Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengingat pengetahuan mengenai berbagai mata pelajaran cenderung

diorganisasikan secara berurut dan hierarki, apa yang telah diketahui siswa

dan sejauh mana siswa mengetahuinya jelas mempengaruhi kesiapan siswa

dalam mempelajari hal-hal yang baru. Selain berbeda dalam tingkat

kecakapan memecahkan masalah, taraf kecerdasan, atau kemampuan berpikir

kreatif, siswa juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta

menerapkan pengetahuan. Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan

terhadap situasi belajar, dalam cara mereka menerima, mengorganisasi dan

menhubungkan pengalaman-pengalaman mereka, dalam cara mereka

berespons terhadap metode pengajaran tertentu.

Setiap orang memiliki cara-cara sendiri yang disukainya dalam

menyusun apa yang dilihat, diingat dan dipikirkannya. Perbedaan-perbedaan

antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi

serta pengalaman-pengalaman ini dikenal sebagai gaya kognitif. Gaya

kognitif merupakan variabel penting yang mempengaruhi pilihan-pilihan

siswa dalam bidang akademik, bagaimana siswa belajar serta bagaimana

siswa dan guru berinteraksi dalam kelas.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai

1
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2015: 2).

Ilmu tajwid adalah mengucapkan setiap huruf dari makhraj (tampat

keluarnya) serta memberikan haq dan mustahaq dari sifat-sifatnya. Haq huruf

adalah sifat-sifat huruf yang tsabit (tetap melekat) padanya, tidak akan

terpisah darinya. Mustahaq huruf adalah sifat-sifat huruf yang tidak tsabit

padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada karena sebab tertentu

(Kurnaedi, 2013: 39-40).

Mempelajari ilmu tajwid sangat penting bagi seorang muslim, karena

tidak boleh salah dalam membaca Al-Qur’an yang didalamnya merupakan

kalamullah (perkataan Allah). Yang mana tujuan dari mempelajari ilmu

tajwid adalah untuk menjaga lidah agar terhindar dari kesalahan dalam

membaca Al-Qu’an. Seperti firman Allah yang tercantum pada surah Al-

Muzammil ayat 4 yang berbunyi (Kurnaedi, 2013: 41):

َ ‫أَ ْو ِز ْد َعلَ ْي ِه َو َرتِّ ِل ا ْلقُ ْر َء‬


‫ان ت َْرتِياًل‬

Artinya: “Atau lebihkan sedikit dari itu, dan bacalah Al-Qur’an dengan
tenang dan perlahan-lahan".
Dalam mempelajari ilmu tajwid biasanya dimulai dengan pemberian

catatan mengenai hukum-hukum bacaan dalam Al-Qur’an. Untuk

memudahkan peserta didik dalam memahami hukum-hukum bacaan dalam

Al-Qur’an, maka diperlukan beberapa metode untuk menarik perhatian

peserta didik agar mau mempelajari ilmu tajwid. Manfaat mempelajari ilmu

tajwid bagi peserta didik agar mereka dapat membaca Al-Qur’an dengan baik

dan benar.

2
Dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pelajaran ilmu tajwid di SMP

Swasta Galih Agung, pendidik menggunakan metode ceramah, dimana

pendidik mengajar dengan cara menyampaikan materi pelajaran kepada

peserta didik secara langsung atau dengan cara lisan yang sesuai dengan

tujuan pembelajaran. Dalam metode ini, peneliti mengamati kurangnya

perhatian peserta didik terhadap hal-hal yang disampaikan oleh pendidik

sehingga mengurangi pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan

dan peserta didik terlihat bosan ketika pendidik menyampaikan materi secara

lisan.

Hasil observasi di lapangan, menunjukkan bahwa model pembelajaran

kooperatif belum banyak digunakan. Model pembelajaran kooperatif dapat

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyukai pelajaran dan

melalui metode tersebut, siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan

berfikir. Karena dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran akan membuat pelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami

oleh peserta didik, karena adanya keterlibatan peserta didik dalam proses

pembelajaran.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat

dimanfaatkan dengan sebaik mungkin dan memungkinkan pendidik dapat

mengelola kelas dengan lebih efektif dan memudahkan peserta didik dalam

mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik.

Dalam hal ini peneliti mengadakan inovasi agar pelajaran dapat lebih

mudah dipahami terhadap peserta didik dengan menggunakan metode yang

3
lain ketika pembelajaran ilmu tajwid yaitu dengan menggunakan metode

make a match dimana peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran ketika

menggunakan metode ini. Dimana pendidik menyiapkan kartu yang berisi

materi dan jawabannya kemudian dibagikan kepada siswa dan para siswa

memcocokkan kartu yang dipegangnya dengan temannya. Karena

permasalahan diatas, peneliti bermaksud untuk membahas metode pengajaran

yang berbeda dan menyusun Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini dengan

memberi judul “Upaya Guru Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang

Ilmu Tajwid Dengan Menggunakan Metode Make A Match Kelas VII-F

SMP Swasta Galih Agung Pesantren Darularafah Raya Kec.

Kutalimbaru Kab. Deli Serdang”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti juga membatasi masalah yang akan

dibahas, yaitu sebagai berikut:

a. Pemahaman ilmu tajwid mengenai hukum-hukum bacaan dalam Al-

Qur’an siswa kelas VII-F SMP Swasta Galih Agung.

b. Penerapan metode pembelajaran ilmu tajwid siswa kelas VII-F SMP

Swasta Galih Agung.

c. Peningkatan pemahaman siswa kelas VII-F SMP Swasta Galih

Agung melalui metode make a match.

2. Rumusan Masalah

4
Berdasarkan pembatasan masalah di atas rumusan masalah dalam

penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana penerapan metode make a match untuk meningkatkan

pemahaman siswa kelas VII-F SMP Swasta Galih Agung di

Pesantren Darularafah Raya?

b. Apakah pemahaman ilmu tajwid siswa kelas VII-F SMP Swasta

Galih Agung dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode make

a match?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya Penelitian Tindakan Kelas ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan metode make a match dalam meningkatkan

pemahaman ilmu tajwid siswa kelas VII-F SMP Swasta Galih Agung di

Pesantren Darularafah Raya.

2. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman ilmu tajwid siswa kelas VII-

F SMP Swasta Galih Agung dengan menggunakan metode make a

match.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat Penelitian Tindakan Kelas ini adalah:

1. Bagi Siswa

Penerapan metode pembelajaran make a match memberikan

pengalaman belajar secara berkelompok dan dapat meningkatkan

pemahaman ilmu tajwid serta menumbuhkan keberanian siswa untuk

tampil di depan teman-temannya.

5
2. Bagi Guru

Dengan diadakan penelitian ini guru dapat mengetahui metode yang

bervariasi untuk memperbaiki sistem pembelajaran dikelas sehingga

permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dikelas dapat

diatasi.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti serta dapat

mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan.

E. Definisi Istilah

Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran tentang istilah yang

digunakan dalam penelitian ini maka perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai

berikut:

1. Upaya Meningkatkan Pemahaman Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid ialah pengetahuan tentang kaidah serta cara-cara

membaca Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya (Zarkasyi, 1955: 6).

2. Metode Make A Match

Metode make a match adalah siswa diminta mencari pasangan kartu

yang merupakan jawaban atau pertanyaan materi tertentu dalam

pembelajaran. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari

pasangan sambil bekajar mengenai suatu konsep atau topik dalam

suasana yanag menyenangkan (Shoimin, 2014: 98).

F. Sistematika Penulisan

6
Bab pertama pendahuluan, yang menjelaskan tentang latar belakang

masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua tentang kajian pustaka, yang menjelaskan tentang landasan

teoritis yang diperoleh dari berbagai referensi, tentang pemahaman ilmu

tajwid dan metode make a match. Pada bab kedua juga membahas tentang

penelitian yang relevan dan hipotesa yang diharapkan.

Bab ketiga terdiri dari metodologi penelitian yang menjelaskan tentang

jenis penelitian, objek penelitian, lokasi dan waktu penelitian, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data, pengecekan keabsahan data dan

indikator keberhasilan.

Bab keempat terdiri dari gambaran sekilas tentang setting, uraian

penelitian secara umum, penjelasan per siklus, proses menganalisis data serta

pembahasan dan pengambilan kesimpulan.

Bab kelima merupakan kesimpulan yang terdiri dari kesimpulan dan

saran untuk tindak lebih lanjut.

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Upaya Guru

7
1. Pengertian Guru

Dalam bahasa Arab, kosa kata guru dikenal dengan al-Mu’alim atau

al-Ustadh yang bertugas memberikan ilmu dalam majlis taklim (tempat

memperoleh ilmu). Pendidik disini adalah mereka yang memberikan

pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di

sekolah (Mufron, 2013: 28-30).

Secara umum, makna guru selalu dikaitkan dengan profesi yang

terkait dengan pendidikan anak di sekolah, di lembaga pendidikan, dan

mereka yang harus menguasai bahan ajar yang terdapat di dalam

kurikulum. Guru baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru

selalu disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang amat

penting. Guru, siswa, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama

dalam sistem pendidikan nasional. Melalui mediator yang disebut guru,

siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dari dalam

kurikulum nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah

seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar

atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,

melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh

pemerintah maupun masyarakat atau swasta. Dengan demikian, dalam

pandangan umum, guru tidak hanya

dikenal secara formal sebagai pendidik, pengajar, pelatih, dan

pembimbing tetapi juga sebagai agen sosial yang diminta oleh

8
masyarakat untuk memberikan bantuan kepada warga masyarakat yang

akan dan sedang berada di bangku sekolah (Mufron, 2013: 30).

Dari aspek lain, bebrapa pakar pendidikan telah mencoba

memberikan batasan atau definisi untuk merumuskan pengertian tentang

guru. Menurut Poerwadarminta, guru adalah orang yang kerjanya

mengajar. Sedangkan Zakiyah Daradjat mengatakan bahwa guru adalah

pendidik profesional (Mufron, 2013: 31).

Dalam pengertian lain bahwa pendidikan dalam Islam adalah orang-

orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya

dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik

potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa)

(Mufron, 2013: 31).

2. Upaya Guru

Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk

mendorong, membimbing, dam memberi fasilitas belajar bagi siswa

untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat

segala sesuatu yang terjadi didalam kelas untuk membantu proses

perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan

salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang

dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa. Secara lebih

terperinci tugas guru berpusat pada (Slameto, 2015: 97-98):

a. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi

pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

9
b. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar

yang memadai.

c. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-

nilai, dan penyesuaian diri. Demikianlah, dalam proses belajar-

mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan

akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan

perkembangan kepribadian siswa. Ia harus manpu menciptakan

proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang

siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi

kebutuhan dan menciptakan tujuan.

Melalui peranannya sebagai pengajar, guru diharapkan mampu

mendorong siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan

melalui berbagai sumber dan media.Guru hendaknya mampu membantu

setiap siswa untuk secara efektif dapat mempergunakan berbagai

kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media belajar. Hal ini

berarti bahwa guru hendaknya dapat mengembangkan cara dan kebiasaan

belajar yang sebaik-baiknya. Selanjutnya sangat diharapkan guru dapat

memberikan fasilitas yang memadai sehingga siswa dapat belajar secara

efektif.

Dari uraian di atas, jelas bahwa peranan guru telah meningkat dari

sebagai pengajar menjadi sebagai direktur pengarah belajar. Sebagai

direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih meningkat

yang ke dalamnya termasuk fungsi-fungsi guru sebagai perencana

10
pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator

belajar, dan sebagai pembimbing.

Sebagai perencana pengajaran, seorang guru diharapkan mampu

untuk merencanakan kegiatan belajar-mengajar secara efektif. Uuntuk itu

ia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar

sebagai dasar dalam merancang kegiatan belajar-mengajar, seperti

merumuskan tujuan, memilih bahan, memilih metode, menetapkan

evaluasi, dan sebagainya.

Sebagai pengelola pengajaran, seorang guru harus mampu mengelola

seluruh proses kegiatan belajar-mengajar dengan menciptakan kondisi-

kondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat belajar

secara efektif dan efisien. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar,

seorang guru hendaknya senantiasa secara terus-menerus mengikuti

hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.

Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini akan merupakan

umpan balik terhadap proses kegiatan belajar-mengajar, yang akan

dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan

proses belajar-mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar-

mengajar akan senantiasa ditingkatkan terus-menerus dalam mencapai

hasil belajar yang optimal.

Dalam peranannya sebagai direktur belajar, hendaknya guru

senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan

motivasi siswa untuk belajar.Sebagai direktur belajar guru sekaligus

11
berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar-mengajar. Sebagai

pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk (Slameto,

2015: 99-100):

a. Mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun

kelompok.

b. Memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang

diperlukan dalam proses belajar.

c. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat

belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.

d. Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi

yang dihadapinya.

e. Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah

dilakukannya.

B. Pemahaman Ilmu Tajwid

1. Pengertian Pemahaman

Pemahaman adalah kesanggupan untuk mendefenisikan,

merumuskan kata yang sulit dengan perkataan sendiri. Dapat pula

merupakan kesanggupan untuk menafsirkan suatu teori atau melihat

konsekuensi atau implikasi, meramalkan kemungkinan atau akibat

sesuatu (Nasution, 1999: 27).

Menurut Benyamin S. Bloom pemahaman adalah kemampuan

seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui dan di ingat. Seorang peserta didik dikatakan memahami

12
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian

yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan bahasa sendiri

(Sudijono, 2011: 50).

Menurut Winkel (2009: 247) pemahaman mencakup kemampuan

untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.

Menurut Nana Sudjana (1995: 24) pemahaman adalah hasil belajar,

misalnya peseta didik dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya

sendiri atas apa yang dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain

dari yang telah dicontohkan guru dan menggunakan petunjuk penerapan

pada kasus lain.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa

adalah kesanggupan atau kemampuan siswa untuk dapat mendefinisikan

sesuatu dan menguasai suatu teori serta mampu memberikan penjelasan

beserta contohnya dengan menggunakan bahasa sendiri terhadap suatu

teori.

Menurut Daryanto kemampuan pemahaman berdasarkan tingkat

kepekaan dan derajat penyerapan materi dapat dijabarkan ke dalam tiga

tingkatan, yaitu (Darmiyati, 2008: 24):

a. Menerjemahkan (translation), menerjemahkan bisa diartikan sebagai

pengalihan arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain.

Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik

untuk mempermudah orang mempelajarinya.

13
b. Menafsirkan (interpretation) kemampuan ini lebih luas daripada

menerjemahkan, ini adalah kemampuan untuk mengenal dan

memahami. Menafsirkan dapat dilakukan dengan cara

menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan yang

diperoleh berikutnya, menghubungkan antara grafik dengan kondisi

yang dijabarkan sebenarnya, serta membedakan yang pokok dan

tidak pokok dalam pembahasan.

c. Mengekstrapolasi (extrapolation) ekstrapolasi menurut kemampuan

intelektual yang lebih tinggi karena seseorang dituntut untuk bisa

melihat sesuatu di balik yang tertulis. Membuat ramalan tentang

konsekuensi atau memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi

kasus, ataupun masalahnya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemahaman

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman sekaligus

keberhasilan belajar siswa ditinjau dari segi kemampuan pendidikan

adalah sebagai berikut (Djamarah dan Zaini, 1996: 126-130):

a. Tujuan

Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan

dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Perumusan tujuan akan

mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru

sekaligus mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Dalam hal ini tujuan

yang dimaksud adalah pembuatan Tujuan Intruksional Khusus (TIK)

oleh guru yang berpedoman pada Tujuan Intruksional Umum (TIU).

14
Penulisan Tujuan Intruksional Khusus (TIK) ini dinilai sangat

penting dalam proses belajar mengajar, dengan alasan:

1) Membatasi tugas dan menghilangkan segala kekaburan dan

kesulitan di dalam pembelajaran.

2) Menjamin dilaksanakannya proses pengukuran dan penilaian

yang tepat dalam menetapkan kualitas dan efektifitas belajar

siswa.

3) Dapat membantu guru dalam menentukan strategi yang optimal

untuk keberhasilan belajar.

4) Berfungsi sebagai rangkuman pelajaran yang akan diberikan

sekaligus pedoman awal dalam belajar.

b. Guru

Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu

pengetahuan pada peserta didik disekolah. Guru adalah orang yang

berpengalaman dalam bidang profesinya. Di dalam satu kelas peserta

didik satu berbeda dengan lainnya, untuk itu setiap individu berbeda

pula keberhasilan belajarnya.

Dalam keadaan yang demikian ini seorang guru dituntut untuk

memberikan suatu pendekatan atau belajar yang sesuai dengan

keadaan peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mencapai

tujuan pembelajaran yang diharapkan.

c. Peserta Didik

15
Peserta didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke

sekolah untuk belajar bersama guru dan teman sebayanya. Mereka

memiliki latar belakang yang berbeda, bakat, minat dan potensi yang

berbeda pula. Sehingga dalam satu kelas pasti terdiri dari peserta

didik yang bervariasi karakteristik dan kepribadiannya.

Hal ini berakibat pada berbeda pula cara penyerapan materi atau

tingkat pemahaman setiap peserta didik. Dengan demikian dapat

diketahui bahwa peserta didik adalah unsur manusiawi yang

mempengaruhi kegiatan belajar mengajar sekaligus hasil belajar atau

pemahaman peserta didik.

d. Kegiatan Pengajaran

Kegiatan pengajaran adalah proses terjadinya interaksi antara

guru dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan

pengajaran ini merujuk pada proses pembelajaran yang diciptakan

guru dan sangat dipengaruhi oleh bagaimana keterampilan guru

dalam mengelola kelas. Komponen-komponen tersebut meliputi:

pemilihan suasana evaluasi keadaan kelas yang tenang, aman dan

disiplin juga berpengaruh terhadap tingkat pemahaman peserta didik

pada materi (soal) yang sedang mereka kerjakan.

Hal itu berkaitan dengan konsentrasi dan kenyamanan siswa.

Mempengaruhi bagaimana siswa memahami soal berarti pula

mempengaruhi jawaban yang diberikan siswa. Jika hasil belajar

16
siswa tinggi, maka tingkat keberhasilan proses belajar mengajar akan

tinggi pula.

e. Bahan dan Alat Evaluasi

Bahan dan alat evaluasi adala salah satu komponen yang

terdapat dalam kurikulum yang digunakan untuk mengukur

pemahaman siswa. Alat evaluasi meliputi cara-cara dalam

menyajikan bahan evaluasi, misalnya dengan memberikan butir soal

bentuk benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan

essay. Dalam penggunaanya, guru tidak harus penguasaan secara

penuh (pemahaman) siswa tergantung pula pada bahan evaluasi atau

soal yang diberikan guru kepada siswa. Jika siswa telah mampu

mengerjakan atau menjawab bahan evaluasi dengan baik, maka

siswa dapat dikatakan paham terhadap materi tang telah diberikan.

3. Pengertian Ilmu Tajwid

Menurut bahasa, tajwid sama dengan tahsin, yang berarti

memperbaiki atau memperindah. Menurut istilah tajwid adalah

“mengucapkan setiap huruf dari makhraj (tempat keluarnya) serta

memberikan haq dan mustahaq dari sifat-sifatnya” (Kurnaedi, 2014: 39).

Haq huruf adalah sifat-sifat huruf yang tsabit (tetap melekat)

padanya, tidak akan terpisah darinya. Di antaranya sifat jahr, syiddah,

isti’la, ithbaq, dan qalqalah. Mustahaq huruf adalah sifat-sifat huruf yang

tidak tsabit padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada karena

sebab tertentu. Di antaranya sifat tarqiq yang muncul dari sifat

17
istifal.Atau sifat tafkhim yang muncul dari sifat isti’la, ikhfa, mad, qashr,

dan lain-lain (Kurnaedi, 2014: 40).

Ilmu tajwid atau tartil ialah “Membaguskan bacaan huruf atau

kalimat kalimat Al Qur’an satu persatu dengan terang, teratur, perlahan

dan tidak terburu buru, bercampur aduk, sesuai dengan hukum-hukum

yang ada dalam tajwid” (Syafi’i, 1957: 3).

Tajwid berasal dari bahasa Arab “jawwada-yujawwidu-tajwid” yang

berarti membaguskan. Sedangkan menurut ilmu tajwid adalah

membaguskan bacaan huruf-huruf atau kalimat-kalimat Al-Qur’an

dengan terang dan teratur serta perlahan tidak terburu-buru, sehingga

sempurna arti dan maknanya (Hanafi: 5).

Ilmu tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta cara-cara

membaca Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya (Zarkasyi,1955: 6).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu tajwid

adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang tata cara membaca Al-

Qur’an dengan baik dan hukum-hukum bacaan dalam Al-Qur;an

sehingga terhindar dari kesalahan saat membaca Al-Qur’an.

4. Hukum Mempelajari dan Menggunakan Ilmu Tajwid

Hukum mempelajari ilmu tajwid secara teori adalah fardhu kifayah,

sedangkan hukum membaca Al-Qur’an sesuai kaidah ilmu tajwid adalah

fardhu ‘ain. Oleh karena itu, mungkin saja terjadi seorang qori’ bacaanya

bagus dan benar, namun terkadang ia tidak mengetahui istilah-istilah

ilmu tajwid seperti idzhar, mad, dan lain sebagainya. Akan lain halnya

18
dengan orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an sesuai dengan

kaidah-kaidah ilmu tajwid. Menjadi wajib baginya untuk berusaha

membaguskan bacaannya sehingga mencapai standar yang telah

ditetapkan oleh Rasulullah SAW (Al-Hafidh, 2015: 5).

5. Manfaat Mempelajari Ilmu Tajwid

Manfaat mempelajari ilmu tajwid adalah menjaga lidah dari lahn

(kesalahan) ketika membaca Al-Qur’an (Kurnaedi, 2014: 40).

Lahn menurut bahasa adalah kesalahan dan penyimpangan dari

kebenaran dalam qiraah. Sedangkan menurut istilah lahn adalah

kesalahan yang masuk pada tilawah Al-Qur’an, sehingga merusak

kaidah-kaidah tilawah (Kurnaedi, 2014: 65).

Dari penjelasan tersebut dapar disimpulkan bahwa manfaat

mempelajari ilmu tajwid adalah sebagai pedoman dalam membaca Al-

Qur’an secara baik dan benar.

6. Hukum Bacaan Mad

a. Mad Thabi’i

Mad artinya panjang, dan thabi’i artinya biasa. Apabila ada alif

sesudah fathah atau yaa’ sukun sesudah kasrah atau wau sesudah

dhammah, maka hukum bacaannya disebut mad thabi’i. Cara

membacanya harus panjang sepanjang dua harakat (Zarkasyi, 1955:

26). Contoh: ‫يَقُوْ ُل‬

19
b. Mad Wajib Muttashil

Muttashil artinya bersambung. Apabila ada mad thabi’i bertemu

dengan hamzah di dalam satu kata (kalimat), maka hukum bacaanya

disebut mad wajib muttashil. Cara membacanya wajib panjang

sepanjang lima harakat (Zarkasyi, 1955: 26). Contoh: ‫َس َوآ ٌء‬

c. Mad Jaiz Munfashil

Jaiz artinya boleh atau dibolehkan, dan musfashil artinya

terpisah. Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan hamzah tetapi

hamzah itu di lain perkataan (kalimat), maka hukum bacaannya

disebut mad jaiz munfashil. Cara membacanya boleh dipanjangkan

seperti mad wajib muttashil dan boleh juga seperti mad thabi’i.

Tetapi seperti mad wajib muttashil lebih baik (Zarkasyi, 1955: 27).

Contoh: ‫بِ َما أُ ْن ِز َل‬

d. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmy atau Mad LazimMuthawwal

Lazim artinya pasti atau wajib, mutsaqqal artinya diberatkan,

kilmy artinya sebangsa perkataan, dan muthawwal artinya

dipanjangkan. Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan tasydid

perkataan (kalimat), maka hukum bacaannya disebut mad lazim

mutsaqqal kilmy atau mad lazim muthawwal. Cara membacanya

harus dipanjangkan sepanjang enam harakat. Contoh: َ‫َوﻻَالضَّآلِّين‬

e. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmy

Apabila ada mad thabi’i bertemu huruf mati (sukun) maka

hukum bacaannya disebut mad lazim mukhaffaf kilmy. Cara

20
membacanya seperti mad lazim muthawwal sepanjang enam harakat

(Zarkasyi, 1955: 28). Contoh: ‫آﻻَن‬

f. Mad Layin

Layin artinya lunak atau lemas. Apabila ada wau atau yaa’ sedang

huruf yang sebelumnya itu berharakat fathah, maka hukum bacaannya

disebut mad layin. Cara membacanya sekedar lunak dan lemas (Zarkasyi,

1955: 28). Contoh: ٌ‫َريْب‬

g. Mad Aridh Lissukun

Apabila ada waqaf atau tempat pemberhentian membaca, sedang

sebelum waqaf itu ada mad thabi’i atau mad layin, maka hukuim

bbacaannya disebut mad aridh lissukun. Cara membacanya ada tiga macam

yaitu enam harakat, empat harakat, dan dua harakat (Zarkasyi, 1955: 29).

Contoh: ‫ص ْي ٌر‬
ِ َ‫ب‬

h. Mad Shilah Qashirah

Shilah artinya hubungan, dan qashirah artinya pendek. Apabila

ada haa’ dhamir sedang sebelum haa’ ada huruf hidup (berharakat),

maka hukum bacaannya disebut mad shilah qashirah. Cara

membacanya harus panjang seperti mad thabi’i atau dua harakat

(Zarkasyi, 1955: 29-30). Contoh: َ‫اِنَّهُ َكان‬

i. Mad Shilah Thawilah

Apabila ada mad shilah qashirah bertemu dengan hamzah, maka

hukum bacaannya disebut mad shilah thawilah. Cara membacanya seperti

mad jaiz munfashil (Zarkasyi, 1955: 30). Contoh: ‫ِع ْن َدهُ اِﻻَّبِ ْاذنِه‬

21
j. Mad Iwadh

Iwadh artinya ganti, yakni tanwin tadi diganti dengan mad atau

alif yang menyebabkan bacaan panjang tadi. Apabila ada fathatain

atau yang jatuh pada waqaf (pemberhentian) pada akhir kalimat,

maka hukum bacaannya disebut maad iwadh. Cara membacanya

seperti mad thabi’i dan tidak dibaca seperti tanwin (Zarkasyi, 1955:

31). Contoh: ‫َعلِ ْي ًما َح ِكي ًما‬

k. Mad Badal

Badal artinya ganti. Apabila ada hamzah bertemu dengan mad,

maka hukum bacaannya disebut mad badal.Cara membacanya tetap

seperti mad thabi’i (Zarkasyi, 1955: 31).

Contoh: ‫إيْما َ ٌن‬

l. Mad Lazim Harfi Musyabba’

Musyabba’ artinya dikenyangkan. Apabila pada permulaan

surah dari Al-Qur’an terdapat salah satu atau lebih dari antara huruf

yang delapan, yakni: nun, qaaf, shad, ‘ain, sin, laam, kaaf, dan mim,

maka hukum bacaannya disebut mad lazim harfi mussyabba’. Cara

membacanya harus panjang yaitu, sepanjang enam harakat

(Zarkasyi, 1955: 32). Contoh: ‫آلم‬

m. Mad Lazim Harfi Mukhaffaf

Apabila pada permulaan surah dari Al-Qur’an terdapat salah satu dari

antara huruf yang lima yaitu, haa’, yaa’, thaa, raa, maka hukum bacaannya

disebut mad laim harfi mukhaffaf. Cara membacanya seperti mad thabi’i

atau dua harakat (Zarkasyi, 1955: 32). Contoh: ‫يس‬

22
n. Mad Tamkien

Tamkien artinya menempatkan atau penetapan. Apabila ada yaa’

sukun yang didahului dengan yaa’ yang bertasydid dan harakatnya kasrah,

maka hukum bacaannya disebut mad tamkien. Cara membacanya

ditepatkan dengan tasydid dan mad thabi’i (Zarkasyi, 1955: 33). Contoh:

َ‫النَبِيّ ْين‬

o. Mad Farg

Farg artinya membedakan atau pembedaan. Ada satu mad yang di

dalam Al-Qur’an hanya terdapat di empat tempat, mad itu dinamakan mad

farg. Jadi dipanjangkan itu, supaya jelas bahwa kalimat itu berbentuk

pertanyaan. Empat tempat itu ialah dua tempat di surah Al-An’am, satu

tempat di surah Yunus 59, dan satu tempat di surah An-Naml 59 (Zarkasyi,

1955: 33-34). Contoh: ‫قُلْ ءٰ اﷲُ ا ِذنَ لَ ُك ْم‬

7. Hukum Bacaan Qalqalah

a. Qalqalah Sughra

Qalqalah artinya getaran suara, dan sughra artinya yang lebih kecil.

Apabila ada salah satu huruf qaaf, thaa, baa, jim, dan dalsukun (mati), dan

matinya itu dari asal kata-kata dalam bahasa Arab, maka hukum bacaannya

disebut qalqalah sughra. Cara membacanya harus bergerak dan berbunyi

seperti membalik (Zarkasyi, 1955: 41). Contoh: َ‫يَجْ َعلُوْ ن‬

b. Qalqalah Kubra

Kubra artinya yang lebih besar. Apabila mati atau sukunnya lima

huruf di atas itu dari sebab waqaf (berhenti) atau titik koma, maka hukum

bacaannya disebut qalqalah kubra. Cara membacanya lebih jelas dan lebih

َ ٌ‫َع َذاب‬
berkumandang (Zarkasyi, 1955: 41). Contoh: ‫ش ِد ْي ٌ•د‬

23
C. Metode Make A Match

1. Pengertian Metode Make A Match

Model pembelajaran make a match merupakan model pembelajaran

yang dikembangkan Loma Curran. Ciri utama model make a match

adalah siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

atau pertanyaan materi tertentu dalam pembelajaran. Salah satu

keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar

mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan

(Shoimin, 2014: 98).

Karakretistik model pembelajaran make a match adalah memiliki

hubungan yang erat dengan karakteristik siswa yang gemar bermain.

Pelaksanaan model make a match harus didukung dengan keaktifan siswa

untuk bergerak mencari pasangan dengan kartu yang sesuai dengan

jawaban atau pertanyaan dalam kartu tersebut.

Banyak temuan dalam penerapan model pembelajaran make a match,

dimana bisa memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan

dengan memcocokkan kartu yang ada ditangan mereka, proses

pembelajaran lebih menarik dan sebagian besar siswa lebih antusias

mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa terlihat pada saat

siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan

suatu ciri-ciri pembelajaran kooperatif dimana “pembelajaran kooperatif

ialah pembelajaran yang menitik beratkan pada gotong royong dan kerja

sama kelompok.

24
Metode ini merupakan salah satu metode yang dapat menarik

perhatian siswa agar mereka dapat lebih memahami materi yang

disampaikan oleh guru. Dalam hal ini guru juga harus mengetahui apa

yang siswa sukai, dan mengetahui apa yang menjadi hambatan-hambatan

mereka ketika proses pembelajaran. Model pembelajaran ini juga

menciptakan hubungan yang baik anatara guru dan siswa. Guru

mengajak siswa bersenang-senang dalam belajar sambil bermain.

Kesenangan tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa belajar secara

langsung maupun tidak langsung.

2. Teknis Pelaksanaan Model Pembelajaran Make A Match

Adapun teknis pembelajaran model pembelajaran ini adalah sebagai

berikut (Shoimin, 2014: 98-99):

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau

topik yassng cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu

soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu yang berisi soal atau jawaban.

c. Tiap siswa memikirkan jawabab atau soal dari kartu yang dipegang.

d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya

(soal jawaban). Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan “Apa

pengertian idzhar halqi?” akan berpadangan dengan kartu “Apabila

ْ atau tanwin ( ً ٍ ٌ ) bertemu pada salah satu huruf


ada nun sukun (‫)ن‬

halqi yaitu, ‫”ا ح خ ع غ ھ‬.

25
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin.

f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu

temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban)

akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama.

g. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

h. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang

memegang kartu yang dikocok.

i. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap

materi pelajaran.

3. Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran make a match ini memberikan beberapa

manfaat bagi siswa, diantaranya sebagai berikut (Istarani, 2011: 65):

a. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan

kepadanya melalui kartu.

b. Meningkatkan kreativitas belajar siswa.

c. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti proses belajar

mengajar.

d. Dapat menumbuhkan kreativitas berfikir siswa, sebab melalui

pencocokkan pertanyaan dan jawaban akan tumbuh tersendirinya.

e. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media

pembelajaran yang digunakan guru.

26
f. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

4. Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match

Di samping manfaaat yang di rasakan oleh siswa, model

pembelajaran metode make a match mempunyai beberapa kelemahan

juga yaitu (Istarani, 2011: 66):

a. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus.

b. Sangat memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.

c. Waktu yang tersedia perlu dibatasi karena besar kemungkinan siswa

bisa banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

d. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

e. Bisa mengganggu ketenangan belajar kelas disekitarnya, jika kurang

bijaksana maka akan muncul keributan.

D. Penelitian Yang Relevan

Jenis penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Misnawati dengan

judul Penerapan Strategi Make A Match Dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Kelas VIII F Pada Mata Pelajaran Fiqih Di Madrasah Tsanawiyah

Negeri 1 Bandar Lampung, pada tahun 2018.

Adapun persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama menggunakan

Penelitian Tindakan Kelas, dan sama-sama menggunakan metode make a

match untuk meningkatkan hasil belajar/pemahaman siswa.

Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah perbedaan mata pelajaran

yang akan diterapkan dalam metode make a match.

27
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F di Madrasah

tsanawiyah Negeri 1 Bandar Lampung yang terdiri dari 35 siswa semester

genap pertama peneliti melakukan observasi dan hasilnya bahwa masih

banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM 75, dengan rincian 17

orang dinyatakan tidak lulus dan 18 orang dinyatakan belum memenuhi KKM

yang telah ditetapkan. Kriteria ketuntasan yang minimum yang ditetapkan

yaitu 75.

Hasil belajar pada siklus I dinyatakan bahwa siswa yang nilainya belum

tuntas dibawah KKM ada 12 siswa. Jadi hasil belajar pada siklus I masih ada

34% atau masih ada 12 siswa yang nilainya masih berada di bawah KKM.

Dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang terjadi pada siklus I dari sebelun

diterapkannya metode pembelajaran make a match mengalami peningkatan

sebesar 18% dengan jumlah siswa 7 orang dengan rincian presentase siswa

yang tuntas pada siklus I sebesar 65% dengan jumlah siswa 23 orang.

Hasil belajar pada siklus II dinyatakan bahwa siswa yang nilainya belum

tuntas dibawah KKM ada 4 siswa. Jadi hasil belajar pada siklus II masih ada

11% atau masih ada 4 siswa yang nilainya masih berada dibawah KKM. Jadi

dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang terjadi pada siklus I ke siklus II

mengalami peningkatan sebesar 22,87% dengan jumlah siswa 8 0rang dengan

rincian persentase siswa yang tuntas pada siklus I sebesar 88,57% dengan

jumlah siswa 31 orang dibandingkan dengan hasil siklus I sebesar 65,70%

dengan jumlah siswa 23 orang.

28
Hasil akhir yang didapat setelah melakukan tahapan-tahapan yang telah

direncanakan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan signifikan

dalam proses belsajar dikelas. Jumlah siswa yang mendapatkan persentase

kelulusan dalam pelajaran fiqih sebanyak 85% . Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa model pembelajaran make a match mampu meningkatkan

hasil belajar siswa kelas VIII F Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Bandar

Lampung.

E. Hipotesa Tindakan

Hipotesis merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penelitian,

hipotesis secara bahasa adalah dugaan semestara, jawaban sementara dan

pegangan dasar.

Berdasarkan data di atas maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis

tindakan yaitu pemahaman ilmu tajwid siswa kelas VII SMP Swasta Galih

Agung Pesantren Darularafah Raya setelah menerapkan model pembelajaran

make a match dapat meningkat.

29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimana

penelitian ini menggunakan model pembelajaran make a match sebagai upaya

meningkatkan pemahaman ilmu tajwid. Penelitian Tindakan Kelas adalah

percermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Suyadi, 2010:

18). Sesuai dengan penelitian ini, maka penelitian ini memiliki langkah-

langkah penelitian yang berupa siklus Y dilaksanakan sesuai perubahan yang

akan dicapai.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah dyah kelas VII-F SMP Swasta Galih Agung

tahun ajaran 2020-2021 yang berjumlah 29 orang.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Swasta Galih Agung Pesantren

Darularafah Raya Kecamatan. Kutalimbaru Kabupaten. Deli Serdang yang

akan dilaksanakan pada bulan Februari 2021.

D. Desain Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas, dari kalimat

tersebut terkandung tiga kata yakni (Suyadi, 2010: 18) :

30
1. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan

cara dan aturan atau metodologi tertentu untuk menemukan data akurat

tentang hal-hal yang dapat meningkatkan mutu objek yang diamati.

2. Tindakan adalah gerakan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana

dengan tujuan tertentu. Dalam PTK, gerakan ini dikenal dengan siklus-

siklus kegiatan untuk peserta didik.

3. Kelas adalah tempat di mana terdapat sekelompok peserta didik yang

dalam waktu bersamaan menerima pelajaran dari guru yang sama.

Berikut ini adalah rancangan penelitian kelas menurut Kemmis dan Mc

Taggart (Arikunto, 2006: 16).

Pelaksanaan

Perencanaan
Siklus I Pengamatan

Refleksi

Pelaksanaan

Perencanaan
Siklus II Pengamatan

31
Pengamatan

Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan PTK Model Kemmis dan Mc Taggart.

Secara umum kegiatan peneliti ini dapat dibedakan menjadi dua

tahapan yaitu tahap pendahuluan (pra tindakan) dan tahap tindakan.

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan peneliti adalah

sebagai berikut:

1) Mempersiapkan materi pelajaran.

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP, silabus buku

paket, daftar nilai, soal pra tindakan, soal tes akhir tiap siklus.

3) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi aktivitas peneliti

atau guru dan lembar observasi partisipasi belajar siswa.

4) Membuat dan mempersiapkan alat bantu mengajar yang

diperlukan dalam rangka melancarkan proses pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan yang dimaksudkan adalah melaksanakan

pembelajaran ilmu Tajwid dengan rancangan pembelajaran. Rencana

tindakan dalam pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

32
1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan

metode make a match pada mata pelajaran ilmu Tajwid di SMP

Swasta Galig Agung.

2) Peneliti memberi tes kepada siswa pada kegiatan pra tindakan dan

tes akhir pada setiap siklus dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama pelaksanaan tindakan sebagai

upaya mengetahui jalannya proses pembelajaran. Kegiatan

pengamatan meliputi:

1) Situasi belajar mengajar.

2) Keaktifan peserta didik.

3) Kemampuan peserta didik dalam menemukan pasangan

pertanyaan dan jawaban.

4) Perilaku peserta didik didalam kelas.

d. Refleksi

Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa

yang sudah dilakukan. Refleksi merupakan analisis dan penilaian

terhadap hasil perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan yang

dilakukan. Berdasarkan refleksi inilah suatu perbaikan tindakan

selanjutnya ditentukan, adapun kegiatan yang dilakukan meliputi:

1) Menganalisa hasil pekerjaan eserta didik.

2) Menganalisa lembar observasi peneliti.

3) Menganalisa lembar observasi peserta didik.

33
Hasil analisa tersebut, peneliti melakukan refleksi yang akan

digunakan sebagai bahan pertimbangan apakah kriteria yang telah

diterapkan sudah tercapai atau belum. Jika sudah tercapai dan telah

berhasil maka siklus tindakan tidak perlu dilanjutkan, tetapi

sebaliknya jika belum berhasil pada siklus tindakan tersebut, maka

peneliti melanjutkan ke siklus berikutnya dengan memperbaiki kinerja

pembelajaran pada tindakan berikutnya sampai berhasil sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian

tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

1. Tes

Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif

untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan

tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat

(Sulistyorini, 2009: 86). Tes juga pertanyaan atau latihan serta alat lain

yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu maupun kelompok

(Arikunto, 2010: 193). Tes ini digunakan untuk melihat peningkatan,

pemahaman, dan hasil belajar peserta didik.

Dalam penelitian ini yang diberikan 2 macam sebagai berikut:

34
a. Pre Test (Tes Awal)

Tes ini diberikan sebelum dilakukannya suatu tindakan. Tes ini

bertujuan untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap

materi yang akan diajarkan. Pre test ini mempunyai banyak

kegunaan dalam proses pembelajaran didalam kelas, oleh karena itu

pre test mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

b. Post Test (Tes Akhir)

Tes ini diberikan setiap akhir tindakan untuk mengetahui

pemahaman peserta didik tentang materi yang diajarkan, Tes yang

diberikan dalam penelitian ini adalah tes tulisan. Pengambilan data

hasil post test dilaksanakan setiap siklus.

2. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk

mengetahui seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran

(Purwanto, 2004: 112).

Observasi ini dugunakan untuk memperoleh data hasil belajar

peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pengambilan data

dilakukan dengan pengamatan langsung di kelas mengenai kondisi

peserta didik. Hasil observasi dicatat pada lembar pengamatan yang

berupa sistem penilaian afektif peserta didik.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan melihat atau mencatat

suatu laporan yang sudah tersedia. Dokumentasi ditujukan untuk

35
memperoleh data langsung dari tempat penelitian yang meliputi buku-

buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film

dokumentasi, dan data yang relevan dengan penelitian.

4. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan interview pada

satu atau beberapa orang yang bersangkutan (Tanzeh, 2011: 89).

Dalam wawancara, mereka akaan memberikan jawaban atas

pertanyaan yang diajukan informan. Datanya berupa jawaban-jawaban

atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh informasi

dalam wawancara biasanya diajukan seperangkat pertanyaan atau yang

tersusun dalam suatu daftar.

Pengumpulan data dengan wawancara bertujuan untuk memperoleh

data yang diperlukan dengan cara yang lebih akurat dan dapat

dipertanggung jawabkan.

Wawancara ini juga dapat digunakan untuk mengetahui letak

kesulitan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Selain itu,

wawancara juga digunakan untuk memperoleh data dari pihak sekolah

tentang berbagai hal yang relevan tentang keadaan sekolah, serta untuk

memperoleh informasi tentang sejarah berdirinya sekolah dari pihak-

pihak lain yang mengetahui tentang data-data yang diperlukan.

F. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses menyederhanakan, memfokuskan,

mengorganisasikan secara sistematis dan rasional untuk menyajikan bahan-

36
bahan yang didapat digunakan untuk menyusun jawaban masalah yang

menjadi tujuan PTK.

Analisis dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah pengumpulan

data. Data yang digunakan berasal dari hasil pekerjaan peserta didik, tes,

observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini

yaitu data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambar

tentang ekspresi peserta didik dan tingkat pemahaman terhadap suatu mata

pelajaran, pandangan dan sikap peserta didik terhadap model pembelajaran

yang baru, aktivitas peserta didik mengikuti pelajaran, perhatian, antusias

dalam belajar, kepercayaan diri dan motivasi belajar.

Adapun metode analisis data yang akan dilakukan yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi kata dasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 1992: 16).

Catatan observasi kemungkinan masih belum dapat memberikan

informasi yang jelas. Untuk memperoleh data yang jelas maka dilakukan

reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan menggunakan cara

pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan tranformasi

kasar yang akan diperoleh dari tes dan observasi. Hal ini dilakukan

dengan tujuan untuk memperoleh data yang jelas dari data tersebut,

sehingga peneliti dapat membuat kesimpulan yang dapat dipertanggung

jawabkan.

37
2. Display Data

Display data merupakan kegiatan menyajikan hasil reduksi data

secara naratif sehingga penarikan kesimpulan dan keputusan dalam

pengambilan tindakan untuk perbaikan. Misalnya, uraian proses kegiatan

pembelajaran, aktivitas peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran,

serta hasil yang diperoleh sebagai akibat dari pemberian tindakan.

Informasi ini diperoleh dari perpaduan data hasil observasi, dan tes.

Display data melibatkan langkah-langkah pengorganisasian data, yakni

menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain

sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu

kesatuan.

Rumus persentase kelulusan peserta didik:

R
P= x 100%
N

Keterangan:

P = Angka presentase

R = Presentase siswa yang memiliki nilai > 60

N= Jumlah siswa yang mengikuti tes

Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil

reduksi dengan cara menyusun secara narasi sekumpulan informasi yang

telah diperoleh dari hasil reduksi, sehingga dapat memberikan

kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data

38
yang sudah terorganisir ini dideskripsikan sehingga bermakna, baik

dalam bentuk narasi, grafik maupun tabel.

Data yang telah disajikan tersebut selanjutnya dibuat penafsiran dan

evaluasi untuk membuat perencanaan tindakan selanjutnya. Hasil

penafsiran dan evaluasi ini dapat berupa penjelasan tentang:

a. Perbedaan antara rancangan dan pelaksanakan tindakan.

b. Perlunya perubahan tindakan.

c. Alternatif tindakan yang dianggap tepat.

d. Persepsi peneliti, teman sejawat, guru yang terlibat dalam

pengamatan, dan catatan lapangan terhadap tindakan yang dilakukan.

e. Kendala yang dihadapi dan sebab-sebab kendala itu muncul.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikam kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dari sajian

data yang telah diorganisir dalam bentuk pernyataan kalimat atau formula

yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas. Pada

penarikan kesimpulan ini kegiatan yang dilakukan adalah memberikan

kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi.

Dalam penelitian tindakan kelas ini untuk mengetahui peningkatan

pemahaman ilmu tajwid peserta didik dengan menerapkan model

pembelajaran make a match, maka data yang diperlukan berupa data hasil

observasi selama pembelajaran berlangsung dari hasil pengamatan

melalui lembar pengamatan yang telah disusun sebelumnya, yang

menjadi subjek pengamatan adalah seluruh peserta didik didalam kelas

39
dan data hasil tes peserta didik yang diberikan diakhir tindakan untuk

mengetahui sejauh mana pemahaman materi terhadap peserta didik.

Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui

peningkatan pemahaman ilmu tajwid peserta didik pada penilaian ini

yakni dengan membandingkan persentase ketuntasan belajar dalam

penggunaan model pembelajaran make a match pada mata pelajaran ilmu

tajwid pada siklus I dan siklus II.

G. Indikator Keberhasilan

Adapun indikator keberhasilan dilihat dari:

1. Kualitas Proses

Indikator keberhasilan penelitian ini dari segi kualitas proses adalah

terjadinya peningkatan persentase atau jumlah siswa yang melakukan

setiap komponen aktivitas belajar yang menjadi bahan pengamatan

peneliti dan observer pada saat proses pembelajaran dengan metode

resitasi dari siklus I dan siklus II, yang dikumpulkan dengan

menggunakan lembar observasi.

2. Pemahaman Ilmu Tajwid

Indikator keberhasilan penelitian ini dari segi pemahaman ilmu

tajwid siswa adalah hasil persentase dan hasil tes siswa mengalami

peningkatan jumlah yang nyata dari siklus I ke siklus II.

40
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafidh, Amdjad. Pelajaran Tajwid Lengkap Kaidah Cara Baca Al-Qur’an


Untuk Pemula. (Semarang: Pustaka Nuun, 2015).
Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).

Darmiyati, Zuchdi. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca. 2008.

Djamarah, Syaiful, Bahri dan Aswan Zaini. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1996).
Hanafi. Pelajaran Tajwid Praktis. (Bintang Indonesia).

Istarani. 58 Model Pembelajaran Inovatif. (Medan: Media Persada, 2011).

Kurnaedi, Abu, Ya’la. Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i. (Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2014).
Milles, Mettew.B dan Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. (Jakarta: UI
Press, 1992).
Mufron, Ali. Ilmu Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2013).
Nasution, S. Teknologi Pendidikan. (Bandung: CV. Jammars, 1999).

Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. (Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya, 2004).
Shoimin, Aris. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014).
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. (Jakarta: Rineka Cipta,

2015).

Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Press, 2011).

Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 1995).
Sulistyorini. Evaluasi Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
(Yogyakarta: Teras, 2009).
Suyadi. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. (Yogyakarta: Diva Press, 2010).

Syafi’i, A. Mas’ud. Pelajaran Tajwid. (Semarang: M.G, 1957).

Tanzeh, Ahmad. Metodologi Penelitian Tindakan Kelas Praktis. (Yogyakarta:


Teras, 2011).
Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. (Yogyakarta: Media Abadi, 2009).

41
Zarkasyi, Imam. Pelajaran Tajwid. (Ponorogo: Trimurti Press, 1955).

42

Anda mungkin juga menyukai