Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SUKSESI NEGARA
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

HUKUM INTERNASIONAL

Dosen pengampu :

Vallencia Nandya Paramita, SH.,MH.

Disusun oleh :

Aulia Yuniar Indriani (C93218069)

Suraning Puji (C73218058)

Farah Cindy A (C93218082)

Inayatul Ulyah (C93218086)

HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Suksesi Negara ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Vallencia
Nandya Paramita, SH.,MH. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Internasional.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai materi Suksesi
Negara bagi para pembaca dan juga bagi para penulis.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Hormat kami,

Penyusun (Kelompok 6)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
A. Suksesi Pada Umumnya........................................................................................2
B. Suksesi Negara......................................................................................................3
C. Suksesi Pemerintah................................................................................................5
D. Praktek Kontemporer.............................................................................................6
BAB III PENUTUP.......................................................................................................10
KESIMPULAN..............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjanjian internasional tentu mengenal istilah suksesi Negara atau suksesi
pemerintah. Namun, dalam hal ini digunakan istilah suksesi Negara. Mungkin hal ini lebih
dikenal dengan perubahan atau pengalihan hak-hak dan kewajiban karena perubahan
kedaulatan suatu Negara kepada Negara lain. Namun, tidak satu pun mutasi-mutasi territorial
yang mengakibatkan lenyapnya unsur konstruktif suatu Negara. Yang terjadi dalam suatu
suksesi Negara hanyalah reorganisasi dari masing-masing entitas sesuai dengan pengaturan
yang baru. Hal ini disebutkan dalam pasal 2 Konvensi Wina mengenai suksesi Negara. Yang
menjadi permasalahannya adalah dalam prakteknya tidak terdapat konsistensi mengenai
penerapan sejauh mana suatu Negara yang baru berhak dan berkewajiban melanjutkan hak-
hak dan kewajiban yang digantikan, sejauh mana hak dan kewajiban Negara yang digantikan
akan terhapus atau sejuah mana hak dan kewajiban suatu Negara yang digantikan masih
melekat. Selain itu, apa akibat yang ditimbulkan karena suksesi Negara ini kepada status
individu, barang-barang Negara, dan hukum kebiasaan yang ada di Negara tersebut.
Negarayang telah mengambil alih hak dan kewajiban demikian tunduk pada hukum
internasional,semata-mata karena sifatnya sebagai sebuah Negara bukan oleh alasan suatu
doktrin suksesi apapun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Suksesi Negara?
2. Apa saja macam-macam suksesi negara?
3. Bagaimana yang disebut Suksesi Pemerintahan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu suksesi negara.
2. Untuk mengetahui macam-macam terjadinya suksesi negara.
3. Untuk mengetahui akibat hukum dari negara yang mengalami suksesi negara.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Suksesi pada Umumnya

Istilah suksesi secara harafiah berarti penggantain atau penggantian negara, suksesi
negara merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan atau pergantian kedaulatan suatu
negara sehingga terjadi semacam penggantian negara. Negara yang digantikan dikenal
dengan istilah Predeccesor state, sedangkan negara yang baru muncul akibat terjadi suksesi
Successor state. Akibat hukum dari terjadinya suksesi suatu negara sangat komplek dan
sensitif, terutama masalah pemenuhan kewajiban predecessor state yang timbul dari suatu
perjanjian internasional. Ketentuan mengenai suksesi negara dalam hukum internasional
dapat dilihat dalam Venna Convention on Succession of state in respect of Teatles 1978 atau
biasa disebut konvensi Wina 1978. Bentuk suksesi negara yang terdapat dalam konvensi wina
1978 antara lain sebagai berikut: Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam
hubungan internasional menjadi bagian dari wilayah negara itu. Suksesi negara yang terjadi
sebagai akibat dari pecahnya suatu negara menjadi beberapa negara.

Dalam praktik hukum internasional suksesi negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
suksesi universal dan suksesi parsial. Bentuk suksesi universal tidak ada lagi Predecessor
State, karena seluruh wilayahnya hilang, pada suksesi parsial Predecessor State, masih eksis
tetapi sebagian wilayahnya memisahkan diri menjadi negara merdeka atau bergabung dengan
negara lain. Akibat Hukum terjadinya suksesi negara terhadap kewajiban predecessor state
yang lahir dari perjanjian internasional dikenal adanya istilah clean state yaitu bahwa negara
baru (successor state) dapat melakukan Pick and Choose terhadap perjanjian yang dibuat oleh
Predecsessornya, hal ini sejalan dengan pasal 17 Konvensi Wina 1978 ditetapkan bahwa
perjanjian tidak beralih pada sucsesor kecuali ditentukan lain dalam devolution agreement,
hal ini sejalan juga dengan pasal 34 konvensi wina 1969 tentang perjanjian internasional yang
memiliki prinsip Pacta tertis nec mocount nec procent” bahwa perjanjian tidak menimbulkan
hak dan kewajiban kepada pihak ke tiga tanpa persetujuannya. Prinsip yang terkandung pada
Konvensi Wina 1969 tidak berlaku mutlak bagi seluruh jenis perjanjian internasional. Artinya
ada jenis-jenis perjanjian internasional tertentu yang dikecualikan dari prinsip Pacta tertiis

2
nec nocunt nec procent. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang masuk dalam
katagori dispositive treaty, Perjanjian internasional yang termasuk dispositive treaty
(perjanjian yang terkait dengan perbatasan, perjanjian yang terkait dengan HAM). Dengan
demikian Successor State tidak dapat menolak melaksanakan perjanjian yang termasuk
dispositive treaty yang dibuat serta mengikat Predecessor state. Akibat hukum terhadap utang
Pecessor state, negara sebagai subjek hukum pada dasarnya dapat pula mengadakan
hubungan hukum yang bersifat privat dengan negara lain maupun dengan organisasi
internasional. Hubungan hukum yang bersifat privat yang bersifat privat misalnya suatu
negara sepakat dengan negara lain atau suatu organisasi internasional untuk mengadakan
perjanjian utang piutang maupun perjanjian lainnya. Dalam hal terjadinya suksesi negara,
akan timbul permasalahn siapa yang berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya.
Prodecessor state yang lahir dari perjanjian tersebut. Masalah utang (kewajiban) negara
adalah masalah paling sensitif dalam hal terjadinya suksesi negara, karena akan timbul
potensi kerugian pada pihak ketiga yang berkedudukan sebagai kreditor Predecessor state.

B. Suksesi Negara

Suksesi negara berasal dari kata state succession atau succession of state, yang artinya
adalah pergantian kedaulatan pada suatu wilayah. Pergantian kedaulatan yang dimaksud ialah
pergantian dari predecessor state (negara yang digantikan) kepada successor state (negara
yang menggantikan) dalam hal kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu wilayah dalam
hubungan internasional.1 Suksesi atau pergantian pemerintah dalam hukum internasional
hanya menetapkan bahwa yang berlaku adalah prinsip kontinuitas negara. Sebagai contoh
perubahan Birma menjadi Myanmar tidak menghapuskan semua hak dan kewajiban yang
dibuat negara ini dalam hubungan internasionalnya. 2 Suksesi negara menurut hukum
internasional diatur dalam tiga konvensi yaitu :

a. Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian


Dalam konvensi wina 1969 diatur dalam pasal 62 yang dikenal dengan klausula rebus
sic stantibus, Klausula tersebut artinya bila terjadi perubahan yang mendasar yang
mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari perjanjian itu, maka keadaan tersebut
dapat dijadikan alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian tersebut. 3
1
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2014), hal. 55
2
Thontowi Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: PT Refika
Aditama,2006), hal. 61
3
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada ,
2012) , hal. 29

3
Terdapat pengecualian dalam pelaksanaan klausula rebus sic stantibus yaitu terhadap
perjanjian perbatasan wilayah, apabila perubahan keadaan disebabkan oleh
pelanggaran terhadap perjanjian yang dilakukan oleh negara yang menuntut batalnya
perjanjian tersebut4, konvensi-konvensi multilateral yang berkaitan dengan kesehatan,
narkotika, hak-hak manusia dan hal-hal serupa yang dimaksudkan untuk berlaku
meskipun ada perubahan-perubahan wilayah.5
b. Konvensi Wina 1978 tentang Suksesi Negara Dalam Hubungannya dengan Perjanjian
Internasional
Dalam konvensi ini menetapkan pengecualian bahwa suksesi negara tidak
mempengaruhi perbatasan yang ditetapkan dalam perjanjian internasional, hak dan
kewajiaban yang berkaitan dengan pengaturan wilayah yang beralih, demi
kepentingan wilayah yang bersangkutan. 6
c. Konvensi Wina 1983 tentang Suksesi Negara Dalam Hubungannya dengan Milik
Arsip dan Hutang
Dalam konvensi ini mengatur lebih lanjut mengenai penetapan milik, arsip dan hutang
negara, apabila terjadinya suksesi negara. Akibat hukum suksesi negara terkait public
property right menganut prinsip state property akan beralih kepada suksesor yang
diatur dalam Konvensi Wina 1983 yaitu Pasal 15 (b) dan Pasal 17 ayat (1) (b). Akibat
hukum suksesi negara terkait arsip negara adalah bahwa arsip negara predecessor
beralih kepada negara suksesor saat terjadinya suksesi negara sesuai dengan ketentuan
yang diaur dalam Pasal 21 dan Pasal 29 Konvensi Wina 1983. Akibat hukum suksesi
negara terkait utang negara (public debt) adalah masalah utang diselesaikan melalui
pembagian yang proporsional, yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 33, Pasal 36, Pasal
37, dan Pasal 38 Konvensi Wina 1983. Akibat hukum suksesi negara terhadap
kewarganegaraan adalah negara harus menjamin bahwa tidak ada penduduk yang
stateless. Akibat hukum suksesi negara terhadap organisasi internasional adalah
ditentukan oleh aturan dari masing-masing organisasi internasional tersebut. Akibat
hukum suksesi negara terhadap claims in tort atau delict adalah negara suksesor tidak
berkewajiban untuk bertanggung jawab atas tort atau delict yang dilakukan oleh
negara predecessor.

4
Ian Brownlie, Principles of Public International Law, (Oxford: Clarendon Press, 1990), hal. 617
5
Ibid, 618
6
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, (Jogjakarta: Universitas Atmajaya Jogjakarta,1994), hal. 85

4
Dalam praktik suksesi negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :7

a. Suksesi Universal
Pada bentuk ini tidak ada lagi international identity dari suatu negara (predecessor
state) karena seluruh wilayahnya hilang. Contohnya yaitu Colombia terpecah menjadi
3 negara merdeka yaitu Venezuela, Equador, serta New Granada pada tahun 1832.

b. Suksesi Parsial
Pada bentuk ini sebagian wilayah dalam sebuah negara (predecessor) memisahkan
diri menjadi negara merdeka ataupun bergabung dengan negara lain. Contohnya yaitu
hilangnya Timor-timor dari wilayah NKRI membentuk negara Timor Leste pada
tahun 1999. Negara Indonesia sebagai predecessor state masih tetap ada dan
kehilangan sebagian wilayahnya.

C. Suksesi Pemerintah

Suksesi pemerintahan adalah terjadinya penggantian pemerintah lama oleh pemerintah


baru, baik secara konstitusional atau tidak konstitusional dan bersifat internal dalam suatu
negara. Suksesi pemerintah biasanya mengarah pada masalah dalam negeri suatu negara.

Suksesi pemerintahan lebih cenderung berdasarkan permasalahan internal. Suksesi


pemerintahan terjadi melalui proses konstitusional atau proses revolusi, pemerintah baru
memegang kendali pemerintahan. Permasalahan suksesi pemerintahan (governmental
succession) kurang mendapat perhatian dari para ahli hukum internasional, karena dianggap
kurang urgen dibandingkan dengan suksesi negara. Karena itu, komisi Hukum Internasional
pada siding ke 15 tahun 1963 yang diadakan di Jenewa, membenarkan pemberian prioritas
terhadap permasalahan suksesi negara,dan permasalahan suksesi pemerintahan dipandang
sebagai suplemen bagi studi masalah suksesi negara.

Yang dapat diartikan bahwa pemerintahan suatu negara dapat berubah, baik pada
bentuknya seperti dari kerajaan menjadi republik maupun sebaliknya, maupun pada orang –
orang atau personalia yang menjadi kepala pemerintahan, seperti kabinet yang satu diganti
dengan kabinet yang lain, atau kepala negara yang satu diganti dengan kepala negara lainnya.
Perubahan pemerintah dimaksud tidak mempengaruhi kontinuitas ataupun identitas negara

7
Thontowi Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: PT Refika
Aditama,2006), hal. 65

5
yang bersangkutan sebagai subjek hukum internasional. 8dua model suksesi pemerintah yakni
pemilu dan kudeta.

Suksesi pemerintah perlu dilakukan dan dijarikan sebagai wacana publik yang transparan.
Dengan alasan sebagai berikut :

a. Masalah suksesi memiliki kaitan erat dengan kontrol masyarakat terhadap kekuasaan
politik.
b. Suksesi secara langsung atay tidak langsung berikan dengan stabilitas rezim politik
tertentu.. ketidak jelasan akan terjadinya suksesi dapat memancing berbagai spekulasi
di dalam masyarakat. Dengan adanya situasi ini, maka mudaj sekali tercipta intrik-
intrik terutama dilapisan elit yang pada giliranya memudahkan terjadinya kondisi
yang tidak sehat yang diwarnai oleh ketegangan dan suasana saling curiga
mencurigai.
c. Masalah suksesi kepemimpinan berhubungan dengan pendidikan politik bagi warga
negara agar mereka semakin memahami nilai-nilai demokrasi dan mempraktekannya
dalam kenyataan.
d. Kemampuan dan kearifan manusoa yang terbatas karena adanya kecenderungan
manusia untuk terjebak rutinitas bila telah memegang satu jabatan dalam jangka
waktu lama karem manusia cenderung cepat bosan melaksanakan suatu jenis
pekerjaan yang sama dalam waktu yang lama.
e. Semakin lama seorang pemimpin memegang suatu jabatan semakin dia menganggap
dan memperlakukan jabatan itu sebagai milik pribadinya.
f. Kecenderungan kekuasaan itu berkembang biak.9

D. Praktek Kontemporer

Suksesi Negara Timor Timur

Wilayah Timor Timur sebelumnya adalah wilayah pendudukan (Portugis sebelum


diambil alih Indonesia), bukan wilayah merdeka. Karena itu dengan lepasnya Timor Timur
dari Indonesia pada tahun 1999, telah terjadi pemisahan wilayah dan kemudian telah lahirnya
suatu negara baru.10
8
Budi Lazarusli dan Syahmin A.K. Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian Internasional,
Remaja Karya, Bandung, 1986, hlm. 21
9
muhtar haboddin, pengantar ilmu pemerintahan, UB Press, Malang, 2015. Hlm 219
10
Budi Lazarusli dan Syahmin S.K., Suksesi Negara dalam Hubungannya dengan Perjanjian
Internasional, Bandung: Remadja Karya, 1986.

6
Kesepakatan penyelesaian masalah Timor-Timur oleh Pemerintah Indonesia, Portugal
dan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui referendum yang diselenggarakan pada tanggal 30
November 1999 berakhir dengan hasil 78,5% menolak daerah otonomi khusus dan 21,5%
menerima daerah otonomi khusus. Hasil jajak pendapat ini menyebabkan wilayah Timor-
Timur harus memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara
baru yang merdeka dan berdaulat dengan nama “Negara Republik Demokratik Timor Leste”.

Pemisahan Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadi
negara Timor Leste secara yuridis menimbulkan akibat hukum internasional. Salah satu
akibat hukum internasional yang timbul dari pemisahan Timor-Timur adalah akibat hukum
terhadap Timor Gap Treaty (Perjanjian Celah Timor), 11 Desember 1989. Nama lengkap dari
perjanjian ini adalah Perjanjian Internasional mengenai eksplorasi dan eksploitasi sumber
kekayaan alam di wilayah antara Propinsi Timor-Timur Indonesia dengan Australia
Utara  (Treaty Between Australia and the Republic of Indonesia on the Zone of Cooperation
in an Area Between the Indonesian Province of East Timor and Northen Australia) atau
lazimnya disebut pula Perjanjian Celah Timor atau Timor Gap Treaty  tanggal 11 Desember
1989. 11

Status hukum pemisahan Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai suksesi negara dihubungkan dengan ke-empat unsur suksesi negara menurut hukum
internasional.
Unsur pertama; wilayah negara yang memisahkan diri sebelumnya berada di bawah
kedaulatan negara lain. Unsur ini jika dihubungkan dengan pemisahan Timor-Timur dari
NKRI maka unsur ini dipenuhi sebab sebelum Timor-Timur memisahkan diri dan menjadi
negara baru Timor Leste, Timor-Timur berada di bawah kedaulatan NKRI.
Unsur kedua; perolehan wilayah negara yang memisahkan diri tersebut, oleh negara lama
(predecessor state) dapat melalui aneksasi, penyerahan (cessi), plebisit dan cara-cara
perolehan wilayah negara lainnya. Penentuan terpenuhi atau tidaknya unsur ini dapat
dianalisis melalui  cara perolehan wilayah Timor-Timur oleh negara Republik Indonesia.
Cara perolehan Timor-Timur oleh wilayah Negara Republik Indonesia  harus dilihat dari dua
sumber hukum yaitu hukum nasional dan hukum internasional.

11
Herman Johanes, “Masalah Timor Gap”, Makalah yang Disampaikan pada Kegiatan Seminar yang
diselenggarakan oleh Universitas Indonesia Tanggal 19 Oktober 1989. hlm 14. Bandingkan dengan Departemen
Luar Negeri & Departemen Pertambangan Dan Energi RI, Penjelasan Mengenai Celah Timor (Timor
Gap),Jakarta, 1989, hlm 14 -16. Lihat pula Article 2 dan 4 Timor Gap Treaty, 1989.

7
Hukum nasional yang berkaitan dengan perolehan wilayah Timor-Timur oleh Indonesia
adalah TAP MPR Nomor VI Tahun 1978 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1976. Kedua
sumber hukum nasional ini ditetapkan berdasarkan Deklarasi Balibo, 31 Mei 1976 oleh
empat Partai Politik yang mewakili rakyat Timor-Timur, yaitu UDT, APODETI, KOTA dan
PARTIDO TRABALHISTA. Berdasarkan kedua sumber hukum nasional tersebut, cara
perolehan wilayah Timor-Timur oleh negara Indonesia adalah melalui integrasi atau jika
dikaitkan dengan tata cara perolehan tambahan wilayah negara menurut hukum internasional,
integrasi termasuk dalam kategori perolehan tambahan wilayah melalui plebisit.
Sebaliknya hukum internasional yang berkaitan dengan cara perolehan wilayah Timor-
Timur oleh Indonesia adalah Resolusi Dewan Keamanan 384 (1975) tanggal 22 Desember
1975 dan 389 (1976) tanggal 22 April 1976 serta tujuh Resolusi Majelis Umum, yaitu
Resolusi Majelis Umum 3485 (XXX) tanggal 12 Desember 1975, Resolusi MU 31/53, 1
Desember 1976, Resolusi MU 32/34, 28 November 1977, Resolusi MU 33/39, 13 Desember
1978, Resolusi MU 34/40, 21 November 1979, Resolusi MU 35/27 (1980) , Resolusi MU
36/50, 24 November 1981 dan Resolusi MU 37/30, 22 November 1982. Menurut resolusi-
resolusi tersebut, perolehan wilayah Timor-Timur oleh Republik Indonesia bukan melalui
integrasi melainkan melalui cara aneksasi dengan menggunakan invasi militer, sebab
resolusi-resolusi ini berisi penolakan terhadap integrasi Timor-Timur dan seruan kepada
Pemerintah Indonesia untuk segera menarik mundur pasukan militernya dari wilayah Timor-
Timur. Meskipun terdapat perbedaan, namun cara perolehan wilayah Timor-Timur oleh
Indonesia yang kemudian wilayah ini memisahkan diri dan menjadi negara merdeka telah
memenuhi unsur kedua suksesi negara.
Unsur ketiga; bentuk suksesi negara terdapat dua kemungkinan, yaitu wilayah-wilayah
negara yang memisahkan diri itu dapat menjadi negara baru yang merdeka atau wilayah itu
bergabung ke dalam kedaulatan negara lain Bentuk suksesi negara dari pemisahan Timor-
Timur adalah bentuk suksesi negara  sebagaimana yang diatur di dalam Article 15 the 1978
Viena Convention on Succession of States in Respect of Treaties yaitu suatu wilayah negara
atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional menjadi tanggung jawab negara lain,
kemudian berubah menjadi wilayah negara baru.
Unsur keempat; pemisahan wilayah negara itu menimbulkan akibat menurut hukum
internasional. Akibat hukum pemisahan Timor-Timur dari NKRI sebagai salah satu bentuk
suksesi negara telah menimbulkan akibat hukum internasional, terhadap batas wilayah negara
Indonesia baik batas darat maupun batas laut, perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat
sebelumnya oleh Indonesia khususnya yang berkaitan dengan wilayah Timor-Timur,

8
kewarganegaraan penduduk Timor-Timur terutama penduduk yang masih setia dengan
NKRI, harta kekayaan dan arsip-arsip negara Indonesia di Timor-Timur dan  Hak-hak privat
Warga Negara Indonesia di Timor-Timur.
Oleh karena keempat unsur tersebu terpenuhi maka status hukum pemisahan Timor-
Timur dari NKRI dapat digolongkan sebagai suksesi negara.   

BAB III

9
PENUTUP

Kesimpulan

Negara-negara tidaklah bersifat statis melainkan bersifat dinamis, dalam arti bahwa
Negara-negara tersebut terus berkembang sesuai dengan tingkat kebudayaan yang
dimilikinya. Namun demikian, tidaklah semua Negara dapat terus berkembang. Ada beberapa
Negara yang malah kehilangan sebahagian dari wilayahnya. Hilang atau lenyapnya Negara
menyangkut persoalan-persoalan peralihan hak dan kewajiban dari Negara sebelumnya
kepada Negara yang menggantikan kedudukannya dan untuk menggambarkan keadaan ini
digunakan istilah state succession.

Secara harfiah,istilah suksesi Negara (state succession) berarti “penggantian atau


pergantian Negara”. Maka suksesi Negara adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan
atau penggantian kedaulatan dalam suatu Negara sehingga terjadi semacam “pergantian
Negara” yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

10
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2014)

Jawahir Thontowi dan Iskandar Pranoto, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: PT


Refika Aditama,2006)

Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada ,2012)

Brownlie Ian, Principles of Public International Law, (Oxford: Clarendon Press, 1990)

Istanto Sugeng I, Hukum Internasional, (Jogjakarta: Universitas Atmajaya Jogjakarta,1994)

Budi Lazarusli dan Syahmin A.K. Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian
Internasional, Remaja Karya, Bandung, 1986

Haoddin Muhtar, pengantar ilmu pemerintahan, UB Press, Malang, 2015

Johanes Herman, “Masalah Timor Gap”, Makalah yang Disampaikan pada Kegiatan Seminar
yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia Tanggal 19 Oktober 1989. hlm 14.
Bandingkan dengan Departemen Luar Negeri & Departemen Pertambangan Dan Energi
RI, Penjelasan Mengenai Celah Timor (Timor Gap),Jakarta, 1989, hlm 14 -16. Lihat pula
Article 2 dan 4 Timor Gap Treaty, 1989.

11

Anda mungkin juga menyukai