Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TAFSIR AL-QUR’AN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas diskusi kelompok
Mata Kuliah: ULUMUL QUR’AN
Dr.Ajid Hakim,M.Ag
Dr.Suparman,M.Ag

Disusun Oleh : Kelompok 4


Rizki Mulyana 12250101
Siti Hanipah Firdaus 1225010180
Wanda Sephia 12250101
Yusril 12250101

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UMIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat beserta salam
juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ulumul Qur’an Tentang Tafsir Al-
Qur’an pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 05 November 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….. iii

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………….……….. 1

Latar Belakang …………………………………………………………………………..…… 1

Rumusan Masalah ………………………………………………………………….……….… 2

Tujuan Masalah ……………………………………………………………………………..… 2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………… 3

Pengertian Terjemah, tafsir dan ta’wil...……………………………………………………….. 3

Urgensi ilmu tafsir……….……………………………………..………………………………. 4

Syarat-syarat mufassil………………………………………………………………………..…. 5

Metode tafsir Al-Qur’an ……………………………………………………….……………… 6

Mahzab-Mahzab dalam tafsir Al-Qur’an ……………………………………………………... 8

Kitab-kitab tafsir dan corak pendekatannya ……………………..……………………………. 9

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….………….. 11

Kesimpulan ……………………………………………………………………………………. 11

Saran …………………………………………………………………………………………... 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………. 12


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah sebuah dokumen untuk umat manusia. ia sendiri menambahkan


dirinya “petunjuk bagi umat manusia” (Hudan li al-Nas), sebagaimana dijumpai dalam
surat Al-Baqarah ayat 185.

ۤ
ُ ‫ت ِّمنَ ْاله ُٰدى َوا ْلفُرْ قَا ِن ۚ فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْليَـ‬
‫ص ْمهُ ۗ َو َم ْن‬ ٍ ‫س َو بَيِّ ٰن‬ ِ ‫ضا نَ الَّ ِذيْ اُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰا نُ هُدًى لِّلنَّا‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫َکانَ َم ِر ْيضًا اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِّم ْن اَيَّا ٍم اُخ ََر ۗ ي ُِر ْي ُد ُ بِ ُک ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِر ْي ُد بِ ُک ُم ْال ُعس َْر ۖ َولِتُ ْک ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َکبِّرُوا‬
َ‫ع َٰلى َما ه َٰدٮ ُك ْم َولَ َعلَّ ُک ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬

Al-Qur’an adalah sebuah perisai untuk umat manusia. Ia sendiri bahkan memiliki
julukan Al Furqon al-bayan serta sebagai julukan lain dalam ayat-ayat lain. Al-Qur’an
bukanlah Wahyu yang diturunkan dalam masyarakat yang nir-sejarah dan kosong
budaya. iya diwahyukan dalam konteks historsitas dan kebudayaan tertentu, sehingga
pantas apabila di setiap dekade muncul studi Alquran dalam variasi kecenderungan dan
substansinya..

Studi Al-Qur’an memuat bukan saja di negara-negara berpenduduk muslim, namun


juga di barat titik studi Alquran kebanyakan lebih ditekankan pada kajian produk tafsir
daripada metodologi tafsir. padahal mengetahui perkembangan metodologi tafsir lebih
signifikan, melalui studi kritis terhadap perkembangan dan metodologinya, sehingga
rekonstruksi lebih mudah.

Upaya menafsirkan alquran sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW titik predikat
Alquran sebagai Hudan (petunjuk) dan rahmatan (rahmat) bagi manusia, membuka
kemungkinan yang luas bagi penafsiran terhadapnya.
Susuunan Al-Qur’an yang tidak sistematis juga merupakan alasan tersendiri mengapa
penafsiran serta penggalian terhadap makna ayat-ayat justru menjadi tugas umat yang
tidak pernah. Sebagai kerangka kontrol normatif maupun metodelogis ada prinsip-prinsip
dasar yang penting diperhatikan kalau tidak secara sekelik dikatakan harus dipenuhi
dalam penafsiran terhadap Alquran titik dalam posisinya sebagai kontrol normatif
prinsip-prinsip tersebut sebagai rambu agar substansi tafsir bernilai representatif bagi
kandungan Al-Qur’an. sedangkan kedudukan sebagai kontrol metodologis, tafsir
menjelaskan asas-asas prosedur kerja, metode, maupun pendekatannya titik sejarah telah
menyajikan kehadapan kita perkembangan tafsir Alquran yang digelarkan oleh ahlinya
dengan metode dan pendekatan yang bermacam-macam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui cara penafsiran Al-Qur’an
C. Tujuan Masalah
Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis diatas , hingga
tujuan dalam penyusunan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetaui pengertian terjemah, tafsir, ta'wil
2. Untuk mengetahui urgensi ilmu tafsir syarat-syarat mufashil metode tafsir
Alquran
3. Untuk menjabarkan mazhab-mazhab dalam tafsir Alquran dan kitab-kitab
tafsir dan corak pendekatannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian terjemah, tafsir, ta’wil


Terjemah adalah memindahkan makna sebuah lafaz dari bahasa tertentu ke dalam
bahasa lainnya. Dengan kata lain, terjemah adalah memindahkan pembicaraan dari
satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dengan mengungkapkan makna dari bahasa
itu.
Dari segi istilah, tafsir berbeda dengan terjemah atau takwil. Jika tafsir bermakna
menjelaskan maksud dan tujuan ayat-ayat Alquran, baik dari sisi makna, kisah,
hukum, maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh umat.
Sedangkan, terjemah adalah memindahkan makna sebuah lafaz dari bahasa
tertentu ke dalam bahasa lainnya. Dengan kata lain, terjemah adalah memindahkan
pembicaraan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dengan mengungkapkan
makna dari bahasa itu.
Begitu juga dengan takwil. Takwil adalah memindahkan lafaz dari makna yang
lahir kepada makna lain yang juga dipunyai lafaz tersebut dan jika makna tersebut
sesuai dengan Alquran dan sunah. Dengan demikian, takwil berarti mengembalikan
sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan yang dimaksud dari ayat
Alquran.
Dari segi tujuan, antara tafsir dan takwil tidak memiliki perbedaan, yakni sama-
sama berusaha untuk menjelaskan makna ayat Alquran. Namun demikian, bila
ditinjau dari segi kerjanya atau jalan yang ditempuh, keduanya memiliki perbedaan
yang jelas.
Perbedaan itu dapat ditegaskan. Tafsir sifatnya lebih umum dari takwil. Tafsir
menyangkut seluruh ayat, sedangkan takwil hanya berkenaan dengan ayat-ayat yang
mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan).
Selain itu, tafsir menerangkan makna-makna ayat dengan pendekatan riwayat,
sedangkan takwil dengan pendekatan dirayat. Tafsir menerangkan makna ayat yang
terambil dari bentuk ibarat (tersurat), sedangkan takwil dari yang tersirat (isyarat-
isyarat).
Adapun pengertian tafsir Al Quran secara terminologis, didefinisikan oleh
beberapa ulama sebagai berikut :
1. Az-Zarkasyi
‫اج َأ ْح َكا ِم ِه‬ ْ ‫ َوا‬،‫سلَّ َم َوبَيَانَ َم َعانِي ِه‬
ِ ‫ستِ ْخ َر‬ َ ‫سي ُر ِع ْل ٌم يُ ْف َه ُم بِ ِه ِكت‬
َ ‫َاب هَّللا ِ ا ْل ُمنَ َّز ِل َعلَى نَبِيِّ ِه ُم َح َّم ٍد‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ ‫التَّ ْف‬
‫َو ِح َك ِم ِه‬
Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, menjelaskan maknanya, menarik
kesimpulan hukum dan hikmahnya.
2. Az-Zurqooni
َ َ‫ث َداَل لَتِ ِه َعلَى ُم َرا ِد هللاِ تَ َعالَى بِقَ ْد ِر الطَّاقَ ِة الب‬
‫ش ِريَّ ِة‬ ُ ‫آن ال َك ِر ْي ِم ِمنْ َح ْي‬ ُ ‫ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬
ِ ‫ث فِ ْي ِه َع ِن القُ ْر‬

Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al Quran Al karim dari segi makna
yang terkandung di dalamnya sesuai apa yang dimaksud oleh Allah ta’ala sebatas
kemampuan manusia

Dari kedua pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa tafsir adalah ilmu
yang membahas tentang keterangan serta penjelasan terhadap makna dan maksud
ayat-ayat Al Quran sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Allah sebatas kemampuan
manusia.

B. Urgensi Ilmu Tafsir


Sebagian kaum muslimin khususnya di negara kita memahami bahwa fitnah yang
dimaksud ayat tersebut ditafsirkan sebagai “perkataan bohong tanpa berdasarkan
kebenaran yg disebarkan dengan maksud menjelekkan orang”.

Padahal fitnah yang dimaksud dalam ayat tersebut bermakna “perbuatan syirik
kepada Allah”.Inilah kesalahan penafsiran Al Quran yang beredar di masyarakat karena
tidak merujuk pada keterangan tafsir dari para ulama’. Padahal menafsirkan Al Quran
dengan pendapat sendiri tanpa ilmu adalah perbuatan yang tercela.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

‫ فَقَ ْد َأ ْخطََأ‬،‫اب‬
َ ‫ص‬َ ‫ب هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل بِ َرْأيِ ِه فََأ‬ َ َ‫َم ْن ق‬
ِ ‫ فِي ِكتَا‬:‫ال‬

Barang siapa yang berkata tentang firman Allah azza wajalla dengan opininya
sendiri, lalu kebetulan ia benar maka ia tetap salah. HR. Abu Dawud no. 3625

‫ْأ‬
ِ َّ‫ال فِي القُرْ آ ِن بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَ ْليَتَبَ َّو َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬ َ َ‫َم ْن ق‬

Barang siapa yang berkata tentang Al Quran dengan tanpa ilmu maka hendaknya
ia menempatkan tempat duduknya di neraka. HR. Tirmidzi no. 2950

C. Syarat-syarat Mufassir
 Syarat Mufassir Perspektif Manna’ al-Qaththan
Syarat yang diajukan pertama ialah memiliki jalur akidah yang benar.
Dikarenakan akidah berpengaruh secara signifikan kepada pemiliknya. Seperti
kekhawatiran yang mencuat akan mengubah nash-nash, serta ketidakjujurannya
mengenai penyampaian pesan. Kedua, terlepas dari tujuan hawa nafsu. Artinya
kecenderungan hawa nafsu tersebut, disinyalir mendorong pelakunya untuk membela
kepentingan mazhabnya sendiri.
Selanjutnya poin ketiga, menjadikan pioner terdepan dalam hal menafsirkan al-
Qur’an dengan al-Qur’an. Karena pada dasarnya suatu hal yang cenderung global,
masih kemungkinan terperinci dengan ayat lain, dengan pengejawantahan secara
ringkas. Keempat, menelisik penafsiran dari sunnah. Karena kedudukan serta posisi
fungsi sunnah sendiri, yaitu sebagai pensyarah(penjelas) kitab suci al-Qur’an.

Kelima, pasca telisikan sunnah berujung tak memilki titik temu. Maka, telisklah
pendapat para sahabat. Keenam, jikalau tidak diketemukan penafsiranya berangkat
dari al-Qur’an, sunnah, serta pendapat para sahabat. Maka, mulailah merujuk kepada
pendapat para tabi’in. Ketujuh, mempunyai kedalaman bahasa Arab yang baik.
Dikarenakan kitab suci al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. (Nur, 2015) hlm.40

 Syarat Mufassir Perspektif Imam As-Suyuthi


Syarat menjadi mufassir diajukan oleh Imam As-Suyuthi antara lain: Pertama,
mempunyai kedalaman pengetahuan bahasa Arab yang mumpuni berikut kaidah-
kaidahnya. Berangkat dari ilmu tata bahasa, etimologi, morfologi, termasuk sintaksis.
Kedua, mumpuni dalam ilmu retorika, seperti halnya, al-bayani dan al-badi’, serta
ilmul ma’ani.
Ketiga, memiliki kedalaman mengenai ilmu ushul fiqh, berupa, khas, aam,
mujmal, dan mufashshal. Keempat, aspek keilmuan mengenai asbab an-nuzul, berupa
background (latar belakang) meliputi hal-hal yang termasuk dengan turunnya ayat-
ayat suci al-Qur’an. Kelima, mempunyai kedalaman mengenai nasikh dan mansukh.
Keenam, memahami cakupan keilmuan qira’ah al-Qur’an. Ketujuh, ilmu al-Mauhibah
(Nur: 2015, hlm.41). Wallahua’lam

D. Metode-metode tafsir Alquran


Metodologi Tafsir Al-Qur’an dibagi menjadi empat macam, yaitu metode Tahlili,
metode Ijmali, metode Muqarin, dan metode Maudhu’i
Berikut penjelasan empat metodologi Tafsir Al-Qur’an
1. Metode Tahlili (Analitik)
Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut
Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini dsebut sebagai metode tajzi’I, adalah
metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari
berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat Al-Qur’an sebagaimana
tercantum dalam Al-Qur’an.

Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat
dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan kosakata
dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan
ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan
apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’I, arti secara bahasa,
norma-norma akhlak dan lain sebagainya.

Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan
metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan
kemukjizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak
bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran
karena metode ini menghasilkangagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah.

Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoretis,
tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami
dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang
merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa
terlalu “mengikat” generasi berikutnya.

2. Metode Ijmali (Global)

Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global,
dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas
sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun
memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh
lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada
pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat
yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

3. Metode Muqarin

Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat
dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan
perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan itu.

4. Metode Maudhu’I (Tematik)

Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur’an untuk
kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tema tersebut
baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut. Metode ini
adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-
sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa
turunnya selaras dengan sebabsebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat
tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan
hubunganhubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum
darinya.

E. Mahzab-mahzab dalam Tafsir Al-Qur’an


Mazhab (bahasa Arab: ‫ ;مذهب‬mażhab) adalah penggolongan suatu hukum atau
aturan setingkat di bawah firkah, yang dimana firkah merupakan istilah yang sering
dipakai untuk mengganti kata “denominasi” pada Islam. Kata “mazhab” berasal dari
bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan
seseorang baik konkret maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang
jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama
Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah
melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya
sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah

Ada empat mazhab fikih besar yang paling banyak diikuti oleh muslim, yaitu Hanafi,
Maliki, Syafii, dan Hambali. Di dalam keyakinan Sunni, empat mazhab tersebut valid
untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.
Istilah mazhab bisa dimasukkan ke dalam ruang lingkup dan disiplin ilmu apa pun,
terkait segala sesuatu yang didapati adanya perbedaan. Setidaknya ada tiga ruang
lingkup yang sering digunakan istilah mazhab di dalamnya, yaitu mazhab akidah atau
teologi (madzahib I’tiqadiyyah), mazhab politik (madzahib siyasiyah), dan mazhab
fikih atau mazhab yuridis atau mazhab hukum (madzahib fiqhiyyah)
F. Kitab-kitab tafsir dan corak pendekatannya
Kitab merupakan kumpulan firman Allah SWT yang dituliskan. Saat diturunkan
kepada Nabi dan Rasul, malaikat Jibril yang menjadi perantaranya. Firman Allah
STW yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul pada awalnya belum dalam bentuk
tulisan. Para sahabat Rasul kemudian menuliskan firman Allah yang diberikan kepada
Nabi dan Rasul pada lempengan batu, kulit, hingga tulang. Terdapat 4 kitab Allah
SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul. Kitab-kitab tersebut adalah Taurat,
Zabur, Injil, dan Al Quran.

Kitab-kitab Allah SWT dan Nabi penerimanya Mengutip dari Sumber Belajar
Kemendikbud Ristek, berikut ini urutan kitab Allah mulai dari tertua hingga yang
terakhir.
 Kitab Taurat Kitab Allah yang tertua adalah kitab Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa ‘alaihissalam di Bukit Sinai. Kitab ini diturunkan untuk
pedoman bagi bangsa Bani Israil pada abad ke 12 SM. Kitab Taurat dikenal
dengan isinya yaitu The Ten Commandements atau 10 perintah Tuhan. Taurat
sendiri memiliki arti yaitu hukum atau syariat. Bahasa yang digunakan dalam
kitab ini adalah bahasa Ibrani. Kitab Taurat juga disebutkan dalam Al-Quran
tepatnya di surat Al-Isra Ayat 2. Kitab Zabur Kitab selanjutnya yang turun
sebagai pedoman manusia setelah kitab Taurat adalah kitab Zabur. Nabi yang
menerima kitab ini adalah Nabi Daud ‘alaihissalam pada abad ke 10 SM di
daerah Yerusalem. Kitab Zabur diturunkan sebagai pedoman untuk bangsa
Bani Israil atau umat Yahudi. Kitab ini ditulis dengan bahasa Qibti.
 Kitab Zabur atau Mazmur berisikan nyanyian pujian kepada Allah SWT atas
semua nikmat yang Allah berikan. Sama seperti kita Taurat, kitab Zabur juga
disebutkan dalam Al-Quran yaitu surat Al-Isra Ayat 55.
 Kitab Injil Kitab Injil adalah kitab ketiga yang diturunkan oleh Allah SWT
sebagai pedoman untuk umat manusia. Nabi Isa ‘alaihissalam adalah Nabi
yang menerima kitab ini. Kitab Injil berisikan pokok ajaran hidup dengan
zuhud, menjauhi ketamakan dan kerusakan dunia. Allah SWT mewahyukan
kitab ini pada awal abad 1 M di daerah Yerusalem dan ditulis dengan bahasa
Suryani. Kitab Injil menjadi pedoman kaum Nabi Isa ‘alaihissalam yaitu
kaum Nasrani. Di dalam Al-Quran, keterangan tentang kitab Injil ditegaskan
pada surat Maryam Ayat 30.
 Al-Quran Kitab terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT dan menjadi
pedoman manusia hingga hari kiamat adalah Al-Quran. Al-Quran diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir.
Kitab suci Al Quran diturunkan secara bertahap dan membacanya bernilai
ibadah. Kitab ini merupakan penyempurna dan membenarkan kitab-kitab
Allah sebelumnya. Al-Quran diturunkan pada abad ke 7 Masehi dan dalam
kurun waktu 611-632 M. Wahyu Allah SWT pertama kali turun dan diterima
Rasullullah Muhammad SAW di Gua Hira. Selanjutnya wahyu-wahyu turun
secara bertahap hingga seluruhnya diturunkan oleh Allah SWT.

Pokok ajaran yang terkandung dalam Al-Quran secara umum di antaranya:


Aqidah (keyakinan): Hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan, seperti
mengesakan Allah SWT, meyakini Allah SWT, dan sebagainya. Akhlak
(budi pekerti): Berkaitan dengan pembinaan akhlak mulia dan menghindari
akhlak tercela. Ibadah: Tata cara beribadah seperti sholat, zakat, dan
sebagainya. Muamalah: Tata cara berhubungan kepada sesama manusia.
Tarikh (sejarah) Kisah-kisah orang dan umat terdahulu.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah sebuah perisai untuk umat manusia. Ia sendiri bahkan
memiliki julukan Al Furqon al-bayan serta sebagai julukan lain dalam ayat-ayat
lain. Studi AlAl-Qur’anquran memuat bukan saja di negara-negara berpenduduk
muslim, namun juga di barat titik studi Al-Qur’an kebanyakan lebih ditekankan
pada kajian produk tafsir daripada metodologi tafsir.
Upaya menafsirkan alquran sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW titik
predikat Alquran sebagai Hudan (petunjuk) dan rahmatan (rahmat) bagi manusia,
membuka kemungkinan yang luas bagi penafsiran terhadapnya.
Sebagai kerangka kontrol normatif maupun metodelogis ada prinsip-prinsip
dasar yang penting diperhatikan kalau tidak secara sekelik dikatakan harus
dipenuhi dalam penafsiran terhadap Alquran titik dalam posisinya sebagai kontrol
normatif prinsip-prinsip tersebut sebagai rambu agar substansi tafsir bernilai
representatif bagi kandungan Al-Qur’an. sedangkan kedudukan sebagai kontrol
metodologis, tafsir menjelaskan asas-asas prosedur kerja, metode, maupun
pendekatannya titik sejarah telah menyajikan kehadapan kita perkembangan tafsir
Alquran yang digelarkan oleh ahlinya dengan metode dan pendekatan yang
bermacam-macam.

B. SARAN
Dalam pengerjaan makalah ini kami kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata kesempurnaan, masih banyak kesalahan-kesalahan baik dalam
penyusunan, materi maupun penulisannya. oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran untuk membangun penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

“Beda Tafsir, Terjemah, dan Takwil | Republika Online Mobile”


https://m.republika.co.id/amp/pozdun313

https://tanwir.id/syarat-menjadi-mufassir-menurut-manna-al-qaththan-dan-as-suyuthi/

“Pengertian Tafsir Al Quran, Sejarah, dan Urgensi Mempelajarinya – Nasehat Quran”


https://www.nasehatquran.com/2019/01/pengertian-tafsir-al-quran.html?m=1

https://kalam.sindonews.com/newsread/400052/69/4-metode-penafsiran-al-quran-dan-macam-
macam-tafsirnya-1618643050/20

https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab#:~:text=Ada%20empat%20mazhab%20fikih
%20besar,Maliki%2C%20Syafii%2C%20dan%20Hambali

Anda mungkin juga menyukai