Anda di halaman 1dari 19

INTEGRASI IMAN, ISLAM, DAN IHSAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Materi PAI

Dosen pengampu:
Tongat, M.Pd,I

Disusun Oleh:
1. Faradilla Mutiah
2. Mira Alfani Putri Br. Tarigan
3. Nadya Saqih
4. Olivia Ratu Cindy Kartika Daulay
5. Sri Heriyani

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARAFAH
LAU BEKERI – DELI SERDANG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dan teman-teman dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam tak lupa diucapkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para
keluarganya, sahabat, dan umatnya.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Materi PAI Dalam penyusunan
makalah ini yang berjudul “Integrasi Iman, Islam dan Ihsan” dengan kerja
keras dan dukungan dari berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat
memberikan serta mencapai hasil yang semakin mungkin dan sesuai dengan
harapan, walaupun di dalam pembuatannya kami menghadapi kesulitan karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya khususnya kepada Ustad Tongat, M.Pd,I selaku dosen
pengampu Materi PAI. Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan pembuatan
makalah ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat dibutuhkan untuk dapat menyempurnakannya dimasa yang
akan datang.

Lau Bekeri, 15 February 2022


Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan................................................................2

1. IMAN........................................................................................................3

2. ISLAM.......................................................................................................4

3. IHSAN.......................................................................................................5

B. Hubungan dan Integrasi Islam, Iman, dan Ihsan.........................................10

BAB III PENUTUP.............................................................................................15


A. Kesimpulan.................................................................................................15

B. Saran............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara mendasar, ajaran Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu akidah
(keimanan) dan amal (perbuatan). Ajaran dalam bidang akidahh bertujuan
untuk mendorong dan membimbing manusia dalam mengembangkan dirinya
menuju kesempurnaan pandangan, pemahaman, dan keyakinan atau iman.
Sedangkan ajaran yang berada dalam bidang amal bertujuan untuk
mendorong dan membimbing manusia dalam mengembangkan amal-amal
saleh sehingga tercapai kesempurnaan amal ibadah.
Ada tiga bagian yang harus menyatu secara utuh untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Ibarat sebuah
bangunan rumah, iman adalah fondasi yang ditanam di dalam tanah yang
tidak tampak. Islam adalah wujud bangunan rumah yang berupa tiang,
dinding, atap, jendela, dan semua bagian yang tampak di permukaan.
Sedangkan ihsan adalah segala sesuatu yang menjadikan indah dan
nyamannya bangunan rumah, misalnya taman, warna cat, dan hiasan rumah.1
Berdasarkan paparan diatas, makalah ini akan membahas mengenai
pengertian iman, Islam, dan ihsan, serta bagaimana hubungan dan integrasi
iman, Islam, dan ihsan dalam kehidupan muslim.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Iman,Islam, dan Ihsan?
2. Bagaimana hubungan dan integrasi Iman,Islam, dan Ihsan dalam
kehidupan muslim?

C. Tujuan Penulisan

1Junaidi Hidayat, Ayo Memahami Akidah dan Akhlak Untuk MTs/SMP Islam Kelas VII,
Erlangga, Jakarta, 2009, hal. 2.

1
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk menjawab rumusan masalah
diatas yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Iman, Islam dan Ihsan.
2. Untuk mengetahui hubungan dan integrasi Iman, Islam, dan Ihsan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan

2
B. IMAN
Dasar pemikiran bagi perjalanan dan kehidupan praktis umat
manusia seperti itulah yang menurut istilah Al Quran disebut iman. Kata
iman itu sendiri terdiri dari tiga huruf asal: Hamzah, Mim, dan Nun, yang
merupakan kata kerja dari mashdar al-amn (keamanan) lawan kata dari
alkhauf (ketakutan). Iman mengandung arti ketentraman dan kedamaian
kalbu, yang dari kata itu pula muncul kata al-amanah (amanah, bisa
dipercaya) lawan kata al-khiyanah (khianat, ingkar).2
Sedangkan secara bahasa iman merupakan pengakuan hati.
Sedangkan secara syara’ tertuang dalam sabda Rasulullah SAW, yang
artinya: “Iman itu bukanlah dengan angan-angan, tetapi apa yang telah
mantap di dalam hati dan dibuktikan kebenerannya dengan amalan”.
Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa “ Iman adalah pengakuan hati,
pengucapan dengan lidah, dan pengamalan dengan anggota”.
Kedua hadis di atas mengemukakan bahwa keimanan itu bermula
dari pengakuan hati, baru diiringi dengan pengucapan secara lisan
kemudian diamalkan dengan seluruh anggota badan.
Menurut Syahminan, manusia sewaktu menanggapi sesuatu,
mulamula sesuatu itu mengenai panca inderanya, lalu oleh syarafnya,
baru dilaporkan kepada otak. Setelah otak mempertimbangkan, kemudian
meminta keputusan oleh hati. Setelah hati memutuskan, barulah otak
memerintahkan anggota badan lewat syaraf pula untuk melakukan
tindakan terhadap sesuatu itu. Jadi, tindakan berupa pengucapan dan
pengamalan , barulah akan ada setelah hati memutuskan. Dengan
demikian iman harus dimulai dengan menganggap (meniliti) sesuatu
sehingga timbul keputusan hati. Keputusan hati inilah yang akan
diucapkan dan diamalkan itu.
Jadi jelas bahwa iman merupakan pengakuan hati, pengucapan lidah,
dan pengamalan anggota badan. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan
proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan.3

2Abul A’la Maududi, Dasar Dasar Iman, Penerbit Pustaka, Bandung, 1986, hal. 3.
3Musa Sueb, Urgensi Keimanan dalam Abad Globalisasi, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta,
1996, hal. 45-46.

3
C. ISLAM
Secara etimologi, Islam berasal dari Bahasa Arab, terambil dari
kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini kemudian
dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memeliharakan dalam
keadaan selamat, sentosa, dan berarti pula berserah diri, patuh, tunduk,
dan taat. Dari kata aslama ini dibentuk kata Islam (aslama yuslimu
islaaman) yang mengandung arti sebagaimana terkandung dalam arti
pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh, berserah diri, dan taat.
Orang yang sudah masuk Islam dinamakan muslim, yaitu orang yang
menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah
SWT., dengan melakukan aslama orang ini akan terjamin
keselamatannya di dunia dan di akhirat. 4 Selain itu ada pula yang
berpendapat bahwa Islam berarti alistIslam, yakni mencari keselamatan
atau berserah diri.5 Pengertian yang demikian itu sejalan dengan firman
Allah SWT., antara lain :

ٌ ‫َب ٰلى َم ْن اَ ْسلَ َم َو ْج َههٗ لِ ٰلّ ِه َو ُه َو ُم ْح ِس ٌن َفلَهٗٓ اَ ْج ُرهٗ ِع ْن َد َربِّهٖۖ َواَل َخ ْو‬
ࣖ ‫ف َعلَْي ِه ْم َواَل ُه ْم يَ ْح َزنُ ْو َن‬
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri
kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada
sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
pula berserah diri.” (QS. Al-Baqarah(2):112)

Dari keterangan singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa dari segi


bahasa Islam adalah berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT.
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Pengertian agama Islam dari segi istilah terdapat beberapa hal
sebagai berikut :
a. Islam adalah agama yang didasarkan pada wahyu yang berasal dari
Allah SWT.
b. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

4Nasaruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif, Bandung, cet II, 1997, hlm. 56. 5
Ibn
Mandzur, Lisan al-Arab, Dar al-Ma’arif, Mesir, t.th., hlm. 2080.

4
c. Islam adalah agama yang bukan hanya dibawa oelh Nabi
Muhammad melainkan agama yang dibawa oleh nabi sebelumnya,
namun agama yang dibawa Nabi Muhammad jauh lebih sempurna
dibandingkan dengan agama yang dibawa oleh nabi sebelumnya.
d. Islam adalah agama yang ditujukan hanya untuk kelompok
masyarakat pada zaman tertentu, melainkan agama yang
diperuntukkan bagi seluruh kelompok masyarakat pada setiap
zaman.
e. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia.
f. Islam adalah agama yang didasarkan pada lima pilar utama, yaitu
mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji
bagi yang mampu.
Dengan demikian pengertian Islam baik dari segi bahasa maupun
istilah menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengemban
misi keselamatan dunia dan akhirat, kesejahteraan, dan kemakmuran
lahir bathin bagi seluruh umat manusia dengan cara menunjukkan
kepatuhan, ketundukan, dan kepasrahan kepada Tuhan, dengan
melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Misi Islam
yang demikian ini sudah dibawa oleh para nabi terdahulu walaupun nama
gama yang dibawa nabi sebelum Nabi Muhammad SAW itu bukan Islam.
Baru pada zaman Nabi Muhammad SAW itulah agama ini bernama
Islam sekaligus mengemban misinya ini.

D. IHSAN
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat
baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya
kebaikan.
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini. Surat Al-
Isra’ ayat 7

5
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi
dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan
mukamuka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuhmusuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”5

Surat Al-Qashash ayat 77

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”6

Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa


kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada
seluruh makhluk Allah.
Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:
a. Ihsan kepada orang tua
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23-24
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam pemeliharaanmu,

5Al-Qur’an Surat Al-Isra’


6Al-Qur’an Surat Al-Qashash

6
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu
kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24).

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa ihsan kepada


orang tua itu sejajar dengan ibadah kepada Allah.Dalam sebuah
hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw.
bersabda, “Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan
kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.” Dalil di atas
menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima,
jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua.
Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka bersamaan
dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keIslaman.
b. Ihsan kepada kerabat karib
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun
hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah swt.
menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi
dengan perusak di muka bumi. Allah berfirman, “Maka apakah
kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad:
22). Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Hal ini dikarenakan sebab paling utama terputusnya hubungan
seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya
hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman,
“Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan
rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka, barangsiapa
yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya dan
barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku
dengannya.” (HR. Turmudzi). Dalam hadits lain, Rasulullah
bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali
silaturahmi.” (HR. Syaikahni dan Abu Dawud).

7
c. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak
yatim di surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari
telunjuk jari tengahnya).” Dan Diriwayatkan oleh Turmudzi, Nabi
saw. bersabda, “Barangsiapa dari Kaum Muslimin yang memelihara
anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah
akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak
melakukan dosa yang tidak terampuni.”
d. Ihsan kepada tetangga dekat, tengga jauh, serta teman sejawat
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat
atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik
jauh karena nasab maupun yang berada jauh dari rumah. Adapun
yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita
atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus,
perjalanan, ma’had, dan sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam
katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai
tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu
sebagai tetangga dan sebagai muslim; sedang tetangga muslim dan
kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim
dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam
sabdanya, “Demi Allah, tidak beriman, demi Allah, tidak beriman.”
Para sahabat bertanya, “Siapakah yang tidak beriman, ya
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang tidak aman
tetangganya dari gangguannya.” (HR. Syaikhani). Pada hadits yang
lain, Rasulullah bersabda, “Tidak beriman kepadaku barangsiapa
yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan,
padahal ia megetahuinya.”(HR. Ath-Thabrani).
e. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
Ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi
kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya,
menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan.

8
Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan
dengan membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak
membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak sanggup
melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai
pribadinya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia
diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa
yang kita pakai.
Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah swt.
menutupnya firman-Nya yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah tidak
menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.”
(QS. Al-Hajj: 38). Ayat tersebut merupakan isyarat yang sangat jelas
kepada siapa saja yang tidak berlaku ihsan. Bahkan, hal itu adalah
pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan,
dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah swt.
f. Ihsan dengan perlakuan dan ucapan baik kepada manusia
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah
dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim,
Rasulullah bersabda, “Ucapan yang baik adalah sedekah.”
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan
ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan
jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak
mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-
hal dapat mengusik serta melukai mereka.
g. Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya
makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya
diluar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan
mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih,
hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak
menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.

9
Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang
menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi
diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun
kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia
dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam
seluruh sisi dan nilai hidupnya.7

E. Hubungan dan Integrasi Islam, Iman, dan Ihsan

Dalam hadis riwayat H.R. Muslim terdapat dalil bahwa iman,Islam, dan
ihsan semuanya disebut ad-din/agama yang mencakup 3 tingkatan.
1. Tingkatan Islam
Di dalam hadis tersebut, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang
Islam beliau menjawab, Islam yaitu hendaklah engkau bersaksi tiada
yang patut disembah kecuali Allah SWT dan sesungguhnya Muhammad
adalah utusan Allah SWT. Hendaklah engkau mendirikan salat,
membayar zakat, berpuasa pada bulan ramadhan, dan mengerjakan haji
jika engkau mampu. Dari sinilah kemudian di rumuskan bahwa Islam itu
terdiri dari 5 rukun. Jadi, Islam yang dimaksud adalah amalan-amalan
lahiriah yang meliputi syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji. Yang
selanjutnya disebut dengan rukun Islam.
2. Tingkatan Iman
Selanjutnya saat Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabada,”
Hendaknya engkau beriman kepada Allah SWT, beriman kepada para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan
hendaklah engkau beriman kepada Qada’ dan Qadar”. Jadi iman yang
dimaksud adalah mencakup perkara batiniah yang ada di dalam hati. Dari
sini dapat dipahami bahwa Islam diartikan sebagai amalan-amalan
anggota badan, sedangkan iman diartikan sebagai amalan hati yang
berupa kepercayaan dan keyakinan terhadap ajaran Islam yang tercakup
dalam rukun iman yang dijelaskan diatas. Akan tetapi, bila disebutkan
7http://www.dakwatuna.com/2008/02/06/385/ihsan/#ixzz3pRGH6X6a, diakses pada sabtu, 10 oktober
2015, 22.00

10
secara mutlak salah satunya, Islam atau Iman saja, maka sudah
mencakup yang lainnya, sebagaimana firman Allah SWT “Dan aku telah
ridha Islam menjadi agama kalian”. (Q.S. Al-MAIDAH: 3). Kata Islam
disini sudah mencakup Islam dan Iman.
3. Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang Ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu
engkau beribadah kepada Allah SWT seolah-olah engkau melihatNya.
Namun jika engkau tidak dapat beribadah seolah-olah melihatNya,
sesungguhnya ia melihat engkau”. Ihsan yaitu sikap menyembah/ta’abud
kepada Rabb-Nya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan
keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga dia pum sangat ingin
sampai kepadaNya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna.
Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi ini maka hendaknya dia berada
di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Allah SWT dengan ibadah
yang dipenuhi rasa takut dan cemas akan siksa-Nya, oleh karena itulah
Nabi bersabda, “jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya
dia melihatmu”, artinya jika kamu tidak mampu menyembahNya seolah-
olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jadi
tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Oleh karena itulah para ulama muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa
setiap mukmin pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan
iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan
melaksanakan amal-amal Islam/amalan lahir. Sebaliknya, belum tentu
setiap muslim itu mukmin, karena bisa jadi imannya sangat lemah
sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna
walaupun dia melakukan amalan lahir dengan anggota badannya,
sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mukmin
dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman,
“orang-orang arab badui itu mengatakan ‘kami telah beriman’.
Katakanlah ‘kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan:
‘kami telah berIslam’.” (Q.S. Al Hujarat: 14).

11
Dengan demikian jelaslah bahwa agama ini memang memiliki tingkatan-
tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada tingkatan yang lainnya.
Tingkatan pertama yaitu Islam, kemudian tingkat yang lebih tinggi dari itu
adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan.
Orang yang berada dalam tingkatan iman disebut muhsin.8
Iman, Islam dan Ihsan merupakan inti pokok ajaran Islam. Ketiganya
sangat berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan satu dengan yang lainnya
tidak bias dipisahkan. Walaupun memiliki definisi dan istilah yang berbeda,
namun semuanya berada dalam satu napas.
Ketiga istilah tersebut dalam praktiknya menjadi satu. Dalam praktiknya
kata-kata iman misalnya dihubungkan dengan larangan menghina orang lain,
saling mencela dan memberi julukan yang negative. Iman juga dihubungkan
dengan larangan berburuk sangka, saling mengintip dan saling mengumpat.
Hal ini dapat kita laihat pada ayat-ayat berikut ini :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum


mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolokolok)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.”(Q.S. Alhujarat ;11)

8Junaidi Hidayat, Op.cit. hal. 13-14.

12
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Hujarat ; 12)

Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab


(Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut :
45)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah ; 183)

Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang


siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.”(QS. Al-Baqarah; 197)

13
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah; 103)
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat dipetik suatu kesimpulan bahwa
rukun Islam yang diimplementasikan dalam praktik ibadah selalu
dihubungkan dengan akhlaku karimah (Ihsan), atau perbuatan-perbuatan yang
bernilai kebaikan, seperti shalat dikaitkan dengan menghindarkan diri dari
perbuatan keji dan mungkar, puasa dikaitakan dengan ketakwaan, haji
dikaitkan dengan tidak boleh berkata kotor, dusta, dan sebagainya, begitu pun
juga dengan zakat dikaitkan dengan penyucian jiwa atau harta.
Iman yang pada awalnya sebuah ikrar, akan mendorong manusia untuk
bergerak dengan kesungguhan hati untuk mempraktikkan atau mengamalkan
apa yang dipereintahkan dari apa yang diyakininya yang melahirkan ketaatan
atau kepatuhan dalam menjalani hidup dan kehidupan sehari-hari. Dengan
kata lain, Ihsan lahir dari kesempurnaan keimanan dan keIslaman seseorang,
atau kesempurnaan keimanan dan keIslaman seseorang akan Nampak pada
sikap atau tingkah lakunya baik perkataan, perbuatan, atau pun pikiranya.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Iman merupakan pengakuan hati, pengucapan lidah, dan pengamalan
anggota badan, Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan dunia
dan akhirat, kesejahteraan, dan kemakmuran lahir bathin bagi seluruh umat
manusia dengan cara menunjukkan kepatuhan, ketundukan, dan kepasrahan
kepada Tuhan, dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya, Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan
akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan
berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada
tingkat tersebut.
Iman, Islam dan Ihsan merupakan inti pokok ajaran Islam. Ketiganya
sangat berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan satu dengan yang lainnya
tidak bias dipisahkan. Walaupun memiliki definisi dan istilah yang berbeda,
namun semuanya berada dalam satu napas.
Ketiga istilah tersebut dalam praktiknya menjadi satu. Dalam praktiknya
kata-kata iman misalnya dihubungkan dengan larangan menghina orang lain,
saling mencela dan memberi julukan yang negative. Iman juga dihubungkan
dengan larangan berburuk sangka, saling mengintip dan saling mengumpat.
Iman yang pada awalnya sebuah ikrar, akan mendorong manusia untuk
bergerak dengan kesungguhan hati untuk mempraktikkan atau mengamalkan
apa yang dipereintahkan dari apa yang diyakininya yang melahirkan ketaatan
atau kepatuhan dalam menjalani hidup dan kehidupan sehari-hari. Dengan
kata lain, Ihsan lahir dari kesempurnaan keimanan dan keIslaman seseorang,
atau kesempurnaan keimanan dan keIslaman seseorang akan nampak pada
sikap atau tingkah lakunya baik perkataan, perbuatan, atau pun pikiranya.

15
B. Saran

Iman, Islam dan Ihsan haruslah dilaksanakan secara beriringan agar


menjadi insan kamil (manusia sempurna).

DAFTAR PUSTAKA

Dakwtuna, T. (2008, February 06). Ihsan. Retrieved from Dakwatuna.com:


https://www.dakwatuna.com/2008/02/06/385/ihsan/#ixzz3pRGH6X6a
Hidayat, J. (2009). Ayo Memahami Akidah dan Akhlak Untuk MTs/SMP Islam
Kelas VII. Jakarta: Erlangga.
Mandzur, I. (tth). Lisan al-Arab. Mesir: Dar al-Ma'arif.
Maududi, A. A. (1986). Dasar-Dasar Iman. Bandung: Penerbit Pustaka.
Razak, N. (1997). Dienul Islam. Bandung: Al-Ma'arif.
Sueb, M. (1996). Urgensi Keimanan Dalam Abad Globalisasi. Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya.

16

Anda mungkin juga menyukai