Disusun Oleh
Kelompok 4
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taupik, dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah Hukum Internasional mengenai
Suksesi Dalam Hukum Internasional.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan digunakan sebagai
acuan. Saran dan kritik sangat kami harapkan dari seluruh pihak agar kami bisa
melakukan perbaikan untuk pembuatah makalah kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Suksesi Negara
Kata suksesi negara berasal dari kata state succession atau succession of
state, yang artinya adalah pergantian kedaulatan pada suatu wilayah. pergantian
kedaulatan yang di maksud adalah pergantian dari predecessor state (negara yang
digantikan) kepada successor state (negara yang menggantikan) dalam hal
kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu wilayah dalam hubungan internasional.
J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan
sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum dalam hubungan-
hubungan mereka satu sama lain.1
Suksesi negara harus dibedakan dengan suksesi pemerintah. Manakala
terjadi suksesi atau pergantian pemerintah hukum internasional hanya menetapkan
bahwa yang berlaku adalah prinsip kontinuitas negara. Pergantian pemimpin atau
pemerintah, perubahan sistem pemerintahan bahkan perubahan nama dan bentuk
negara tidak akan mempengaruhi hak dan kewajiban suatu negara selama
subjeknya masih tetap yang itu juga. Contohya perubahan nama Birma menjadi
Myanmar tidak menghapuskan semua hak dan kewajiban yag dibuat negara ini
dalam hubungan internasional.
Dalam hal istilah suksesi negara (state succession) terutama bersangkut paut
dengan peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara yang telah
berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara-negara atau kesatuan-
kesatuan lain, perubahan atau kehilangan identitas demikian terjadi terutama
apabila berlangsung perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian kedaulatan
atas bagian-bagain wilayahnya.2
1
J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3
2
J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 2, (Alih bahasa: Bambang Iriana
Djajaatmadja), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 431.
Dalam praktik, suksesi negara dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
1. Suksesi Universal
Pada bentuk ini tidak ada lagi international identity dari suatu negara
(predecessor state) karena seluruh wilayahnya hilang. Cotohnya Columbia
terpecah menjadi tiga negara merdeka yaitu Venezuela, Equador, serta New
Granada pada tahun 1832.
2. Suksesi Parsial
Pada bentuk ini negara predecessornya masih eksis, tetapi sebagian
wilayahnya memisahkan diri menjadi negara merdeka ataupun bergabung dengan
negara lain. Contohnya yaitu hilangnya Timor-Timor dari wilayah NKRI
membentuk negara Timor Leste pada tahun 1999. Negara Indonesia sebagai
predecessor state masih tetap ada, yang terjadi adalah bahwa Indonesia kehilangan
sebagian wilayahnya.
Secara umum dikatakan bahwa state property adalah property yang ada di
bawah kepemilikan langsung atau tidak langsung dari lembaga – lembaga
eksekutif, legislatif, atau yudikatif negara berdasarkan hukum nasional negara
predecessor. Para ahli ukum internasional sependapat bahwa yang dimaksud state
property dapat berwujud gedung dan tanah milik negara, alat – alat transportasi
milik negara, pelabuhan – pelabuhan dan lain sebagainya. State property tersebut
di bedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak. Menyangkut benda tidak
bergerak yang ada di wilayah yang beralih, prinsip umum yang berlaku adalah
property itu akan beralih pada suksesor. Apabila benda tidak bergerak berada di
luar wilayah yang beralih maka dianggap tetap milik predecessor, seandainya
negara ini tetap eksis, meskipun prinsip ini dapat dimodifikasi. Tetapi, bila
predecessornya tidak ada lagi maka praktik negara menunjukkan property tersebut
akan dibagi antara negara - negara suksesor yang ada.
Prinsip umum yang berlaku untuk arsip yang berkaitan dengan wilayah
yang akan beralih pada suksesornya. Pasal 21 Konfensi Wina 1983 menetapkan
bahwa arsip dari negara predecessor beralih pada suksesor pada saat terjadinya
suksesi. Dalam hal tidak ada perjanjian maka beralihnya arsip tersebut
tanpakompensasi. Selanjutnya Konvensi Wina 1983 juga mewajibkan predecessor
membantu proses penemuan dan pengembalian arsip –arsip yang berkaitan
dengan wilayah bekas jajahannya dalam kaitannya dengan newly independent
state case. Berdasarkan perjanjian perdamaian Itali 1947, Itali diwajibkan
mengembalikan semua arsip dan historical material yang berasal dari Etiophia
setelah oktober 1935.
Masalah hutang negara adalah masalah yang paling sensitif dalam kasus
terjadinya suksesi negara karena pada umumnya menyangkut kewajiban
pembayaran utang yang cukup besar dari predecessor pada negara ketiga. Utang
negara menurut Konvensi Wina 1983 adalah sangat sulit memperoleh
keseragaman penyelesaian masalah utang negara dalam tiap – tiap kasus suksesi
negara. Sebagai conroh setelah pemisahan Texas dari Mexico 1840, pembayaran
ex gratia dilakukan. Kasus ini dipengaruhi pendapat yang sedang berkembang saat
itu bahwa suksesorhanya memiliki kewajiban moral (ex gratia) terhadap
kewajiban pembayaran utang tersebut. Starke berpendapat sudah selayaknya jika
negara pengganti setelah memperoleh manfaat utang – utang karena pengambilan
wilayah, juga harus bertanggung jawab atas utang negara predecessor-nya.
Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini bahwa suksesor dipandang
tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delik yang
dilakukan oleh predecessor-nya, baik dalam kasus suksesi negara karena
penaklukan ataupun berintegrasi secara sukarela.
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA