Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

ASBAB AN-NUZUL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran


Dosen Pengampu: - Prof H. Nasaruddin Umar
- Hj.Fitriana,MA,MEd,PhD.

Kelompok 1
Aura Barerotul Candra Kirana (11210340000134)

Wahyu Kurniawan Pratama (11210340000019)

Chintya Elzahra (11210340000011)

Mahmudin Ido (11210340000167)

ILMU AL-QURAN & TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun tujuan dibuatnya makalah yang berjudul Asbab An-Nuzul ini ialah sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Ulumul Quran yang diberikan demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan bahkan jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
terciptanya makalah yang lebih baik untuk selanjutnya. Dan semoga dengan dibuatnya makalah
ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pemahaman yang bermanfaat bagi kami
penyusun dan para pembaca sekalian.

Ciputat Timur, 13 Maret 2022

Penyusun (Kelompok 1)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1............................................................................................................ LATAR
BELAKANG
1.2............................................................................................................ RUMUSAN
MASALAH
1.3............................................................................................................ TUJUAN DAN
MANFAAT

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AZBAB AN-NUZUL


2.2 RAGAM AZBAB AN-NUZUL
2.3 URGENSI AZBAB AN-NUZUL
2.4 RAGAM AZBAB AN-NUZUL MENURUT REDAKSINYA
2.5 KAIDAH DALAM AZBAB AN-NUZUL

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam dan menjadi sumber ajaran Islam yang
pertama dan utama yang harus kita imani dan aplikasikan dalam kehidupan kita agar kita
memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Nuzulul Qur’an artinya adalah turunnya Al-
Qur’an . Turunnya Al-Qur’an untuk yang pertama kalinya biasa diperingati oleh umat
islam yang dikemas dalam suatu acara ritual yang disebut dengan Nuzulul Qur’an.
Turunnya Al-Qur’an untuk yang pertama kalinya merupakan tonggak sejarah munculnya
satu syari’at baru dari agama tauhid yaitu agama Islam. Sebagai penyempurna dari agama-
agama tauhid sebelumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an tidaklah diturunkan sekaligus secara
keseluruhan, tetapi secara ber angsur-angsur sesuai dengan ketentuan yang ada.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut;

1. Apa pengetian dari Asbab al-Nuzul?


2. Apa saja ragam dari Asbab al-Nuzul?
3. Apa saja urgensi dari Asbab al-Nuzul?
4. Apa saja redaksi dari Asbab al-Nuzul?
5. Apa saja kaedah yang terdapat di dalam Asbab al-Nuzul?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan rumusan di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
memberitahu para mahasiswa perihal pengertian dari Asbab An-Nuzul, ragam Asbab An-
Nuzul, urgensi Asbab An-Nuzul, redaksi Asbab An-Nuzul, serta kaedah yang terdapat
didalam Asbab An-Nuzul itu sendiri sehingga para mahasiswa dapat memahami materi
ini dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Asbab An-Nuzul

Asbabun Nuzul terdiri dari dua kata berbentuk idhafah yaitu Asbab dan Nuzul.
Asbab artinya sebab atau karena atau lantaran. Sedangkan Nuzul berarti turun jadi secara
bahasa Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu.
Tetapi tidak semua sebab yang melatarbelakangi sesuatu disebut Asbabun Nuzul. Karena
kata Asbabun Nuzul hanya dipakai untuk sebab yang melatarbelakangi turunnya al-
quran.

Beberapa pengertian yang didefenisikan oleh para ulama:

1. Subhi Shalih mendefenisikan Asbab An-Nuzul sebagai sesuatu yang menjadi sebab
turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi yang
menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelasan yang
diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa.
2. Qathan mendefenisikan Asbab An-Nuzul sebagai suatu hal yang karenanya al-quran
diturunkan untuk menerangkan status hukum, pada masa hal terjadi, baik berupa
peristiwa maupun suatu pertanyaan.
3. Muhammad Abdul Azim Al-Zaqarni adalah suatu peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya al-quran, yang kemudian menjadi penjelas hukum saat peristiwa itu terjadi.
4. Ash-shabuni: asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
turunnya satu ayat atau beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan peristiwa dan
kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian
yang berkaitan dengan urusan agama”.

Ada sekelompok ulama yang menyusun kitab tentang Sababun Nuzul. Ulama
yang pertama adalah adalah Ali Ibnul Madini, guru Imam Bukhari. Dengan kitab yang
popular adalah al-Wahidi, di dalam kitab itu terdapat kekurangan, yang telah diringkas
oleh Al-Ja’bari, beliau membuang sanad-sanadnya dan tidak menambah sedikit pun.
Ulama selanjutnya yang menyusun kitab tentang Sababun Nuzul adalah Syekhul Islam
Abul Fadhl Ibnu Hajar tetapi masih berbentuk tulisan tangan kemudian beliau meninggal.

2.2. Ragam Asbab An-Nuzul

Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, Asbab An-Nuzul dapat dibagi
menjadi
dua,yakni :

1. Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid artinya Persoalan yang terkandung dalam


ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu.
Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat atau wahyu.
Misalnya turunnya Q.S. Al-Ikhlas: 1-4, yang berbunyi:

Artinya: “Katakanlah:”Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada berada beranak dan tiada pula di
peranakkan. Dan tiada seoarangpun yang setara dengan dengan dia.

Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap
orang-orang musyrik makkah sebelum nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang
ditemui di madinah setelah hijrah. Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan
dengan beberapa sebab berikut;
a. Dalam sustu riwayat dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu hari yang
sangat panas. Shalat seperti ini sangat berat dirasakan oleh para sahabat. Maka
turunnlah ayat tersebut di atas. (HR. Ahmad, bukhari, abu daud).
b. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu yang
sangat panas. Di belakang rasulullah tidak lebih dari satu atau dua saf saja yang
mengikutinya. Kebanyakan diantara mereka sedang tidur siang, adapula yang sedang
sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut diatas (HR.ahmad, an-nasa’i, ibnu
jarir).
c. Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman rasulullah SAW. Ada orang-orang yang
suka bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat meraka shalat.
Maka turunlah ayat tersebut yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang
shalat (HR. Bukhari Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, nasa’i dan ibnu majah).
d. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang bercakap- cakap di
waktu shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu
keperluannya(di waktu sedang shalat). Maka turunlah ayat ini yang sedang
memerintahkan supaya khusyuk ketika shalat.

2. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid Artinya Satu sebab yang mekatarbelakangi


turunnya beberapa ayat. Contoh: Q.S. Ad-dukhan/44: 10,15 dan16, yang berbunyi:

Artinya: maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata.

Artinya: “sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan siksaan itu agak


sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar)”.

Artinya: “(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan


hantaman yang keras. Sesungguhnya kami memberi balasan”.

Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah Dalam suatu riwayat dikemukakan,
ketika kaum Quraisy durhaka kepada nabi saw. Beliau berdo’a supaya mereka
mendapatkan kelaparan umum seperti kelaparan yang pernah terjadi pada zaman Nabi
Yusuf. Alhasil mereka menderita kekurangan, sampai-sampai merekapun makan tulang,
sehingga turunlah (QS. Ad-dukhan/44: 10). Kemudian mereka menghadap nabi saw
untuk meminta bantuan. Maka rasulullah saw berdo’a agar di turunkan hujan. Akhirnya
hujanpun turun, maka turunnlah ayat selanjutnya (QS. Ad-dukhan/44: 15), namun setelah
mereka memperoleh kemewahan merekapun kembali kepada keadaan semula (sesat dan
durhaka) maka turunlah ayat ini (QS. Ad-dukhan/44: 16). Dalam riwayat tersebut
dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang badar.

2.3. Urgensi Asbab An-Nuzul


Asbab An-Nuzul memiliki arti penting dalam menafsirkan Al-Quran. Seorang
mufassir tidak dapat mencapai pengertian yang baik jika tidak mampu memahami
Riwayat asbab an-Nuzul suatu ayat. Al-Wahidi (W. 468H/ 1075M). Seorang ulama klasik
dalam bidang ini mengemukakan; Pengeteahuan tentang tafsir dan ayat-ayat tidak
mungkin, jika tidak dilengkapi dengan pengetahuan tentang pertistiwa tentang peristiwa
dan penjelasan dengan turunnya suatu ayat.

Sementara Ibnu Daqiq al-Id menyatakan bahwa penjelasan asbab an-Nuzul


merupakan suatu jalan yang baik dalam rangka memahami al-Quran. Pendapat senada
juga diungkapkan oleh ibnu Taimiyah bahwasanya mengetahui asbab al-Nuzul akan
menolong seseorang dalam upaya memahami suatu ayat, karena pengetahuan tentang
sebab akan melahirkan pengetahuan tentang akibat.

Pemahaman mengenai asbab al-Nuzul akan sangat membantu dalam memahami


konteks turunnya ayat. Ini menjadi sangat penting untuk menerapkan aya-ayat pada kasus
dan kesempatan yang berbeda peluang terjadinya kekeliruan akan semakin besar jika
mengabaikan Riwayat asbab al-Nuzul.
Muhammmad Chirzin dalam bukunya al-Quran dan Ulum al-Quran menjelaskan
bahwasanya dengan ilmu asbab al-Nuzul ini seseorang dapat mengetahui hikmah di balik
syariat yang diturunakan melalui sebab tertentu. Seseorang juga dapat mengetahui pelaku
atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunnya suatu ayat kemudian
seseorang dapat juga menentukan apakah ayat tersebut mengandung pesan khusus atau
umum dalam keadaan keadaaan bagaimana ayat itu mesti di terapkan seseorang dapat
pula mrnyimpulkan bahwasanya Allah selalu memberi perhatian penuh kepada
Rasulullah dan selalu bersama para hamba-Nya.

Studi mengenai asbab al-Nuzul akan selalu menemukan relevansinya sepanjang


peradaban perjalanan manusia, mengingat asbab al-Nuzul menjadi tolak ukur dalam
upaya kinteksyualisasi teks-teks al-Quran pada setiap ruang dan waktu serta psiko-sosiso-
historis yang menyertai derap Langkah kehidupan manusia.

Asbab al-Nuzul ada kalanya berupa kisah mengenai peristiwa yang terjadi, atau
berupa pertanyaan yang di sampaikan kepada Rasulullah mengenai suatu hukum tertentu
atas sebuah masalah. Mereka segera dapat memahami pelajaran itu secara umum dengan
mengetahui asbab al-Nuzul karena didalamnya terdapat unsur-unsur kisah yang menarik.
Dengan demikian, jiwa mereka terdorong untuk mengetahuai ayat apa saja yang memiliki
rahasia perundangan dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, yang kesemua ini
memberikan petunjuk kepada manusia untuk kehidupan yang lurus, yakni jalan menuju
kemuliaan dan kebahagiaan.

2.4. Ragam Asbab An-Nuzul menurut redaksinya

Redaksi atau ungkapan yang digunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan
sebab turunnya ayat Al-Qur’an tidak selamanya sama, ungkapan-ungkapan itu secara
garis besar terbagi menjadi dua kategori, yakni sebagai berikut:

1. Sarih (Jelas)
Sabab al-nuzul disebutkan dengan redaksi yang jelas menunjukkan asbab al-nuzul
dengan indikasi menggunakan lafad (pendahuluan). Redaksi ini secara definitif
menunjukkan asbab al-Nuzul dan tidak mengandung kemungkinan yang lain.

“Sebab turunnya ayat ini adalah…”

“Sebab terjadi… maka turunkah ayat…”

“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang… maka turunlah ayat…”

Contohnya adalah seperti pada surah al-Maidah ayat 2;

‫ي َو اَل‬
َ ‫َد‬
ْ ‫َر امَ َو اَل ا هْل‬
َ ‫الش ْه َر ا حْل‬ َ ‫يَا َأيُّ هَ ا الَّ ِذ‬
َّ ‫ين آمَنُوا اَل حُتِ لُّ وا َش عَا ِئ َر اللَّ ِه َو اَل‬

‫ُم‬ ‫ِإ‬ ْ ‫َض اًل ِم ْن َر هِّبِ ْم َو ِر‬


ْ ‫ َو ذَا َح ل َْل ت‬Iۚ ‫ض َو انًا‬ ْ ‫ُون ف‬
َ ‫َر امَ ي َْب تَغ‬
َ ‫ت ا حْل‬ َ ‫الْ َق اَل ِئ َد َو اَل آم‬
َ ‫ِّني الْ ب َْي‬

‫َأن‬ َ ‫َن الْ َم ْس ِج ِد ا حْل‬


ْ ‫َر ِام‬ ِ ‫ُم ع‬ ْ ‫َو ٍم‬
ْ ‫َأن صَ ُّد وك‬ ْ ‫ َو اَل جَيْ ِر مَنَّ ك‬Iۚ ‫َاص طَادُوا‬
ْ ‫ُم َش نَآنُ ق‬ ْ ‫ف‬
ِ ‫ُد َو‬
Iۚ ‫ان‬ ْ ‫َاو نُوا عَلَى ا ِإْل مْثِ َو الْ ع‬ َّ ‫َاو نُوا عَلَى الْ رِب ِّ َو‬
َ ‫ َو اَل تَع‬Iۖ ‫الت ْق َو ٰى‬ َ ‫ َو تَع‬Iۘ ‫َع تَدُوا‬
ْ‫ت‬
ِ ‫يد الْ عِ ق‬
‫َاب‬ ِ ‫ ِإ َّن اللَّ هَ ش‬Iۖ َ‫َو َّات قُوا اللَّ ه‬
ُ ‫َد‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar


Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka
bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. al-
Maidah :2).
Asbab an-nuzul dari ayat ini; ibnu jarir menengahkan sebuah hadits dari ikrimah
yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri datang ke madinah beserta
kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya, lalu ia masuk ke
madinah menemui Nabi SAW. Setelah itu, ia membaiatnya masuk islam. Tatkala ia pamit
untuk keluar pulang, Nabi SAW memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda
kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku
dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang
khianat.

Tatkala al-bakri sampai di Yamamah, ia kembali murtad dari agama islam.


Kemudian pada bulan dhulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan tujuan makkah.
Tatkala para sahabat Nabi SAW. Mendengar beritanya, maka segolongan sahabat nabi
dari kalangan kaum muhajirin dan kaum anshor bersiap-siap keluar madinah untuk
mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah SWT. Menurunkan ayat,’
hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiarNya. (QS. Al-
maidah/5:2) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan
haji itu).

2. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)

Ungkapan “mutammimah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum dipastikan


asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapan
sebagai berikut:

“ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”

“saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...........”

“saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan.....”

Contohnya adalah seperti pada surah al-Baqarah ayat 223

Iِ Iُ‫ ف‬I‫ َأِل ْن‬I‫ا‬I‫ و‬I‫ ُم‬IِّI‫َ د‬I‫ ق‬I‫ َو‬Iۖ I‫ ْم‬Iُ‫ ْئ ت‬I ‫ش‬Iِ I‫ى‬Iٰ Iَّ‫ َأ ن‬I‫ ْم‬I‫ ُك‬Iَ‫ ث‬I‫ر‬Iْ َI‫ ح‬I‫ا‬I‫ و‬Iُ‫َ ْأ ت‬I‫ ف‬I‫ ْم‬I‫َ ُك‬I‫ ل‬I‫ث‬
I‫ ْم‬I‫ ُك‬Iَّ‫ َأ ن‬I‫ا‬I‫ و‬II‫َ ُم‬I‫ ل‬I‫ ْع‬I‫َو ا‬I َ ‫ هَّللا‬I‫ا‬I‫ و‬IIُ‫ ق‬Iَّ‫ت‬I‫ ا‬I‫ َو‬Iۚ I‫م‬Iْ I‫ ُك‬I ‫س‬I Iٌ I‫ر‬Iْ َI‫ ح‬I‫ ْم‬I‫ُؤ ُك‬I‫ ا‬I َ‫س‬IIِ‫ن‬
َ I‫ ي‬Iِ‫ ن‬I‫ ْؤ ِم‬I‫ ُم‬I‫ ْل‬I‫ ا‬I‫ ِر‬I‫َ ِّش‬I‫ ب‬I‫ َو‬Iۗ Iُ‫ه‬I‫ و‬Iُ‫ اَل ق‬I‫ُم‬
I‫ن‬
Artinya: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.

Asbab an-nuzul dari ayat berikut; dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh
abu daud dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni kampung di sekitar
yatsrib (madinah), tinggal berdampingan bersama kaum yahudi ahli kitab. Mereka
menganggap bahwa kaum yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak
meniru dan menganggap baik segala perbuatannya.Salah satu perbuatan kaum yahudi
yang di anggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli istrinya dari belakang

Adapun penduduk kamping sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya dengan


segala keleluasannya.Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di madinah salah
seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang madinah).Ia berbuat
seperti kebiasaannya tetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata: “kebiasaan orang sini,
hanya menggauli istrinya dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai pada nabi saw,
sehingga turunlah ayat tersebut di atas yang membolehkan menggauli istrinya dari depan,
balakang, atau terlentang, asal tetap di tempat yang lazim.5

2.5. Kaidah dalam Asbab An-Nuzul

Ulama tafsir dan ushul fiqh mengatakan, bahwa ada dua kaidah yang terkait
dengan masalah asbabun nuzul yang membawa implikasi cukup luas dan pemahaman
kandungan ayat tersebut, yakni:

1. ‫ان العبرةبعموم اللفظ ال بخصوص السبب‬


(yang menjadi patokan adalah keumuman lafal, bukan karena sebab khusus).
2. ‫ان العبرة بخصوص السب ال بعموم اللفظ‬
(yang menjadi patokan adalah sebab khusus, bukan keumuman lafal).
Kaidah ini berkaitan dengan permasalahan apakah ayat yang diturunkan Allah
SWT berdasarkan sebab khusus yang harus dipahami sesuai dengan lafal keumuman
ayat tersebut atau hanya terbatas pada sebab khusus yang melatar belakangi turunnya
ayat itu. Dalam hal tersebut, terdapat perbedaan pendapat dikalangan mufasir dan ahlil
ushul fiqh, kaidah yang dipakai adalah kaidah pertama, yaitu memahami ayat sesuai
dengan keumuman lafalnya, bukan karena sebab khususnya. Implikasinya adalah
sekalipun satu atau beberapa ayat diturunkan pada satu kasus, maka hukumnya berlaku
secara umum sesuai dengan kandungan lafalnya, dan berlaku secara luas untuk secara
khusus yang sama sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Jalaludin as-Suyuti pada
ayat 38 dalam surah al-maidah(5), yang berbicara dalam masalah hukuman bagi pencuri.
Menurutnya, ayat ini diturunkan pada kasus seorang wanita yang melakukan pencuriah di
zaman Rasulullah SAW, tetapi hukum ayat ini potong tangan bagi pencuri berlaku untuk
seluruh pelaku pencurian.

Sebagian kecil mufasir dan ahli ushul fiqh, khususnya mufasir kontemporer,
berpendapat bahwa ayat itu semestinya dipahami sesuai dengan sebab khususnya, bukan
berdasarkan lafalnya yang umum. Dalam kaitan dengan ini Ridwan as-Sayyid , tokoh
pembaru dari Mesir menjelaskan bahwa dalam suatu peristiwa terdapat unsur-unsur.(a)
peristiwa yang terjadi (b) pelaku, dan (c) waktu. Tetapi selama ini yang sering menjadi
pertimbangan dalam kaidah tersebut hanya peristiwanya tanpa meneliti jauh waktu
terjadinya peristiwa tersebut.bagi orang yang melakukan kejahatan pencurian
misalnya,hukum yang diterapkan tidak hanya diterapkan sesuai dengan peristiwa
pencurian itu, tetapi juga dipelajari secara cermat waktu terjadinya pencurian dan kondisi
pelaku pencurian tersebut. Dengan demikian, ulama yang berpegang pada kaidah
al-‘ibrah bi khusuus al-sabab laa bi ‘umum al-lafz ( berpendapat bahwa dalam
menerapkan hukum suatu ayat pada kasus lain dilakukan melalui kias [analogi].

Untuk melakukan analogi ini Prof. Dr.AG. KH. Muhammad Quraish Shihab, Lc,.
M.A mengemukakan, bahwasanya sangat penting untuk mempertimbangkan faktor waktu
dan pelaku, disamping peristiwa itu sendiri. Menurutnya, ayat-ayat Al-Qur’an tidak
diturunkan dalam masyarakat yang hampa budaya dan bahwa kenyataan itu mendahului
atau persamaan dengan turunnya ayat. Oleh sebab itu, dalam memahami suatu ayat,
sangat penting diteliti waktu terjadinya peristiwa tersebut, sehingga anologi yang
diterapkan akan relevan dengan tujuan ayat. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa
pengembangan hukum yang dicakup oleh sebuah ayat yang umum tidak lagi didasarkan
pada keumuman ayat tersebut, tetapi dilakukan kias. Namun demikian, menurutnya
perbedaan pendapat tersebut hanya muncul dikalangan mufasir dalam ayat-ayat yang
bersifat umum yang tidak terdapat petunjuk di dalamnya bahwa ayat itu diperlakukan
secara khusus. Apabila ada petunjuk yang menyatakan bahwa ayat itu berlaku secara
khusus, maka seluruh mufasir dan ahli ushul fiqh sepakat memberlakukan ayat itu pada
sebab yang khusus tersebut.1

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN

Asbab An-nuzul ialah suatu hal yang melatar belakangi ayat Al-Quran diturunkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Asbabun Nuzul terdiri dari dua kata berbentuk idhafah yaitu Asbab dan Nuzul.
Asbab artinya sebab atau karena atau lantaran. Sedangkan Nuzul berarti turun jadi secara
bahasa Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu.

Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, Asbab An-Nuzul dapat dibagi
menjadi dua : Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid artinya Persoalan yang terkandung
dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu.
Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid Artinya Satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya
beberapa ayat.
Asbab An-Nuzul memiliki arti penting dalam menafsirkan Al-Quran. Seorang
mufassir tidak dapat mencapai pengertian yang baik jika tidak mampu memahami
riwayat asbab an-Nuzul suatu ayat.
1
Ulama’ tafsir dan ushul fiqh mengatakan, bahwa ada dua kaidah yang terkait
dengan masalah asbabu-nuzul yang membawa implikasi cukup luas dan pemahaman
kandungan ayat tersebut, yakni:

‫ان العبرةبعموم اللفظ ال بخصوص السبب‬

(yang menjadi patokan adalah keumuman lafal, bukan karena sebab khusus).

‫ان العبرة بخصوص السبب ال بعموم اللفظ‬

(yang menjadi patokan adalah sebab khusus, bukan keumuman lafal).

Kaidah ini berkaitan dengan permasalahan apakah ayat yang diturunkan Allah
SWT berdasarkan sebab khusus yang harus dipahami sesuai dengan lafal keumuman
ayat tersebut atau hanya terbatas pada sebab khusus yang melatar belakangi turunnya
ayat itu.

DAFTAR PUSTAKA

Ach. Fawaid, Asbabun Nuzul Yogyakarta: Noktah, 2020 hlm. 9


Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, M, Ag. Ulumul Quran Depok, Kencana 2017 hlm. 49
Imam Suyuthi Al-Itqan fi Ulumil Qur’an surakarta, Indiva Pustaka 2008 hlm. 123
Jurnal Pan Suaidi
as-Suyuthi. Jalaluddin,Asbabun Nuzul. Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie,
Sebab-sebab Turunnya al-Qur’an. Cet.1, Jakarta: Gema insani, 2008
K. H. Shaleh, Qamaruddin, M. D. Dahlan, Dkk, Asbabun Nuzul, Bandung:
Diponegoro, 2004
HM, Majid. 2016. Memahami Otentifikasi al-Qur’an. Surabaya. Pustaka Idea
Hamid, Abdul. Pengantar Studi Al-Qur'an. Jakarta:Prenadamedia Group, 2016.

Anda mungkin juga menyukai