Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Peran Guru Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Peran

Menurut Soerjono Soekanto (2002:243) Peran merupakan aspek

dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu

peranan. Sedangkan status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban

yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban sesuai kedudukannya, maka dia menjalankan suatu

fungsi. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian

perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu. Kepribadian

seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan atau

diperankan pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah, akan

mempunyai peran yang sama. Peran merupakan tindakan atau perilaku

yang dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu posisi di dalam

status sosial.

Adapun syarat-syarat peran dalam Soerjono Soekanto (2002:243)

mencakup tiga hal penting, yaitu :

1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

14
15

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

2. Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh

individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Secara umum, guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai

fasilitator agar siswa dapat belajar mengembangkan potensinya secara

optimal melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh

pemerintah maupun swasta. Dengan demikian, guru tidak hanya dikenal

secara formal sebagai pendidik, pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi

juga ‘’social agent hire by society to help facilitate members of society

who attend school‟ diartikan sebagai agen sosial yang diminta oleh

masyarakat untuk memberikan bantuan kepada warga masyarakat yang

akan dan sedang berada di bangku sekolah.sekitarnya. Jadi, teknologi

adalah cara dimana kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk

memecahkan masalah praktis (Suparlan, 2006:6).

b. Pengertian Guru

Di jelaskan dalam Undang- undang Guru dan Dosen (UU RI NO.

14 Th. 2009) menegaskan bahwa :

Guru adalah “pendidik professional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan


16

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam

Islam. Seperti pada Hadis Shahih sebagai berikut:

‫ المؤمن يألف‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن جابر قال‬
‫ وخير أنفعهم للناس‬،‫ وال يؤلف‬,‫ وال خير فيمن ال يألف‬,‫ويؤلف‬
Artinya : “Dari Jabir, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda,’Orang
beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi
seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia
adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR.
Thabrani dan Daruquthni).

Berdasarkan ayat-ayat diatas penulis menyimpulkan bahwa guru

adalah seorang yang bertugas memberikan ilmu pengetahuan,

membimbing, mendidik dan memberi contoh yang baik kepada peserta

didiknya. Sehingga terjadi perubahan sikap peserta didik dari sikap negatif

ke sikap positif.

Dalam undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.
17

Terkait dengan pendidikan Islam (al-tarbiyah al-diniyah), paling

tidak istilah pendidikan islam dipakai untuk sekurang-kurangnya 8

(delapan) pengertian dan konteks berbeda-beda sebagaimana dijelaskan

oleh Langgulung (2008:256):

a. Pendidikan keagamaan (al-tarbiyah al-diniyah).

b. Pengajaran agama (ta‟lim al-din).

c. Pengajaran keagamaan (al-ta‟lim al-diniy).

d. Pengajaran keislaman (al-ta‟lim al-islami).

e. Pendidikan dalam Islam (al-tarbiyah fi al-islam)

f. Pendidikan dikalanagn orang-orang islam (al-tarbiyah inda al-

muslimin).

g. Pendidikan orang-orang Islam (al-tarbiyah al-islamiyah)

h. Pendidikan Islam (al-tarbiyah al-islamiyah).

Dari sini kita ketahui bahwa peran guru pendidikan agama

Islam adalah guru yang mengajar mata pelajaran agama (Islam) yakni

pendidikan yang berdasarkan pada pokok-pokok kajian dan asas-asas

serta norma-norma yang mengenai keagamaan Islam.

2. Tugas Guru Dalam Pendidikan Agama Islam

Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan

bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib

memuat, antara lain pendidikan agama. Dan dalam penjelasannya

dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk


18

memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan

dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2002:71).

Dalam pandangan ilmu pendidikan Islam keutamaan seorang guru

disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya, karena beban yang di

tanggung hampir sama sejajar dengan tugas seorang rasul. Dari pandangan

ini, dapat dipahami bahwa tugas guru sebagai warosat al-anbiya yang

pada hakikatnya mengemban rahmatalil’alamin, yaitu suatu misi yang

mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah,

guna memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kemudian dikembangkan pada suatu upaya pembentukan karakter

kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal sholeh dan bermoral

tinggi. Dan untuk melaksanakan tugas tersebut, seorang guru dapat

berpegangan pada amar ma’ruf nahi munkar, menjadi prinsip tauhid

sebagai pusat kegiatan penyebaran misi iman, islam dan ihsan. Kekuatan

yang dikembangkan oleh pendidik adalah individual, sosial dan moral

(nilai-nilai agama dan moral).

Dalam pandangan al- Ghazali, seorang guru mempunyai tugas

yang utama yaitu menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta

membawa hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah

Swt. Hal tersebut karena tujuan pendidikan islam yang utama adalah
19

supaya mendekatkan diri kepada-Nya, kemudian realisasinya pada

kesalehan sosial dalam masyarakat sekitarnya. Kesuksesan seorang

pendidik akan dapat dilihat dari keberhasilan aktualisasi perpaduan antara

iman, ilmu dan amal sholeh dari peserta didiknya setelah mengalami

sebuah proses pendidikan (Nata, 2008:20).

Berdasarkan pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa tugas

dan tanggung jawab seorang guru adalah mendidik individu supaya

beriman kepada Allah dan melaksanakan Syariat-Nya dan menjauhi

larangan-Nya. Tanggung jawab seorang guru bukan sekedar hanya sebatas

tanggung jawab moral guru terhadap peserta didik, namun lebih dari itu

guru akan mempertanggung jawabkan atas segala yang dilaksanakan oleh

muridnya terhadap Allah Swt.

3. Faktor-Faktor Penghambat Guru Pendidikan Agama Islam Dalam

Meningkatkan Perilaku Islami Pada Siswa

Dalam dunia pendidikan Agama Islam, tantangan dikelompokkan

menjadi dua macam, yaitu tantangan internal dan eksternal. Tantangan

intenal menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program

pendidikan, baik dari segi orientasi pendidikan agama, maupun

metodologi dan evaluasinya, serta pelaksanaan dan penyelenggaraan

pendidikan agama Islam itu sendiri yang sebagiannya masih bersikap

eksklusif dan belum mampu berinteraksi dan bersinkronisasi dengan

yang lainnya.
20

Sedangkan tantangan eksternal berupa berbagai kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya scientific

critizism terhadap penjelasan ajaran agama yang bersifat konservatif,

tradisional, tekstual, dan skripturalistik, era globalisasi di bidang

informasi serta perubahan sosial ekonomi dan budaya dengan segala

dampaknya dan kemajemukan masyarakat beragama yang masih

belum siap untuk berbeda paham dan justru cenderung bersikap

apologis, fanatik, absolutis, serta truts claim yang dibungkus dalam

simpul-simpul interest, baik interest pribadi maupun yang bersifat

politis atau sosiologis (Muhaimin, 2002:92).

Berbagai macam tantangan pendidikan agama Islam tersebut

sebenarnya dihadapi oleh semua pihak, baik keluarga, pemerintah,

maupun masyarakat, baik yang terkait langsung ataupun tidak langsung

dengan kegiatan PAI. Namun demikian, GPAI di sekolah yang terkait

langsung dengan pelaksanaan pendidikan Islam dituntut untuk mampu

menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut. Dan untuk

mengantisipasinya diperlukan adanya profil GPAI di sekolah yang

mampu menampilkan sosok kualitas personal, sosial, dan

profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.


21

Adapun faktor yang menghambat guru dalam meningkatkan

perilaku Islami pada siswa itu diantaranya:

a. Latar belakang siswa yang kurang mendukung.

Lingkungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat

berpengaruh sekali terhadap proses pendidikan perilaku yang

selama ini diterima siswa, dengan kata lain apabila anak berasal dari

latar belakang keluarga yang agamis maka kepribadian atau akhlak

anak akan baik. Akan tetapi lain halnya apabila latar belakang anak

buruk maka kepribadian dan perilaku anak juga akan buruk.

b. Lingkungan masyarakat

Besarnya pengaruh dari pergaulan dimasyarakat tidak terlepas dari

adanya norma dan kebiasaan yang ada, apabila kebiasaan

dilingkungan positif maka akan berpengaruh positif pula, apabila

kebiasaan dilingkungan masyarakat negatif maka akan berpengaruh

buruk terhadap jiwa keagamaan anak, besarnya pengaruh yang

ditimbulkan juga terlepas dari tidak adanya pengawasan dari

sekolah, karena lingkungan sekolah hanya mengawasi para siswa

saat jam sekolah dari pagi setelah sampai di sekolah dan jam

pulang sekolah. Kemudian pergaulan diluar bukan lagi tugas dari

sekolah.

c. Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan

strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam pendidikan karakter

siswa.
22

Adanya kegiatan-kegiatan yang diprogramkan khusus untuk

pembentukan kjarakter siswa. Kegiatan tersebut bisa berjalan efektif

apabila sarana dan prasarana cukup, namun apabila sarana dan

prasarananya tersebut kurang maka kegiatan tersebut tidak akan

berjalan dengan maksimal.

d. Pengaruh dari tayangan tv dan media sosial yang sifatnya tidak mendidik

juga membawa pengaruh yang kurang baik terhadap tingkah laku maupun

perilaku terhadap siswa.

4. Solusi Untuk Mengatasi Faktor-Faktor Penghambat Guru

Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Perilaku Islami

Pada Siswa

Dalam membentuk kepribadian Islami ada empat bekal yang

perlu ditanamkan dadalam kepribadian peserta didik. Ke-empat bekal

tersebut yaitu:

1) Berfikirlah Sebelum Berbuat.

Allah Subhanahu Wata’ala mengaruniai manusia dengan akal

bukan tanpa maksud dan tujuan. Dengan akal, manusia diharapkan

untuk bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan

perilakunya itu sesuai dengan syariat Allah Swt. atau malah

melanggarnya. Jadi berfikir sebelum berbuat ini harus dibiasakan,

karena Allah Swt. melarang manusia melakukan sesuatu yang tidak

ia ketahui ilmunya. Seperti Fiman Allah di bawah ini:


23

             

   


Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Israa:36).

Maksud dari ayat tersebut yaitu memberi petunjuk kepada

manusia untuk mencari tahu dulu, mencari ilmu dulu, dan berfikir

dulu sebelum melakukan suatu perbuatan karena semuanya akan

dimintai pertanggungjawabannya kelak.

2) Menjadikan Iman Sebagai Landasan.

Dalam beraktivitas seorang Muslim harus meniatkannya untuk

memperoleh ridho Allah Swt. Dengan niat, maka akan selamatlah

manusia dari hawa nafsu dan cinta dunia. Karena niat yang benar

akan menuntun manusia untuk berperilaku sesuai syariat-Nya.

Perilaku yang diikatkan pada syariat Allah Swt. seorang muslim

akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti Fiman

Allah di bawah ini:

         

          

            
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan
mereka disisi Tuhan mereka adalah surga ‘And yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai mereka kekal di
24

dalamnya selama-lamanya, Allah ridho terhadap


mereka dan merekapun ridho kepadaNya, yang
demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut
kepada TuhanNya.” (QS. Al Bayyinah [98]: 7-8)

3) Pembiasaan.

Langkah pertama dan kedua yang telah dibahas tadi harus dijadikan

sebagai habits (kebiasaan). Kebiasaan untuk menuntut ilmu, dan

mendasari amal dengan iman. Untuk itu diperlukan habits

dengan terus menerus belajar ilmu agama hingga Islam benar-benar

menjadi landasan berfikiranya. Kemudian melakukan pengulangan

dalam menjalani aktifitas yang baik. Bila perilaku Islami sudah

menjadi habits maka tanpa komando pun insya Allah akhlaq islam

itu akan terpancar dari pribadi muslim.

4) Berperilaku baik sesuai syariat Islam dengan dukungan masyarakat

dan Negara.

Keberadaan masyarakat yang peduli dengan anggota masyarakat

lainnya akan menjadi kontrol dalam mencegah tindak maksiat

maupun amoral lainnya. Demikian pula sistem di negeri ini

haruslah mendukung kebaikan dan menutup segala pintu maksiat.

Bukan malah membuka keran untuk gaya hidup sekuleris,

individualis, kapitalis, hedonis serta kebebasan yang tiada jelas

batasannya. Dengan usaha tersebut perilaku mulia itu akan terpancar

dari semua lapisan umat Islam dan menular kepada umat lainnya (K,

2000:63).
25

B. Meningkatkan Perilaku Islami

1. Pengertian Meningkatkan Perilaku Islam

a. Pengertian Meningkatkan

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti kata

peningkatan adalah proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,

kegiatan, dsb). Jadi peningkatan adalah lapisan dari sesuatu yang

kemudian membentuk susunan, kemajuan, penambahan keterampilan dan

kemampuan agar menjadi lebih baik. Sedangkan arti peningkatan yang

dimaksudkan dari penelitian ini memiliki arti yaitu usaha untuk membuat

motivasi dan perilaku siswa menjadi lebih baik dari pada sebelumnya.

b. Perilaku Islami

Perilaku islami adalah segala sikap yang dapat dibatasi sebagai

keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap dan lain sebagainya

yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun

non fisik. Perilaku juga diartikan sebagi suatu reaksi psikis seseorang

yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam

bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Sedangkan dalam pengertian

umum perilaku adalah segala perbuatan yang dilakukan oleh makhluk

hidup (K, 2000:63).

Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu

aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa

perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk

menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian,


26

maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.

Robert Y Kwick mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau

perbuatan suatu orgasme yang dapat diamati, bahkan bisa dipelajari

(Ahmad, 2009:76).

Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh

mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara

kepentingan pribadi dengan pihak lainnya. Antara rohani dengan

jasmaninya berdiri sendiri dengan pencipta-Nya. Termasuk didalamnya

membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan perilaku.

Adapun macam-macam perilaku sebagai berikut :

a. Perilaku Deskriptif

Perilaku yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan

perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam

hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya perilaku deskriptif

tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya. Yakni mengenai

nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan

situasi dan realitas yang membudaya (Depdikbud, 2008:75).

b. Perilaku Normatif

Perilaku yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan

seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan

oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi

perilaku normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar

manusia bertindak secara baik dan menghindari hal-hal yang buruk.


27

Sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku

dimasyarakat.

c. Perilaku Religius

Perilaku islami dapat dijabarkan dengan cara mengartikan perkata.

Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap

rangsangan atau lingkungan. Sedangkan kata islami berasal dari kata

dasar yang bererti sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan

ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan

itu. Dengan demikian perilaku islami berarti segala tindakan atau

perbuatan yang yang dilakukan seseorang yang berdasarkan hukum

islam. Semua yang dilakukan karena adanya kepercayaan kepada

Allah Swt. Sedangkan perilaku terpuji adalah perilaku normatif

manusia yang normanya diturunkan dari ajaran Islam dan bersumber

dari Al-Qur‟an dan Al-Hadist.

Adapun Aspek–aspek pembentukan kepribadian islami diantaranya

bersihnya aqidah, kuatnya fisik, lurusnya ibadah, teratur urusannya,

kukuh akhlaknya, perjuangan diri sendiri, mampu mencari

penghidupan, memperhatikan waktunya, luasnya wawasan berfikir dan

bermanfaat bagi orang lain.

Adapun tujuan pembentuk kepribadian Islami yaitu terbentuknya

kedisiplinan, mampu mengendalikan hawa nafsu serta memelihara diri

dari perilaku yang menyimpang (Muhaimin, 2002:71).


28

2. Bentuk-bentuk Perilaku Islami

Dalam buku Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Akhmad

Muhaimin Azzet (2014:88) telah menyebutkan bahwa “pendidikan

karakter mengembangkan peserta didik agar tumbuh dan berkembang

bersama nilai-nilai yang terkait erat dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, diri

sendiri, sesama manusia, dan lingkungan.” Sedangkan bentuk perilaku

beragama merupakan buah hasil dari pendidikan karakter itu sendiri maka

bisa dijelaskan sebagai berikut:

1. Perilaku terkait dengan Allah

Seseorang yang mempunyai perilaku baik terkait dengan

Tuhannya, maka seluruh kehidupannya pun akan baik. Perilaku

tersebut dapat diwujudkan dengan tidak menyekutukan Allah,

bertakwa kepada Allah, mencintai Allah, ridha dan ikhlas atas segala

keputusan Allah, selalu bersyukur atas segala nikmatNya,dan

sebagainya (Aminah, 2014:92).

Perilaku-perilaku tersebut bisa kita laksanakan dengan apa yang

menjadi kewajiban kita terhadap Allah Swt. antara lain:

1) Beriman kepada Allah Swt.

Menyakini keberadaan Allah beserta sifat-sifat yang dimiliki-Nya.

Sesuai Firman Allah Swt. pada Q.S al-Hujurat/49: 15 :


29

        

        

 
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah. Mereka Itulah orang-orang
yang benar. " ( (Departemen Agama RI, 2012:745)

2) Ta’at kepada Allah Swt.

Orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah akan taat

kepada semua perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya.

3) Berzikir kepada Allah Swt.

Berzikir bisa dilakukan dengan mengingat Allah dalam hati,

menyebutnya dengan lisan, atau bisa juga dengan mentadaburi atau

mentafakuri yang terdapat pada alam semesta.

4) Berdo’a kepada Allah Swt.

Berdo’a artinya mengajukan permohonan kepada Allah. Berdo’a

merupakan bukti pengakuan kita terhadap kekuasaan Allah, karena

dengan kekuasaan-Nya lah semua permintaan dan kebutuhan kita

terpenuhi.

5) Bertawakal kepada Allah Swt.

Menyerahkan keputusan kepada Allah setelah kita berupaya

semaksimalnya . Keputusan yang dikehendaki Allah, itulah yang

terbaik bagi kita.


30

6) Husnudhan kepada Allah Swt.

Kita selalu berbaik sangka kepada Allah dan apapun yang

ditetapkan oleh Allah untuk kita, itulah yang terbaik.

7) Bersyukur kepada Allah Swt.

Bentuk sederhana sebagai ungkapan terima kasih kita kepada

Allah.

8) Bersabar terhadap cobaan dari Allah Swt.

Tabah menerima cobaan atau ujian dari Allah, tapi tentu saja

sambil berusaha untuk mengubah atau memperbaikinya.

9) Ikhlas dalam beribadah kepada Allah Swt.

Ibadah yang dilaksanakan dengan ikhlas saja yang akan diterima

dan diberkahi Allah.

2. Perilaku terkait dengan diri sendiri

Selain kepada Allah, perilaku peserta didik juga dikembangkan

dalam hubungannya dengan diri sendiri. Perilaku yang terpenting yang

harus ditumbuhkan dalam diri sendiri yaitu kejujuran. Perilaku

kejujuran ini bertujuan menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu

dapat dipercaya, baik dalam perkataan atau perbuatan, baik terhadap

dirinya atau orang lain. Hal ini sesuai firman Allah Swt. pada Q.S Al-

Ahzab/33: 70 :

        


Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar” (Departemen
Agama RI, 2012:604).
31

Selain kejujuran, peserta didik harus menjadi manusia yang

bertanggungjawab. Manusia yang mempunyai sikap dan perilaku bisa

melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaiman semestinya

dilakukan. Rasa percaya diri juga harus ada dalam diri peserta didik,

agar mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam mencapai

harapan. Disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, serta bergaya hidup

sehat juga harus tumbuh pada diri peserta didik (Azzet, 2014: 89-93).

Perilaku beragama yang berkaitan dengan diri sendiri juga bisa

dilakukan dengan perilaku-perilaku sebagai berikut:

1) Memelihara kebeningan hati nurani dengan mengisinya dengan

ilmu-ilmu agama Islam, kemudian mengikutinya serta

mengamalkannya.

2) Menghindarkan hati dari penyakit-penyakit hati, seperti iri, dengki

dan riya.

3) Memaksimalkan keinginan untuk senantiasa beribadah secara

ikhlas, zuhud, tawadlu, dan sebagainya.

4) Mengendalikan potensi nafsu insaniyah, misalnya makan, minum,

dan istirahat secukupnya.

5) Menghilangkan potensi nafsu syaithaniyah misalnya keinginan

untuk dipuji, khianat, dan takabur.

3. Perilaku terkait dengan sesama manusia


32

Perilaku yang terkait dengan sesama manusia yakni terbangunnya

kesadaran akan hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain, berusaha

berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain, kemampuan seseorang

untuk berkata maupun berperilaku dengan santun, serta patuh pada

aturan sosial (Azzet, 2014: 93-96).

Dalam Q.S al-Hujurat ayat 13, Allah SWT berfirman:

         

            
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal” (Departemen Agama RI,
2012:745).

Dalam hal ini perilaku beragama yang dapat diambil dari ayat

diatas yaitu al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menggalang

persatuan dan kesatuan di antara sesama manusia, walaupun berbeda

suku bangsa, agama dan sebagainya.

Adapun contoh perilaku yang berkaitan dengan sesama manusia,

antara lain:

1) Menghormati dan memenuhi hak-hak. Hak-hak tersebut mencakup

hak untuk hidup, beragama, mendapat pendidikan, bekerja serta

berpendapat atau menentukan pilihan.


33

2) Bersikap lemah lembut dan sopan santun. Tanpa membedakan

suku bangsa, ras, keturunan, agama, golongan, dan sebagainya.

3) Saling menolong dalam kebaikan.

4) Mengajak kebaikan dan mencegah keburukan.

5) Perilaku terkait dengan lingkungan.

Perilaku terkait dengan lingkungan ini mencakup perilaku terhadap

tumbuhan , hewan, dan benda-benda tidak bernyawa, dimana

manusia tidak boleh membuat kerusakan terhadap lingkungan

tersebut. Seperti firman Allah Swt dalam Q.S ar-Rum/30: 41:

         

     


Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar)”(Departemen Agama RI, 2012:575).

Ayat diatas telah menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan

diakibatkan oleh tangan manusia. Untuk mencegahnya, kita semua

harus bisa menjaganya. Sebagai orang tua harus memberikan contoh,

memberikan nasihat ataupun arahan yang berkaitan dengan pelestarian

lingkungan sejak si anak masih kecil.


34

3. Nilai-nilai Perilaku Islami

Setiap aspek pendidikan Islam mengandung beberapa unsur pokok

yang mengarah kepada pemahaman dan pengalaman agama Islam secara

menyeluruh. Pokok-pokok yang harus diperhatikan dalam pendidikan

Islam mencakup:

a. Tauhid/Aqidah

Kata aqoid jamak dari aqidah adalah kepercayaan, maksudnya adalah

hal-hal yang diyakini orang-orang islam, artinya mereka menetapkan

atas kebenarannya seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan

Hadits Nabi Muhammad Saw. (Toha, 2008:90). Menurut Zubaedi,

aspek pengajaran tauhid dalam dunia pendidikan agama Islam pada

dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah

bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia

sejak penciptaannya. Ketika berada di dalam arwah, manusia telah

mengikrarkan ketauhidannya. Hal ini sesuai dengan surat Al-A’raf

ayat 172 :

          

             

    


Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
35

mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah


orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
(Departemen Agama RI).

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa pendidikan agama islam

pada akhirnya ditujukan untuk menjaga dan mengaktualisasikan

potensi ketauhidan melalui berbagai upaya edukatif yang tidak

bertentangan dengan ajaran agama Islam.

b. Ibadah (Ubudiyah)

Menurut Chabib Toha, dkk. (2008) ibadah secara bahasa berarti : taat,

tunduk, turut, mengikuti dan do’a. Bisa juga diartikan menyembah. Hal

ini sesuai dengan firman allah dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat

ayat 56:

      


Artinya : ‟dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (Departemen
Agama RI)

Sedangakan menurut Zulkarnaen ibadah adalah pengabdian ritual

sebagaimana diperintahkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Aspek

ibadah ini disamping bermanfaat bagi kehidupan duniawi, tetapi yang

paling utama adalah sebagai bukti dari kepatuhan manusia memenuhi

perintah-perintah Allah Swt.

c. Akhlak

Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup

manusia. Sebab akhlak sumber norma-norma baik dan buruk yang

menentukan kualitas pribadi manusia. Menurut Chabib Toha, dkk.


36

(2008:90) kata,’’akhlak’’ berasal dari bahasa arab. Jamak dari

khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah

laku atau tabiat.

Sedangkan menurut Abudin Nata (2009) akhlak terpuji adalah

perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging

dan sebenarnya disasarkan pada ajaran Islam. Dari uraian di atas dapat

penulis kemukakan bahwa akhlak adalah perbuatan yang timbul dan

tumbuh dari dalam jiwa. Kemudian berbuah ke seluruh anggota yang

menggerakkan amal-amal serta menghasilkan sifat-sifat yang baik

serta menjauhi segala larangan terhadap sesuatu yang buruk membawa

manusia ke dalam kesesatan.

4. Karakteristik Perilaku Islami

Menurut Dr. H. Hamzah Ya’cub yang dikutip oleh Chabib Toha,

dkk., (2008:90) karakteristik perilaku islam mencakup sumber moralnya,

kriteria yang dijadikan ukuran untuk menentukan baik buruknya tingkah

laku. Pandangan terhadap akal dan nurani, yang menjadi motif dan tujuan

terakhir dari tingkah laku, yaitu:

a. Al-Qur’an dan Sunnah Sebagai Sumber Nilai

Al-Qur’an dan Sunnah telah menjelaskan kriteria baik dan buruknya

suatu perbuatan sekaligus menjadi pola hidup dalam menetapkan mana

yang baik dan mana yang buruk.


37

b. Menempatkan Akal dan Naluri Sesuai Porsinya

Akal dan naluri sebagai anugerah Allah yang mempunyai kemampuan

terbatas,sehingga memerlukan bimbingan wahyu.

c. Iman Sebagai Sumber Motivasi

Iman sebagai motivasi dan kekuatan penggerak paling ampuh dalam

pribadi. Jika “motor iman’’ itu bergerak, maka keluarlah produksinya

berupa amal shaleh dan akhlakul karimah.

d. Ridha Allah Sebagai Tujuan Akhir

Sesuai dengan pola hidup yang digariskan oleh Islam bahwa seluruh

kegiatan dikarenakan hanya mengharap ridha Allah semata. Seorang

muslim dalam mencari rizki tidak semata-mata untuk memenuhi

kebutuhannya, tetapi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada

Allah. Demikian juga dalam mencari ilmu pengetahuan harus dijadikan

sebagai jembatan dalam iman dan taqwa kepada Allah SWT.

5. Pembentukan Perilaku Islami Bagi Siswa

Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Zulkarnaen

mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan

tujuan pendidikan Islam.

Ahmad D. Mariamba (2009:76) berpendapat bahwa tujuan

pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu

menjadi hamba Allah yang percaya dan menyerahkan diri atas kendak-

Nya.
38

Menurut Abuddin Nata (2009:61), Pembinaan perilaku akan

membawakan hasil yang baik, tetapi bila keadaan sebaliknya akan

menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau

dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan, akan menjadi anak-

anak yang nakal, meresahkan masyarakat danmelakukan perbuatan yang

tidak sesuai dengan norma Agama Islam.

Pembentukan perilaku dapat diartikan sebagai usaha sungguh-

sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana

pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dilaksanakan

dengan sungguh-sungguh dan konsisten dengan berkelanjutan.

C. Peran Guru Agama Islam dalam Meningkatkan Perilaku Islami

1. Peran Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan

identifikasi bagi para peserta didik dan lingkunnya. Oleh karena itu, guru

harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung

jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Guru juga harus bertanggung jawab

terhadap segala tindakannnya dalam pembelajaran di sekolah dan

kehidupan bermasyarakat. Guru harus memiliki kelebihan dalam

merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, dan intelektual dan

pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni, sesuai bidang yang dikembangkan.


39

Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri

(independent), bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, tidak menunggu

perintah atasan atau kepala sekolah, mematuhi berbagai peraturan dan tata

tertib secara konsisten atas kesadaran professional terutama dalam

pembelajaran.

2. Peran Guru Sebagai Model Dan Teladan

Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua

orang yang menganggap dia adalah guru. Jika peserta didik harus memiliki

model, biarkanlah mereka menemukannya sendiri. Alasan tersebut tidak

dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi

mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran.

Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru

akan mendapat sorotan dari peserta didik serta orang disekitar lingkungan

yang menganggap atau mengakuinya sebagai seorang guru. Sehubungan

dengan itu, beberapa hal dibawah ini perlu mendapatkan perhatian.

a. Sikap dasar

b. Bicara dan gaya bicara

c. Kebiasaan bekerja

d. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan

e. Pakaian

f. Hubungan kemanusiaan

g. Proses berfikir

h. Keputusan
40

i. Gaya hidup secara umum

Hal diatas merupakan gambaran, agar guru dapat menambah

aspek-aspek tingkah laku lain yang sering muncul dalam kehidupan

bersama peserta didik dan menegaskan contoh yang diekspresikan oleh

guru sendiri dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari.

Menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru,

sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi

teladan. Setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan bila

menolak berarti menolak profesi itu. Jadi, guru harus bisa menjadi teladan

yang baik dalam tugas maupun keseluruhan hidupnya. Tetapi jangan

sampai hal tersebut menjadi guru tidak memiliki kebebasan sama sekali.

Dalam batas-batas tertentu, sebagaimana manusia biasa tentu saja guru

memiliki berbagai kelemahan,dan kekurangan.

Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi setiap

peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.

Kita harus menyadari bahwa guru tetapalah manusia biasa yang tidak lepas

dari kemungkinan khilaf. Guru yang baik adalah yang menyadari

kesenjangan antara apa yang di inginkan dengan apa yang ada pada

dirinya. Kemudian ia menyadari kesalahan ketika memang bersalah.

Kesalahan perlu di ikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak

mengulanginya.
41

3. Peran Guru Sebagai Evaluator

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling

kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan serta

variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks

yang hampir tidak mugkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian.

Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan

proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan

tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik.

Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-

prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau nontes.Teknik

apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang

jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak

lanjut.

Guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang

memadai. Dalam tahap persiapan terdapat beberapa kegiatan, seperti

penyusunan tabel spesifikasi yang di dalamnya terdapat sasaran penilaian,

teknik penilaian, serta jumlah instrumen yang diperlukan. Pada tahap

pelaksanaan, dilakukan pemakaian instrumen untuk menemukan respon

peserta didik terhadap instrumen tersebut sebagai bentuk hasil belajar,

selanjutnya dilakukan penelitian terhadap data yang telah dikumpulkan

dan dianalisis untuk membuat tafsiran tentang kualitas prestasi belajar

peserta didik, baik dengan acuan kriteria (PAP) maupun dengan acuan

kelompok (PAN).
42

Kemampuan lain yang harus dikuasai guru sebagai evaluator

adalah memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi

jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta

cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas,

reabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal.

Hal penting untuk diperhatikan adalah bahwa penilaian perlu

dilakukan secara adil dan obyektif, karena penilaian yang adil tidak

dipengaruhi oleh faktor keakraban (halloeffect), menyeluruh, mempunyai

kriteria yang jelas, dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan

instrumen yang tepat pula, sehingga mampu menunjukkan prestasi belajar

peserta didik sebagaimana adanya.

Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus pula menilai

dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai

program pembelajaran. Guru harus memiliki pengetahuan yang memadai

tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar.

Sebagai perancang dan pelaksana program, guru memerlukan balikan

tentang efektifitas programnya agar bisa menentukan apakah program

yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlu

diingat bahwa penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk

mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai