Ulumul Hadist
Dosen Pengampu:
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dan teman-teman dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam tak lupa diucapkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para
keluarganya, sahabat, dan umatnya.
Oleh sebab itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya khususnya kepada Ustadzah Paradita Kumala Lemmy selaku
dosen pengampu Ulumul Hadist Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan
pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk dapat menyempurnakannya
dimasa yang akan datang.
Pemakalah
i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an...............................................................3
B. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an Menurut Pandangan Ulama.................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
agama Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Al-
Quran merupakan sumber pertama dan utama banyak memuat ajaranajaran
yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai
sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al Qu’ran
tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam surat an -Nahl
(16): 44.
“Dan Kami turunkan kepadamu al Quran agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka berfikir.”
Ayat lain yang menetapkan bahwa tugas Rasulullah Saw untuk
menjelaskan al-Qur’an itu adalah al Hasyr (59): 7 dan an Nisa (4): 80 dan
lain-lain.
Allah Ta’ala menurunkan al-Quran bagi umat manusia, agar al-Quran ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk
menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada
mereka melalui hadits-haditsnya.
Hal-hal yang bersifat global dan umum di dalam al-Qur’an, sudah barang
tentu membutuhkan penjelasan-penjelasan. Hal-hal yang bersifat global dan
umum, tentunnya membutuhkan penjelasan-penjelasan yang kebih jelas
dalam penerapannya sebagai petunjuk dan kaidah hidup manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa fungsi hadist terhadap Al-Qur’an?
2. Apa fungsi hadist terhadap Al-Qur’an menurut Ulama?
1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk menjawab rumusan masalah
diatas yaitu :
1. Untuk mengetahui fungsi hadist terhadap Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui fungsi hadist terhadap Al-Qur’an menurut Ulama.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Secara garis besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan) hadist
terhadap al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1. Bayan Ta’kid
Bayan ta’kid atau disebut juga dengan bayan Taqrir atau bayan
itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh atau
memperkuat isi kandungan Al-Qur’an.2 Dalam hal ini, hadist hanya
berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an,3 dengan
demikia maka kandungan hukumnya memiliki dua dalil sekaligus yaitu
Al-Qur’an dan Hadist Nabi.4
Diantara contoh bayan ta’kid adalah firman Allah SWT:5
Ayat Al-Qur’an di atas di ta’kid (di perkuat) oleh hadist Nabi SAW:
2. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan tafsir adalah hadist berfungsi untuk
menerangkan ayat-ayat yang sangat umum (a’m), global (mujmal), dan
kesaman makna (musytarak) dengan memberikan perincian penafsiran
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih global (mujmal), memberikan
batasan (taqyid) ayat-ayat Al-Qur’an yang masih belum terbatasi
2
Agus Solahudin, dkk, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.78.
3
Idri, Studi Hadist (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), h.24.
4
Abu Yasid, Hubungan simbiotik al-Qur’an dan al-Hadist dalam membentuk diktum-diktum
hukum (Ponorogo: Jurnal Tsaqofah, Vol.7, No.1, April, 2011),h.144.
5
Munzier Suprapta, Ilmu Hadist (Jakarta: Raja Grafindo Pustaka: 2013), h.59.
4
(muthlaq), dan memberikan kekususan (takhshih) ayat-ayat yang masih
umum (a’m).6 Badri Khaeruman mendefinisikan dengan hadist yang
difungsikan menerangkan hal-hal yang tidak mudah di ketahui
pengertiannya (mujmal atau musytarok fihi)7 atau dapat dikatakan
memberikan penafsiran dan penjabaran yang lebih konkret tentang garis
besar yang ada di dalam al-Qur’an.8
Jadi, bila memandang pengertian di atas maka bayan takhshis dan
bayan taqyid termasuk dalam katagori bayan tafsir. Di antara contoh
bayan tafsir ini adalah:9
a. Bayan Tafsir Mujmal adalah seperti hadist yang menerangkan ke
mujmala-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT untuk
mengerjakan shalat, puasa, zakat dan haji. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau
secara garis besarnya saja. Contohnya kita diperintahkan shalat,
namun Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat,
tidak menerankan rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya.
Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi
SAW dengan sabdanya,
ِ
َ صلُّ ْوا َك َما َر َْأيتُ ُم ْون ْي
ُأصلِّ ْي َ
“Shalatlah sebagaimana kamu melihatku shalat.”(H.R.
Bukhari)
6
Agus Solahudin, dkk, Op.cit, h. 81.
7
Badri Khaeruman, Ulum al-Hadist (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 49.
8
Abu Yasid, Hubungan simbiotik al-Qur’an dan al-Hadist dalam membentuk diktum-diktum
hukum, h. 145.
9
Munzier Suprapta, Op.cit ,h.61-63.
5
ِ وف ولِ ِّلر َج
ِ ِ ِ َّ ِ
ْ ادوا ِإ
ُ ك ِإ ْن ََأر َ ِفِي َذل
ال َ ص اَل ًحا َولَ ُه َّن مثْ ُل الذي َعلَْي ِه َّن ب ال َْم ْع ُر
ِ
ٌ َعلَْي ِه َّن َد َر َجةٌ َواللَّهُ َع ِز ٌيز َحك
يم
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
سبَا نَ َكااًل ِم َن اللَّ ِه َواللَّهُ َع ِز ٌيز ِ السا ِرقَةُ فَاقْطَعُوا َأيْ ِد َي ُهما َج َز
َ اء ب َما َك
ً َ َّ السا ِر ُق َو
َّ َو
يم ِ
ٌ َحك
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Hadist Nabi:
ِ السـا ِر ِق ِإاَّل فَي رب ِع ِدينـا ٍر فَصـ
اع ًدا َّ الَ ُت ْقطَ ُع يَ ُد
َ َْ ْ ُ ْ
“Tangan pencuri tidak boleh di potong, melainkan pada
(pencurian sebilai) seperempat dinar atau lebih.” (H. R. Mutafaq
menurut lafadz Muslim).
6
d. Bayan Tafsir Takhshis keumuman ayat-ayat Al-Qur’an adalah hadist
Nabi SAW, berikut ini.
3. Bayan Takhshis
Bayan Takhshis adalah membatasi atau mengkhususkan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum.10
Sebagai contoh adalah hadist Nabi SAW:
4. Bayan Taqyid
Bayan Taqyid adalah membatasi ayat yang bersifat mutlak (hakikat
kata tampa memandang jumlah maupun sifatnya) dengan sifat, keadaan
atau syarat tertentu.11
10
Idri, Studi Hadist, h.28.
11
Ibid.
7
Contoh ayat Q. S Al-Maidah (5) : 38, yaitu :
5. Bayan Tasyri’
Bayan at tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang dapat tidak didapati dalam al-Qur’an atau dalam al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokonya saja. Dalam hal ini seolah-olah Nabi
menetapkan hukum sendiri. Namun sebenarnya bila diperhatikan apa
yang ditetapka oleh Nabi hakikatnya adalah penjelasan apa yang
ditetapkan atau disinggung dalam al-Qur’an atau memperluas apa yang
disebutkan Allah secara terbatas.
Dalam hal ini sebagai contoh adalah sebuah hadits yang menyatakan
melarang seorang suami memadu istrinya dengan dua wanita bersaudara.
Hadist ini secara dhahir berbeda dengan Q.S an-Nisa’ (4): 24, maka pada
hakikatnya hadist tersebut adalah penambahan atau penjelasan dari apa
yang dimaksud oleh Allah dalam firman tersebut.
Hadist termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya adalah hadist
penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri
dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam wanita pezinah yang
masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Salah
satu contoh yang lain adalah hadist tentang hukum zakat fitrah sebagai
berikut;12
ِ ض ا َن َعلَى الن
َّاس َ ض َز َك اةَ ال ِْفطْ ِر ِم ْن َر َم ِ
َ ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َف َر
ِ َ َأن رس
َ ول اللَّه ُ َ َّ
ِِ ِ ٍ ِ ِ ً اعا ِمن تَم ٍر َأو ص
َ اعا م ْن َشعي ٍر َعلَى ُك ِّل ُح ٍّر َْأو َع ْبد ذَ َك ٍر َْأو ُأْنثَى م ْن ال ُْم ْسلم
ين َ ْ ْ ْ ًص َ
12
Ibid.
8
“Bahwasanya Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah
kepada umat Islam pada bulan Ramadlan satu sukat (sha’) kurma atau
gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau
perempuan Muslim.” (H. R Muslim)
6. Bayan Tabdil
Bayan tabdil di sebut juga dengan nasakh (membatalkan), alijalah
(menghilangkan), tahwil (memindahkan), atau taqyir (mengubah). Yang
dimaksud dengan tabdil disini adalah menghapus ketentuan hukum yang
ada di al-Qur’an.13
Salah satu contoh dari katagori bayan tabdil adalah sabda Rasul
SAW dari ibnu Umamah Al-Bihili,
ٍ صيَّةَ لِوا ِر
ث ِ ِإ َّن اللَّهَ قَ ْد َأ ْعطَى ُك َّل ِذي ح ٍّق ح َّقهُ فَاَل و
َ َ َ َ
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang
haknya (masing-masing). Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris.”(H. R
Ahmad dan Al-Arba’ah, kecuali An-Nasa’i. Hadist ini dinilai hasan oleh
Ahmad dan At-Tirmidzi).
13
Idri, Studi Hadist,h.30.
14
Ibid.
9
7. Bayan al-Nasakh
Kata an-Nasakh dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu
alibdthal (membatalkan), al ijalah (menghilangkan), at tahwil
(memindahkan), atau at- taqyir(mengubah). Menurut Abu Hanifah bayan
tabdil (nasakh) adalah mengganti sesuatu hukum atau me-nasakh-
kannya. Sedangkan Imam Syafii member definisi bayan nasakh ialah
menentukan mana yang di-nasakh-kan dan mana yang keliatan yang di-
mansukh- dari ayat-ayat al-Qur’an yang keliatan berlawanan.
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits
ٍ صيةَ لِوا ِر
ث ِ
َ َ الَ َو
Artinya : “Tidak ada ahli waris bagi ahli waris”
Hadist ini menurut mereka me-nasakh isi al Qur’an surat al Baqarah
ayat 180:
ِ ت اِ ْن َتر َك َخ ْيرا ۖ ۨالْو
صيَّةُ لِل َْوالِ َديْ ِن َوااْل َق َْربِْي َن ُ ض َر اَ َح َد ُك ُم ال َْم ْو
ِ
َ ب َعلَْي ُك ْم اذَا َح ِ
َ ً َ َ ُكت
ۗ ف َح ًّقا َعلَى ال ُْمت َِّق ْي َن
ِ ۚ بِال َْم ْع ُر ْو
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat
untuk ibu-ibu dan karib kerabatya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban
atas orang-orang yang bertakwa.
10
B. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an Menurut Pandangan Ulama
Sehubungan dengan fungsi hadist sebagai bayan tersebut, para ulama
berbeda pendapat dalam merincinya lebih lanjut.15
1. Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu: meliputi bayan taqrir, bayan
tafsir, bayan tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’.
2. Menurut Imam Syafi’i, yaitu: meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin,
bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh.
3. Menurut Ahman bin Hanbal: yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir,
bayan tasyri’, dan bayan takhsis.
Hadits sebagai penjelas atau bayan Al-Qur’an itu memiliki bermacam-
macam fungsi. Imam Malik menyebutkan lima macam fungsi, yaitu sebagai
bayan at-taqrir, bayan at-tafsir, bayan at-tafsil, bayan at-bast, bayan at-tasyri.
Sementara itu, Imam Safi’i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan at-tafsil,
bayan at-takhsis, bayan at-ta’yin, bayan at-tasyri dan bayan an-nasakh. Dalam
“Al-Risalah” ia menambahkan dengan bayan al-isyarah.Ibnu qoyyim
menyebutkan empat bayan, yaitu; bayan ta’kid, bayan tafsir,bayan tasyri’,
bayan takhsis dan takyid. Imam Ahmad dan Hanbal menyebutkan empat
fungsi yaitu bayan al-ta’kid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyri dan bayan at-
takhsis.16
Meskipun para ulama menggunakan istilah yang berbeda, namun pada
dasarnya yang mereka maksudkan sama saja. Secara umum fungsinya adalah
menguatkan (ta’qid), merinci (tafshil), menjelaskan (tafsir), memunculkan
hukum baru (tasryi’) serta merevisi hukum al-quran (naskh).17
15
Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadist (Yogyakarta: Graha Guru, 2008), h.17.
16
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 1999),h.58-60
17
Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadist,h.17.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an secara umum ada enam, yaitu:
sebagai bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan takhshis, bayan taqyid, bayan
tasyri’, dan bayan tabdil. Dan ulama berbeda pendapat mengenai bayan
takhshis, bayan taqyid ada yang memasukkan kedalan golongan bayan tafsir
dengan menambah dua bayan lain yaitu bayan tafsir mujmal serta bayan
Musytarak Fihi ada yang memisahkannya.
Pandangan para ulama mengenai bayan secara umum terbagi menjadi
empat pendapat ada yang berbeda tetapi memiliki esensi yang sama yaitu
Secara umum berfungsi untuk menguatkan (ta’qid), merinci (tafshil),
menjelaskan (tafsir), memunculkan hukum baru (tasryi’) serta merevisi
hukum al-quran (naskh).
12
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammadiyah. 2008. Ilmu Hadist. Yogyakarta: Graha Guru.
As-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. 2006. Irsyadul Fuqul. Kairo:
Darus Salam.
Idri. 2010. Studi Hadist. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Ismail, M. Syuhudi. 1999. Pengantar Ilmu Hadist. Bandung: Pustaka Setia.
Khaeruman, Badri.2010. Ulum al-Hadist. Bandung: Pustaka Setia.
Solahudin, Agus dkk. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Suprapta, Munzier. 2013. Ilmu Hadist. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka.
Yasid, Abu. 2011. Hubungan simbiotik al-Qur’an dan al-Hadist dalam
membentuk diktum-diktum hukum. Ponorogo: Jurnal Tsaqofah.
13