Anda di halaman 1dari 15

HUKUM INTERNASIONAL

SUKSESI DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Disusun Oleh
Kelompok 4

Sapta Yoga (1641600124)


Devi (1651600028)
Thania (17)
Wareh Setio (16)

Mata Kuliah : HUKUM INTERNASIONAL


Dosen Pembimbing : RIZKA NURLIYANTIKA SH., LLM

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taupik, dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah Hukum Internasional mengenai
Suksesi Dalam Hukum Internasional.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Hukum Internasional serta


membantu mengembangkan kemampuan pemahaman mengenai Suksesi Dalam
Hukum Internasional. Pemahaman ini kami paparkan melalui pendahuluan,
pembahasan serta kesimpulan. Makalah ini juga kami susun dengan konsep dan
bahasa yang sangat sederhana dengan menggunakan bahasa kami sendiri dan
semoga dapat membantu pembaca dalam memahami isi makalah kami ini.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Hukum Internasional


yang telah memberikan kesempatan kepada kami dalam menyusun makalah
mengenai Suksesi Dalam Hukum Internasional ini, dan terima kasih kami
sampaikan juga kepada teman-teman yang telah memberikan kontribusi berupa
dukungan, ktitik, dan saran.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan digunakan sebagai
acuan. Saran dan kritik sangat kami harapkan dari seluruh pihak agar kami bisa
melakukan perbaikan untuk pembuatah makalah kedepannya.

Palembang, 31 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1


B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN....................................................................................2

A. Pengertian Suksesi Negara......................................................................3


B. Bentuk – bentuk suksesi negara..............................................................14
C. Proses terjadi suksesi negara...................................................................
D. Akibat hukum dari suksesi negara...........................................................
E. Suksesi negara di Indonesia.....................................................................
BAB III. PENUTUP............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia Internasional, setiap negara saling mengadakan kerjasama


antar negara atau negara dengan organisasi negara. Dari hubungan antar negara
dengan negara atau negara dengan organisasi negara tentunya saling mengikatkan
diri antara satu dengan yang lain melalui suatu kesepakatan atau perjanjian.
Mereka juga saling membantu antara satu dengan yang lain misalnya dalam
pemberian bantuan bencana alam di suatu negara atau pemberian pinjaman
keuangan bagi negara yang membutuhkan. Apabila suatu negara mengalami
konflik yang menimbulkan pecahnya negara itu maka akan berdampak pada
perjanjian dan pemberian pinjamandari negara induk yang mengalami perpecahan.
Apakah perjanjian dan pemberian pinjaman itu beralih pada salah satu dari negara
yang terpecah atau menjadi tanggung jawab bersama negara baik yang lama atau
negara baru?

Dalam hukum internasional perpecahan negara dikenal dengan istilah


suksesi negara dan suksesi pemerintahan namun dalam hal ini akan dibahas
mengenai suksesi negara karena suksesi pemerintahan merupakan masalah dalam
suatu negara. Saat terjadi suksesi pemerintahan, hukum internasional hanya
menetapkan bahwa yang berlaku adalah prinsip kontinuitas negara. Pergantian
pemimpin atau pemerintah, perubahan sistem pemerintahan bahkan perubahan
nama dan bentuk negara tidak mempengaruhi hak dan kewajiban suatu negara
selama subjeknya masih yang itu juga. Suksesi negara disebut sebagai peralihan
hak atau pergantian kedaulatan dari predecessor state (digantikan) kepada
successor state (menggantikan) dalam hal kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu
wilayah dalam hubungan internasional. Yang menjadi masalah dengan terjadi
suksesi negara, keseluruhan hak dan kewajiban negara yang lama atau negara
yang digantikan otomatis beralih kepada negara yang baru atau negara yang
mengganti.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu suksesi negara ?
2. Apa saja bentuk suksesi negara ?
3. Bagaimana Proses terjadinya suksesi negara ?
4. Apa akibat hukum dari suksesi negara ?
5. Bagaimana suksesi di Indonesia ?

C. Tujuan

1. Mengetahui Apa itu suksesi negara


2. Mengetahui Apa saja bentuk suksesi negara
3. Mengetahui Bagaimana Proses terjadinya suksesi negara
4. Mengetahui Apa akibat hukum dari suksesi negara
5. Mengetahui Bagaimana suksesi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Suksesi Negara
Kata suksesi negara berasal dari kata state succession atau succession of
state, yang artinya adalah pergantian kedaulatan pada suatu wilayah. pergantian
kedaulatan yang di maksud adalah pergantian dari predecessor state (negara yang
digantikan) kepada successor state (negara yang menggantikan) dalam hal
kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu wilayah dalam hubungan internasional.
J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan
sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum dalam hubungan-
hubungan mereka satu sama lain.1
Suksesi negara harus dibedakan dengan suksesi pemerintah. Manakala
terjadi suksesi atau pergantian pemerintah hukum internasional hanya menetapkan
bahwa yang berlaku adalah prinsip kontinuitas negara. Pergantian pemimpin atau
pemerintah, perubahan sistem pemerintahan bahkan perubahan nama dan bentuk
negara tidak akan mempengaruhi hak dan kewajiban suatu negara selama
subjeknya masih tetap yang itu juga. Contohya perubahan nama Birma menjadi
Myanmar tidak menghapuskan semua hak dan kewajiban yag dibuat negara ini
dalam hubungan internasional.
Dalam hal istilah suksesi negara (state succession) terutama bersangkut paut
dengan peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara yang telah
berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara-negara atau kesatuan-
kesatuan lain, perubahan atau kehilangan identitas demikian terjadi terutama
apabila berlangsung perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian kedaulatan
atas bagian-bagain wilayahnya.2

B. Bentuk – Bentuk Suksesi Negara

1
J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3

2
J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 2, (Alih bahasa: Bambang Iriana
Djajaatmadja), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 431.
Dalam praktik, suksesi negara dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
1. Suksesi Universal
Pada bentuk ini tidak ada lagi international identity dari suatu negara
(predecessor state) karena seluruh wilayahnya hilang. Cotohnya Columbia
terpecah menjadi tiga negara merdeka yaitu Venezuela, Equador, serta New
Granada pada tahun 1832.
2. Suksesi Parsial
Pada bentuk ini negara predecessornya masih eksis, tetapi sebagian
wilayahnya memisahkan diri menjadi negara merdeka ataupun bergabung dengan
negara lain. Contohnya yaitu hilangnya Timor-Timor dari wilayah NKRI
membentuk negara Timor Leste pada tahun 1999. Negara Indonesia sebagai
predecessor state masih tetap ada, yang terjadi adalah bahwa Indonesia kehilangan
sebagian wilayahnya.

C. Proses Terjadi Suksesi


Menurut O’Brien suksesi dapat terjadi apabila:
a. Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung ke
dalam beberapa negara X, Y, dan Z
b. Bagian dari negara A menjadi satu negara baru
c. Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y
d. Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru Y, X, dan Z
e. Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara
baru yang berdaulat

D. Akibat Hukum Dari Suksesi Negara


1. Akibat hukum suksesi negara terhadap perjanjian

Aspek terpenting dari suksesi negara adalah pengaruh pergantian kedaulatan


terhadap hak – hak dan kewajiban yang muncul dari suatu perjanjian. Secara
umum pasal 17 juga 24 Konvensi Wina 1978 menetapkan bahwa perjanjian tidak
beralih pada sukresor kecuali di tentukan lain dalam devolution agreement.
Ketentuan ini sejalan dengan pasal 34 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian
Internasional yang terkenal dengan prinsip “pacta tertiis nec nocunt nec procent”
bahwa perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak ke-3 tanpa
persetujuannya. Dengan demikian, doktrin clean slate yang diperjuangkan oleh
kelompok newly independent state pada dasarnya tidaklah bertentangan dengan
hukum internasional. Negara baru bisa melakukan pick and choose terhadap
perjanjian yang dibuat oleh predecessor.

Untuk perjanjian yang berkaitan dengan wilayah atau disebut dispositive


treaty harus selalu beralih pada suksesor. Masuk dalam kategori perjanjian
dispositive adalah perjanjian perbatasan dan servitude treaty. Tidak dapat
diganggu gugatnya perjanjian perbatasan sebenarnya juga sudah dinyatakan dalam
pasal 26 ayat (2) Konvensi Wina 1969 yang dikenal sebagai rebus sic stantibus
principle. Penggunaaan doktrin rebus sic stantibus harus memenuhi syarat – syarat
sebagai berikut:

1. Perubahan suatu keadaan tidak ada pada waktu pembentukan perjanjian


2. Perubahan tersebut adalah perihal suatu keadaan yang fundamental bagi
perjanjian tersebut
3. Perubahan tersebut tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh para pihak
4. Keadaan yang berubah merupakan dasar yang penting atas mana diberikan
persetujuan terkaitnya negara peserta.
5. Akibat perubahan tersebut harus radikal, sehingga merubah luas lingkup
kewajiban yang harus dilaksanakan menurut perjanjian itu.

Alasan menempatkan perjanjian perbatasan internasional dalam kedudukan


posisi tersendiri yang sangat kuat sehingga tidak dipengaruhi oleh alasan
perubahan keadaan (rebus sic stantibus) bahwa upaya mengakhiri perjanjian
perbatasan dapat mengancam perdamaian, membahayakan prinsip integrasi
teritorial sebagaimana diatur dalama pasal 2 ayat (4) piagam PBB yang dipandang
sebagai prinsip fundamental dalam hubungan internasional. Suksesi negara juga
berkaitan dengan HAM Internasional. Bahwa perjanjia HAM berbeda dengan
perjanjian – perjanjian lain. Hal ini karena perjanjian HAM tidak mengatur
masalah hubungan antar negara, tetapi mengatur masalah hubungan antar standar
minimum perlindungan terhadap manusia di suatu wilayah. Di samping perjanjian
dispositif dalam hukum internasional juga dikenal perjanjian politik atau sering
juga disebut sebagai personal treaties. Contoh perjanjian ini adalah extradition
treaty, navigation treaty, friendship treaty, investment guarantee treaty, dan lain –
lain. Prinsip umum yang berlaku untuk kelompok perjanjian ini adalah tidak
beralih pada suksesor kecuali diatur lain oleh para pihaknya. Dalam perjanjian
yang isinya semata – mata merupakan kodifikasi dari prinsip – prinsip yang sudah
dikenal dalam hukum kebiasaan internasional maka negara suksesor akan terikat
pada prinsip – prinsip tersebut seperti negara lain.

2. Akibat hukum suksesi negara terhadap public property rights

Prinsip – prinsip suksesi negara dalam kaitannya dengan public property


atau state property dikembangkan oleh hukum kebiasaan internasional yang
selanjutnya di kodifikasi dalam Konvensi Wina 1983 tentang state property, arsip
dan hutang. Prinsip umum secara luas dalam hukum kebiasaan internasional
adalah bahwa state property akan beralih pada suksesor. Ini berarti tidak ada
kewajiban hukum pihak suksesor untuk mengembalikan ataupun membayar ganti
rugi aset – aset milik pemerintah lama. Ini diatur dalam hukum konvensional
maupun hukum kebiasaan internasional. Misalnya Indonesia tidak membayar
ganti rugi kepada Belanda pasca kemerdekaan, singapura tidak membayar ganti
rugi kepada Malaysia pasca berpisahnya Singapura dari federasi Malaysia.

Secara umum dikatakan bahwa state property adalah property yang ada di
bawah kepemilikan langsung atau tidak langsung dari lembaga – lembaga
eksekutif, legislatif, atau yudikatif negara berdasarkan hukum nasional negara
predecessor. Para ahli ukum internasional sependapat bahwa yang dimaksud state
property dapat berwujud gedung dan tanah milik negara, alat – alat transportasi
milik negara, pelabuhan – pelabuhan dan lain sebagainya. State property tersebut
di bedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak. Menyangkut benda tidak
bergerak yang ada di wilayah yang beralih, prinsip umum yang berlaku adalah
property itu akan beralih pada suksesor. Apabila benda tidak bergerak berada di
luar wilayah yang beralih maka dianggap tetap milik predecessor, seandainya
negara ini tetap eksis, meskipun prinsip ini dapat dimodifikasi. Tetapi, bila
predecessornya tidak ada lagi maka praktik negara menunjukkan property tersebut
akan dibagi antara negara - negara suksesor yang ada.

3. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Privat Property

Privat property yang dimaksud menyangkut harta benda juga milik


perseorangan atau perusahaan yang bukan milik negara berdasarkan hukum
nasional predecessor. Para ahli hukum internasional sepakat bahwa privat property
ini harus dihormati atau dilindungi oleh predecessor state serta tidak dipengaruhi
secara otomatis oleh suksesi negara yang terjadi. Dengan kata lain, prinsip umum
yang berlaku adalah sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
peralihannya maka privat property tidak beralih pada suksesor. Dengan demikian
bila suksesor ingin mengambil alih benda tersebut harus dengan memberikan
kompensasi pada pemiliknya, individu maupun perusahaan.

4. Akibat hukum suksesi negara terhadap arsip negara

Prinsip umum yang berlaku untuk arsip yang berkaitan dengan wilayah
yang akan beralih pada suksesornya. Pasal 21 Konfensi Wina 1983 menetapkan
bahwa arsip dari negara predecessor beralih pada suksesor pada saat terjadinya
suksesi. Dalam hal tidak ada perjanjian maka beralihnya arsip tersebut
tanpakompensasi. Selanjutnya Konvensi Wina 1983 juga mewajibkan predecessor
membantu proses penemuan dan pengembalian arsip –arsip yang berkaitan
dengan wilayah bekas jajahannya dalam kaitannya dengan newly independent
state case. Berdasarkan perjanjian perdamaian Itali 1947, Itali diwajibkan
mengembalikan semua arsip dan historical material yang berasal dari Etiophia
setelah oktober 1935.

5. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Utang Negara

Masalah hutang negara adalah masalah yang paling sensitif dalam kasus
terjadinya suksesi negara karena pada umumnya menyangkut kewajiban
pembayaran utang yang cukup besar dari predecessor pada negara ketiga. Utang
negara menurut Konvensi Wina 1983 adalah sangat sulit memperoleh
keseragaman penyelesaian masalah utang negara dalam tiap – tiap kasus suksesi
negara. Sebagai conroh setelah pemisahan Texas dari Mexico 1840, pembayaran
ex gratia dilakukan. Kasus ini dipengaruhi pendapat yang sedang berkembang saat
itu bahwa suksesorhanya memiliki kewajiban moral (ex gratia) terhadap
kewajiban pembayaran utang tersebut. Starke berpendapat sudah selayaknya jika
negara pengganti setelah memperoleh manfaat utang – utang karena pengambilan
wilayah, juga harus bertanggung jawab atas utang negara predecessor-nya.

Dalam upaya menciptakan keseragam demi kepastian hukum, Konvesi Wina


1983 melalui pasal 36 menyatakan bahwa suksesi negara tidak mempengaruhi hak
dan kewajiban kreditor. Pada umumya utang negara dapat dibagi menjadi utang
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (local debt) dan penyelesaian utang
dilakukan melalui perjanjian khusus dalam perjanjian peralihan. Dalam kondisi
tidak ada perjanjian khusus dan predecessor masih eksis, praktik negara
menunjukkan bahwa predecessor tetap bertanggung jawab. Menyangkut utang
daerah dan daerah itu melepaskan diri maka suksesor wajib membayar utang
tersebut. Pasal 37 masalah utang diselesaikan melalui pembagian yang
proporsional tergantung kesepakan para pihak. Menyangkut newly independent
state case pasal 38 menyatakan tidak ada utang negara predecessor yang beralih
pada suksesor.

6. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Kewarganegaraan

Brownlie menegaskan bahwa kewarganegaraan akan berubah ketika terjadi


peralihan kedaulatan atau suksesi negara. Untuk memperkuat praktik setelah
perjanjian Versailess 1919 menunjukkan negara – negara yang baru terbentuk
mendasarkan kewarganegaraan berdasarkan pada tempat kelahiran juga tempat
tinggal sehari – hari kecuali ada penolakan untuk itu. Dengan demikian, warga
dari predecessor yang tinggal diwilayah suksesor dapat memperoleh
kewarganegaraan suksesor sepanjang mereka tidak menyatakan penolakan. Bila
negara predecessor masih eksis sering membuat aturan dalam hukum nasionalnya
yang menyatakan waganya yang ada di wilayah yang memisahkan diri tetap
berhak atas kewarganegaraan predecessor. Sehingga penduduk bisa memilih
kewarganegaraan yang diinginkan apakah tetap predecessor atau berganti
suksesor.

7. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Keanggotaan Pada Organisasi


Internasional

Terpecanya Uni soviet membentuk tiga negara Baltik, Georgia dan 11


negara lainnya. Yang mana 11 negara ini membentuk perserikatan negara – negara
merdeka pada 21 desember 1991. Sebelum terpecahnya Uni Soviet, Bylorusia dan
Ukraina telah membentuk federasi dengan Uni Soviet. Saat pembentukan PBB
dengan kepiawaian diplomasinya Uni Soviet berhasil mengajukan kedua negara
itu memperoleh kursi sebagai anggota PBB. Kedua “negara” ini mendapat hak
dan kedudukan yang sama dengan anggota PBB yang lain. Berbeda dengan
negara Republik Federal lainnya yang bukan anggota PBB. Setelah terjadi suksesi
negara di mana Uni Soviet sebagai predecessor sudah tidak ada lagi, Republik
Rusia diakui sebagai pewaris yang sah dari Uni Soviet. Akhirnya Rusia mewarisi
kursi Uni Soviet sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB. Bylorusia dan
Ukraina juga tetap bisa melanjutkan keanggotaannyadi PBB. Adapun 3 negara
Baltik dan 9 negara lainnya harus mendaftar diri sebagai anggota PBB.

8. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Claims In Tort Dan Delict

Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini bahwa suksesor dipandang
tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delik yang
dilakukan oleh predecessor-nya, baik dalam kasus suksesi negara karena
penaklukan ataupun berintegrasi secara sukarela.

E. Suksesi Negara di Indonesia

Sejarah menunjukkan bahwa beberapa kali Indonesia menghadapi peristiwa


suksesi negara. Suksesi negara yang pertama adalah kemerdekaan indonesia dari
pemerintah kolonial Belanda, sehingga Indonesia dapat tergabung dalam
kelompok newly independent state menurut Konvensi Wina 1978 dan 1983
tentang suksesi negara. Kedua adalah diserahkannya Irian Barat oleh Belanda
pada Indonesia melalui proses referendum di bawah pengawasan PBB. Ketiga
adalah lepasnya Timor – Timor sebagai provinsi ke-27 membentuk negara baru
yang merdeka.

Berkaitan dengan suksesi pertama, meskipun telah memproklamasikan


kemerdekaann pada 17 Agustus 1945, baru pada tahun 1949 melalui Perjanjian
Konferensi Meja Bundar (KMB) Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan
secara resmi dari Belanda. Perjanjian KMB dilengkapi dengan perjanjian
peralihan. Pasal 5 perjanjian KMB mengatur mengenai kedudukan perjanjian
internasional yang dibuat Belanda dalam hubungannya dengan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Surat Departemen Luar Negeri RI Nomor 12727, 19
Desember 1972 perihal “partisipasi RI pada perjanjian – perjanjian yang dibuat
oleh Nederland dan dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda” semakian
menegaskan bahwa perjanjian yang dibuat predecessor tidak otomatis beralih pada
Indonesia sebagai suksesornya.

Lepasnya Timor – Timor sebagai provinsi Indonesia yang ke-27 menjadi


negara baru yang merdeka merupakan kasus suksesi negra di Indonesia yang juga
sangat menarik untuk dibahas. Sebagaimana diketahui hasil jajak pendapat 30
Agustus 1999 menunjukkan bahwa 78,5% warga Timor Timor menghendaki
kemerdekaan. Denga demikian, sejak 4 September 1999 Timor Timor bukan
menjadi bagian wilayah Indonesia lagi. UNTAET atas nama PBB menyerahkan
kedaulatan Timor Leste pada tanggal 26 mei 2002 pukul 00.00 kepada bangsa
Timor Leste yang diwakili oleh Presiden Xanana Gusmano. Peristiwa ini
menandakan terjadinya suksesi negara yang mengandung implikasi yuridis bagi
aset Indonesia uang berada di Timor Leste dalam posisi Ex post facto.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Suksesi negara berarti perpindahan tanggungjawab dari suatu negara


kepada negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari
wilayah tersebut. Istilah suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu
perpindahan kekuasaan dari kelompok yang pertama kepada yang
kedua.Kontroversi yang kerap muncul adalah apakah dalam hal terjadi suksesi
akan berlaku sebagaimana layaknya hukum waris. Dalam suksesi negara ada 2
bentuk yaitu bentuk universal yang dimana pada bentuk ini suatu negara
kehilangan seluruh wilayahnya dan parsial yang dimana negara yang digantikan
masih eksis tetapi sebagian wilayahnya memisahkan diri. Suksesi pada suatu
negara dapat menimbulkan berbagai akibat salah satunya akibat terhadap
kewarganegaraan, bahwa kewarganegaraan seseorang yang tinggal di wilayah
suksesor dapat memperoleh kewarganegaraan suksesor sepanjang mereka tidak
menyatakan penolakan. Dan apabila negara predecessor masih eksis,
penduduknya bisa memilih kewarganegaraan yang diinginkan. Apakah ingin
predecessor atau berganti suksesor.

DAFTAR PUSTAKA

Sefriani, S.H.,M.HUM., Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2014

Jawahir,Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer,


Bandung: PT Refika Aditama, 2006

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, (Alih bahasa: Bambang Iriana


Djajaatmadja), Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Anda mungkin juga menyukai