Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH

Dosen Pengampu:
Hj. Fitriana, MA, Med, PhD.

Disusun Oleh:
Kelompok IV
Muhammad Musyarrof (11210340000228)
Muhammad Yazid (11210340000211)
Indri Nurafifah Fauzi (11210340000231)
Hanan Adzkia Inayatullah (11210340000171)

KELAS E
JURUSAN ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jl. Ir H. Juanda No.95, Cemp. Putih, Kec. Ciputat Tim.,
Kota Tangerang Selatan, Banten 15412

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak

memberikan kita nikmat dan rahmat, Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda

besar kita Nabi Muhammad SAW yang membimbing kita dari zaman gelap gulita ke zaman

terang benderang.

Alhmadulillah, atas izin Allah kami dapat menyelasaikan makalah yang berjudul:
“Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih”
Ini suatu kesengajaan untuk di bahas karena Al-Qur’an merupakan pedoman Bagi
seluruh umat manusia, dan di dalam nya masi banyak ilmu-ilmu yang wajib kita ketahui salah
satu di antaranya “Al-Muhkam Wal Mutasybih”, semoga dengan adanya makalah ini
memberikan pengetahuan yang InsyaAllah bermanfaat bagi kita yang membaca.
Barakallahufikum…
Dan kami sebagai penulis mengakui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 17 Maret 2022

Penyusun

II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….II
DAFTAR ISI…………………………………………………………III
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang……………………………………………………IV
B.Rumusan Masalah………………………………………………...IV
C.Tujuan Penulisan………………………………………………….IV
D.Manfaat Penulisan………………………………………………...IV
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih…………………………………………...V
B.Sikap Ulama terhadap ayat-ayat muhkamat dan mustasyabihat……………………….VI
C.Macam-macam mutasyabihat dan contohnya………………………………………….VIII
D.Urgensi mempelajari muhkam dan mutasyabih………………………………………..VIII
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan………………………………………………X
DAFTAR PUSAKA……………………………………….XI

III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam


setiap aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam.
Pemahaman Al-Qur’an dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-
ilmu yang tercangkup dalam ulumul qur’an. Salah satu bagian dari cabang
keilmuan ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas tentang ayat Muhkam dan
Mutasyabih.
Ayat Muhkam dan Mutasyabih hendaknya dapat dipahami secara
mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang penting
dalam kajian/pemahaman Al-Qur’an. Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang
mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara firqoh satu dengan yang lainnya,
salah satunya adalah pemahaman tentang ayat Muhkam dan Mutasyabih. Bahasa
Al- Qur’an ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mutasyabih),
hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam dan mutasyabih) terdapat
banyak perbedaan.
khususnya dalam ranah Muhkam Mutasyabih, maka penulis insyaAllah
akan menjelaskan secara mengenai pengertian, pendapat para ‘ulama, faktor,
macam, implikasinya dalam hukum Islam dan hikmah dari ayat Muhkam dan
Mutsyabih dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih?
2. Bagaimana sikap ulama’ terhadap ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat?
3. Apa saja macam-macam mutasyabihat dan contohnya?
4. Apa urgensi dari mempelajari Muhakam dan Mutasyabih?

C. Tujuan Penulisan
Memberikan pemahaman dari Rumusan Masalah yang kita tulis di atas

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah ilmu
pengetahuan yang telah kita miliki terutama tentang Muhkam dan Mutasyabih
sehingga memudahkan para pembaca dalam menafsirkan Al-Qur’an.

IV
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih

Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berarti kekukuhan,
kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Akan tetapi semua pengertian tersebut kembali
pada arti dasarnya yaitu pencegahan. Seperti pada kalimat ahkam al Amr yang berarti Dia
menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan (Syadali, 1993: 199)

Atau kata muhkam secara etimologis berasal dari kata hakama (‫ )حكم‬dengan pengertian
mana’a yaitu melarang untuk kebaikan. Kendali yang dipasang pada leher binatang
disebut hakamah Orang arab mengatakan hakamtu ad-dabbah ‫ حكمت الدبة‬artinya aku
melarang binatang itu dengan hikmah. Jika dikatakan ahkamtuha artinya ja’altu laha
hakamah yaitu aku pasang kendali pada binatang itu agar tidak bergerak secara liar.1

Sedangkan Mutasyabih secara etimologis diambil dari kata tasyaabih


(keserupaaan) yakni keserupaan atau kesamaran antara dua hal. Dikatakan pula
mutasyabih adalah mutamasti (sama) dalam perkataan dan keindahan. Jadi tasyabuh al-
kalam adalah kesaman dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan yang
lain. Dengan pengertian seperti inilah Allah mensifati bahwa semaua ayat Al-qur’an adalam
Mutasyabih seperti diterangkan dalam firman-Nya berikut ini:
‫ت ِم ْن لَّد ُْن َح ِكي ٍْم خَ بِي ۙ ٍْر‬
ْ َ ‫صل‬ ْ ‫ ۤال ٰر ۗ ِك ٰتبٌ اُحْ ِك َم‬2
ِّ ُ‫ت ٰا ٰيتُهٗ ثُ َّم ف‬

Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan
secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu” (QS
Hud: 1).
‫هّٰللَا‬
ِ ‫ ُ نَ َّز َل اَحْ َسنَ ْال َح ِد ْي‬3
‫ث ِك ٰتبًا ُّمتَ َشابِهًا َّمثَانِ ۙ َي‬

“Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang...” (QS al Zumar: 23).

Kedua contoh ayat di atas terkesan menimbulkan pemahaman yang berbeda. Untuk
itu, Ibnu Habib an Naisaburi berpendapat bahwa al Quran seluruhnya muhkam berdasarkan
1
Ar- Raghib al-Ashfihani, Mu’jam Mufradat Alfazh Al-qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 126.
2
Hud (11): 1
3
Al-Zumar (39): 23

V
ayat pertama, dan al Quran seluruhnya adalah mutasyabih berdasarkan ayat kedua.
Menurutnya ayat pertama adalah muhkamnya al Quran adalah kesempurnaannya dan tidak
adanya pertentangan antara ayat-ayatnya.

Sedangkan maksud mutasyabih pada ayat selanjutnya adalah menjelaskan segi


kesamaan ayat-ayat al Quran dalam kebenaran kebaikan dan kemukjizatannya. Pendapat itu
juga sama seperti yang dilontarkan oleh M. Hasbi Ash Shiddieqy bahwa al-Quran semuanya
muhkamah, jika dimaksudkan dengan kemuhkamannya, dilihat dari komposisi lafadnya dan
nilai estetika nadhamnya sungguh sangat sempurna. Ia juga mengatakan bahwa seluruh al
Quran mutasyabih, jika dikehendaki kemutasyabihannya yaitu kemutamastilan serupa atau
sebanding ayat-ayatnya baik dari aspek balaghohnya maupun i’jaznya (Hasbi, 1993: 166).
Oleh karena itu baik muhkam dan mutasyabih dengan memandang pengertian secara mutlak
sebagaimana diatas tersebut tidak menafikan satu dengan yang lain, sehingga pernyataan al
Quran itu seluruhnya muhkan adalah maksudnya itqon (kokoh, indah) artinya ayat-ayatnya
serupa dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain.

Sedangkan pengertian muhkam dan mutsyabih secara terminologi, di kalangan ulama


banyak berbeda pendapat. Seperti al Suyuti telah mengemukakan delapan belas definisi, dan
al Zarkoni juga telah mengemukakan sebelas definisi pula. Dari seluruh definisi tersebut yang
sering dipergunakan ialah sebagai berikut:

1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabih hanyalah
diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.

2. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih
mengandung banyak wajah.

3. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat deketahui secara langsung, tanpa
memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan
dengan merujuk kepada ayat-ayat lain (al Qotton, 1994: 304).

4. Muhkam ialah ayat yang jelas ma’nanya dan tidak masuk kepadanya isykal (kepelikan).
Mutasyabih ialah lawannya muhkam atas ismism musytarok dan lafalnya mubhamah (samar-
samar) (Hasbi, 1993: 202).

B. Sikap Ulama’ terhadap ayat-ayat muhkamat dan Mustasyabihat.

VI
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui oleh
manusia atu tidak, atau hanya Allah yang mengetahuinya. Perbedaan pendapat tersebut
disebabkan oleh perbedaan cara membaca. juga yat-ayat mutasyabih timbul karena sifatnya
yang mujmal (global) dan tentunya memerlukan takwil. Di sisi lain sebagian besar ulama
berpendapat, bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak diketahui takwilnya kecuali Allah.
Sementara orang-orang yang berilmu akan berhenti pada kalimat, “dan orang-orang yang
berilmu mendalam”, kalimat tersebut mengindikasikan para ulama ada yang mengetahui
takwilnya.
Untuk mencari jalan tengah antara ulama yang berpendapat bahwa ayat mutasyabih bisa
ditakwikan dengan ulama yang membolehkan takwil, oleh Raghib al-Asfahani mengambil
jalan tengah berdasarkan pembagian ayat mutasyabih menjadi tiga bagian.4
Pertama, ayat yang sama sekali tidak dapat diketahui hakikatnya. seperti tentang
waktu kiamat dan hal-hal ghaib lainnya seperti dalam surat al-An‟am:59
‫ب اَل یَ ۡعلَ ُمهَ ۤا ِإاَّل هُ ۚ َو‬
ِ ‫َو ِعن َد ۥهُ َمفَاتِ ُح ۡٱلغ َۡی‬

Artinya: “Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri...
Kedua, ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui
penelitian dan pengkajian. Seperti ayat-ayat mutasyabih yang kesamarannya timbul akibat
ringkas, panjang, urutan dan seumpamanya. Seperti Qs. an-Nisa‟:(3)5
۟ ُ‫ث َو ُربَ ٰـ ۖ َع فَ ۡن ِخ ۡفتُمۡ َأاَّل ت َۡع ِدل‬
‫وا فَ َو ٰ ِح َدةً َأ ۡو َما َملَ َك ۡت‬ َ ‫اب لَ ُكم ِّمنَ ٱلنِّ َس ۤا ِء َم ۡثن َٰى َوثُلَ ٰـ‬ ۟ ‫وا فِی ۡٱلیَتَ ٰـم ٰى فَٱن ِكح‬
َ َ‫ُوا َما ط‬ ۟ ُ‫و ۡن ِخ ۡفتُمۡ َأاَّل تُ ۡق ِسط‬
‫ِإ‬ َ ‫َِإ‬
۟ ُ‫ك َأ ۡدن َٰۤى َأاَّل تَعُول‬
‫وا‬ َ ِ‫َأ ۡی َم ٰـنُ ُكمۡۚ َذ ٰل‬

Artinya: “Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu
senangi, dua, tiga atau empat.
Ketiga, ayat-ayat mutasyabih yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama
tertentu dan bukan semua ulama. Maksudnya yang demikian adalah makna-makna yang
tinggi yang memenuhi hati orang-orang jernih jiwa dan mujtahid.

Sementara itu, Menurut Al-Jabiri menjelaskan bahasan dalam mentakwilkan ayat-


ayat musykil atau sulit dipahami tersebut dengan dua cara. Pertama, yakni dengan siyaq, yaitu
memperhatikan konteks teks pembicaraan suatu ayat dalam al-Qur‟an. Konteks di sini

4
Muhammad Anwar Firdaus.hal.83
5
Q.s. An-nisa’ ; 3

VII
maksudnya memperhatikan tema pembahasan. Kedua, yakni dengan asbab an-nuzul agar bisa
mengetahui konteks keadaan, baik persoalan sosial hingga pilitik, ayat tersebut Ketika
diturunkan. Al-Jabiri dalam hal ini ingin menghindari bias ideologi dalam memahami al-
Qur‟an.6

Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para ulama ke dua madzhab, yaitu: Madzhab
Salaf, Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat ini
dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Para ulama salaf mengharuskan kita
berwaqaf (berhenti) dalam membaca QS. Ali „Imran ayat 7 pada lafal jalalah. Madzhab
Muffawidah atasu tajwid. Dan Madzhab Khalaf Yaitu orang- orang yang mentaqwilkan
(menaggulkan) lafal yang mustahil dzahirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah.
Dalam memaahami QS. Ali „Imran ayat 7 mazhab ini mewakafkan bacaan mereka pada
lafal “Warrasikhuna fil „Ilmi”. Madzhab ini juga madzhab Mu‟awwilah atau Madzhab
Takwil.

C. Macam-macam Mutasyabihat dan contohnya

Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:7

Pertama, Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat
manusia, kecuali Allah SWT. Contoh:
‫ب اَل یَ ۡعلَ ُمهَ ۤا ِإاَّل هُ ۚ َو‬
ِ ‫ َو ِعن َد ۥهُ َمفَاتِ ُح ۡٱلغ َۡی‬8

“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib tak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri…Q.s. Al-an’am(59)

Kedua , Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang
dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contoh: pencirian mujmal,
menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
katiga, Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu
dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan
yang hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.

6
Miftahur Rahman, Konsep Muhkam dan Mutasyabih dalam al-Qur‟an menurut Muhammad „Abid Al-
Jabiri, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 12 No. 1, 2018, hal.186
7
Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hal. 239
8
Q.s. Al-an’am(59)

VIII
D. Urgensi mempelajari muhkam dan mutasyabih.

Muhkam dan Mutasyabih merupakan dua hal yang saling melengkapi dalam Al-Qur’an.
Muhkam sebagai ayat yang tersurat merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai
bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk). Sedangkan mutasyabih sebagai ayat yang tersirat
merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat dan kitab sastra terbesar
sepanjang sejarah manusia yang tidak akan ada habis-habisnya untuk dikaji dan diteliti.

IX
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ayat muhkam ialah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, dapat menghilangkan
musykilah dan kemungkinan-kemungkinan yang ada sperti yang dikemukakan oleh
Ibnu Hazm. Adapun ayat Mutasyabih ialah Ayat-ayat yang tidak diketahui makna
yang sebenarnya oleh siapapun kecuali Allah saja. Ayat yang memiliki banyak
tafsiran. Ayat yang tidak bisa dipahami menurut zhahir lafal sehingga membutuhkan
keterangan lain.
Mengenai macam-macam ayat Mutasyabih ulama membaginya kedalam dua
bagian, pertama, Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua
orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contoh: pencirian
mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang
kurang tertib. Kedua, Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para
pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk
urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh
(mendalam) ilmu pengetahuan.

Adapun sebagian hikmah yang dapat diambil dari adanya ayat-ayat Muhkam dan
Mutasyabih adalah Apabila seluruh ayat Al-Qur‟an Mutasyabihat, nisaya akan
padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi, manusia orang yang benar
keimanannya yakin bahwa Al-Quran seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari
sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan. “Tidak akan
datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan, baik dari depan maupun belakang, ynag
diturunkan dari tuhan yang Maha Bijaksana;agi Maha Terppuji”. (QS. Fushilat
[41]: 42)

X
DAFTAR PUSTAKA

- Ar- Raghib al-Ashfihani, Mu’jam Mufradat Alfazh Al-qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.t.), hlm. 126.
- Muhammad Anwar Firdaus.hal.83
- Miftahur Rahman, Konsep Muhkam dan Mutasyabih dalam al-Qur‟an menurut
Muhammad „Abid Al-Jabiri, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.
12 No.1, 2018, hal.186
- Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hal. 239

XI

Anda mungkin juga menyukai