Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SUMBER HUKUM DI INDONESIA


DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Dosen Pengampu :
M. Pasca Zakky Muhajir Ridlwan, S.H, M.Kn..
Disusun oleh :
Eva Rizqullah (05040321075)
Mochammad Rafi Pravidjayanto (05040321083)
Devika Fitria Fantika Sari (05040321100)
Muhammad Devnar Farros (05040321108)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang maha kuasa yang telah melimpahkan berkat rahmat
dan hidayah- Nya, sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta
salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun
kita dari jalan yang gelap menuju jalan terang benderang yaitu agama Islam. Makalah yang
berjudul “SUMBER HUKUM DI INDONESIA” ini dibuat untuk memenuhi tugas yang
diberikan dosen kepada saya sebagai salah satu bahan penilaian pembelajaran di bangku
kuliah semester satu ini.

Saya ucapkan terima kasih kepada bapak M. Pasca Zakky Muhajir Ridlwan, S.H,
M.Kn. selaku dosen pembimbing bidang studi yang telah memberikan arahan dalam proses
pembuatan makalah yang sederhana ini. Serta semua pihak yang telah memotivasi untuk
menyelesaikan makalah yang insyaallah bermanfaat untuk pembacanya.

Kami sebagai pemakalah menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, kami menerima semua kritik dan saran yang membangun dari teman-teman
untuk dijadikan pembelajaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima Kasih

Sidoarjo, 17 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................1
A. Undang – undang.......................................................................................................................4
B. Hukum Adat..............................................................................................................................5
C. Yurisprudensi.............................................................................................................................8
D. Konvensi Internasional............................................................................................................10
E. Doktrin.....................................................................................................................................12
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

iii
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Hukum merupakan peraturan yang berupa norma atau sanksi yang bertujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga keadilan, ketertiban, menvegah
terjadinya kekacauan. Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak hal yang
mengelami perkembangan, termasuk salah satunya ialah hukum.
Dengan adanya perkembangan zaman ini menyebabkan aturan kehidupan
manusia juga berubah, sehingga hal ini menyebabkan perilaku dan perbuatan manusia
menyimpang dari aturan hukum. Untuk itu manusia harus belajar tentang apa itu
hukum, salah satunya memahami atau mempelajari tentang apa itu sumber hukum dan
penggolongan sumber hukum. Agara manusia mempunyai ilmu untuk tidak
melakukan perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari hukum

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum undang – undang?
2. Apa yang dimaksud dengan sumer hukum hukum adat?
3. Apa yang diaksud dengan sumber hukum yurisprudensi?
4. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum konvensi internasional?
5. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum doktrin?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sumber hukum undang – undang.
2. Untuk mengetahui sumber hukum hukum adat.
3. Untuk mengetahui sumber hukum yurisprudensi.
4. Untuk mengetahui sumber hukum konvensi internasional.
5. Untuk mengetahui sumber hukum doktrin.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sumber Hukum Undang - Undang

Perundang – undangan, perbuatan hukum yang dilakukan secara sengaja oleh


badan yang berwenang, perundang – undangan merupakan salah satu sumber hukum.
Badan yang berwenang mempunyai kegiatan sebagai pembuatan perundang – undangan.
Ada bermacam kegiatan yang dapat digolongkan kedalam kategori perundang –
undangan, baik itu yang berupa penambahan terhadap peraturan yang sudah ada
maupun yang mengubahnya. Hukum yang dihasilkan oleh proses seperti iti disebut
sebagai hukum yang diundangkan berhadapan dengan hukum yang tidak di undangkan.
Ada perauturan yang dihasilkan oleh suatu perundang – undangan yang memiliki
ciri – ciri sebagai berikut, yang pertama bersifat umum dan komprehensif, dengan
demikian merupakan kebalikan dari sifat – sifat yang khusus dan terbatas. Yang kedua
nerdifat universal, bersifat universal ini diciptakan agar dapat menghadapi peristiwa –
peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk kongkritnya. Maka dari itu tidak
dapat dirumuskan untuk menghadapi peristiwa – peristiwa tertentu saja. Yang ketiga
memiliki kemampuan untuk mengkoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Hal ini
lasim bagi suatu peraturan untuk mencamtukan klausul yang kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali.
Perundang – undangan memperlihatkan karaterisitik, suatu norma bagi
kehidupan sosial yang lebih matang khususnya dalam kejelasan dan kepastian
Perundang – undangan mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan, beberapa
kelebihan dari perundang – undangan, yaitu yang pertama adalah perundang – undangan
memiliki tingkat prediktibilitasnya yang besar. Hal ini pengaturannya di tunjukan ke
masa depan karena hal ini berhubungan dengan tingkat prospektif dari perundang –
undangan. Dengan demikian perundang – undangan dituntut untuk terlebih dahulu
memberitahu hal – hal yang diharapkan untuk dilakuakan atau tidak dilakukan oleh
anggota masyarakat. Asas – asas hukum seperti asas tidak belaku surut memberikan
jaminan bahwa kelebihan yang demikian akan di laksanakan secara seksama. Yang
kedua adalah kecuali kepastian yang lebih mengarah kepada bentuk formal diatas,
perundang – undangan juga memberikan kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan.

2
Beberapa kelemahan perundang – undangan adalah yang pertama adalah
kekauannya, sebenarnya kelemahan ini tampil ketika sehubungan dengan kehendak
perundang – undangan untuk menampilkan kepastian. Jika kepastian itu hendak ingin
dipenuhi maka harus membayarnya dengan membuat rumusan – rumusan yang jelas,
terperinci dan tegar dengan resiko menjadi norma – norma yang baik. Yang kedua
adalah perumusan – perumusan yang bersifat umum termasuk ke inginan dari perundang
– udangan untuk membuat perumusan – perumusan yang bersifat umum yang
mengandung resiko bahwa ia mengabaikan dan dengan demikian menjadikan perbedaan
– perbedaan atau ciri khusus yang tidak bisa disamaratakan begitu saja.
Perundang – undanga juga memiliki hakikat sosial, sebagai salah satu sumber
hukum, perundang- undangan memiliki kelebihan dan norma – norma social yang lain,
karena perundang – undangan dikaitkan dengan kekuasaan tertinggi di suatu negara dan
perundang - undangan juga memiliki kekuasaan memaksa yang besar sekali. Dengan
demikian perundang-undangan mudah untuk menentukan ukuran-ukurannya sendiri
tanpa perlu menghiraukan tuntutan-tuntutan dari bawah.
Masuknya unsur – unsur sosial kedalam perundang – undangan termasuk dari
kehendak masyarakat, kehendak masyarakat ini dipengaruhi oleh ciri demokratis
masyarakat, ciri demokratis masyarakat sekarang ini memberikan capnya sendiri
terhadap cara-cara peundangan itu diciptaka. Menghadapi perkembangan yang seperti
itu tampak semakin kabur pemisahan secara ketat antara konsep sumber hukum yang
atas bawah dan bawah atas. Apababila batas-batas itu sudah merasuki satu sama lain
maka mendekati masalaha perundang – undangan secara sosial termasuk salah satu cara
penting. Pelapisan yang makin tajam menambah sulitnya usaha untuk mengatasi
kecenderungan hukum atau perundang – undangan untuk memihak tersebut. Hal ini
dipengaruhi oleh keadaan dan susunan masyarakar modern. Orang yang dapat
mengontrol intitusi – institusi ekonomi dan politik dalam masyarakat adalah mereka
yang bisa bertindak efektif dalam dalam suasana kehidupan sosial. Oleh karena itu sulit
untuk menyangkal bahwa perundang – undangan itu lebih menguntungkan pihak yang
makmur. Yaitu mereka yang lebih aktif melakukan kegiatan – kegiatan politik.
Masyarakat yang menjunjung liberalism dan ekonominya kapitalisme akan lebih
menampilkan karakteristik social yang demikian itu dari pada masyararakat yang
menekankan pada unsur kebersamaan dalam kehidupan social dan politiknya. Didalam
masyarakat yang disebut pertama, perundang-undangan dilakukan untuk menndonrong
kepentingan golongan yang satu diatas yang lain. Dalam perundang-undangan itu tidak

3
dapat menghindari terjadinya kemajuan dalam pengutamaan kepentingan orang- orang
tetentu sedang golongan lain akan menjadi lebih sengsara.
Beberapa Asas berlakunya undang – undang:
1. Undang undang yang tingkatanya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
undang undang yang kedudukanya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.
2. Undang undang yang bersifat khusus mengeyampingkan undang undang yang
bersifat umum apabila undang undang tersebut sama kedudukanya.
3. Undang undang yang berlaku belakangan membatalkan undang undang yang
terdahulu sejauh undang undang itu mengatur hal yang sama.
4. Undang undang tidak boleh diganggu gugat, artinya undang undang tidak boleh diuji
apakah isinya bertentangan dengan peraturan yang kedudukanya lebih tinggi.
5. Undang undang yang telah diundangkan dianggap telah diketahui semua orang.
Karena orang yang melanggar undang undang tidak bisa membela dirinya dengan
menyatakan tidak mengetahui undang undang yang bersangkutan.
Tata urutan peraturan perundang-undangan menurut UUD1945 sebagai berikut:
1. UUD Negara RI Tahun 1945.
2. Ketetapan MPR
3. UU/ peraturan pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah.
5. Keputusan Presiden.
6. Peraturan Menteri.
7. Peraturan Daerah.

4
B. Sumber Hukum Hukum Adat
Indonesia adalah negara yang menganut pluralitas dalam bidang
hukumnya, dimana ada tiga hukum yang keberadaannya diakui dan berlaku yaitu hukum
barat, hukum agama dan hukum adat. Pada keseharianya masih banyak masyarakat
indonesia yang masih menggunakan hukum adat untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi, setiap wilayah di
indonesia memiliki aturan dan hukum hukum adat yang berbeda-beda1
Istilah hukum adat sendiri pada awalnya di pelopori oleh C.Snouck Hungronye
dengan istilah adat recht, istilah hukum adat juga di kenal sebagai pengertian teknis
yurudis dan sebagai ilmu objek pengetahuan hukum yang positif dan di pelopori oleh
Cornelis van Vollen Hoven yang dikenal sebagai bapak hukum adat.2
Adapun definisi hukum adat menurut pendapat beberapa ahli yaitu :
 Menurut Prof. Mr. B. Terhaar Bzn, Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang
menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara
spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya
bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat,
maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar
peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap si
pelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.3
 Menurut kesimpulan dari supomo dan hazairin hukum adat adalah hukum yang
mengatur tingkah laku manusia indonesiadalam hubungan satu sama yang lain, baik
m erupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar benar
hidup di masyarakat adat karena di anut dan di pertahankan oleh angota anggota
masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal
sanksi atas pelanggaran dan yang di tetapkan dalam keputusan- keputusan para
penguasa adat.
 Menurut Soeroyo Wignyodipuro, S.H.: Hukum adat adalah suatu kompleks norma-
norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta
meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat, sebagaian besar manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam

1
DR.YULIA S.H.,M.H, BUKU AJAR HUKUM ADAT ( Sulawesi: unimal press, 2006 )
2
Dr.H. Ishaq, S.H, M.Hum , BUKU PENGANTAR HUKUM INDONESIA ( Depok, Rajawali Pers ,2013 ) hal 301.
3
Mr. R. Ter Haar Ben diterjemahkan K Ng Sachakti Poesponoto, "Asas-Asas dan Susunan Hukum Arm (Beginselen
en Stelsel van Ha Adam Recht)", cekan kesembilan hels (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987), hal 6
5
masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh
rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi ).4

Dari beberapa pendapat diatas tentang definisi hukum adat dapat di simpulkan
bahwa yang dimaksud dengan hukum adat yaitu serangkaian aturan yang mengikat pada
suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan
berkembang pada suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi hukum
secara turun temurun.

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang yang berarti bahwa
negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam sistem
hukum Indonesia

Diatur juga dalam Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”. 

Adapun ciri ciri dari hukum adat meliputi:

1. Lisan, artinya tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak di modifikasi.
2. Tidak sistematis
3. Tidak berbentuk kitab perundang undangan
4. Tidak teratur
5. Keputusanya tidak memakai konsideran ( pertimbangan )
6. Pasal- pasal aturanya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.5

Hukum adat sebagai suatu model hukum dari masyarakat rumpun suku bangsa
melayu yang tidak termodifikasi dan merupakan pernyataanm hukum dari budaya
suku bangsa itu mempunyai beberapa sifat yaitu:

4
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Huum Adat,( jakarta,Toko Gunung Agung, 1983 ) , hal 16.
5
https://tesishukum.com/tag/ciri-ciri-hukum-adat/ ( diakses pada Selasa, 05 Oktober 2021 , 18.16 wib)
6
1. Konkret maksudnya segala sikap tindak itu selalu dilakukan secara terang-
terangan atau nyata, dengan memakai tanda-tandayang mengerti oleh para warga
masyarakat lainya dalam lingkungan hukum adat itu sendiri.
2. Supel, maksudnya hukum adat itu dalam dirinya di bangun dengan asas-asas
pokok itu dengan memperhatikan situasi, kondisi, dan waktu yang di hadapi.
3. Dinamis, artinya hukum adat itu pada prinsipnya terus menerus berubah dan
berkembang melalui keputusan-keputusan atau penyelesaian-penyelasaian yang
di keluarkan oleh masyarakat sebagai hasil temu rasa dan temu pikir melalui
permusyawaratan.6
Sedangkan lingkungan hukum adat oleh van vollen hoven telah membagi
indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat yaitu :
- Aceh
- Tanah gayo,alas,dan batak beserta nias
- Daerah minangkabau (beserta mentawai)
- Sumatra selatan
- Daerah melayu
- Bangka dan belitung
- Kalimantan (tanah dayak)
- Minahasa
- Gorontalo
- Daerah toraja
- Sulawesi Selatan
- Kepulauan Ternate
- Maluku, Ambon
- Irian
- Kepulauan timor
- Bali dan Lombok ( beserta sumbawa barat)
- Jawa Tengah dan Timur ( beserta Madura)
- Daerah-daerah Swaparja Solo dan Yogyakarta
- Jawa barat7
-

6
Dr.H. Ishaq, S.H, M.Hum , BUKU PENGANTAR HUKUM INDONESIA ( Depok, Rajawali Pers ,2013 ) hal 302.
7
R.Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, di terjemahkan oleh A.Soehardi, ( Bandung:sumur, 1982), hal 15.
7
Tiap lingkungan hukum tersebut di atas mempunyai ciri-ciri hukum adat yang
berbeda satu sama lainya, berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum adat dari 19
daerah lingkungan hukum (rechtskring) di indonesia sistem hukum adat di bagi dalam
tiga kelompok

1. Hukum adat mengenai tata negara ( tata susunan rakyat ) hukum adat ini mengatur
tentang susunan dari ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum
(rechtgemenschappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan
jabatan-jabatan dari penjabatnya
2. Hukum adat mengenai warga ( hukum warga ) terdirii dari
- Hukum pertalian sanak ( perkawinan, waris)
- Hukum tanah ( hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah )
- Hukum perhutangan ( hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda
selain tanah dan jasa )
3. Hukum adat mengenai delik ( hukum pidana ), memuat peraturan peraturan tentang
berbagai delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.8
Sistem hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum adat tidak
tertulis yang tumbuh dan di pertahankan dengan hukum masyarakatnya.hukum adat
sendiri memiliki tipe yang bersifat tradisional dengan berpangkal kepada kehendak
nenek moyang, peraturan-peraturan hukum adat juga dapat berubah tergantung dari
pengaruh kejadian-kejadian dan keadaan hidup, bahkan terkadang perubahanya tidak di
sadari oleh masyarakatnya. Meskipun hukum adat itu bersumber pada ketentuan adat
istiadat atau kebiasaan bangsa indonesia, tetapi tidak semua adat istiadat menjadi
sumber hukum adat, hanya adat istiadat yang mempunyai akibat hukum atau bersanksi
saja yang menjadi hukum adat, sedangkan adat-istiadat yang tidak mempunyai akibat
hukum bukan merupakan hukum adat.

Pengaturan mengenai Masyarakat Hukum Adat ditempatkan sebagai bagian dari


pengaturan tentang Pemerintah Daerah. Istilah yang digunakan di dalam Pasal 18B Ayat
(2) UUD RI Tahun 1945 adalah ‘kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat’, Berbagai
peraturan lain dalam bidang hukum sumber daya alam menggunakan istilah yang
berbeda-beda, seperti: Masyarakat Adat, Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat
Tradisional. Persoalannya, keberagaman tersebut tidak hanya menyangkut istilah, tetapi
juga berdampak pada keragaman pemaknaan pula atas batasan kelembagaan dari
8
R. Abdoel Djamali, S.H., Buku Pengantar Hukum Islam edisi revisi ( Depok, Rajawali Pers,2016) hal 74..
8
Masyarakat Hukum Adat itu. Dalam ranah aplikatif ketentuan normatif diperlukan
terjemahan yang tegas, baik tentang pengertian, jenis dan bentuk Masyarakat Hukum
Adat, sehingga dengan demikian pengakuan dan perlindungan tersebut dapat
dilaksanakan oleh Negara. Pengakuan dan perlindungan yang dilaksanakan oleh Negara
terhadapMasyarakat Hukum Adat, dapat terwujud apabila ada landasan hukumnya
dalam bentuk aturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang tentang Masyarakat
Hukum Adat.9

Tiga dimensi hukum adat yang mengatur gerak manusia di muka bumi ini yaitu:

1. Dimensi adat tapsila ( akhlakul qarimah )


Yaitu sebuah dimensi yang mengatur tata prilaku atau norma dan etika tiap tiap
individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialbudaya, alam ataupun
kesehatan jasmani rohani

2. Dimensi adat krama


Yaitu dimensi adat yang mengatur perluasan keluarga yang di lakukan melalui
perkawinan yang dilakukan dengan adat dan syarat yang berlaku di masyarakat

3. Dimensi adat pati / gama


Pada dimensi ini di jabarkan bahwa dimensi ini mengatur sebuah tata cara ritual
kehormatan bagi jenazah atau ritual kematian sehingga dimensi adat pati kerap di
sebut sebagai dimensi adat gama ( di sesuaikan dengan ajaran agama masing-
masing).

9
Prof .dr. sri hajati,S.H,.M.S., BUKU AJAR HUKUM ADAT (KENCANA: jakarta timur,2018
9
C. Sumber Hukum Yurisprudensi

a. Pengertian
Dalam bahasa inggris, ilmu hukum lazim disebut jurisprudence, secara
etimologi, jurisprudence berasal dari bahasa latin iuris dan prudentia, yang jika
diterjemahkan secara harfiah berarti kebijaksanaan tentang hukum.10 Sedangkan dalam
kamus hukum, yurisprudensi merupakan keputusan hakim yang tetap; putusan-putusan
Pengadilan; apabila mengenai sesuatu persoalan sudah ada suatu yurisprudensi itu
telah melahirkan suatu peraturan hukum yang sama kuatnya dengan Undang-Undang.
Karena itu maka yurisprudensi juga dianggap sebagai suatu sumber hukum (dalam arti
formal). Dalam salah satu penelitian hukum tentang peningkatan yurisprudensi sebagai
sumber hukum yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, telah
terkumpul beberapa definisi pengertian yurisprudensi, antara lain:

a. Yurisprudensi, merupakan peradilan yang tetap atau hukum peradilan


(Poernadi Poerbatjaraka dan Soejono Soekanto);
b. Yurisprudensi merupakan ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh
pengadilan (Kamus Pockema Andrea;
c. Yurisprudensi adalah pengumpulan yang sistematis dari keputusan Mahkamah
Agung dan Putusan Pengadilan Tinggi yang diikuti oleh Hakim lain dalam
memberi keputusan dalam soal yang sama (Kamus Poeckma Andrean)
d. Yurisprudensi diartikan sebagai Rechtsgeleerheid Rechtsspraak, Rechtsopvatting
gehudligde door de (hoogste) Rechtscolleges, Rechtslichamen blijklende
uitgenomen de beslissingen (kamus koenen endepols);
e. Yurisprudensi diartikan sebagai Rechtsopvatting van de Rechterlijke macht,
blijkende uitgenomen beslissingen toegepast recht de jurisprudentie van de Hoge
Raad (kamus van Dale).11
f. Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa yurisprudensi adalah sebagai
peradilan pada umumnya (judicature, rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum
dalam hal konkret terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang
berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau
siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan
berwibawa.
10
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2008).
11
Paulus Effendie Lotulung, “Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum,” 1998.
10
Diantara berbagai definisi yurisprudensi, salah satu definisi yang umum
dipahami dari pengertian yurisprudensi adalah pengertian yang digunakan oleh
Soebekti. Pengertian yurisprudensi menurut Soebekti, yurisprudensi merupakan
putusan-putusan hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah
Agung (MA) sebagai pengadilan kasasi, atau putusan-putusan MA sendiri yang tetap. 12
Dengan kata lain, pengertian yurisprudensi sebagai sumber hukum sebagai sumber
hukum adalah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk
memutus perkara.

b. Peran yurisprudensi di Indonesia


Dalam yurisprudensi, hakim justru bertugas menjadi faktor pengisi kekosongan
hukum manakala undang-undang tidak mengatur atau telah ketinggalan jaman. Dengan
menggali nilai-nilai yang hidup dan berkembang mengenai nilai-nilai yang adil dan
tidak adil, apa yang patut dan tidak patut, dan sebagainya. 13 Melihat peranan
yurisprudensi dalam dunia peradilan tersebut, selain berkedudukan sebagai sumber
hukum, dapat dikatakan bahwa yurisprudensi pada hakikatnya mempunyai beberapa
fungsi antara lain:
a. Adanya putusan-putusan yang sama dalam kasus yang serupa, maka dapat
ditegakkan adanya standard hukum yang sama, dalam hal undang-undang tidak
mengatur atau belum mengatur pemecahan kasus yang bersangkutan.
b. Dengan adanya standard hukum yang sama itu, maka dapat diciptakan rasa
kepastian hukum di masyarakat.
c. Dengan diciptakannya rasa kepastian hukum dan kesamaan hukum terhadap
kasus yang sama, maka putusan hakim akan bersifat dapat diperkirakan
(predictable) dan ada transparansi.
d. Dengan adanya standard hukum, disparitas dapat dicegah melalui berbagai
putusan hakim yang berbeda dalam perkara yang sama, jika hal tersebut terjadi,
maka hal itu jangan sampai menimbulkan disparitas tetapi hanya bercorak
sebagai variabel secara kasuistik (kasus demi kasus)

Kedudukan yang penting dari yurisprudensi sedemikian itu dengan sendirinya


mensyaratkan kemampuan profesionalisme Hakim di dalam menciptakan putusan-

12
Enrico Simanjuntak, “The Roles of Case Law in Indonesian Legal System,” 2018.
13
Paulus Effendie Lotulung, “Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum.”
11
putusan yang berdasar logika hukum/legal reasoning yang kuat dan menjadi "ratio
decidendi” clan putusannya. Dengan adanya pedoman atau pegangan tersebut, maka
akan timbul konsistensi dalam sikap peradilan dan menghindari putusan-putusan
yang kontroversial, hal ini akan memberikan jaminan kepastian hukum serta
kepercayaan terhadap peradilan dan penegakkan hukumnya. Sebab dalam hubungan
hukum yang makin mendunia ini akan lebih dirasakan

c. Kedudukan yurisprudensi dalam sistem hukum di Indonesia

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan atau melahirkan hukum
atau asal muasalnya hukum. sumber hukum dapat dilihat dari segi materiil dan segi
formil. sumber hukum formil antara lain, yakni : undang-undang (statue), kebiasaan
(custom), keputusan-keputusan hakim (yurisprudensi) dan traktat (treaty). Dari
keempat sumber hukum tersebut, keberlakuan yurisprudensi dalam pengujian
undang-undang di Mahkamah Konstitusi menjadi topik pembahasan. Hal tersebut
dikarenakan keberadaan yurisprudensi seringkali menjadi perdebatan dikarenakan
oleh sistem hukum yang digunakan Indonesia yang merupakan warisan belanda
yakni civil law system yang menempatkan yurisprudensi sebagai salah satu rujukan
sumber hukum yang tidak terikat oleh hakim dalam memutus suatu perkara.
Dalam yurisprudensi terdapat dua asas yang mempengaruhi seseorang
hakim itu mengikuti hakim yang terdahulu atau tidak. Asas-asas itu terdiri dari :
1. Asas precedent
Asas ini bermakna bahwa seorang hakim terikat oleh hakim lain, baik yang
sederajat atau yang lebih tinggi dalam artian hakim dalam mengadili dan
memutuskan perkara tidak boleh menyimpang dari hakim lain. Negara yang
menganut asas precedent adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika Selatan. Asas
precedent bisa juga disebut sebagai stare dicisie adalah lembaga peradilan yang
mana lebih dikenal di negara anglo saxon atau negara common law system.
2. Asas bebas
Asas bebas bermakna bahwa seorang hakim tidak terikat oleh putusan hakim
lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. “tidak terikat” disini diartikan
bahwa seorang hakim, dalam memutuskan suatu perkara, boleh mengikuti putusan
hakim terdahulu, boleh juga tidak mengikuti. Negara yang menganut asas bebas ini
identik dengan negara eropa kontinental atau civil law system seperti Belanda,

12
Perancis dan Indonesia.14

Dilihat dari segi teori dan praktik, yurisprudensi telah diterima sebagai salah satu
sumber hukum, baik dalam sistem hukum civil law maupun common law. Bagi negara
common law, yurisprudensi memang merupakan sumber hukum terpenting. Judge
made law (dalam kamus hukum : putusan hakim atas dasar perkara yang sama dengan
putusan yang sama.). mengambil tempat terpenting disamping statute law (hukum
undang-undang). Sedangkan bagi negara civil law, hanya mengikat secara persuasive
precendent sehingga hakim-hakim dibawahnya atau setelahnya diperkenankan tidak
mengikuti yurisprudensi.
Perbedaan asas preseden dalam common law dan yurisprudensi terlihat pada
kekuatan mengikatnya. Jika putusan pengadilan Anglo-Amerika (common law)
mempunyai kekuatan mengikat, maka putusan pengadilan civil law memperoleh
kekuatan persuasif. Hal itu menyebabkan serangkaian putusan suatu permasalahan
hukum tertentu dapat dipandang mengikat.
Dari seluruh uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yurisprudensi tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Yurisprudensi di
Indonesia sudah bisa dikatakan sangat penting. Selain sebagai sumber hukum,
yurisprudensi juga sebagai petunjuk (guidelines) bagi para hakim dalam memutus
perkara. Yurisprudensi juga perlu selain untuk mengisi kekosongan hukum juga penting
untuk mewujudkan standar hukum yang sama/kepastian hukum. Peraturan perundang-
undangan tidak pernah mengatur secara lengkap dan detail, oleh karenanya
yurisprudensi yang akan melengkapinya. Dengan adanya standar hukum yang sama,
maka dapat diciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat, dan mencegah adanya
disparitas putusan.

14
Oly Viana Agustine, “Keberlakuan Yurisprudensi Pada Kewenangan Pengujian Undang-Undang Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi,” 2018.
13
D. Sumber Hukum Konvensi Internasional
Traktat atau perjanjian internasional adalah sebuah perjanjian yang melibatkan
organisasi internasional yang diatur dalam konvensi wina tentang hukum perjanjian tahun
1969, dan sebagian dari isinya kini di anggap melambangkan kebiasaan internasional
sehingga menjadi norma hukum internasional yang mengikat. Pada dasarnya praktik
perjanjian internasional diatur oleh asas pacta sunt servanda, yang berarti perjanjian
tersebut mengikat semua pihak yang berjanji untuk melaksanakan kewajibanya dengan
iktikad baik. Suatu negara dapat membuat perjanjian dengan negara lain tanpa harus
membentuk traktat, misalnya pertukaran nota atau surat biasa, meskipun demikian dari segi
yuridis nilai surat-surat seperti itu sama dengan traktat.

Di dalam perjanjian atar negara di dapat berbagai macam dan banyak istilah,
Perjanjian-perjanjian tersebut pada dasarnya di bagi dalam perjanjian internasional yang
penting dan yang kurang penting atau yang sederhana sifatnya. Bagi perjanjian
internasional yang penting di namakan traktat sedangkan bagi yangg kurang penting di
pergunakan istilah “persetujuan”

Aturan mengenai penafsiran perjanjian tercantum pada pasal 31 dan 32 konvensi


wina 1969, kedua pasal ini dianggap melambangkan kebiasaan internasional. Pada
dasarnya perjanjian di tafsirkan sesuaii dengan pengertian yang lazim di berikan terhadap
suatu istilah sesuai dengan konteks yang berdasarkan maksud dan tujuan dari perjanjianya.
Apabila makna yang di peroleh dari penafsiran ini tidak masuk akal penafsiran dapat
menggunakan cara penafsiran tambahan dalam pasal 32 konvensi wina 1969, salah satunya
dengan melihat dokumen persiapan perjanjian. Suatu perjanjian dapat di amandemen
sesuai dengan kesepakatan pihak pihak yang terlibat, Pihak yang ingin keluar dari sebuah
perjanjian dapat melakukanya sesuai dengan kesepakatan yang tercantum pada perjanjian
tersebut. Apabila tidak ada ketentuan sama sekali maka pengakhiran atau penarikan dari
suatu perjanjian dapat hanya dapat dilakukan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian
sedari awal memiliki iktikad untuk menerima kemungkinan pengakhiran atau penarikan.
Suatu perjanjian dapat di anggap tidak sah akibat hal hal tertentu, misalnya jika perjanjian
14
dibuat dari korupsi dengan perwakilan negara lain, dengan paksaan atau apabila isinya
melanggar jus cogens atau norma wajib yang tidak dapat di kesampingkan dalam keadaan
apapun misalnya pelarangan perbudakan dan penyiksaan, status traktat dalam hukum
nasional sendiri bergantug pada sistem hukum di setiap negara.

Adapun bunyi dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tu adalah
"Presiden dengan persessan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang membuat
perdamaian dan perjanjim dengan negara lain Kalau diperhatikan bunyi Pasal 11 ayat (1) di
atas tidak membedakan antara perjanjian yang termasuk penting (treaty), dengan perjanjian
tidak begitu penting (agreement). Dalam praktik ketatanegaraan yang dipakai sebagai dasar
untuk menjalankan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah surat Presiden
Republik Indonesia tentang pembuatan perjanjian perjanjian dengan negara lain kepada
ketua Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 22 Agustus 1960 nomor 2826/HK/1960. Dalam
surat ini dibedakan 2 (dua) macam perjanjian internasional, yaitu:

1. Perjanjian internasional yang memuat materi yang penting (treaty), dan


2. Perjanjian internasional yang mengandung materi yang kurang penting (agreement).
Perjanjian internasional yang lazim berbentuk penting (treaty) yang mengandung materi
sebagai berikut:

 Soal-soal politik atau soal-scal yang dapat memengaruhi haluan politik luar negeri
seperti misalnya perjanjian-perjanjian persahabatan, perjanjian-perjanjian perrekuruan
(aliansi), perjanjian-perjanjian tentang perubahan wilayah.
 Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya sehingga memengaruhi haluan politik luar
negeri seperti perjanjian kerja sama ekonomi, pinjaman uang. Soal-soal yang menurut
Undang-Undang Dasar dan menurut sistem
 perundang-undangan kita harus diatur dengan bentuk undang-undang.seperti soal-soal
kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman.
Dengan demikian, di luar hal-hal tersebut di atas, dianggap sebagai perjanjian
internasional yang kurang penting (agreement). Perjanjian semacam ini tidak memerlukan
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), akan tetapi hanya disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk diketahui setelah disahkan oleh Presiden.

Sedangkan perjanjian internasional yang berbentuk penting (treaty) harus mendapat


persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pelaksanaan pembuatan traktat

15
(perjanjian) itu menurut pendapat klasik harus melalui prosedur tertentu, yakni melalui 4
(empat) tahap, yaitu:

1. Tahap penetapan (sluiting). yaitu penetapan isi perjanjian oleh utusan atau delegasi
pihak-pihak yang bersangkutan. Hasil penetapan diben nama konsep traktat/perjanjian
(sluiting oorkande/concept verdrag/concept overeen komst).
2. Tahap persetujuan masing-masing parlemen pihak yang bersangkutan Di Indonesia
oleh Presiden diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disetujui.
Setelah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimasukkan dalam undang-
undang persetujuan (goedkeurings wet). kemudian konsep perjanjian itu disahkan oleh
Kepala Negara (Presiden)
3. Tahap ratifikasi (pengesahan). Setelah ratifikasi oleh Presiden, maka perjanjian itu
berlaku di wilayah negara yang bersangkutan. Perjanjian yang telah diratifikasikan
kemudian diundangkan dalam lembaran negara Pengundangan ini hanya merupakan
tindakan formal saja dan bukan syarat untuk berlakunya perjanjian. Perjanjian telah
mulai berlaku setelah ratifikasi.
4. Tahap penukaran piagam perjanjian. Pihak-pihak yang telah meratifisir perjanjian
dalam suatu upacara saling menyampaikan piagam persetujuan Perbuatan ini disebut
pengumuman atau pelantikan.
Setelah tahap-tahap tersebut telah dilaksanakan, maka perjanjian (traktat) itu telah
terbentuk dan berlaku nengikat kepada negara dari negara yang bersangkutan. Mengikatnya
suatu perjanjian (traktat) pada umumnya didasarkan pada suatu asas hukum yang bernama
"pacta Sun Servanda", yaitu setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati, atau setiap
perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya. Dengan demikian, perjanjian
(traktai) merupakan sumber hukum formal.Kemudian suatu perjanjian secara umum dapat
ditangguhkan keber lakuannya atau berakhir disebabkan sebagai berikut:

 Karena telah tercapainya tujuan daripada perjanjian itu


 Karena habis berlakunya waktu perjanjian itu
 Karena punahnya salah satu pihak peserta perjanjian atau penunahnya objek
perjanjian itu
 Karena adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu
 Karena diadakannya perjanjian antara para peserta kemudian yang meniadakan
perjanjian yang terdahulu:

16
Macam-macam perjanjian/traktat dikenal 3 macam ialah:

 Traktat bilateral atau traktat binasional atau twee zijdig, apabila perjanjiannya terjadi
antara dua negara. Contohnya :

1. Traktat antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang


perjanjian ekstradisi menyangkut kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik.
2. Traktat antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini tentang
perjanjian perbatasan wilayah kedua negara.
3. Traktat antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Peme rintah Uni Soviet
tentang SALT II (Strategic Arms Limina tion Treaty II) yang ditandatangani oleh
Presiden Jimmy.

 Traktat multilateral apabila dibuat oleh banyak negara.Contoh :

1. Perjanjian antara tiga negara, Indonesia, Malaysia Singapura tentang status selat
Malaka sebagai laut milik be sama ketiga negara tersebut dan bukan laut
internasional
2. Perjanjian 5 negara, Indonesia, Malaysia, Singapura, Ma Thai, dan Philipina
tentang kerja sama regional antara ru pun Asia Tenggara (ASEAN); Indonesia
meratifikasi dengan Undang-undang No.6 Tahun 1976.
3. Perjanjian kerja-sama beberapa negara di bidang pertahan dan ideologi seperti
NATO (North Atlantic Treaty Organi tion).

 Traktat kolektif atau traktat terbuka adalah multilateral yang boleh dimasuki negara
lain. Contoh : traktat PBB. atau Charter of the United Nations merupakan perjanjian
banyak negara-negara yang ingin menegakkan perdamaian dunia Indonesia menjadi
anggota ke 60.

17
18
E. Sumber Hukum Doktrin
Doktrin dapat diartikan sebagai pendapat atau pendirian ilmiah yang disusun dan
dikemukakan secara rasional dan dapat meyakinkan orang lain15. Doktrin memiliki
peranan penting karena dikemukakan oleh seorang ilmuwan hukum yang bisa
mempengaruhi yurisprudensi dan bisa menjadi kaedah hukum, karena itu doktrin dapat
menjadi bagian dari sumber hukum positif.16 Bahkan dikatakan bahwa doktrin
merupakan contoh yang baik dalam menerapkan argumentasi dan mendorong bagi
pengembangan pengetahuan tentang hukum yang ada, serta pada situasi tertentu
membawa perubahan pada hukum. Terlihat bahwa doktrin tidak bebas nilai, doktrin
memiliki peran untuk mempromosikan keadilan dan moralitas. Oleh sebab itu, seperti
yang telah dikatakan bahwa doktrin merupakan produk pemikiran yang sejalan dengan
hukum. Sebab hukum mencerminkan keadilan dan moralitas itu sendiri.17
Menurut pendapat Apeldoorn, doktrin hanya membantu dalam pembentukan
norma, doktrin harus dipindahkan lebih dahulu ke dalam norma yang langsung
misalnya keputusan hakim atau peraturan perundang-undangan sehingga doktrin itu
menjadi sumber tidak langsung dalam penerapan hukum. Doktrin sebagai sumber
hukum mempunyai pengaruh yang besar dalam hubungan internasional. Bahkan dalam
hukum internasional doktrin (pendapat para sarjana hukum) merupakan sumber hukum
yang sangat penting.18
Biasanya hakim dalam memutuskan perkaranya di dasarkan pada undang-
undang , perjanjian internasional, dan yurisprudensi. Apabila ketiga sumber tersebut
tidak dapat memberi semua jawaban mengenai hukumnya, maka hukumnya dicari
pendapat para sarjana hukum atau ilmu hukum. Ilmu hukum adalah sumber hukum
tetapi bukan hukum seperti undang-undang karena tidak mempunyai kekuatan
mengikat. 19Meskipun tidak mempunyai kekuatan mengikat hukum, tetapi ilmu hukum
itu cukup berwibawa karena dapat dukungan para sarjana hukum. Meskipun doktrin
berasal dari pemikiran para ahli hukum dalam menjelaskan hukum sebagai sistem,
bukan berarti doktrin pada pembahasan ini adalah bebas nilai. Karena bisa saja doktrin

15
(http://103.76.50.195/supremasi/article/viewFile/2813/1514 , diakses pada tanggal 16 September 2021 pukul
10.58)
16
( Microsoft Word - Doktrin dan Teori dalam Ilmu Hukum.docx (researchgate.net), diakses pada tanggal 16
September 2021 pukul 11.03)
17
(T2_322014015_BAB II.pdf (uksw.edu), diakses pada tanggal 16 September 2021 pukul 11.13)
18
(Microsoft Word - Doktrin dan Teori dalam Ilmu Hukum.docx (researchgate.net), diakses pada tanggal 16
September 2021 pukul 11.20)
19
(1514, diakses pada tanggal 16 September 2021 pukul 11. 33)
19
diartikan sebagai produk dari pemikiran yang spekulatif. Spekulatif dalam artian
ketiadaan koherensi dari alur penalaran untuk memproduksi pokok pikiran yang
nantinya bisa menjadi doktrin.20
Menurut sumber hukum formal, Apeldoorn berpendapat bahwa yurisprudensi,
perjanjian dan doktrin bukan merupakan sumber hukum. Pendapat ini bertentangan
dengan Belle Froid yang justru menekankan secara tegas bahwa yurisprudensi
perjanjian dan doktrin adalah sumber hukum formal. Doktrin yang belum digunakan
hakim dalam mempertimbangkan keputusannnya belum merupakan sumber hukum
formal, jadi agar dapat menjadi sumber hukum formal doktrin harus memenuhi syarat
tertentu seperti doktrin yang telah menjadi putusan hakim.
Sebagai sumber hukum formal doktrin terlihat jelas pada hukum internasional,
karena secara tegas dinyatakan bahwa doktrin atau pendapat para sarjana hukum
terbaik adalah sebagai satu sumber hukum formal. Yang termasuk sumber hukum
formal hukum internasoinal adalah.
(1) Perjanjian internasional.
(2) Kebiasaan internasional.
(3) Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
(4) Keputusan hakim.
(5) Pendapat para sarjana hukum yang terbaik.21

BAB III

20
(T2_322014015_BAB II.pdf (uksw.edu), diakses pada tanggal 16 September 2021 pukul 11.40)
21
(1514, diakses pada tanggal 16 September 2021 pukul 12.00)
20
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sumber hukum merupakan segala sesatu yang menimbulkan aturan – aturan yang
mengikat dan memaksa, masayrakat Indonesia harus bisa memehami atau
mempelajari dan menerapkan apa yang dimaksud dengan sumber hukum, karena hal
ini merupaka sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia agar perilaku
atau perbuatan mereka tidak menyimpang atau terkontrol dari hukum. Apabila aturan
– aturan ini dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi
pelanggarnya.

B. Saran

Kami menyadari makalah diatas masih memiliki banyak kesalahan dan


minimnya penjelasan karena tidak mencari materi dari berbagai sumber. Sehingga
saya akan berusaha mencari lebih banyak referensi untuk makalah yang lebih baik
dan supaya materi tersampaikan dengan baik kepada pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ishaq, S.H.,M.Hum., 2014. Buku pengantar hukum indonesia. (Depok, rajawali pers)
J.B. Daliyo. 1944. Pengantar Ilmu Hukum, Buku Punduann Mahasisw. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Ngutra, Thersia. 2016. Hukum dan Sumber – Sumber hukum. Vol. XI
Soeroso, R. 2018. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Sudikmo mertokusumo, Op.Cit,
http://business-law.binus.ac.id/2016/05/30/makna-doktrin-dan-teori-dalam-ilmu-hukum/,
diakses pada 12 Oktober 2021
http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-doktrin-sebagai-sumber-hukum.html,
diakses pada 12 Oktober 2021
https://heylawedu.id/blog/mengenal-sumber-hukum-sejarah-dan-jenisnya, diakses pada
tanggal 9 Oktober 2021
https://www.hukum96.com/2020/04/tiga-jenis-pendekatan-dalam-ilmu-hukum.html?m=1,
diakses pada 12 Oktober 2021
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doktrin, diakses pada 12 Oktober 2021
https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/01/193928169/sumber-hukum-pengertian-dan-
jenisnya, diakses pada tanggal 9 Oktober 2021
http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-doktrin-dan-contohnya/, diakses pada
12 Oktober 2021

22

Anda mungkin juga menyukai