MAKALAH
Disusun oleh :
Kelas : PPI A
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Ilmu Muhkam Mutasyabiyah” sesuai waktu yang
ditentukan.
Tujuan pokok makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Ulumul Qur’an dan tujuan umumnya untuk memberikan beberapa informasi
pengetahuan tentang Ilmu Muhkam Mutasyabih bagi para pembacanya..
Penyusun menyimpulkan masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, oleh karena itu Penyusun memohon kepada para pembaca untuk dapat
memberikan tanggapan atau masukan maupun saran yang sifatnya membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik.
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih ............................................ 3
B. Sebab-Sebab Adanya Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih.......... 6
C. Pandangan dan Sikap Ulama Dalam Ayat Mutasyabihat.............. 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 12
A. Kesimpulan..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 14
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Allah menyampaikan pesan dalam al-qur`an dengan berbagai cara dan
bentuk dalalah baik yang jelas ataupun dengan cara yang samar (mubham). Di
antara bentuk keduanya terdapat bentuk muhkam dan mutasyabih. Itu semua
merupakan kerunia Allah subhanahu wata`ala kepada ummat manusia agar
dapat memahami dengan elastis, syamil, dan komprehensif.
Di antara gaya penyampaian al-qur`an terkadang menggunakan lafadz dan
uslub yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu, yaitu sebagian lafadz
serupa dengan sebagian yang lain tetapi maknanya serasi dan cocok, tidak ada
yang bersifat umum dan samar (mutasyabih) dan dapat memberikan peluang
bagi para mujtahid dan cendekiawan untuk dapat mengembalikannya kepada
yang tegas maksudnya dan disebut muhkam, mengembalikan yang samar
kepada yang jelas maknanya, mengembalikan masalah cabang kepada
masalah pokok, yang bersifat parsial kepada yang kulli.
Ayat yang menjadi dasar adanya Muhkam dan Mutasyabih adalah ayat ke7
dari surat Ali-`Imran :
B.Rumusan Masalah
1. Jelaskan yang dimaksud Muhkam dan Mutasyabih!
2. Sebab-Sebab Adanya Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
3. Bagaimana Pandangan dan Sikap Ulama` dalam menghadapi Ayat
Mutasyabih?
BAB II PEMBAHASAN
ْ َفصل
ت ِمن َّل د ُْن َح ِك ٍیم خَبیِر ٌَ ا ٓلر ۚ ِك ٰت
ْ ب أحُْ ِك َم
ُِّ ت َءا ٰیتَ ۥھُ ُ ث َّ ُم
“Alif laamraa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha
Bijaksana lagi Maha Tahu.” (QS. Hud [11] : 1).
ٰ
ََْ َنى تقََْ َش ِع ُّ ر ِم ْنھُ جُل ُو ُد ٱ َّ ل ِذ ین
یخ َشوْ نَ َر َّ بھُ ْم ث َّ ُم ِ أح َسنَ ْٱل َح ِدی
َِ َ ث ِك ٰتبًَۭا ُّ متَ َٰ َشبِھًۭا َّ مثا َْ ٱ َّ ُ ن َّ زَ َل
ْ ب ِۦھ َمن یَ َشا ُٓء ۚ َو َمن
یضُ ِل ِل ٱ َّ ُ فَ َما َ َِتلَِینُ جُل ُو ُدھُ ْم َوقلُ ُوبھُُ ْم إلِ َٰى ِذ ْك ِر ٱَّ ِ ۚ ٰذل
ِ ك ھَُدَى ٱ َّ ِ ی ْھَ ِدى
َل ھۥُ ِم ْن ھَا ٍد
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan
mutasyabihat ialah karena Allah SWT menjadikannya demikian itu.Allah SWT 9
memisahkan atau membedakan antara ayat-ayat yang muhkam dari yang
mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang
mutasyabihat. Allah SWT telah berfirman:
نننههتتمنكنححمهتتاينآههنحممبناتنكملحاكنيحلنعنلنزننحأنيحذملنناونهه ت تهبمشتنمهرهخناهونبماتنكملحامنهاه
Artinya: “Dia-lah yang telah menurunkan Al-Kitab Al-Quran kepada kamu. Di
antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran, dan
yang lain ayat-ayat mutasyabihat.” Q.S. Ali Imran: 7 Menurut kebanyakan ulama,
sebab adanya ayat-ayat muhkamat itu sudah jelas, yakni sebagaimana sudah
ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Sedang sebab adanya ayat-ayat
mutasyabihat dalam Al-Qur’an ialah karena ada kesamaran maksud syarak dalam
ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti yang
lain, disebabkan karena bisa ditakwilkan dengan bermacam-macam dan petunjuk
pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya
hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja .
9 Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran, (Beirut: Dar al-ilmi li al-Milayin, 1972), hlm. 283.
kebanyakan merupakan golongan sahabat, tabiin, tabial-tabiin serta generasi
setelah mereka.10 Alasan pendapat ini didasari oleh:
1) Riwayat al-Hakim dalam kitab al-mustadrak yang bersumber dari Ibnu
Abbas dan dinukil oleh Manna al-Qaththan dalam al-Mabahitsnya, bahwa
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut demikian:
وما یعلم تأویلھ االﷲ و"یقول" الراسخون فى العلم امنابھ
2) Ayat tersebut mencela orang-orang yang “mengikuti” ayat-ayat
mutasyabihat dan menyatakan bahwa mereka cenderung sesat dan
mencari fitnah. Sebaliknya, dalam ayat yang sama justru memuji
orangorang yang menyerahkan pengetahuan tersebut kepada Allah.11
Menurut Ibnu al-Shalih, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthydidalamal-
Itqan, para pendahulu, pemuka umat, imam ahli fiqih dan imam ahli hadits
juga menggunakan cara ini, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang
mengelak dari kenyataan yang terdapat pada ayat tersebut.
:Kemudian ia berkata
االیمان غیر مجھول والكیف غیر معقول وھو من الرسالة وعلى الرسول البالغ البین وعلینا
التصدق
“Mengimani hal itu tidak diragukan lagi, tetapi cara (bersemayam-Nya) itu
tidak dapat dinalar dan hal itu termasuk tugas risalah rasul, dan kewajiban
seorang rasul untuk menyampaikannya sedangkan kita wajib
mempercayainya”
4) Pendapat Imam Malik mengenai makna istiwa’ yang terdapat pada surah
thaha: 5, ia menjawab:
12Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran........................., hlm. 284, lihat juga Jalaludin
alSuyuthy, al-Itqan fi Ulum al-Quran........., hlm 6.
13 Ramli Abdul Wahid, Ulum al-Quran.........., hlm 192.
14 Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran........................., hlm. 6.
“Dari Amr Ibnu Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah
SAW. Ia bersabda: Sesungguhnya al-Quran tidak diturunkan agar
sebagiannya mendustakan sebagian yang lain, apa saja yang kalian
ketahuidaripadanya maka amalkanlah dan apa yang mutasyabih maka
hendaklah kalian meyakininya.”15
15 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, j. 11(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm. 9.
16 Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran........................., hlm. 281.
menakwilkan ayat tersebut.17 Karena tidak ada satupun ayat di dalam al-Quran
yang tidak mungkin tidak diketahui maksudnya.18
“Dan tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang
yang mendalam ilmunya, kemudian ia (Ibnu Abbas) berkata: Saya adalah
diantara orang yang mengetahui takwilnya”.19
KESIMPULAN
Muhkam dapat berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan bermaksud
membedakan antara informasi yang hak dan yang bathil, serta memisahkan urusan
yang lurus dari yang sesat. Adapun mutasyabih secara etimologis berarti tasyabuh,
yakni apabila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain.
Muhkam terdiri dari Muhkam li dzatihi dan Muhkam li ghairihi. Sedangkan
Mutasyabih, terdiri dari Mutasyabih ayat yang terdapat dalam lafadz huruf dan
Mutasyabih yang terdapat dalam mafhum ayat.
Sebab sebab terjadinya tasyabuh dalam al-qur’an menurut hasil pengamatan
dan penelitian para ulama yaitu disebabkan oleh kebersembunyian maksud Allah
dari kalam-Nya itu. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa ketersembunyian itu dapat
saja kembai kepada kesamaran lafal, kesamaran makna, dan kesamaran pada lafal
dan makna sekaligus.
Banyak terjadi pro dan kontra diantara para ulama’ mengenai ayat-ayat
mutasyabihat yang berasal dari cara memahami firman Allah SWT, sehingga
terbagi menjadi tiga golongan pendapat, yakni:
1. Madzhab Ulama’ Salaf mengatakan bahwa ayat mutasyabih itu tidak dapat
diketahui takwilnya oleh siapapun kecuali Allah sendiri, serta diwajibkan atas
setiap orang agar tidak mencari takwilnya dan menyerahkan sepenuhnya
kepada Allah SWT. orang-orang berilmu mendalam hanya berkata: “Kami
mengimaninya, semuanya datang dari Tuhan kami”.
2. Madzhab ulama khalaf yang berpendapat, bahwa pengetahuan Allah mengenai
takwil ayat-ayat mutasyabihat itu, juga dilimpahkan-Nya kepada para ulama
yang berilmu mendalam. Karena, apabila mereka dianggap tidak mengetahui
maknanya berarti mereka dianggap tidak mengetahui maknanya berarti mereka
sama dengan orang awam”.
3. madzhab yang dipelopori oleh al-Raghibal-Ashfahaniy yang membagi
ayatayatmutasyabihat menjadi tiga, yakni:
a) Ayat-ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikat maknanya kecuali oleh
Allah.
b) Ayat-ayat mutasyabih yang dapat diketahui maknanya oleh manusia melalui
berbagai sarana.
c) Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui maknanya oleh
orangorang yang memiliki ilmu mendalam
22 Muhammad Gufron, Rahmawati, ULUMUL QURAN (Praktis dan Mudah), (Yogyakarta: Teras,
2013), hlm. 82.
• Menunjukan kemukjizatan al-Qur’an dan ketinggian satra serta
balaghagnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa al-Qur’an
merupakan wahyu ilahi.
• Ujian pada umat manusia, apakah dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat
manusia masih tetap beriman atau tidak.
• Menambah pahala bagi yang benar benar mengkajinya, sebab semakin
sulit pekerjaan, semakin pula besar pahalanya.
• Memperlihatkan kelemahan akal manusia agar manusia tidak sombong.
• Mendorong umat Islam untuk giat belajar dan tekun, meneliti serta
bertindak menalar.23
23 Muhammad Gufron, Rahmawati, ULUMUL QURAN (Praktis dan Mudah).............., hlm. 82.
DAFTAR PUSTAKA