(HI)
KI PI
Bab III SUMBER-SUMBER HI
3. Prinsip-prinsip hukum umum :
a. Kebanyakan berasal dari Romawi kuno
b. Merupakan norma hukum tertua
c. Masih berkembang sampai sekarang
d. Tersebar dalam berbagai peraturan hukum,
baik hukum publik (pidana, administrasi, tata
negara, pajak,dsb) maupun hukum privat
(perdata, perjanjian).
Bab III SUMBER-SUMBER HI
Contoh prinsip-prinsip hukum lama: asas pacta
sunt servanda, asas legalitas, asas nebis in
idem, asas bonafides, asas resiprositas, asas
good governance, asas teritorial, asas
personal, dan sebagainya.
Contoh Prinsip-prinsip hukum baru : asas most
favored nation, asas national treatment, asas
persamaan derajat, asas charity (ksatria atau
sportivitas)
Bab III SUMBER-SUMBER HI
4. Keputusan pengadilan (yurisprudensi), Ajaran para ahli
(doktrin) dan Keputusan OI:
a. Keputusan Pengadilan (yurisprudensi) :
1) Pengadilan nasional dan internasional
2) Arbitrase nasional dan internasional
contoh : Keputusan kasus Anglo- Norwegian
Fishery Case (1951) yang dimasukkan dalam aturan
UNCLOS 1982
b. Ajaran para ahli :
1) secara individual, seperti Grotius, John Shelden
2) secara bersama/kelompok : ILC, ILA, ILI, dsb
Bab III SUMBER-SUMBER HI
c. Keputusan OI :
Tidak tercantum dalam pasal 38 ayat (1)
Statuta ICJ, namun tetap berpengaruh
dalam HI, seperti resolusi DK-PBB, MU-
PBB, dsb.
5. Ex aequo et bono (pasal 38 ayat 2):
Ex aequo et bono berarti : according to the
right and just, atau by principles of what is fair
and just.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
Persoalan yang berkaitan dengan HI dan HN :
1. Apakah ada hubungan antara keduanya?
2. Jika ada hubungan, dalam hal terjadi
pertentangan, yang mana yang akan
diutamakan negara, HI ataukah HN?
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
A. Teori-teori mengenai hubungan HI dengan HN:
1. Teori dualisme : Jellineck, Jean Bodin, Anzilotti
HI dan HN adalah 2 hukum yang berbeda
(subjek, sumber, sifat, kekuatan mengikatnya).
Konsekwensi : TIDAK ADA hierarkhi atau
pertemuan antara keduanya.
BENARKAH???? DAPAT DIBANTAH!!!
HI HN teori TRANSFORMASI
teori transformasi-------RATIFIKASI
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
2. Teori monisme : Hans Kelsen
HI dan HN berasal dari sumber hukum yang
sama, sehingga ada hierarkhi/pertentangan.
Pertanyaan : mana yang harus dimenangkan?
Monisme terbagi 2 :
a. Monisme primat HN
b. Monisme primat HI
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
Monisme primat HN :
1) HN lahir lebih dulu
2) HI dibuat jika negara
menginginkan
BENARKAH???? BANTAHAN!!!
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
Monisme primat HI :
1) HN berasal dari HI
2) HI memiliki posisi lebih tinggi dari
pada HN
3) HN berlaku berdasarkan
pendelegasian dari HI (teori delegasi)
BENARKAH???? PELAJARI!!!!
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
FAKTA :
1. Sebagian besar HN lahir lebih dulu dari HI,
2. Ada HI yang lahir lebih dulu. Contoh : Konsep
Landas kontinen, Lebar laut teritorial,
penggunaan garis pangkal lurus, hukum
diplomatik dan konsuler, hukum udara,
hukum humaniter, perjanjian perbatasan,
dsb.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
3. Posisi HN dan HI seimbang, adakalanya
HI dikalahkan, adakalanya dimenangkan.
Contoh :
- sistem apartheid di Afrika Selatan,
- hilangnya 4 negara yaitu Transkei,
Bophutatswana, Venda, Ciskei (TBVC),
- kasus Tembakau Bremen (1959)
- Anglo-Norwegian Fishery Case (1951)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
3. Beberapa aturan HN berasal dari pendelegasian
HI kepada HN. Contoh : UU no. 39 tahun 1999
tentang HAM
4. Beberapa aturan HI berasal dari HN dan kembali
ke HN
HN HI HN
contoh : UU no 17/1985 tentang ratifikasi UNCLOS
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
B. Praktek negara-negara
1. Membutuhkan pengakuan dari negara-
negara lain
2. Membuat PI, berupa perjanjian perbatasan,
perjanjian diplomatik /konsuler (perdagangan)
3. Negara tidak dapat hidup sendiri (Zoon
Politicon)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
4. Inggris dan Amerika Serikat :
“International Law is the Law of the Land”
HI=HN sepanjang HI berasal dari KI
HI yang berasal dari PI dapat diratifikasi
jika tidak bertentangan dengan HN
5. Jerman, Austria dan Korea Selatan :
Pasal 25 UUD Jerman, pasal 9 Konstitusi
Austria dan pasal 7 Konstitusi Korea
Selatan : HI adalah bagian dari HN
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
6. Perancis :
Pasal 55 UUD Perancis 1958 : PI yang telah
disahkan atau diterima menurut undang
undang mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi dari pada undang undang nasional
dengan syarat pihak lain juga menerapkan hal
yang sama
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
7. Indonesia :
a. Mengenai PI diatur Pasal 11 UUD NRI 1945 :
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain.
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akbat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan Negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
b. Indonesia mengesampingkan KI dengan
mengeluarkan Deklarasi Juanda (DJ) 1957
KI : lebar laut teritorial 3 mil
DJ : lebar laut teritorial 12 mil
c. Indonesia menetapkan doktrin baru
mengenai Konsep NEGARA KEPULAUAN
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
C. Kasus-kasus :
1. HI mengalahkan HN :
a. Kasus Penjahat perang Jerman dan
Jepang (1946), Yugoslavia (1993-2001),
Rwanda (1995), dan Kamboja (2010)
b. Kasus apartheid di Afrika Selatan (1990)
c. Kasus hilangnya beberapa negara (1990)
d. Kasus mobil Timor (1998)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
1. Kasus Penjahat perang Jerman dan Jepang
(1946), Yugoslavia (1993-2001), Rwanda
(1995), Kamboja (2010) :
HI : - Deklarasi HAM (1948)
- Konvensi Genosida (1948)
HN : - UU Nasional yang menganut asas
imputabilitas
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
2. Kasus apartheid di Afrika Selatan (1990)
HI : - Deklarasi HAM (1948)
- Konvensi Genosida (1948)
HN : -UU Pendaftaran Populasi 1950
-UU Kewarganegaraan Bantu 1970
3. Merdekanya 4 negara yaitu Transkei,
Bophutatswana, Venda dan Ciskei (TBVC) di Afrika
Selatan (1990), namun tidak mendapat
pengakuan internasional, menyebabkan negara-
negara tersebut hilang.
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
4. Kasus Mobil timor (1998-1999) :
HI : -Prinsip Most Favored Nation (MFN) yang diatur
dalam pasal I ayat (1) GATT.
-Prinsip perlakuan nasional (national treatment
principle) yang diatur dalam pasal III ayat (2) GATT.
HN : -Instruksi Presiden (Inpres) nomor 2 tahun 1996
tentang Program Mobil Nasional (Mobnas) oleh PT
TPN (Timor Putra Nasional)
-Inpres nomor 42 tahun 1996 tentang Izin Impor
Mobil Nasional oleh PT TPN dari PT KIA Korea
Selatan secara utuh (built up)
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
2. HN mengalahkan HI :
a. Kasus Tembakau Bremen (1959)
HI : -Konvensi Montevideo 1933 tentang
hak dan kewajiban Negara
- Kebiasaan Intrnasional
HN : Undang-undang nomor 86 tahun
1958 tentang Nasionalisasi
Bab IV HUBUNGAN ANTARA HI
DENGAN HN
b. Kasus Anglo-Norwegian Fishery Case (1951)
HI : Kebiasaan internasional tentang :
-kebiasaan nelayan Inggris menangkap ikan di
perairan Norwegia
-penggunaan garis pangkal biasa
HN : Royal Decree 1935 tentang :
- larangan nelayan Inggris menangkap ikan di
perairan Norwegia
- penggunaan garis pangkal lurus
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
A. Wilayah Negara dan pengaturannya
1. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933
a. Wilayah darat
b. Wilayah laut (hukum laut)
c. Wilayah udara (hukum udara dan ruang angkasa)
2. Pasal 2 UNCLOS 1982
a. Wilayah darat
b. Wilayah laut (hukum laut)
c. Wilayah udara (hukum udara dan ruang angkasa)
d. Wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
1. Wilayah daratan :
a. Melalui perjanjian internasional
b. Menggunakan batas-batas yang jelas
(alamiah atau buatan)
c. Negara memiliki kedaulatan mutlak
d. Kasus-kasus : Israel-Palestina, India-
Pakistan di Kashmir, Indonesia-Malaysia di
Kalimantan dsb.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
2. Wilayah lautan/perairan (Hukum Laut)
a. Dasar Hukum :
1) UNCLOS 1982
2) PI antara negara-negara yang berkepentingan
3) Indonesia :
- UU no. 17/1985 tenang ratifikasi UNCLOS
- UU no 6/1996 tentang Perairan Indonesia
- UU no. 32/2014 tentang Kelautan
- UU lain yang berkaitan seperti UU Perikanan,
UU Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, dsb.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
UNCLOS 1982 :
a. Jenis-jenis negara
1) Negara berpantai (Coastal State) terdiri :
a) Negara pantai biasa (Coastal State)
b) Negara yang secara geografis tidak
beruntung (Disadvantage geographically State)
c) Negara kepulauan (Archipelago State)
2) Negara tidak berpantai (Landlocked State)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
b. Jenis-jenis kedaulatan
1) Kedaulatan mutlak
2) Kedaulatan terbatas/eksklusif
3) Kedaulatan internasional
c. Jenis-jenis hukum yang berlaku di laut
1) Hukum Nasional
2) Hukum Internasional
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
d. Jalur-jalur laut
1) Laut Teritorial (Territorial Sea)
2) Perairan Pedalaman (Internal Waters), yang terdiri :
a) Laut pedalaman (Internal Sea)
b) Perairan Darat (Land Waters)
c) Selat, Teluk, Muara, Pelabuhan
3) Zona Tambahan (Contigous Zone)
4) ZEE (Exclusive Economic Zone)
5) Landas Kontinen (Continental Shelf)
6) Laut Lepas (High Seas)
7) Kawasan (Area)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
e. Kedaulatan dan hukum yang berlaku
1) Kedaulatan mutlak dan HN:
a) Laut teritorial
b) Perairan Pedalaman/Perairan kepulauan
c) Dasar laut dan tanah di bawahnya di bawah
perairan pedalaman dan di bawah laut teritorial
2) Kedaulatan terbatas/eksklusif dan HN:
a) Zona Tambahan
b) ZEE
c) Landas kontinen
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
3) Kedaulatan Internasional dan HI:
a) Laut Lepas
b) Kawasan
f. Jenis-jenis garis pangkal (Baseline)
1) garis pangkal biasa (Normal Baseline)
2) garis pangkal lurus (Straight Baseline)
3) garis pangkal kepulauan (Archipelgic
Baseline)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
3. Wilayah Udara (Hukum Udara)
a. Awal mula : Ditemukannya teknologi
pesawat udara
b. Dasar hukum :
1) Cujus est solum ejus est usque ad coelum
2)Konvensi Chicago 1944 (Hukum Udara)
3) di Indonesia : UU no. 1/2009 tentang
Penerbangan
c. Kedaulatan negara : kedaulatan mutlak
d. OI : ICAO berwenang menetapkan FIR
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Wilayah Ruang Angkasa (Hukum Ruang
Angkasa)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
a. Batas ruang udara dengan ruang angkasa
b. Awal mula : Ditemukannya teknologi
pesawat ruang angkasa (Sputnik 1957 dan
Apollo 1963)
c. Dasar hukum: Space Treaty 1967
d. Prinsip : Ruang Angkasa dan benda-benda
langit lainnya adalah warisan bersama
umat manusia, sehingga tidak ada negara
yang beoleh mengklaim kepemilikannya
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
e. Pemanfaatan ruang angkasa terkini :
1) Penempatan ISS
2) GSO
3)Penelitian ruang angkasa
4) Pemantauan bumi (cuaca)
5) Objek wisata
f. Kedaulatan dan hukum yang berlaku :
Kedaulatan dan hukum internasional
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
4. Wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
a. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah
perairan pedalaman (kedaulatan mutlak)
b. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah laut
teritorial (kedaulatan mutlak)
c. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah
Zona tambahan dan ZEE yaitu Landas Kontinen
(kedaulatan terbatas/eksklusif)
d. Dasar Laut dan tanah di bawahnya di bawah
Laut lepas yaitu Kawasan (kedaulatan
internasional)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
5. Wilayah Indonesia
a. Dasar Hukum :
- Undang-undang nomor 6 tahun 1996
tentang Perairan Indonesia
- Undang-undang nomor 43 tahun 2008
tentang Wilayah Negara
- Berbagai PI dengan negara-negara terdekat
yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina,
Papua Nugini, Australia, Timor Leste.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Pasal 1 butir 1 Undang-undang nomor 43 tahun
2008 berbunyi :
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara
adalah salah satu unsur negara yang merupakan
satu kesatuan wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial
beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta
ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Pasal 4 Undang-undang nomor 43 tahun 2008
menyatakan bahwa :
Wilayah Negara meliputi wilayah darat,
wilayah perairan, dasar laut, dan tanah di
bawahnya serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Pasal 5 yang berbunyi :
Batas Wilayah negara di darat, perairan, dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara
di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian
bilateral dan/atau trilateral mengenai batas
darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan hukum internasional.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Tujuan diaturnya masalah wilayah negara ini tercantum
dalam Pasal 3 yang berbunyi :
Pengaturan Wilayah Negara bertujuan:
a. Menjamin keutuhan Wilayah Negara, kedaulatan
negara, dan ketertiban di Kawasan Perbatasan
demi kepentingan kesejahteraan segenap bangsa;
b. Menegakkan kedaulatan dan hak-hak berdaulat; dan
c. Mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah
Negara dan Kawasan perbatasan, termasuk
pengawasan batas-batasnya.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
B. Cara negara memperoleh wilyah (darat)
1. Sejarah (Faktor penjajahan)
2. Okupasi/Pendudukan (Occupation)
Negara memiliki wilayah setelah menduduki wilayah
tersebut untuk waktu yang lama, dengan syarat :
1) Tidak ada pihak lain yang keberatan;
2) Wilayah tersebut adalah terra nullius (tidak ada
pemiliknya);
3) Harus ada niat yang serius;
4) Harus ada tindakan efektif.
Contoh : Kasus antara Denmark dan Norwegia (Eastern
Greenland Case) 1951;
Kasus antara Indonesia dan Malaysia (Sipadan
and Ligitan Case) 2001.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
3. Penyerahan (Cession/levering)
Penyerahan = perbuatan hukum memindahkan hak
(hak milik atau hak menguasai).
Penyerahan wilayah = hak kepemilikan dan
kedaulatan (wilayah, benda, penduduk).
Penyerahan terjadi :
a. setelah perang antara pihak-pihak,
b.di masa damai
Cara : penjualan, hibah, pertukaran atau
penggabungan.
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Contoh :
a. Timor Leste menggabungkan diri dengan Indonesia
(1976).
b. Kota Venesia dihibahkan oleh Austria kepada
Perancis (1866), dihibahkan lagi kepada Italia (1900),
c. Kepulauan Carolina dijual Spanyol kepada Jerman
(1899) seharga 25 juta pesetas,
d. Kepulauan St. Thomas, Kepulauan St. John, dan
kepulauan St. Croise dijual Denmark kepada Amerika
Serikat (1926) seharga $ 25 juta,
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
e. Bengkulu ditukarkan dengan Singapura (1814),
dan Suriname ditukar dengan New York (1820)
f. Kepulauan Hawaii menggabungkan diri dengan
Amerika Serikat (1800)
g. Texas menggabungkan diri dengan Amerika
Serikat setelah memisahkan diri dari Mexico
(1815)
h. Alaska dibeli oleh Amerika Serikat dari Rusia
(1867) seharga $ 7.200.000,-
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
4. Perebutan (conquest/annexation)
Negara mengambil alih secara paksa. Cara ini
dilarang oleh HI (pasal 2 ayat 4 Piagam PBB)
Contoh : -RI dituduh merebut Timor Leste dari
tangan Portugis (1976),
-Irak menganeksasi Kuwait (1990),
- Israel menganeksasi wilayah Palestina
(1935-sekarang)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
5. Penambahan (Accression)
Negara menambah wilayahnya dengan cara :
a. Alamiah,
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
b. Buatan
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
6. Persewaan (Lease)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
7. Hak Jasa (servitude)
Bab V WILAYAH NEGARA DAN CARA
MEMPEROLEHNYA
8. Keputusan MI (ICJ)
Malaysia memperoleh Pulau Sipadan dan Ligitan
melalui Putusan MI (2002)
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
4. Cara-cara Pengakuan
a. Eksplisit,
b. Implisit,
c. Bersyarat
d. Tanpa syarat,
e. Kollektif,
f. Individual
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
5. Manfaat Pengakuan
a. Untuk mendapatkan status internasional
(subjek HI),
b. Untuk mendapatkan kesempatan menjadi
anggota Orgsanisasi Internasional,
c. Untuk dapat berhubungan hukum dengan
negara lain yang sederajat.
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
6. Teori-teori pengakuan
a. Teori konstitutif=pengakuan penting
Teori ini dipelopori oleh Prof. Lauterpacht
pada awal abad 20 ( a state is and becomes
an international person through recognition
only and exclusively).
b. Teori deklaratif=pengakuan hanya
formalitas
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
Fakta :
1. Israel, Taiwan, Palestina
2. Nagorno Karabakh, Ossessia Selatan,
Abkhazia, Transnitria
3. Transkey, Bophutatswana, Venda dan Ciskei
(TBVC)
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
C. Suksesi Negara
1. Pengertian Suksesi
2. Jenis-jenis suksesi :
a. Suksesi internal (pemerintahan)
Bentuk negara, bentuk pemerintahan
b. Suksesi eksternal (negara)=Perubahan kedaulatan
pada wilayah=penting bagi HI
3. Dasar Hukum Suksesi :
a. Konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara
b. Konvensi Wina 1983 tentang Suksesi Negara
sehubungan dengan Kekayaan negara, arsip dan Utang-
utang negara
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
4. Jenis-jenis suksesi negara :
a. Suksesi negara parsial/sebagian
1) Membentuk negara baru
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2) Bergabung dengan negara lain
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Diselesaikan MI
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
b. Suksesi negara universal : seluruh wilayah
negara
1) pecahnya satu negara menjadi beberapa
negara baru
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2) bergabungnya 2 negara
Bab VI NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
5. Cara terjadi suksesi
a. Damai/sukarela : Pemilu/referendum
b. Kekerasan : 1) Revolusi
2) Perang
6. Akibat-akibat hukum suksesi
a. Terhadap kekayaan negara
b. terhadap kontrak-kontrak konsesi
c. Terhadap utang-utang negara
d. Terhadap kebangsaan
e. Terhadap perjanjian internasional.
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
A. Yurisdiksi Negara
1. Pengertian yurisdiksi Negara :
Hak, kewenangan = arti yuridis
kekuasaan ekslusif =arti politis
2. Ruang lingkup yurisdiksi negara :
a. territorial jurisdiction
b. jurisdiction in rem
c. personal jurisdiction
d. civil and criminal jurisdiction
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
Territorial Jurisdiction berlaku di :
a. Darat, laut, udara
b. Kantor perwakilan di luar negeri
c. Kapal (asas Floating Island)
3. Pengecualian yurisdiksi negara :
a. Kepala negara/kepala pemerintahan asing
(asas Par in Parem non Habet Imperium)
b. Perwakilan diplomatik/konsuler asing
c. Kapal asing
d. Angkapan Perang asing
e. Perwakilan Lembaga Internasional
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
4. Perluasan yurisdiksi Negara=kemajuan
teknologi=lebih dari 1 negara berwenang
mengenakan yurisdiksinya=konflik yurisdiksi
a. Perluasan yurisdiksi teritorial secara teknis :
1) Perluasan teritorial subjektif
2) Perluasan teritorial objektif
b. Perluasan yurisdiksi teritorial berdasar
kewarganegaraan :
1) Perluasan teritorial aktif
2) Perluasan teritorial pasif
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
c. Perluasan yurisdiksi berdasar prinsip
universal=hak semua negara terhadap
pelaku kejahatan internasional
d. Perluasan yurisdiksi berdasar prinsip
proteksi
KONFLIK YURISDIKSI!!
CARA MENGATASINYA????
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
B. Tanggungjawab Negara
1. Pengertian tanggungjawab Negara :
Keseimbangan antara hak dan kewajiban suatu
negara dari :
a. Melakukan Perbuatan
b. Tidak melakukan perbuatan
c. Mengeluarkan perkataan
2. Bentuk-bentuk tanggungjawab :
a. Meminta maaf
b. Mengganti rugi
Dasar Hukum : ONRECHMATIGEDAAD
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2. Tanggungjawab Negara berlaku terhadap:
a. Pelaku :
1) Perbuatan/perkataan warga sebagai pribadi
2) Perbuatan/perkataan warga sebagai pejabat
b. Perbuatan :
1) Pelaksanaan Perjanjian internasional;
2) Pembayaran utang negara;
3) Pemberantasan kejahatan internasional;
4) Pelaksanaan kontrak-kontrak konsesi.
c. Perlindungan :
1) Perlindungan warga negaranya, baik yang berada di
wilayahnya maupun yang berada di Luar negeri;
2) Perlindungan warga asing yang ada di wilayahnya;
3) Perlindungan terhadap keutuhan wilayah negara.
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
C. Negara dan individu
1. Hak dan kewajiban negara terhadap individu :
a. Hak dan kewajiban negara terhadap warganya
1) Pemberian status kewarganegaraan
2) Asas-asas kewarganegaraan
2) Timbulnya masalah karena perbedaan asas
kewarganegaraan
b. Hak dan kewajiban negara terhadap orang asing
1) Kewajiban negara menerima orang asing
2) Hak negara untuk mengajukan syarat tertentu
3) Hak negara mengusir orang asing
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
2. Hak Asasi Manusia/Human rights
a. Pengertian HAM :
1) Hak-hak dasar setiap manusia
2) Tidak dapat diganggugat oleh siapapun
3) Dijamin oleh negara
b. Sejarah HAM :
1) Zaman Kuno :
a) Hammurabi
b) Socrates, Plato dan Aristoteles
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Zaman Modern :
a) The four Freedoms dalam Piagam PBB 1945
b) Universal Declaration of Human Rights PBB 1948
c. The 4 Freedoms :
1) Freedom of speech and expression
2) Freedom of religion
3) Freedom of fear
4) Freedom from want
d. HAM di Indonesia :
1) Pasal 27-29 UUD NRI 1945
2) UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3. Ekstradisi dan hak suaka (hukum pidana internasional) :
a. Ekstradisi :
1) Pengertian ekstradisi :
a) Penyerahan pelaku tindak pidana yang
melarikan diri
b) Dari negara meminta kepada negara diminta
c) Berdasarkan PI atau asas timbal balik (asas
resiprositas)
2) Indonesia telah membuat 9 PI dengan negara
Asean dan sekitarnya.
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Jenis tindak pidana yang pelakunya dapat
diekstradisi : a) Tindak pidana umum,
b) Tindak pidana khusus
c) Tindak pidana internasional
4) Jenis kejahatan yang pelakunya TIDAK dapat
diekstradisi : a) Tindak pidana politik,
b) Tindak pidana militer
c) Tindak pidana agama
5)Peraturan ekstradisi di Indonesia : UU no.
1/1979 tentang Ekstradisi
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
PI tentang ekstradisi antara RI dengan negara-negara
lain :
1. RI -Malaysia 1974, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 9 /1974;
2. RI -Filipina 1976, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 10/ 1976;
3. RI- Thailand 1978, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 2 / 1978;
4. RI- Australia 1992, diratifikasi dan diundangkan
melalui Undang-undang no. 8/ 1994;
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
5. RI- Hongkong 2000, diratifikasi dan diundangkan
dengan Undang-undang no 1/2001;
6. RI-Korea Selatan 2005, diratifikasi dan
diundangkan dengan Undang-undang no. 42/
2007;
7. RI- Singapura 2007, namun belum diratifikasi
oleh pemerintah RI.
8. RI- Vietnam diratifikasi dan diundangkan dengan
Undang-undang no. 5/2015
9 RI-Papua Nugini 2015, diratifikasi dan
diundangkan dengan Undang-undang no. 6/2015
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
b. Hak suaka (asylum) :
1) Pengertian :
a) Perlindungan pelaku tindak pidana
b) Dilakukan oleh negara lain tempat pelaku
tindak pidana melarikan diri
c)Negara tersebut dilarang menyerahkan pelaku
tindak pidana
2) Jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diberi
hak suaka :
a) Tindak pidana politik,
b) Tindak pidana militer
c) Tindak pidana agama
Bab VII HAK DAN KEWAJIBAN
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HI
3) Jenis tindak pidana yang pelakunya TIDAK
dapat diberi hak suaka :
a) Tindak pidana umum,
b) Tindak pidana khusus
c) Tindak pidana internasional
4) Jenis-jenis pemberian suaka :
a) Suaka teritorial
b) Suaka ekstra teritorial :
-Kantor perwakilan diplomatik/konsuler
-Kantor Lembaga Internasional
-Kapal berbendera asing
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
A. Perwakilan diplomatik, konsuler dan perwakilan
lainnya (hukum diplomatik dan konsuler)
1. Perwakilan diplomatik
Dasar Hukum : Konvensi Wina 1961/UU no
37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri
Klasifikasi perwakilan diplomatik :
a. Duta Besar/Nuncious/Wakil Paus
b. Duta/Internuncious
c. Kuasa Usaha (Charge d’affair), terdiri dari :
1) Kuasa Usaha tetap (Charge d’affair en pied)
2) Kuasa usaha tidak tetap (Charge d’affair ad
interim)
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Susunan klasifikasi setiap perwakilan diplomatik:
1) Duta besar/Duta/Kuasa Usaha
2) Minister
3) Minister Councillor
4) Sekretaris (Pertama, kedua, ketiga)
5) Atase-atase : perdagangan, pertanian,
pendidikan, militer, dsb.
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Surat kepercayaan (Letter of Credence) Duta
Besar dan Duta Kepala Negara.
Surat Kepercayaan Kuasa Usaha Menteri
Luar Negeri
Jumlah Perwakilan diplomatik di luar negeri :
tergantung hubungan, 1-100 orang.
Tempat bertugas : Ibu kota negara
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Tugas-tugas perwakilan diplomatik :
a. Negotiation;
b. Representation;
c. Protection;
d. Observation;
e. Progression.
Hak perwakilan diplomatik : Hak kekebalan
(immunitas) terhadap yurisdiksi negara
setempat yaitu Kekebalan terhadap orang dan
benda
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL
Kekebalan terhadap orang : semua anggota
perwakilan diplomatik + keluarganya, meliputi:
a. kekebalan dari yurisdiksi pidana setempat
b. kekebalan terhadap sebagian yurisdiksi
perdata
c. kekebalan terhadap pajak-pajak tertentu
Kekebalan terhadap benda : semua arsip, gedung,
pekarangan, kendaraan, peralatan komunikasi
Bab VIII TRANSAKSI INTERNASIONAL