Anda di halaman 1dari 23

“PERBEDAAN TAFSIR, TAKWIL DAN TARJEMAH”

DOSEN PENGAMPU : Dr. Ali Akbar, M.I.S

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK II / IAT III E :

AMELIA SAFITRI (12030224453)

SITI NUR HIDAYAH (12030224183)

YUNTARI (12030224515)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa
melimpahkan rahmat, hidayah, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “PERBEDAAN TAFSIR, TAKWIL
DAN TARJEMAH”. Sholawat serta salam tetap terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang senantiasa kita harapkan syafa’atnya.

Makalah ini kami susun atas dasar tugas yang telah diberikan kepada kami
oleh Bapak Ali Akbar, Dr., M.I.S sebagai dosen pembimbing Mata Kuliah Ulumul
Qur’an II.

Kami sebagai penyusun, menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini


banyak sekali kekurangan. Akan tetapi, kami tetap berharap semoga makalah yang
telah kami susun ini senantiasa bermanfaat bagi pembaca. Aamiin

Pekanbaru, 16 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

1.1 Pendahuluan...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................
1.3 Tujuan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
2.1 Tafsir..........................................................................................................
2.2 Takwil........................................................................................................
2.3 Terjemah....................................................................................................
2.4 Perbedaan Tafsir, Takwil & Terjemah......................................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi ummat Islam. Karena Al-


Qur’an itu berbahasa Arab tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang
bersifat global. Sehingga tidak bisa dipahami secara tekstual, untuk itu
perlu penerjemahan dan penafsiran sehingga Al-Qur’an bisa di pahami secara
tekstual.

Dalam menafsirkan ayat-ayat Allah Swt yaitu Al-Qur’an, tidak boleh


ditafsirkan sesuka hati, karena ada tata cara dan undang-undangnya dalam

menafsirkan Al-Qur’an. Misalnya, dalam rangka menafsirkan kata- kata ٌ‫غَ ِريْب‬

(aneh, ganjil( atau mentakwilkan ٌ‫ ( تَْركِْيب‬susunan kalimat).

Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di samping itu, dalam
ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa Al-Qur’an sekaligus menjadi
penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu
menjadi pembeda (furqaan) antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia
mendapatkan petunjuk dari Al-Qur’an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan
akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk Al-
Qur’an tersebut.

Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw


dengan media Malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, Al-Qur’an
dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan
kesucian Al- Qur’an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di
dunia ini dengan benar menurut Sang Pencipta Allah Swt. Keaslian dan kebenaran
Al-Qur’an terdeterminasi dengan pertimbangan agar manusia tidak tersesat dalam
mengarungi kehidupannya ini dan selamat dunia maupun akhirat. Kemampuan setiap

1
orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al-Qur’an tidaklah sama, padahal
penjelasannya sedemikian gemilang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Tafsir?
2. Apa yang dimaksud dengan Takwil?
3. Apa yang dimaksud dengan Terjemah?
4. Bagaimana Perbedaan Tafsir, Takwil dan Tarjemah?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Tafsir.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Takwil
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Tarjemah
4. Untuk mengetahui bagaimana Perbedaan dari Tafsir, Takwil dan Tarjemah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TAFSIR
A. Pengertian Tafsir

Secara etimologi tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah
wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Al-jurjani bahwa kata tafsir
menurut pengertian bahasa adalah Al kasf wa al-izhhar yang artinya menyingkap
(membuka) dan melahirkan. 1 Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh
Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab
Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-
maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya. Hal ini senada dengan
pendapat yang mengatakan bahwa tafsir adalah menyingkapkan maksud dari lafaz
yang sulit dalam Al-Qur’an. Didalam Al-Qur’an disebutkan tentang makna tafsir :

ۡ
‫س َن تَف مس ۡ ًۡيا‬‫ح‬ۡ ‫وَل َۡيت ۡونك مِبث ٍل اماَل مج ۡئ نٰك مِب ۡۡل مق وا‬
َ ََ َ َ ََ َ َ ُ َ َ َ

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang


ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya”.

Adapun pendapat yang lain tentang makna tafsir menurut istilah adalah :

1. Tafsir menurut Al-Kilab Dalam At-Tashil adalah menjelaskan Al-Qur’an,


menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat
atau tujuan.2
2. Menurut Syaikh Al-Jazairi tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan kata yang
sukar seperti tafsir pada hakikatnya dalah menjelaskan lafaz yang sukar diahami

1 Al-Jurjaini, At-Ta’rifa, At-Thaba ‘ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi”, Jeddah.tt.,hlm.63;Muhammad


HuseinAdz-Dzahabi, At-Tafisr wa Al-Mufassirun, juz I, Dar Al-Maktub Al-Haditsah, Mesir, 1976,hlm.13
2 Ash-Shiddieqy, TM Hasbi,sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an, Jakarta, bulan bintang,

Bandung,1994,hlm.178.

3
oleh pendengar dengan mengemukakan lafaz makna yang mendekatinya atau
dengan jalan mengemukakan salah satu dialah lafaz tersebut. 3
3. Menurut Abu Hayyan tafsir adalah mengenai cara pengucapan kata-kata Al-
Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hokum dan
makna yang terkandung didalamnya. 4
4. Menurut Al-Zarkasyi tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan
menjelaskan makna-makna kitab yang diturunkan kepada Nabi-Nya,
Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan hukum dan hikmahnya .

B. Macam-Macam Tafsir
1. Tafsir Bil Ma’tsur.

Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-
Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat Al-
Qur’an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan
perkataan para tabi’in.

a. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an


Misalnya dalam surat Al-Hajj ayat 30:
ۡ ۡ ۡ ۡ ‫م‬
‫ام اماَل َما يُت ٰلى َعل َۡي ُك ۡم‬
ُ ‫َواُحلات لَ ُك ُم اَلَن َع‬
“Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali
yang diterangkan kepadamu keharamannya…”.
ۡ ۡ
ُ ‫ اماَل َما يُت ٰلى عَلَي‬ditafsirkan dengan surat
Kalimat ‘diterangkan kepadamu’ ‫كم‬

al- Maidah ayat 3 :


‫ح مرم ۡت َعل َۡي ُكم ۡالم ۡي َتةُ والدام و َۡۡلم ۡاۡلم ۡن مز ۡير وم ۤا اُ مهلا لمغَ ۡ مۡي ٰم‬
‫اّلل‬ ََ ُ َُ َ َ ُ َُ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah..”

3 Ibid
4 Adz-Dzahabi , op.cit.,hlm.14

4
b. Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah/Hadits
Contoh Surat Al-An’am ayat 82 :
ۤ ۡ
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡۤ ‫الا مذ ۡين اٰمن ۡوا وََۡل ي ۡلبم‬
َ ‫سوا امۡيَ َاَنُم بمظُل ٍم اُول ِٕٮ‬
‫ك ََلُ ُم اَلَم ُن َو ُهم مُّهتَ ُدو َن‬ ٰ
ُ َ َ َُ َ َ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka


dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan
dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk”
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasulullah Saw dengan
pengertian “al -syirk” (kemusyrikan).
c. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat
Contoh surat an-Nisa’ ayat 2
Mengenai penafsiran sahabat terhadap Al-Qur’an ialah diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir dan Ibnu Halim dengan Sanad yang saheh dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas yang menerangkan ayat ini :
ۤ ۡ
‫ب ۖ َوََل ََت ُكل ُۡوا اَ ۡم َوا ََلُ ۡم امٰٰٰٓل اَ ۡم َوالم ُك ۡمؕ امناهؕ َكا َن‬ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َ ‫َواٰ تُوا الَي ت ٰٰمٰٓى اَم َوا ََلُم َوََل تَتَ َب ادلُوا اۡلَبمي‬
‫ث مِبلطايم م‬

‫ُح ۡوًِب َكبم ۡ ًۡيا‬

“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta


mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan
kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-
tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”
Kata ”hubb” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar .
d. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat para Tabi’in.
Contoh bukunya:
1. Jami al-bayan fi tafsir Al.Qur’an, Muhammad B. Jarir al. Thabari, W. 310
H. terkenal dengan tafsir Thabari.
2. Bahr al-Ulum, Nasr b. Muhammad al- Samarqandi, w. 373 H. terkenal
dengan tafsir al- Samarqandi.

5
3. Ma’alim al-Tanzil, karya Al-Husayn bin Mas’ud al Baghawi, wafat tahun
510, terkenal dengan tafsir al Baghawi.

2. Tafsir Bir Ra’i

Yaitu penafsiran Al-Qur’an berdasarkan rasionalitas pikiran (ar-ra’yu), dan


pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan
“ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-
riwayat (ar-riwayat).

Contoh surat al-Alaq ayat 2 :

ۡ ‫ۡم‬
‫سا َن مم ۡن َعل ٍَق‬
َ ‫َخلَ َق اَل‬
‫ن‬

Kata alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz
alaqah yang berarti segumpal darah yang kental.

3. Tafsir Mahmud (Terpuji)

Suatu penafsiran yang cocok dengan tujuan Syar’i, jauh dari kesalahan
dan kesesatan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang
teguh dengan pada ushlub-ushlubnya dalam memahami nash Al-Qur’an.

4. Tafsir Al-Bathul Al-Madzmum

Suatu penafsiran berdasarkan hawa nafsu yang berdiri diatas kebodohan


dan kesesatan. Manakala seseorang tidak faham dengan kaidah-kaidah
bahasa Arab serta tujuan syara’, maka ia akan jatuh dalam kesesatan dan
pendapatnya tidak bisa dijadikan acuan. Contoh bukunya:

a. Mafatih al-Ghayb, karya Muhammad bin Umar bin al-Husain, wafat


tahun 606 terkenal dengan Tafsir al Razy.
b. Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta’wil, karya ‘Abdullah bin Umar al-
Baydhawi, wafat pada tahun 685 terkenal dengan Tafsir al-Baydhawi.

6
c. Aal-Siraj al-Munir, karya Muhammad al-Sharbini al Khatib, wafat tahun
977 terkenal dengan Tafsir al-Khatib

5. Tafsir Bil Isyari

Suatu penafsiran dimana mentakwilkan ayat tidak menurut zahirnya


namun di sertai usaha menggabungkan antara yang zahir dan tersembunyi.
Contoh :

ۡ ۡ ۡ ٰ ‫م‬
ً‫اّللَ ََي ُم ُرُك ۡم اَن تَذ ََبُ ۡوا بَ َق َرة‬ ‫ا ان‬

Yang mempunyai makna zahir adalah “…. Sesungguhnya Allah menyuruh


kamu menyembelih seekor sapi betina…”. Tetapi dalam tafsir Isyari diberi
makna dengan “…Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu
hewaniah…”

Contoh bukunya:

a. Tafsir al-Qur’am al Karim, karya Sahl bin ‘Abd. Allah al-Tastari, terkenal
dengan Tafsir al Tastari
b. Haqa’iq al-Tafsir, karya Abu Abd. Al-Rahman al-Salmi, terkenal dengan
Tafsir al-Salmi.
c. Tafsir Ibn ‘Arabi, karya Muhyi al-Din ‘Arabi, terkenal dengan nama Tafsir
Ibn ‘Arabi.

C. Metode dalam Ilmu Tafsir


a. Metode Tahlili

Yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara


menjelaskan ayat Al-Qur’an dalam berbagai aspek, serta menjelaskan
maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan mufasir hanya
menjelaskan per ayat, surat per surat, makna lafal tertentu, susunan

7
kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul
yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan.

Metode tahlili disebut juga metode tafzi’i atau (parsial) yang banyak
dilakukan oleh para mufasir salaf dan metode ini oleh sebagian penganut
dinyatakan sebagai metode yang gagal mengingat cara penafsirannya yang
parsial juga tidak dapat menemukan substansi Al - Qur’an secara integral,
dan ada kecenderungan masuknya pendapat mufasir sendiri mengingatkan
pemaknaan ayat tidak dikaitkan dengan ayat lain yang membahas topik
yang sama.

Hampir semua penafsiran Al-Qur’an menggunakan tafsir tahlili,


mengingat tafsir ini tidak banyak melibatkan aspek-aspek lain yang
berkaitan dengan penafsiran bahkan praktis dilakukan, diantara modal tafsir
tahlili adalah:

1. Tafsir Al-Maraghi, oleh Musthafa al-Maraghi (wafat 1952 H)


2. Tafsir Al-Qur’an, oleh Abu Fida Ibnu Katsir (wafat 774 H).

b. Metode Tafsir Ijmali

Yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara


menjelaskan maksud Al-Qur’an secara global tidak terperinci seperti tafsir
tahlili, hanya saja penjelasannya disebutkan secara global (ijmal).

Metode ini diterapkan agar orang awam mudah menerima maksud


kandungan Al - Qur’an tanpa berbelit-belit, sehingga dengan sedikit
penjelasannya seseorang dapat mengerti penjelasan hasil tafsir ini. Kitab
tafsir yang tergolong menggunakan metode ijmal adalah:

1. Tafsir Qur’an Al-Karim, oleh Muhammad Farid Wajdi


2. Tafsir Al-Wasith, yang dikeluarkan oleh Majma’ul Buhuts Islamiah.

8
c. Metode Muqarin

Yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara


perbandingan (komparatif), dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-
perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan
menemukan unsur yang benar di antara yang kurang benar, atau untuk
tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah
yang dibahas dengan jalan penggabungan (sintesis), unsur-unsur yang
berbeda itu.

Tafsir muqarin dilakukan dengan membanding-bandingkan ayat satu


dengan yang lain, yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan
redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih, atau yang
memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama atau yang diduga
sama, atau membandingkan ayat dengan hadist yang tampak bertentangan,
serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran
Al- Qur’an.

d. Metode Maudhu’i

Yaitu metode penafsiran Al-Qur’an-yang dilakukan dengan cara memilih


topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam Al-Qur’an yang
berhubungan dengan topik ini, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini
agar satu sama lain bersifat menjelaskan , kemudian ditarik kesimpulan
akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu.

Contoh metode Maudhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian khusus


riba yang dilakukan oleh Ali al-shabuni dalam “tafsir ayat ahkam” yang
secara hierarki menentukan urutan ayat pertama Q.S.Ar-Rum ayat 39 yang
menjelaskan kebencian Allah kepada riba walaupun belum di haramkan.
Kedua, Q.S. An Nisa ayat 130 yang menjelaskan keharaman riba tersirat
(takwil) belum tersurat (tashih). Ketiga, Q.S. Ali Imran ayat 30 yang

9
menjelaskan keharaman riba dengan jelas, namun yang diharamkan
sebagian bukan keseluruhan. Keempat, Q.S. Al-Baqarah ayat 287 yang
menjelaskan keharaman riba secara mutlak.

2.2 TAKWIL

A. Pengertian Takwil

Kata takwīl berasal dari kata al-awl, yang berarti kembali (ar-rujǔ’) atau dari
kata al- ma’ǎl yang artinya tempat kembali (al-mashīr) dan al-aqībah yang berarti
kesudahan. Ada yang menduga bahwa kata ini berasal dari kata al-iyǎlah yang
berarti mengatur (al-siyasah). Secara istilah, takwil berarti memalingkan suatu
lafal dari makna zahir kepada makna yang tidak zahir yang juga dikandung oleh
lafal tersebut, jika kemungkinan makna itu sesuai dengan al-kitab dan sunnah.

Adapun pengertian takwil menurut beberapa ahli, yaitu:

a. Menurut Al-Jurjani takwil ialah memalingkan lafaz dari makna yang zahir
kepada makna yang muhtamil, apabila makna yang mu’yamil tidak
berlawanan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mutashfa : “Sesungguhnya takwil itu dalah
ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas
yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang
ditujukan oleh lafazh zahir.”
c. Menurut Wahab Khalaf takwil yaitu memalingkan lafaz dari zahirnya, karena
adanya dalil.
d. Menurut Abu Zahra takwil adalah mengeluarkan lafaz dari artinya yang zahir
kepada makna yang lain, tetapi bukan zahirnya.

B. Bentuk-Bentuk Takwil

10
Para ulama ushul merupakan kelompok yang paling mendalami kajian ayat-ayat
Al- Qur’an, bila dibandingkan dengan kelompok disiplin ilmu lainnya. Hal itu
mereka lakukan untuk kepentingan pengambilan hukum (istimbath al-
ahkam). Sehingga kajian para ulama ushul merupakan kelanjutan dari
kajian para ulama bahasa dan Hadith. Dari pendalaman kajian tersebut,
mereka menemukan beberapa bentuk ta ‘wil, diantaranya mengkhususkan
lafaz yang umum (takhsis al-umum), membatasi lafaz yang mutlak (tasydid al-
mutlak), mengalihkan lafaz dari maknanya yang hakiki kepada yang majazi, atau
dari makanya yang mengandung wajib menjadi makna yang sunnah.

a. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang umum kepada yang khusus, dalam
bahasa ushul disebut takhshish al-umum (‫)ختصيص العموم‬.

b. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang mutlak (muthlaq) kepada yang


terbatas (muqayyad), dalam bahasa ushul disebut taqyid al-muthlaq (‫)تقييد املطلق‬.

c. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang hakiki kepada yang majazi.


d. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang mengandung wajib menjadi makna
yang sunnah.

C. Macam-Macam Takwil
a. Takwil yang jauh dari pemahaman, yakni takwil yang dalam
penetapannya tidak mempunyai dalil yang terendah sekalipun.
b. Takwil yang mempunyai relevansi, paling tidak memenuhi standar makna
terendah serta diduga sebagai makna yang benar.

D. Syarat-Syarat dan Kaedah dalam Pentakwilan

Ketika seorang mu’awwil ataupun mufassir berhadapan dengan ayat yang


maknanya memerlukan pemahaman khusus dan lengkap, maka ia dibolehkan
mentakwilkan ayat jika tafsir dianggap belum mampu dipakai secara sempurna.
Namun tidak semua ayat dapat ditakwilkan, karena dalam takwil harus

11
memperhatikan syarat serta kaedah yang berlaku di dalamnya. Jika memenuhi
syarat maka berlakulah takwil, namun jika ternyata syaratnya tidak terpenuhi maka
mengalihkan lafazh kepada suatu makna tidak boleh dilakukan karena
bertentangan dengan maksud ayat itu sendiri.

Takwil terhadap teks-teks suci Al-Qur’ān tidak boleh dilakukan secara


serampangan. Selain harus memperhatikan makna lain yang terindikasi dari tiga
komponen makna asal, yakni bahasa (lughawi), kebiasaan penggunaan (‘urfiy),
dan kebiasaan pemilik syara’ (syar’i), muawwil ketika ingin beralih dari makna
zhahir sebuah lafazh kepada makna lain juga harus memperhatikan syarat-syarat
yang telah ditetapkan. Syarat yang paling penting adalah makna lafazh muawwal
adalah termasuk makna yang memang dikandung oleh lafazh itu sendiri, dan
ditunjukkan dengan satu dilalahnya, baik secara verbal (manthuq) maupun
konseptual (mafhum), dan dalam waktu yang sama harus sesuai dengan makna
asal peletakan bahasa, kebiasaan dan syara’.

Dalam masalah aturan dan syarat-syarat sahnya ta’wil, para ulama telah
meletakkan kaidah-kaidah takwil selain yang disebutkan di atas, di antaranya
sebagai berikut :

a. Lafaz yang ingin ditakwil adalah lafazh ambigu dan bisa ditakwil.
b. Takwil (mengalihkan lafaz dari makna zhahir kepada makna batin) harus
berdasarkan pada dalil yang shahih dan dalil makna batin harus lebih kuat dari
pada makna zhahir.
c. Takwil yang dihasilkan harus sesuai dengan makna bahasa Arab, makna syar’i,
atau makna urf (kebiasaan orang Arab).
d. Adanya pertentangan antara dua dalil yang shahih, jika salah satunya lemah
maka yang diambil adalah yang shahih dan tidak ada takwil.
e. Takwil tidak boleh menggugurkan nash syar’i lainnya, karena takwil
merupakan salah satu metode ijtihad yang bersifat zhanni sedangkan nash yang
bersifat zhanni tidak bisa mengalahkan nash yang bersifat qath’iy.

12
f. Orang yang hendak melakukan takwil, haruslah berkualifikasi mujtahid yang
memiliki bekal ilmu-ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu syar’ii serta pemilik jiwa
keilmuan yang telah matang.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa takwil adalah


metode khusus dalam memahami semantik makna tertentu. Namun, takwil
memiliki metodologi yang mengikat berupa aturan-aturan baku yang tidak bisa
dilanggar secara serampangan. Oleh karenanya, metode yang berlaku pada takwil
akan sangat sulit didapatkan jika disamakan dengan metode semantik lainya.
Dalam hal ini, hermeneutika yang diidentikkan dengan takwil, terlihat Jelaslah
perbedaan keduanya, khazanah historisitas antara keduanya sangat jauh berbeda.
Di mana takwil lahir sebagai taqwim terhadap makna, bukan untuk melepaskan
makna menjadi liar sehingga melanggar batas-batas qoth’iyyah dan tsubutiyyah
sebagaimana yang terjadi pada hermeneutika.

2.3 TARJEMAH
A. Pengertian Tarjemah

Tarjemah berasal dari bahasa Arab yang artinya “salinan dari sesuatu bahasa ke
bahasa lain” atau berarti mengganti, menyalin dan memindahkan kalimat dari
suatu Bahasa ke Bahasa lain.

Kata Tarjemah, yang dalam bahasa Indonesianya bisa kita sebut dengan
Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti:

• Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu


• Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama
• Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain
• Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam
bahasa yang lain

13
Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-Qur’an adalah seperti yang
dikemukakan oleh Ash-Shabuni:

“Memindahkan Al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan
mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak
mengerti bahasa Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT, dengan
perantara terjemahan ini.”

B. Sejarah Singkat Perkembangan Tarjemah

Sebelum berkembangnya bahasa Eropa modern, yang berkembang di Eropa


adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan Al-Qur’an dimulai ke dalam
bahasa Latin. Terjemahan itu dilakukan untuk keperluan biara Clugny kira-kira
tahun 1135.

Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya bell’s Introduction to the Quran


(Islamic Surveys 8), menyebutkan bahwa pertanda dimulainya perhatian Barat
terhadap study Islam adalah dengan kunjungan Peter the Venerable, Aboutaleb of
Clugny ke Toledo, pada abad ke dua belas, diantara usahanya adalah menerbitkan
serial keilmuan untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama di
Andalus. Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah menterjemahkan Al-Qur’an
ke dalam bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus
Retanensis), dan selesai pada Juli 1143.

Abad Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan


buku-buku Islam, pada awal abad keenam belas buku-buku Islam banyak
diterbitkan, termasuk penerbitan Al-Qur’an pada tahun 1530 di Venica dan
terjemah Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin oleh Robert of Ketton tahun 1543 di
Basle, dengan penerbitnya Bibliander. Dari terjemahan bahasa Latin inilah
kemudian Al-Qur’an diterjemahkah ke dalam bahasa Eropa.

Al-Qur’an juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain Eropa, seperti


Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang, dan berbagai bahasa

14
di kepulauan Timur, tidak ketinggalan pula Al-Qur’an juga diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf
fansuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh menterjemahkan Al-Qur’an ke dalam
bahasa Melayu, walau mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa
Indonesia modern belum sempurna, namun pekerjaan iru adalah berjasa besar
sebagai pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan
berbagai terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia dengan sangat mudah dan
bermacam-macam versi.

C. Macam-macam Tarjamah
Tarjamah terbagi menjadi dua macam:
1. Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.

Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan (suatu isi ungkapan)


dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dengan mempertahankan bentuk atau
urutan kata-kata dan susunan kalimat aslinya atau mengalihkan lafaz-lafaz dari
suatu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa
sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dengan
susunan dan tertib bahasa pertama.

2. Tarjamah Tasrifiyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.

Sedangkan Tarjamah Tasrifiyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan


menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan
susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua ma’na
yang terkandung dalam kalimat aslinya yang diterjemah.

Dalam menterjemahkan Al-Qur’an hendaknya mencakupi syarat-syarat


sebagai berikut:

▪ Penerjemah hendaknya mengetahui dua bahasa (bahasa asli dan bahasa


terjemah)

15
▪ Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan bahasa yang
diterjemahkan.
▪ Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila dituangkan
kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
▪ Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud bahasa asli
dengan lengkap dan sempurna.
▪ Penterjemah haruslah mempunyai ilmu pengetahuan agama dan umum yang
luas (persyaratannya mendekati persyaratan seorang musafir).
▪ Penterjemah haruslah bersifat jujur dalam kegiatannya.

D. Manfaat atau Faedah Tarjemah.


a. Dapat menyingkap tabir tentang Islam bagi mereka yang tidak mengerti
bahasa Arab.
b. Menghilangkan rasa ragu terhadap persoalan agama.
c. Memberikan penerangan agama bagi non muslim.
d. Menghilangkan tabir penghalang yang dibuat-buat.

E. Hukum menterjemahkan Al-Qur’an.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dari


hasil terjemah harfiyah, jelas bahwa hukumnya haram. Karena selain bisa
mengaburkan makna yang semestinya, juga tidak bisa dipahami.

Sedangkan terjemahan maknawiyyah, jelas terjemahan ini banyak dilakukan,


guna penyebaran agama Islam, dan banyak memberikan manfaat bagi umat
Islam, dan banyak memberikan manfaat bagi umat Islam lainnya.

2.4 PERBEDAAN TAFSIR, TAKWIL & TARJEMAH

16
Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan Tarjemah di pihak lain adalah bahwa
yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Qur’an
yang notaben bahasa Arab ke dalam bahasa non-Arab. Adapun perbedaan tafsir dan
takwil dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Al-Raghif Al-Ashfahani

Tafsir lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafaz dan kosa kata dalam
kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya. Sedangkan takwil lebih
banyak dipergunakan untuk makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan
Allah saja.

Tafsir menerangkan makna lafaz yang tak menerima selain dari satu arti.
Sedangkan takwil menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafaz yang dapat
menerima banyak makna karena ada dalil-dalil yang mendukungnya.

2. Al-Maturidi

Tafsir menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan damikianlah yang
dikehendaki Allah. Sedangkan takwil menyeleksi salah satu makna yang mungkin
diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah yang dikehendaki Allah.

3. Abu Thalib Ats-Tsa’labi

Tafsir menerangkan makna lafaz, baik berupa hakikat atau majaz. Sedangkan
takwil menafsirkan batin lafaz.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al-Qur`an sebagai “hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka untuk


memahami kandungan Al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan
hidup sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui arti / maknanya,
takwil, dan tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Sehingga kehendak tujuan ayat al-Qur`an tersebut tepat sasarannya. Tafsir, takwil
dan tarjemah diperlukan dalam memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur`an yang
mulia. Pengertian terjemah lebih simpel dan ringkas karena hanya merubah arti dari
bahasa yang satu ke bahasa yg lainnya.

Sedangkan istilah tafsir lebih luas ari kata tarjemah dan takwil , dimana segala
sesuatu yg berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain sebagainya
dibahas dalam tafsir yg bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau surat
tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak firman-firman Allah SWT
tersebut.

Kaidah-kaidah ta’wil yang dibuat oleh para ulama dan konsep pengalihan
makna dalam ta’wil ini merupakan perbedaan yang sangat mendasar antara takwil
dan hermeneutika. Dalam hermeneutika seseorang tidak terikat dengan makna istilah-
istilah syar’i, tidak perlu menggunakan dalil-dalil syar’i, tidak memperhatikan apakah
hasil penafsiran tersebut sesuai dengan nash-nash syar’i yang lain atau bertentangan,
dan tidak memperhatikan orang yang melakukannya apakah memiliki kemampuan
atau tidak. Dengan demikian, hasil penafsiran dalam hermeneutika menjadi bias
dan relatif tergantung kepada orang yang melakukan penafsiran.

Tafsir, takwil dan tarjemah diperlukan dalam memahami isi kandungan ayat-ayat
al- Qur`an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karena hanya
merubah arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah tafsir

18
lebih luas dari kata terjemah dan ta’wil , dimana segala sesuatu yang berhubungan
dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain sebagainya dibahas dalam tafsir
yang bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau surat tersebut, sehingga
mengetahui maksud dan kehendak firman- firman Allah SWT tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ali Al-Awsi, Al-Thabathaba’i wa Manhajuh fi Tafsirih Al-Mizan, Taheran, Al-


Jumhuriyyah Al-Islamiyyah fi Iran, 1975.

Ash Siddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an
danTafsir. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 2000

Amzah, Dr. Kadar M. Yusuf, m.ag. Studi Al-qur’an. Bumi Aksara, Jakarta. 2014

Izzan, Ahmad. Ulumul Qur’an: Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al


Qur’an. Bandung: kelompok Humaniora. 2005

Muhaimin,dkk.“Kawasan dan Wawasan Studi Islam”. Jakarta: Kencana. 2005.

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku Ilmu-ilmu Al-Qur’an. PT. Pustaka


Rizki Putra, Semarang. 2002

Nasharuddin Baidan, Prof. Dr., Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Yogyakarta, PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 2000

Rifat Syauqi Nawawi, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Sirojuddin Iqbal, Drs. Mashuri. Pengantar Ilmu Tafsir. Angkasa, Bandung.
1989

Quthan, Mana’ul. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Rineka Cipta, Jakarta. 1995.

20

Anda mungkin juga menyukai