e. Praktek di Indonesia :
Sebelum amandemen UUD 1945 :
Pasal 11 UUD 1945 “dibantu” oleh Surat
Presiden RI nomor 2826/HK/60 kepada DPR
pada tanggal 22 Agustus 1960 tentang
Pembuatan Perjanjian dengan Negara lain.
Sesudah amandemen UUD 1945 :
Pasal 11 ayat (1) dan (2) dan UU no. 24/2000.
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Asas-asas PI :
a. Asas Voluntary,
b. Asas Pacta Sunt Servanda,
c. Asas Pacta tertiis nec nocunt nec prosunt,
d. Asas Egality rights
e. Asas Reciprocity
f. Asas Courtesy
g. Asas Rebus sic stantibus
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Berakhirnya PI :
a. Telah berakhirnya batas waktu,
b. Tujuan perjanjian telah tercapai,
c. Dibuatnya perjanjian yang baru,
d. Adanya persetujuan pihak-pihak untuk mengakhiri,
e. Salah satu pihak menarik diri dari perjanjian,
f. Musnahnya subjek dan objek dari perjanjian itu,
g. Dipenuhinya syarat untuk mengakhiri perjanjian,
h. Pelanggaran isi perjanjian oleh salah satu pihak,
i. Putusnya hubungan diplomatik/ Pecah perang antara pihak-
pihak.
Bab III SUMBER-SUMBER HI
2. Kebiasaan Internasional (KI) :
Pengertian KI
Kebiasaan yang dapat menjadi sumber HI :
a. Kebiasaan tersebut bersifat umum (as a
general practice).
b. Kebiasaan itu diterima sebagai hukum
(accepted as law) atau opinio juris sive
necessitatis
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Praktek KI terlihat pada:
a. Tindakan para pejabat negara
b. Pembuatan PI
c. Hukum nasional
Ada hubungan yang erat antara KI dengan PI :
PI KI

KI PI
Bab III SUMBER-SUMBER HI
3. Prinsip-prinsip hukum umum :
a. Kebanyakan berasal dari Romawi kuno
b. Merupakan norma hukum tertua
c. Masih berkembang sampai sekarang
d. Tersebar dalam berbagai peraturan hukum,
baik hukum publik (pidana, administrasi, tata
negara, pajak,dsb) maupun hukum privat
(perdata, perjanjian).
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Contoh prinsip-prinsip hukum lama: asas pacta
sunt servanda, asas legalitas, asas nebis in
idem, asas bonafides, asas resiprositas, asas
good governance, asas teritorial, asas
personal, dan sebagainya.
Contoh Prinsip-prinsip hukum baru : asas most
favored nation, asas national treatment, asas
persamaan derajat, asas charity (ksatria atau
sportivitas)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
4. Keputusan pengadilan (yurisprudensi), Ajaran para ahli
(doktrin) dan Keputusan OI:
a. Keputusan Pengadilan (yurisprudensi) :
1) Pengadilan nasional dan internasional
2) Arbitrase nasional dan internasional
contoh : Keputusan kasus Anglo- Norwegian
Fishery Case (1951) yang dimasukkan dalam aturan
UNCLOS 1982
b. Ajaran para ahli :
1) secara individual, seperti Grotius, John Shelden
2) secara bersama/kelompok : ILC, ILA, ILI, dsb
Bab III SUMBER-SUMBER HI
c. Keputusan OI :
Tidak tercantum dalam pasal 38 ayat (1)
Statuta ICJ, namun tetap berpengaruh
dalam HI, seperti resolusi DK-PBB, MU-
PBB, dsb.
5. Ex aequo et bono (pasal 38 ayat 2):
Ex aequo et bono berarti : according to the
right and just, atau by principles of what is fair
and just.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
Persoalan yang berkaitan dengan HI dan HN :
1. Apakah ada hubungan antara keduanya?
2. Jika ada hubungan, dalam hal terjadi
pertentangan, yang mana yang akan
diutamakan negara, HI ataukah HN?
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
A. Teori-teori mengenai hubungan HI dengan HN:
1. Teori dualisme : Jellineck, Jean Bodin, Anzilotti
HI dan HN adalah 2 hukum yang berbeda
(subjek, sumber, sifat, kekuatan mengikatnya).
Konsekwensi : TIDAK ADA hierarkhi atau
pertemuan antara keduanya.
BENARKAH???? DAPAT DIBANTAH!!!
HI HN teori TRANSFORMASI
teori transformasi-------RATIFIKASI
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
2. Teori monisme : Hans Kelsen
HI dan HN berasal dari sumber hukum yang
sama, sehingga ada hierarkhi/pertentangan.
Pertanyaan : mana yang harus dimenangkan?
Monisme terbagi 2 :
a. Monisme primat HN
b. Monisme primat HI
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
Monisme primat HN :
1) HN lahir lebih dulu
2) HI dibuat jika negara
menginginkan
BENARKAH???? BANTAHAN!!!
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
Monisme primat HI :
1) HN berasal dari HI
2) HI memiliki posisi lebih tinggi dari
pada HN
3) HN berlaku berdasarkan
pendelegasian dari HI (teori delegasi)
BENARKAH???? PELAJARI!!!!
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
FAKTA :
1. Sebagian besar HN lahir lebih dulu dari HI,
2. Ada HI yang lahir lebih dulu. Contoh : Konsep
Landas kontinen, Lebar laut teritorial,
penggunaan garis pangkal lurus, hukum
diplomatik dan konsuler, hukum udara,
hukum humaniter, perjanjian perbatasan,
dsb.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
3. Posisi HN dan HI seimbang, adakalanya
HI dikalahkan, adakalanya dimenangkan.
Contoh :
- sistem apartheid di Afrika Selatan,
- hilangnya 4 negara yaitu Transkei,
Bophutatswana, Venda, Ciskei (TBVC),
- kasus Tembakau Bremen (1959)
- Anglo-Norwegian Fishery Case (1951)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
3. Beberapa aturan HN berasal dari pendelegasian
HI kepada HN. Contoh : UU no. 39 tahun 1999
tentang HAM
4. Beberapa aturan HI berasal dari HN dan kembali
ke HN

HN HI HN
contoh : UU no 17/1985 tentang ratifikasi UNCLOS
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
B. Praktek negara-negara
1. Membutuhkan pengakuan dari negara-
negara lain
2. Membuat PI, berupa perjanjian perbatasan,
perjanjian diplomatik /konsuler (perdagangan)
3. Negara tidak dapat hidup sendiri (Zoon
Politicon)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
4. Inggris dan Amerika Serikat :
“International Law is the Law of the Land”
HI=HN sepanjang HI berasal dari KI
HI yang berasal dari PI dapat diratifikasi
jika tidak bertentangan dengan HN
5. Jerman, Austria dan Korea Selatan :
Pasal 25 UUD Jerman, pasal 9 Konstitusi
Austria dan pasal 7 Konstitusi Korea
Selatan : HI adalah bagian dari HN
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
6. Perancis :
Pasal 55 UUD Perancis 1958 : PI yang telah
disahkan atau diterima menurut undang
undang mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi dari pada undang undang nasional
dengan syarat pihak lain juga menerapkan hal
yang sama
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
7. Indonesia :
a. Mengenai PI diatur Pasal 11 UUD NRI 1945 :
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain.
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akbat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan Negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
b. Indonesia mengesampingkan KI dengan
mengeluarkan Deklarasi Juanda (DJ) 1957
KI : lebar laut teritorial 3 mil
DJ : lebar laut teritorial 12 mil
c. Indonesia menetapkan doktrin baru
mengenai Konsep NEGARA KEPULAUAN
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
C. Kasus-kasus :
1. HI mengalahkan HN :
a. Kasus Penjahat perang Jerman dan
Jepang (1946), Yugoslavia (1993-2001),
Rwanda (1995), dan Kamboja (2010)
b. Kasus apartheid di Afrika Selatan (1990)
c. Kasus hilangnya beberapa negara (1990)
d. Kasus mobil Timor (1998)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
1. Kasus Penjahat perang Jerman dan Jepang
(1946), Yugoslavia (1993-2001), Rwanda
(1995), Kamboja (2010) :
HI : - Deklarasi HAM (1948)
- Konvensi Genosida (1948)
HN : - UU Nasional yang menganut asas
imputabilitas
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
2. Kasus apartheid di Afrika Selatan (1990)
HI : - Deklarasi HAM (1948)
- Konvensi Genosida (1948)
HN : -UU Pendaftaran Populasi 1950
-UU Kewarganegaraan Bantu 1970
3. Merdekanya 4 negara yaitu Transkei,
Bophutatswana, Venda dan Ciskei (TBVC) di Afrika
Selatan (1990), namun tidak mendapat
pengakuan internasional, menyebabkan negara-
negara tersebut hilang.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
4. Kasus Mobil timor (1998-1999) :
HI : -Prinsip Most Favored Nation (MFN) yang diatur
dalam pasal I ayat (1) GATT.
-Prinsip perlakuan nasional (national treatment
principle) yang diatur dalam pasal III ayat (2) GATT.
HN : -Instruksi Presiden (Inpres) nomor 2 tahun 1996
tentang Program Mobil Nasional (Mobnas) oleh PT
TPN (Timor Putra Nasional)
-Inpres nomor 42 tahun 1996 tentang Izin Impor
Mobil Nasional oleh PT TPN dari PT KIA Korea
Selatan secara utuh (built up)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
2. HN mengalahkan HI :
a. Kasus Tembakau Bremen (1959)
HI : -Konvensi Montevideo 1933 tentang
hak dan kewajiban Negara
- Kebiasaan Intrnasional
HN : Undang-undang nomor 86 tahun
1958 tentang Nasionalisasi
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
b. Kasus Anglo-Norwegian Fishery Case (1951)
HI : Kebiasaan internasional tentang :
-kebiasaan nelayan Inggris menangkap ikan di
perairan Norwegia
-penggunaan garis pangkal biasa
HN : Royal Decree 1935 tentang :
- larangan nelayan Inggris menangkap ikan di
perairan Norwegia
- penggunaan garis pangkal lurus
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
A. Wilayah Negara dan pengaturannya
1. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933
a. Wilayah darat
b. Wilayah laut (hukum laut)
c. Wilayah udara (hukum udara dan ruang angkasa)
2. Pasal 2 UNCLOS 1982
a. Wilayah darat
b. Wilayah laut (hukum laut)
c. Wilayah udara (hukum udara dan ruang angkasa)
d. Wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
1. Wilayah daratan :
a. Melalui perjanjian internasional
b. Menggunakan batas-batas yang jelas
(alamiah atau buatan)
c. Negara memiliki kedaulatan mutlak
d. Kasus-kasus : Israel-Palestina, India-
Pakistan di Kashmir, Indonesia-Malaysia di
Kalimantan dsb.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
2. Wilayah lautan/perairan (Hukum Laut)
a. Dasar Hukum :
1) UNCLOS 1982
2) PI antara negara-negara yang berkepentingan
3) Indonesia :
- UU no. 17/1985 tenang ratifikasi UNCLOS
- UU no 6/1996 tentang Perairan Indonesia
- UU no. 32/2014 tentang Kelautan
- UU lain yang berkaitan seperti UU Perikanan,
UU Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, dsb.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
UNCLOS 1982 :
a. Jenis-jenis negara
1) Negara berpantai (Coastal State) terdiri :
a) Negara pantai biasa (Coastal State)
b) Negara yang secara geografis tidak
beruntung (Disadvantage geographically State)
c) Negara kepulauan (Archipelago State)
2) Negara tidak berpantai (Landlocked State)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
b. Jenis-jenis kedaulatan
1) Kedaulatan mutlak
2) Kedaulatan terbatas/eksklusif
3) Kedaulatan internasional
c. Jenis-jenis hukum yang berlaku di laut
1) Hukum Nasional
2) Hukum Internasional
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
d. Jalur-jalur laut
1) Laut Teritorial (Territorial Sea)
2) Perairan Pedalaman (Internal Waters), yang terdiri :
a) Laut pedalaman (Internal Sea)
b) Perairan Darat (Land Waters)
c) Selat, Teluk, Muara, Pelabuhan
3) Zona Tambahan (Contigous Zone)
4) ZEE (Exclusive Economic Zone)
5) Landas Kontinen (Continental Shelf)
6) Laut Lepas (High Seas)
7) Kawasan (Area)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
e. Kedaulatan dan hukum yang berlaku
1) Kedaulatan mutlak dan HN:
a) Laut teritorial
b) Perairan Pedalaman/Perairan kepulauan
c) Dasar laut dan tanah di bawahnya di bawah
perairan pedalaman dan di bawah laut teritorial
2) Kedaulatan terbatas/eksklusif dan HN:
a) Zona Tambahan
b) ZEE
c) Landas kontinen
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
3) Kedaulatan Internasional dan HI:
a) Laut Lepas
b) Kawasan
f. Jenis-jenis garis pangkal (Baseline)
1) garis pangkal biasa (Normal Baseline)
2) garis pangkal lurus (Straight Baseline)
3) garis pangkal kepulauan (Archipelgic
Baseline)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
3. Wilayah Udara (Hukum Udara)
a. Awal mula : Ditemukannya teknologi
pesawat udara
b. Dasar hukum :
1) Cujus est solum ejus est usque ad coelum
2)Konvensi Chicago 1944 (Hukum Udara)
3) di Indonesia : UU no. 1/2009 tentang
Penerbangan
c. Kedaulatan negara : kedaulatan mutlak
d. OI : ICAO berwenang menetapkan FIR
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Wilayah Ruang Angkasa (Hukum Ruang
Angkasa)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
a. Batas ruang udara dengan ruang angkasa
b. Awal mula : Ditemukannya teknologi
pesawat ruang angkasa (Sputnik 1957 dan
Apollo 1963)
c. Dasar hukum: Space Treaty 1967
d. Prinsip : Ruang Angkasa dan benda-benda
langit lainnya adalah warisan bersama
umat manusia, sehingga tidak ada negara
yang beoleh mengklaim kepemilikannya
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
e. Pemanfaatan ruang angkasa terkini :
1) Penempatan ISS
2) GSO
3)Penelitian ruang angkasa
4) Pemantauan bumi (cuaca)
5) Objek wisata
f. Kedaulatan dan hukum yang berlaku :
Kedaulatan dan hukum internasional
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
4. Wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
a. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah
perairan pedalaman (kedaulatan mutlak)
b. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah laut
teritorial (kedaulatan mutlak)
c. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah
Zona tambahan dan ZEE yaitu Landas Kontinen
(kedaulatan terbatas/eksklusif)
d. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah
Laut lepas yaitu Kawasan (kedaulatan
internasional)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
5. Wilayah Indonesia
a. Dasar Hukum :
- Undang-undang nomor 6 tahun 1996
tentang Perairan Indonesia
- Undang-undang nomor 43 tahun 2008
tentang Wilayah Negara
- Berbagai PI dengan negara-negara terdekat
yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina,
Papua Nugini, Australia, Timor Leste.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Pasal 1 butir 1 Undang-undang nomor 43 tahun
2008 berbunyi :
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara
adalah salah satu unsur negara yang merupakan
satu kesatuan wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial
beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta
ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Pasal 4 Undang-undang nomor 43 tahun 2008
menyatakan bahwa :
Wilayah Negara meliputi wilayah darat,
wilayah perairan, dasar laut, dan tanah di
bawahnya serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Pasal 5 yang berbunyi :
Batas Wilayah negara di darat, perairan, dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara
di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian
bilateral dan/atau trilateral mengenai batas
darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan hukum internasional.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Tujuan diaturnya masalah wilayah negara ini tercantum
dalam Pasal 3 yang berbunyi :
Pengaturan Wilayah Negara bertujuan:
a. Menjamin keutuhan Wilayah Negara, kedaulatan
negara, dan ketertiban di Kawasan Perbatasan
demi kepentingan kesejahteraan segenap bangsa;
b. Menegakkan kedaulatan dan hak-hak berdaulat; dan
c. Mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah
Negara dan Kawasan perbatasan, termasuk
pengawasan batas-batasnya.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
B. Cara negara memperoleh wilyah (darat)
1. Sejarah (Faktor penjajahan)
2. Okupasi/Pendudukan (Occupation)
Negara memiliki wilayah setelah menduduki wilayah
tersebut untuk waktu yang lama, dengan syarat :
1) Tidak ada pihak lain yang keberatan;
2) Wilayah tersebut adalah terra nullius (tidak ada
pemiliknya);
3) Harus ada niat yang serius;
4) Harus ada tindakan efektif.
Contoh : Kasus antara Denmark dan Norwegia (Eastern
Greenland Case) 1951;
Kasus antara Indonesia dan Malaysia (Sipadan
and Ligitan Case) 2001.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
3. Penyerahan (Cession/levering)
Penyerahan = perbuatan hukum memindahkan hak
(hak milik atau hak menguasai).
Penyerahan wilayah = hak kepemilikan dan
kedaulatan (wilayah, benda, penduduk).
Penyerahan terjadi :
a. setelah perang antara pihak-pihak,
b.di masa damai
Cara : penjualan, hibah, pertukaran atau
penggabungan.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Contoh :
a. Timor Leste menggabungkan diri dengan Indonesia
(1976).
b. Kota Venesia dihibahkan oleh Austria kepada
Perancis (1866), dihibahkan lagi kepada Italia (1900),
c. Kepulauan Carolina dijual Spanyol kepada Jerman
(1899) seharga 25 juta pesetas,
d. Kepulauan St. Thomas, Kepulauan St. John, dan
kepulauan St. Croise dijual Denmark kepada Amerika
Serikat (1926) seharga $ 25 juta,
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
e. Bengkulu ditukarkan dengan Singapura (1814),
dan Suriname ditukar dengan New York (1820)
f. Kepulauan Hawaii menggabungkan diri dengan
Amerika Serikat (1800)
g. Texas menggabungkan diri dengan Amerika
Serikat setelah memisahkan diri dari Mexico
(1815)
h. Alaska dibeli oleh Amerika Serikat dari Rusia
(1867) seharga $ 7.200.000,-
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
4. Perebutan (conquest/annexation)
Negara mengambil alih secara paksa. Cara ini
dilarang oleh HI (pasal 2 ayat 4 Piagam PBB)
Contoh : -RI dituduh merebut Timor Leste dari
tangan Portugis (1976),
-Irak menganeksasi Kuwait (1990),
- Israel menganeksasi wilayah Palestina
(1935-sekarang)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
5. Penambahan (Accression)
Negara menambah wilayahnya dengan cara :
a. Alamiah,
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
b. Buatan
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
6. Persewaan (Lease)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
7. Hak Jasa (servitude)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
8. Keputusan MI (ICJ)
Malaysia memperoleh Pulau Sipadan dan Ligitan
melalui Putusan MI (2002)
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI

A. Hak dan kewajiban Negara


1. Hak-hak Negara (Konvensi Montevideo 1933 dan
Piagam PBB 1945)
a. Hak untuk merdeka;
b. Hak untuk memiliki kedudukan yang sama di
depan HI;
c. Hak untuk mengurus masalahnya sendiri,
d. Hak untuk memiliki yurisdiksi teritorial;
e.Hak untuk mengirimkan wakilnya ke luar negeri
f. Hak untuk mengusir orang asing
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2. Kewajiban-kewajiban negara
a. Tidak melakukan tindakan kedaulatan di negara lain;
Contoh : Kasus Selat Corfu (1949) antara Inggris
dengan Albania
b. Tidak mencampuri urusan negara lain, baik urusan dalam
maupun luar negeri;
Contoh : -Vietnam mencampuri urusan dalam megeri
Kamboja (1975),
-AS membantu Vietnam Selatan berperang
dengan Vietnam utara (dibantu Uni Soviet)
(1968-1975).
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
c. Tidak melakukan provokasi
Contoh : Provokasi Australia dan Spanyol kepada
Timor Leste
d. Melarang warganya melakukan tindakan spionase
di negara lain;
Contoh : Tuduhan pemerintah RI kepada Henry
Dunant Centre dalam kasus RI-GAM;
e. Menyelesaikan setiap pertikaian dengan cara
damai;
f. Melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam setiap
perjanjian yang diikuti.
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
B. Pengakuan Negara (Recognition)
1. Pengertian pengakuan
Pengakuan :
a. Perbuatan bebas
b. Oleh satu atau lebih negara
c. Untuk mengetahui eksistensi suatu wilayah tertentu
- dihuni suatu masyarakat manusia yang secara politis
terorganisir,
- tidak terikat kepada negara yang telah lebih dulu ada,
- mampu menjalankan kewajiban-kewajiban menurut HI.
2. Bentuk-bentuk Pengakuan
a. Kemerdekaan Negara baru (hanya 1 kali),
b. Pembentukan pemerintahan baru/kabinet
baru
c. Pengangkatan pemimpin baru
d. Penambahan wilayah baru
e. Keberadaan kaum Belligerent
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3. Jenis-jenis pengakuan
a. De yure,
b. De Facto,
c. Prematur.
Contoh : Pengakuan yang diberikan India
kepada Bangladesh pada 6 Desember
1971, padahal Bangladesh baru
memproklamirkan kemerdekaannya
pada 25 Maret 19712.
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI

4. Cara-cara Pengakuan
a. Eksplisit,
b. Implisit,
c. Bersyarat
d. Tanpa syarat,
e. Kollektif,
f. Individual
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
5. Manfaat Pengakuan
a. Untuk mendapatkan status internasional
(subjek HI),
b. Untuk mendapatkan kesempatan menjadi
anggota Orgsanisasi Internasional,
c. Untuk dapat berhubungan hukum dengan
negara lain yang sederajat.
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
6. Teori-teori pengakuan
a. Teori konstitutif=pengakuan penting
Teori ini dipelopori oleh Prof. Lauterpacht
pada awal abad 20 ( a state is and becomes
an international person through recognition
only and exclusively).
b. Teori deklaratif=pengakuan hanya
formalitas
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
Fakta :
1. Israel, Taiwan, Palestina
2. Nagorno Karabakh, Ossessia Selatan,
Abkhazia, Transnitria
3. Transkey, Bophutatswana, Venda dan Ciskei
(TBVC)
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
C. Suksesi Negara
1. Pengertian Suksesi
2. Jenis-jenis suksesi :
a. Suksesi internal (pemerintahan)
Bentuk negara, bentuk pemerintahan
b. Suksesi eksternal (negara)=Perubahan kedaulatan
pada wilayah=penting bagi HI
3. Dasar Hukum Suksesi :
a. Konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara
b. Konvensi Wina 1983 tentang Suksesi Negara
sehubungan dengan Kekayaan negara, arsip dan Utang-
utang negara
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
4. Jenis-jenis suksesi negara :
a. Suksesi negara parsial/sebagian
1) Membentuk negara baru
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2) Bergabung dengan negara lain
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Diselesaikan MI
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
b. Suksesi negara universal : seluruh wilayah
negara
1) pecahnya satu negara menjadi beberapa
negara baru
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2) bergabungnya 2 negara
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
5. Cara terjadi suksesi
a. Damai/sukarela : Pemilu/referendum
b. Kekerasan : 1) Revolusi
2) Perang
6. Akibat-akibat hukum suksesi
a. Terhadap kekayaan negara
b. terhadap kontrak-kontrak konsesi
c. Terhadap utang-utang negara
d. Terhadap kebangsaan
e. Terhadap perjanjian internasional.
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
A. Yurisdiksi Negara
1. Pengertian yurisdiksi Negara :
Hak, kewenangan = arti yuridis
kekuasaan ekslusif =arti politis
2. Ruang lingkup yurisdiksi negara :
a. territorial jurisdiction
b. jurisdiction in rem
c. personal jurisdiction
d. civil and criminal jurisdiction
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
Territorial Jurisdiction berlaku di :
a. Darat, laut, udara
b. Kantor perwakilan di luar negeri
c. Kapal (asas Floating Island)
3. Pengecualian yurisdiksi negara :
a. Kepala negara/kepala pemerintahan asing
(asas Par in Parem non Habet Imperium)
b. Perwakilan diplomatik/konsuler asing
c. Kapal asing
d. Angkapan Perang asing
e. Perwakilan Lembaga Internasional
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
4. Perluasan yurisdiksi Negara=kemajuan
teknologi=lebih dari 1 negara berwenang
mengenakan yurisdiksinya=konflik yurisdiksi
a. Perluasan yurisdiksi teritorial secara teknis :
1) Perluasan teritorial subjektif
2) Perluasan teritorial objektif
b. Perluasan yurisdiksi teritorial berdasar
kewarganegaraan :
1) Perluasan teritorial aktif
2) Perluasan teritorial pasif
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
c. Perluasan yurisdiksi berdasar prinsip
universal=hak semua negara terhadap
pelaku kejahatan internasional
d. Perluasan yurisdiksi berdasar prinsip
proteksi
KONFLIK YURISDIKSI!!
CARA MENGATASINYA????
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
B. Tanggungjawab Negara
1. Pengertian tanggungjawab Negara :
Keseimbangan antara hak dan kewajiban suatu
negara dari :
a. Melakukan Perbuatan
b. Tidak melakukan perbuatan
c. Mengeluarkan perkataan
2. Bentuk-bentuk tanggungjawab :
a. Meminta maaf
b. Mengganti rugi
Dasar Hukum : ONRECHMATIGEDAAD
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2. Tanggungjawab Negara berlaku terhadap:
a. Pelaku :
1) Perbuatan/perkataan warga sebagai pribadi
2) Perbuatan/perkataan warga sebagai pejabat
b. Perbuatan :
1) Pelaksanaan Perjanjian internasional;
2) Pembayaran utang negara;
3) Pemberantasan kejahatan internasional;
4) Pelaksanaan kontrak-kontrak konsesi.
c. Perlindungan :
1) Perlindungan warga negaranya, baik yang berada di
wilayahnya maupun yang berada di Luar negeri;
2) Perlindungan warga asing yang ada di wilayahnya;
3) Perlindungan terhadap keutuhan wilayah negara.
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
C. Negara dan individu
1. Hak dan kewajiban negara terhadap individu :
a. Hak dan kewajiban negara terhadap warganya
1) Pemberian status kewarganegaraan
2) Asas-asas kewarganegaraan
2) Timbulnya masalah karena perbedaan asas
kewarganegaraan
b. Hak dan kewajiban negara terhadap orang asing
1) Kewajiban negara menerima orang asing
2) Hak negara untuk mengajukan syarat tertentu
3) Hak negara mengusir orang asing
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2. Hak Asasi Manusia/Human rights
a. Pengertian HAM :
1) Hak-hak dasar setiap manusia
2) Tidak dapat diganggugat oleh siapapun
3) Dijamin oleh negara
b. Sejarah HAM :
1) Zaman Kuno :
a) Hammurabi
b) Socrates, Plato dan Aristoteles
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Zaman Modern :
a) The four Freedoms dalam Piagam PBB 1945
b) Universal Declaration of Human Rights PBB 1948
c. The 4 Freedoms :
1) Freedom of speech and expression
2) Freedom of religion
3) Freedom of fear
4) Freedom from want
d. HAM di Indonesia :
1) Pasal 27-29 UUD NRI 1945
2) UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3. Ekstradisi dan hak suaka (hukum pidana internasional) :
a. Ekstradisi :
1) Pengertian ekstradisi :
a) Penyerahan pelaku tindak pidana yang
melarikan diri
b) Dari negara meminta kepada negara diminta
c) Berdasarkan PI atau asas timbal balik (asas
resiprositas)
2) Indonesia telah membuat 9 PI dengan negara
Asean dan sekitarnya.
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Jenis tindak pidana yang pelakunya dapat
diekstradisi : a) Tindak pidana umum,
b) Tindak pidana khusus
c) Tindak pidana internasional
4) Jenis kejahatan yang pelakunya TIDAK dapat
diekstradisi : a) Tindak pidana politik,
b) Tindak pidana militer
c) Tindak pidana agama
5)Peraturan ekstradisi di Indonesia : UU no.
1/1979 tentang Ekstradisi
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
PI tentang ekstradisi antara RI dengan negara-negara
lain :
1. RI -Malaysia 1974, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 9 /1974;
2. RI -Filipina 1976, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 10/ 1976;
3. RI- Thailand 1978, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 2 / 1978;
4. RI- Australia 1992, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 8/ 1994;
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
5. RI- Hongkong 2000, diratifikasi dan diundangkan
dengan Undang-undang no 1/2001;
6. RI-Korea Selatan 2005, diratifikasi dan
diundangkan dengan Undang-undang no. 42/
2007;
7. RI- Singapura 2007, namun belum diratifikasi
oleh pemerintah RI.
8. RI- Vietnam diratifikasi dan diundangkan dengan
Undang-undang no. 5/2015
9 RI-Papua Nugini 2015, diratifikasi dan
diundangkan dengan Undang-undang no. 6/2015
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
b. Hak suaka (asylum) :
1) Pengertian :
a) Perlindungan pelaku tindak pidana
b) Dilakukan oleh negara lain tempat pelaku
tindak pidana melarikan diri
c)Negara tersebut dilarang menyerahkan pelaku
tindak pidana
2) Jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diberi
hak suaka :
a) Tindak pidana politik,
b) Tindak pidana militer
c) Tindak pidana agama
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Jenis tindak pidana yang pelakunya TIDAK
dapat diberi hak suaka :
a) Tindak pidana umum,
b) Tindak pidana khusus
c) Tindak pidana internasional
4) Jenis-jenis pemberian suaka :
a) Suaka teritorial
b) Suaka ekstra teritorial :
-Kantor perwakilan diplomatik/konsuler
-Kantor Lembaga Internasional
-Kapal berbendera asing
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
A. Perwakilan diplomatik, konsuler dan perwakilan
lainnya (hukum diplomatik dan konsuler)
1. Perwakilan diplomatik
Dasar Hukum : Konvensi Wina 1961/UU no
37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri
Klasifikasi perwakilan diplomatik :
a. Duta Besar/Nuncious/Wakil Paus
b. Duta/Internuncious
c. Kuasa Usaha (Charge d’affair), terdiri dari :
1) Kuasa Usaha tetap (Charge d’affair en pied)
2) Kuasa usaha tidak tetap (Charge d’affair ad
interim)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Susunan klasifikasi setiap perwakilan diplomatik:
1) Duta besar/Duta/Kuasa Usaha
2) Minister
3) Minister Councillor
4) Sekretaris (Pertama, kedua, ketiga)
5) Atase-atase : perdagangan, pertanian,
pendidikan, militer, dsb.
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Surat kepercayaan (Letter of Credence) Duta
Besar dan Duta Kepala Negara.
Surat Kepercayaan Kuasa Usaha Menteri
Luar Negeri
Jumlah Perwakilan diplomatik di luar negeri :
tergantung hubungan, 1-100 orang.
Tempat bertugas : Ibu kota negara
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Tugas-tugas perwakilan diplomatik :
a. Negotiation;
b. Representation;
c. Protection;
d. Observation;
e. Progression.
Hak perwakilan diplomatik : Hak kekebalan
(immunitas) terhadap yurisdiksi negara
setempat yaitu Kekebalan terhadap orang dan
benda
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Kekebalan terhadap orang : semua anggota
perwakilan diplomatik + keluarganya, meliputi:
a. kekebalan dari yurisdiksi pidana setempat
b. kekebalan terhadap sebagian yurisdiksi
perdata
c. kekebalan terhadap pajak-pajak tertentu
Kekebalan terhadap benda : semua arsip, gedung,
pekarangan, kendaraan, peralatan komunikasi
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL

Berakhirnya tugas perwakilan diplomatik :


a. Berakhirnya Letter of Credence;
b. Dikirimnya Notification dari negara
pengirim;
c. Di-recall (Letter of Recreance);
d. Di-persona-non-grata oleh negara
setempat;
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
e. Penolakan dari negara penerima;
f. Putus hubungan diplomatik antara negara;
g. Pecah perang antara negara
h. Hilangnya salah satu negara karena suksesi

Interest Section : Kantor perwakilan diplomatik


di negara ketiga
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
2. Perwakilan Konsuler
Dasar hukum : Konvensi Wina 1963/UU no. 37/1999
tentang Hubungan Luar Negeri
Klasifikasi perwakilan konsuler :
1) Konsul jenderal;
2) Konsul;
3) konsul Muda;
4) Agen Konsul.
Perwakilan konsuler terdiri dari :
1) pejabat konsuler karier,
2) Pejabat Konsuler kehormatan,
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Surat kepercayaan Perwakilan Konsuler : Letter of
Provision Kepala Negara, diserahkan kepada
Menteri Luar negeri negara setempat.
Balasan dari Menteri Luar Negeri : Exequator
Tempat bertugas : di Kota-kota perdagangan
Tugas-tugas perwakilan konsuler :
a. Protection;
b. Observation;
c. Progression;
d. Administration;
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
e. Jurist;
f. Controlling.
Hak Kekebalan perwakilan konsuler DIPERJANJIKAN
Kekebalan terhadap orang : semua anggota perwakilan
konsuler + keluarganya, meliputi:
a. kekebalan dari yurisdiksi pidana setempat
b. kekebalan terhadap sebagian yurisdiksi perdata
c. kekebalan terhadap pajak-pajak tertentu
Kekebalan terhadap benda : semua arsip, gedung,
pekarangan, kendaraan, peralatan komunikasi
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
3. Perwakilan lainnya
a. Misi khusus perwakilan tidak tetap (Konvensi
Misi Khusus PBB 1969)
Misi khusus perwakilan tidak tetap terbagi
atas :
1) misi khusus tingkat tinggi, yaitu Kepala
negara/Kepala pemerintahan, dan Menteri;
2) misi khusus biasa, yaitu Pejabat yang
diutus dari kementerian.
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
b. Perwakilan atau pengamat untuk urusan tertentu,
(Konvensi Wina 1975)
1) Pengamat atau misi permanen untuk OI atau
organ-organ OI;
2) Pengamat atau misi bukan permanen untuk
negara;
3) Pengamat atau misi bukan permanen untuk
negara-negara, contoh dubes keliling.
c. Perwakilan lainnya, seperti :
1) Komisaris dagang;
2) Pejabat kepariwisataan;
3) Reporter independen.
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
B. Organisasi internasional (hukum organisasi
internasional)
OI =GO (IGO)
Jenis-jenis OI :
- OI Universal dengan tujuan umum : PBB
- OI Universal dengan tujuan khusus: organ-organ PBB
- OI Regional dengan tujuan umum : ASEAN
- OI Regional dengan tujuan khusus : AFTA
- OI Special dengan tujuan Universal : WTO, OPEC, OKI
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
a. PBB (United Nations Organization/UN)
1) Akta pendirian : Piagam PBB 26 Juni 1945,
berlaku 24 Oktober 1945
2) Markas : New York, Nairobi, Jenewa, dan
Wina
3) Tujuan pendirian : menjaga Perdamaian dunia
4) Bahasa ; Inggris, Perancis, Arab, Cina, Rusia,
Spanyol
5) Negara anggota : 193 negara
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
6) Organ-organ :
a) Majelis Umum (General Assembly);
b) Dewan keamanan (Security Council);
c) Sekretaris Jenderal (General Secretary);
d) Mahkamah Internasional (International Court
of Justice);
e) Dewan Perwalian (Trusteeship Council);
f) Dewan Ekonomi Sosial (Economic and Social
Council)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
b. ASEAN (Association of South East Asia Nations)
1) Dasar Hukum : Deklarasi Bangkok 8 Agustus
1967 dan Piagam Asean 2008
2) Kedudukan : Jakarta
3) Sekjen sekarang : Le Luong Minh (Vietnam)
4) Anggota awal : Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand dan Singapura.
Sekarang: Brunai Darussalam (1984), Vietnam
(1995), Laos dan Myanmar (1997), Kamboja
(1998), dan Timor Leste (peninjau)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
5) Tujuan pendirian : Menjaga perdamaian,
ketertiban, memajukan kerjasama ekonomi,
politik, kebudayaan, pertahanan dan ilmu
pengetahuan di Asia Tenggara.
6) Kerjasama ekonomi : AFTA (ASEAN Free Trade
Area) didirikan pada 1992 di Singapura.
7) Kerjasama AFTA : India-AFTA, Korea-AFTA,
Australia-AFTA, China-AFTA
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
c. WTO (Hukum Perdagangan Internasional)
1) Dasar Hukum : Piagam WTO 1995
2) Jumlah anggota : 161 negara
3) Kedudukan : Jenewa, Swiss
4) WTO adalah penganti ITO (Interational Trade
Organization)
5) Awal WTO : GATT ITO WTO
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
6) GATT (1947) sebagai OI= bubar
7) GATT sebagai PI diperbarui pada 1994=eksis
8) GATT baru ditambah dengan GATS dan TRIP’s
9) GATS (General Agreement on Trade in Service)
10) TRIP’s (Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
11) Tujuan WTO :
a) Mendorong arus perdagangan dunia
dengan mengurangi berbagai hambatan
dalam bentuk tarif atau non tarif
b) Menyediakan forum perundingan
c) Memfasilitasi penyelesaian sengketa
perdagangan
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
12) Kelebihan WTO :
a) Menerapkan sistem perdagangan multilateral
b) Sengketa dagang diatasi secara konstruktif
c) Peraturan seragam di seluruh dunia
d) Perdagangan bebas
e) Menyediakan lebih banyak pilihan bagi konsumen
f) Mendorong pertumbuhan ekonomi
g) Melindungi negara dari praktek persaingan yang
tidak sehat
h) Mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
13) Prinsip-prinsip WTO :
a) Most Favored Nation
b) National treatment
c) Transparency
d) Tariff Binding
e) Non-quota
14) Organ-organ WTO :
a) Council for Trade in Goods (CTG)
b) Council for Trade in Service (CTS)
c) Council for Trade Related Aspects of Inteleectual
property Rights (Council for TRIP’s)
d) Sekretariat Jenderal
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
C. Kerjasama lingkungan internasional
(Hukum Lingkungan Internasional)
1. Deklarasi-deklarasi Internasional
tentang Lingkungan hidup
a. Hukum Lingkungan =Multi disiplin
b. Hukum Lingkungan pertama :
Hukum Lingkungan Internasional (HLI)
c. HLI berbentuk DEKLARASI dan
KONVENSI. Mengapa DEKLARASI????
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
d. Deklarasi-Deklarasi :
1) Deklarasi Stockholm 1972
2) Deklarasi Nairobi 1982
3) Deklarasi Tokyo 1987
4) Deklarasi Rio de Janeiro 1992
5) Deklarasi Johannesburg 2002
6) Deklarasi Rio de janeiro 2012
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
2. Konvensi-konvensi internasional tentang Lingkungan Hidup
a. CITES 1973 (Convention on International Trade in
Endangered Species);
b. Konvensi Paris 1974 (Paris Convention for Prevention
of Marine Pollution from land-based Sources);
c. Konvensi London 1976 (Convention on Civil Liability for
Oil Pollution Damage Resulting from Exploration
and Exploitation of Seabed Mineral Resource);
d. Konvensi Hukum Laut 1982 (the UN Convention on the
Law of the Sea/UNCLOS)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
e. Konvensi Wina 1985 (Convention for the
Protection of the Ozone Layer);
f. Konvensi Basel 1989 (Convention on the
Control of Transboundary Movements of
hazardous Wastes and Disposal)
g. Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992
(Convention on Biological Diversity/CBD)
h. Konvensi Perubahan Iklim 1992 (Convention
on Climate Change)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
D. Penyelesaian sengketa internasional (Hukum Humaniter)
1. Pengertian sengketa internasional
a. Perselisihan
b. Subjek-subjek HI
c. Objek : fakta hukum atau politik
2. Cara-cara menyelesaikan sengketa internasional :
a. Cara Damai , terdiri dari 2 cara :
1) Melalui PBB, ada 2 cara yaitu:
a) Cara Politis yaitu melalui Dewan Kemanan
(DK) dan Majelis Umum (MU) PBB
b) Cara yuridis/hukum melalui MI
2) Diluar PBB, yaitu ADR
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
2) Di luar PBB yaitu ADR, terdiri dari :
a) Negotiation;
b) Mediation;
c) Conciliation;
d) Fact Finding;
e) Good Offices
f) Arbitration
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
b. Perang
1) Retorsi, yaitu tindakan awal permusuhan yang
memperlihatkan adanya sengketa antara Negara pihak-
pihak, seperti pemutusan hubungan diplomatik;
2) Reprisal, yaitu tindakan pembalasan dari pihak-pihak yang
bersengketa, misalnya boikot,Embargo, bahkan
pengeboman;
3) Blokade, yaitu tindakan dari salah satu negara yang
memblokir wilayah negara musuh di tempat-tempat
strategis, seperti pelabuhan laut, bandar udara, dsb
dengan tujuan agar wilayah yang diblokir menjadi
terisolir.
4) Perang, yaitu tindakan terakhir yang dilakukan jika cara-cara
sebelumnya tidak berhasil.
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
c. ICJ dan ICC
1) ICJ (International Court of Justice)
a) Dasar Hukum : Statuta MI 1945
b) Yang dapat berperkara : Negara (pasal 34)
Statuta
c) Sumber hukum : pasal 38 ayat (1) dan (2)
Statuta
d) Anggota : 15 orang hakim dengan masa
jabatan 9 tahun
e) Kedudukan : Den Haag, Belanda
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
2) ICC (International Criminal Court)
a) Dasar Hukum : Konvensi Roma 1998
b) Yang berperkara : Pelaku genosida yang
tidak (dapat) diadili di negaranya (HN)
c) Pendirian resmi : 1 Juli 2002
d) Kedudukan : Den Haag
e) Yurisdiksi : Kejahatan yang dilakukan
setelah 1 Juli 2002

Anda mungkin juga menyukai