Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR

AL-FALSAFI & AL-ILMI

Disusun untuk memenuhi tugas tafsir

Dosen pengampu : Muhammad Arifin, LC., M.Pd.

Disusun Oleh :

Lutfi Azizatul Laila (23040190082)


Farida Ulil Habibah (23040190093)
Lukluk Akmila (23040190103)
Wury Novia A (23040190106)

PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dan kelancaran
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Dalam penyusunan makalah ini
tentunya kami menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam segi bentuk maupun isi
yang sangat sederhana. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Semoga
makalah dengan judul “Corak Tafsir : Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi” dapat menambah pengetahuan
dan wawasan baru bagi pembaca. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
penyusunan makalah ini, kami sebagai penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Pengertian Tafsir Al-Falsafi dan Tafsir Al-‘Ilmi.......................................................3
1. Tafsir Al-Falsafi..........................................................................................................3
2. Tafsir Al-‘Ilmi.............................................................................................................3
B. Latar Belakang Munculnya Tafsir Al- Falsafi dan Al-‘Ilmi.....................................4
1. Latar Belakang Kemunculan Tafsir Al-Falsafi...........................................................4
2. Latar Belakang Kemunculan Tafsir Al-‘Ilmi..............................................................5
C. Contoh Ayat Tafsir Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi...............................................................6
D. Karya Tafsir Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi..........................................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................................8
A. Kesimpulan....................................................................................................................8
B. Saran...............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an melalui salah satu ayatnya memperkenalkan diri sebagai hudan (petunjuk)
bagi umat manusia, penjelasan-penjelasan terhadap petunjuk itu dan sebagai al-furqon.
1
Oleh karena fungsinya yang sangat strategis itu maka al-Qur’an haruslah dipahami
secara tepat dan benar. Upaya dalam memahami al-Qur’an dikenal dengan istilah tafsir. 2
Sekalipun demikian, aktivitas menafsirkan al-Qur’an bukanlah pekerjaan gampang,
mengingat kompleksitas persoalan yang dikandungnya serta kerumitan yang
digunakannya. Sejarah mecatat, penafsiran al-Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak
masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini didukung oleh adanya
fakta sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi pernah melakukannya. Sepeninggal Nabi,
kegiatan penafsiran al-Qur’an tidak berhenti, malah boleh jadi semakin meningkat.
Menafsirkan Al – Qur’an berarti bahwa manusia berusaha menangkap ide , gagasan ,
dan makna yang terkandung dalam ayat. Karena ia hasil karya manusia , maka penafsiran
Al – Qur’an selalu diwarnai oleh pemikiran mufassirnya, komentar dan ulasanya
mengenai suatu ayat merupakan manivestasi dari apa yang sedang ada dalam pikiranya.
Bahkan lebih dari itu , bahwa penafsiran terhadap suatu ayat di warnai oleh mashab yang
dianutnya. Hingga saat ini, ada beberapa corak mazhab tafsir yang berkembang antara
lain tafsir Al-Falsafi, tafsir Al-Ilmi. Dalam makalah ini, kami mencoba menjabarkan tafsir
Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian tafsir Al – Falsafi dan tafsir Al – ‘Ilmi?
2. Bagaimana sejarah munculnya tafsir Al – Falsafi dan Al – ‘Ilmi?
3. Bagaimana contoh – contoh ayat yang ditafsirkan secara Falsafi dan ‘Ilmi?
4. Apa saja contoh karya dari tafsir Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi

C. Tujuan
1
Lihat Qs. 2 : 185
2
Tafsir sering didefinisikan sebagai penjelasan tentang arti atau maksud firman-friman Allah sesuai
dengan kemampuaan manusia. Lihat Muhammad Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir. Dar al-
Kutub al-Hadits, 1961), h. 59
1. Untuk mengetahui pengertian tafsir Al – Falsafi dan Al – ‘Ilmi
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya tafsir Al – fasafi dan Al – ‘Ilmi
3. Untuk mengetahui contoh ayat-ayat tafsir Al – Fasafi dan tafsir Al – ‘Ilmi
4. Untuk mengetahui contoh karya dari tafsir Al-Falsafi dan tafsir Al-‘Ilmi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Al-Falsafi dan Tafsir Al-‘Ilmi


1. Tafsir Al-Falsafi
Tafsir Falsafi yaitu suatu karya tafsir yang bercorak filsafat. Artinya,
dalam menjelaskan makna suatu ayat, mufassir mengutip atau merujuk
pendapat para filsuf. Tafsir al-falsafi muncul stelah filsafat berkembang pesat
di dunia islam. Tafsir yang mengikuti corak ini tidak begitu banyak. Bahkan,
bisa dikatakan tidak ada karya falsafi yang lengkap.3 Persoalan yang
diperbincangkan dalam suatu ayat dimakanai atau didefinisikan berdasarkan
pandangan para ahli filsafat. Makna suatu ayat ditakwilkan sehingga sesuai
dengan pandangan mereka. Hal ini seperti penafsiran Ibnu Sina terhadap
Surah An-Nur (24) ayat 35 berikut.

۞ ‫ا‬CCَ‫ ةُ َكأَنَّه‬C‫الز َجا َج‬ َ ‫ور ِه َك ِم ْش َكا ٍة فِيهَا ِمصْ بَا ٌح ۖ ْال ِمصْ بَا ُح فِي ُز َج‬
ُّ ۖ ‫اج ٍة‬ ِ ُ‫ض ۚ َمثَ ُل ن‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫هَّللا ُ نُو ُر ال َّس َما َوا‬
ۚ ‫ا ٌر‬CCَ‫هُ ن‬C‫وْ لَ ْم تَ ْم َس ْس‬CCَ‫ُضي ُء َول‬ ِ ‫ي يُوقَ ُد ِم ْن َش َج َر ٍة ُمبَا َر َك ٍة َز ْيتُونَ ٍة اَل شَرْ قِيَّ ٍة َواَل غَرْ بِيَّ ٍة يَ َكا ُد َز ْيتُهَا ي‬ٌّ ‫َكوْ َكبٌ ُد ِّر‬
‫هَّللا‬
‫اس ۗ َو ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي‬ َ ‫أْل‬ ‫هَّللا‬
ِ َّ‫ور ِه َم ْن يَ َشا ُء ۚ َويَضْ ِربُ ُ ا ْمثَا َل لِلن‬ ‫هَّللا‬
ِ ُ‫ور ۗ يَ ْه ِدي ُ لِن‬ ٍ ُ‫نُو ٌر َعلَ ٰى ن‬

Artinya : Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan


cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-
akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak
disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-
Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-
perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

2. Tafsir Al-‘Ilmi
Tafsir ‘Ilmi yaitu penafisran Al-Qur’an yang bercorak ilmu
pengetahuan modern, khususnya sains eksakta. Penafsiran Al-Qur’an yang
bercorak ‘Ilmi ini selalu mengutip teori-teori ilmiah yang berkaitan dengan
ayat yang sedang ditafsirkan. Al-Qur’an memang banyak berbicara tentang
fenomena alam yang menjadi objek kajian ilmu pengetahuan modern,
seperti biologi, geologi, astronomi, pertanian, peternakan, dan lain
sebagainya. Ada diantara mufassir yang tertarik menjelaskan ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam menjelaskannya,
mufassir menggunakan pendekatan ilmiah dengan menjelaskan ayat Al-
3
Prof. Dr. Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta : Teras, 2010), h. 45

3
Qur’an sesuai dengan teori ilmiah yang merupakan hasil penemuan para
ilmuan melalui penelitian yang mereka lakukan.
Tafsir al-‘Ilmi terutama berkaitan dengan ayat-ayat kawniyah yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Tafsir jenis ini berkembang pesat stelah
kemajuan peradaban di dunia islam. Meskipun demikian, jumlah kitab
tafsir yang mengikuti metode ini tidaklah begitu banyak.4 Tafsir ‘ilmi
dibangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an mengandung berbagai
macam ilmu, baik yang sudah di temukan maupun yang belum. Tafsir
corak ini berangkat dari paradigma bahwa al-Qur’an disamping tidak
bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan, al-Qur’an tidak
hanya memuat ilmu-ilmu agama atau segala yang terkait dengan ibadah
ritual, tetapi juga memuat ilmu-ilmu duniawi, termasuk hal-hal mengenai
teori-teori ilmu pengetahuan.
B. Latar Belakang Munculnya Tafsir Al- Falsafi dan Al-‘Ilmi
1. Latar Belakang Kemunculan Tafsir Al-Falsafi
Pada saat ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan,
kebudayaan -kebudayan Islam berkembang di wilayah-wilayah kekuasaan
Islam dan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab
digalakkan pada masa khalifah Abbasiyah, diantara buku-buku yang
diterjemahkan adalah buku-buku karangan para filosof seperti Aristoteles
dan Plato. Pada perkembangan selanjutnya para ulama tafsir mencoba
memahami Alquran dengan metode filsafat tersebut, maka lahirlah metode
falsafi.
Thaba’ Thaba’i dalam tafsir al-Mizan fi tafsir al-Qur’an berpendapat
bahwa para filosof menggunakan pemikiran filsafat dalam memahami
ayat-ayat Alquran. Diantara tokoh filosof Islam adalah Al-Farabi, Ibnu-
Shina. Thaba’ Thaba’i dalam tafsirnya memasukkan pembahasan filsafat
sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau menolak teori
filsafat yang bertentangan dengan Alquran. Ia menggunakan pembahasan
filsafat hanya pada bagian ayat tertentu saja.5
Dalam hal ini, ulama Islam terbagi menjadi dua golongan yaitu sebagai
berikut :
a. Golongan yang menolak filsafat, karena mereka menemukan
adanya
pertentangan antara filsafat dan Agama. Kelompok ini secara
radikal menentang filsafat dan berusaha menjauhkan umat darinya.
Tokoh pelopor kelompok ini adalah Imam al-Ghazali, karena itu ia
mengarang kitab al-Isyarat dan kitab-kitab lain untuk menolak
faham mereka. Demikian pula Fakhr al-Razi di dalam kitab
tafsirnya mengemukakan paham mereka dan membatalkan teori-
teori filsafat mereka karena dinilai bertentangan dengan Agama
dan Alquran. Dia membeberkan ide-ide filsafat yang dipandang

4
Prof. Dr. Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta : Teras, 2010), h. 45
5
http://id.scribd.com/doc/72480986/72090745-Tafsir-Falsafi

4
bertentangan, khususnya dengan AlQuran dan akhirnya ia menolak
dengan tegas berdasarkan alasan dan dalil yang ia anggap
memadai. 6
b. Golongan yang mengagumi dan menerima filsafat meski
didalamnya terdapat ide-ide yang bertengan dengan nash-nash
syar’i. Kelompok ini berupaya mengkompromikan antara filsafat
dan Agama serta berusaha untuk menyingkapkan segala
pertentangan tersebut, namun usaha mereka belum mencapai titik
temu secara final, melainkan masih berupaya memecahkan masalah
secara setengah-setengah, sebab penjelasan mereka tentang ayat-
ayat Alquran semata-mata berangkat dari sudut pandang teori
filsafat yang didalamnya banyak hal tidak mungkin diterapkan dan
dipaksakan terhadap nash-nash al-Qur’an.7

Jadi sederhananya adalah ada dua alasan dalam mengkompromikan


Alquran dengan filsafat, yaitu :

a. Mereka melakukan ta’wil terhadap nash-nash Alquran sesuai


dengan pandangan filosof. Yakni mereka menundukkan nash-nash
Alquran pada pandangan-pandangan filsafat. Sehingga keduanya
nampak seiring sejalan.
b. Mereka menjelaskan nash-nash al-Qur’an dengan pandangan
pandangan teori filsafat. Mereka menempatkan pandangan para
filosof sebagai bagian primer yang mereka ikuti, dan menempatkan
al-Qur’an sebagai bagian sekunder yang mengikuti filsafat. Yakni
filsafat melampaui al-Qur’an. Cara ini lebih berbahaya dari cara
yang pertama.8
2. Latar Belakang Kemunculan Tafsir Al-‘Ilmi
Corak penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. Benihnya bermula pada
Dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-
Ma’mun. Pada masa khalifah Al-Ma’mun ini muncul gerakan
penerjemahan kitab-kitab ilmiah dan mulailah masa pembukuan ilmu-ilmu
agama dan science serta klarifikasi, pembagian dan bab-bab
sistematikanya. Tafsir terpisah dari hadits, menjadi ilmu sendiri dan
dilakukanlah penafsiran terhadap setiap ayat al-Qur’an dari awal sampai
akhir. Al-Ma’mun sendiri merupakan putra Khalifah Harun al-Rasyid yang
dikenal sangat cinta dengan ilmu. Salah satu karya besarnya yang
terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada
masa inilah, Islam mencapai peradaban yang tinggi sebagai pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia.

6
Al-Dzhabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 83
7
Al-Dzhabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 84
8
http://id.scribd.com/doc/72480986/72090745-Tafsir-Falsafi

5
Pada saat itu, Bait al-Hikmah berperan sebagai pusat penerjemah
karya-karya sains dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Para
penerjemah bekerja secara kelompok dan dikoordinir oleh seorang
supervisor. Kemudian, karya terjemahan ini diperiksa kembali keaslian
dan kesesuainnya dengan buku-buku aslinya. Kegiatan penerjemah ini
menyebabkan lahirnya tokoh-tokoh ilmuwan muslim yang terkenal dalam
berbagai keilmuwan, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Khawarizmi dan
lainnya.
Al-Qur’an menjadi sumber bermacam-macam ilmu pengetahuan di
zaman Abbasiyah. Ahli nahwu (tata bahasa) bertumpu pada al-Qur’an
dalam menentukan kaidah/peraturan bahasa Arab. Maka dari itu, ahli tata
bahasa mengarang buku-buku dengan judul The Meaning of The Quran
(maksud-maksud al-Qur’an). Para ahli hukum islam menjadikan al-Qur’an
sebagai sumber primer ketika menulis karya mereka, yang mereka beri
judul al-Ahkam Al-Qur’an. Begitu juga dengan para teolog, ahli astronomi,
matematika, kimia, dan kedokteran muslim menginterpreta-sikan al-
Qur’an sesuai dengan prinsip masing-masing keilmuan mereka.
Sedangkan menurut Dr.Abdul Mustaqim munculnya tafsir al-‘ilmi
karena dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal
Sebagian ayat-ayat al-Qur’an sangat menganjurkan manusia
untuk selalu melakukan penelitian dan pengamatan terhadap ayat-
ayat kawniyah atau ayat-ayat kosmologi. (Q.S. al-Gasyiyah : 17-
20). Bahkan ada pula ayat-ayat al-Qur’an yang disinyalir
memberikan isyarat untuk membangun teori-teori ilmiah dan sains
modern. Adanya asumsi tersebut, ayat-ayat al-Qur’an dapat
dideduksi untuk menggali teori-teori ilmu pengetahuan, oleh
sebagian ulama ditafsirkan dengan pendekatan sains modern,
mesikpun hal itu tidak pernah dilakukan Nabi saw. Dan para
sahabat.
Para pendukung tafsir ilmi sependapat, bahwa penafsiran al-
Qur’an sesungguhnya tidak mengenal titik henti, melainkan terus
berkembang seiring dengan kemajuan sains dan ilmu pengetahuan.
b. Faktor Eksternal
Adanya perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan sains
modern. Dengan ditemukannya teori-teori ilmu pengetahuan, para
ilmuwan muslim (para pendukung tafsir ilmi) berusaha untuk
melakukan kompromi antara al-Qur’an dan sains. Mereka juga
ingin membuktikan kebenaran al-Qur’an secara ilmiah-empiris,
tidak hanya secara teologis-normatif.
C. Contoh Ayat Tafsir Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi
1. Tafsir Al – Falsafi

a. Ibnu Sina

6
Metode Ibnu Sina dalam menafsirkan al-Qur’an dan filsafat, kemudian
menafsirkan al-Qur’an secara filsafat murni. Misaalnya dia jelaskan kebenaran-
kebenaran agama ditinjau dari tinjauan filsafat. Karena menurutnya al-Qur’an itu
sebagai simbol yang sulit dipahami oleh orang-orang awam dan hanya bisa
dipahami oleh orang-orang tertentu.
Salah satu ayat yang ditafsirkan oleh Ibnu Sina adalah Q.S Al-Haqqah ayat 17
ٌ‫ش َربِّكَ فَوْ قَهُ ْم يَوْ َمئِ ٍذ ثَ َمانِيَة‬ َ ْ‫ك َعلَ ٰى أَرْ َجائِهَا ۚ َويَحْ ِم ُل َعر‬ ُ َ‫َو ْال َمل‬
Artinya :
“Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit. Pada hari itu delapan
malaikat menjunjung ‘Arsy (singgasana) Tuhanmu di atas (kepala) mereka”.
Menurut Ibnu Sina, Arsy adalah planet ke-9 yang merupakan pusat planet-planet
lain, sedangkan delapan planet penyangga yang berada dibawahnya. Ia
menyatakan bahwa Arsy itu merupakan akhir wujud ciptaan jasmani. Kalangan
antromorfosis yang menganut paham syari’at berpendapat bahwa Allah berada di
atas Arsy tetapi bukan berarti ia berdiam disana, sebagaimana juga pada filosof
beranggapan bahwa akhir ciptaan yang bersifat jasmani adalah planet ke-9
tersebut, dan Tuhan berada di sana tapi bukan dalam arti berdiam. Selanjutnya
mereka menjelaskan bahwa planet itu bergerak dengan jiwa. Gerak tersebut
bersifat esensial dan tidak, gerak esensial dapat bersifat alamiah dan nafsiyah.
Kemudian mereka jelaskan bahwa planet-planet tersebut tidak akan binasa dan
tidak akan berubah sepanjang masa. Dalam syariat disebutkan bahwa malaikat itu
hidup, tidak mati seperti layaknya manusia, maka jika dikatakan bahwa planet-
planet itu makhluk hidup yang dapat berpikir dan makhluk hidup yang dapat
berpikir disebut malaikat, maka planet-planet tersebut dinamakan malaikat.
b. Al-Faraby
Metode tafsir yang digunakan oleh Al-Faraby sama dengan Ibnu Sina, yaitu sama-
sama menilai al-Qur’an dengan filsafat. Dalam kitabnya “Fushus al-Hikam” ia
menafsirkan Q.S Al-Hadid ayat 3 dengan pendekatan filosofis
‫اطنُ ۖ َوه َُو بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬ ِ َ‫هُ َو اأْل َ َّو ُل َواآْل ِخ ُر َوالظَّا ِه ُر َو ْالب‬
Artinya :
“Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin, dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu”.
Dia menafsirkan ayat tersebut berdasarkan filsafat Plato tentang kekadiman alam,
ia menyatakan bahwa wujud pertama ada dengan sendirinya. Setiap wujud yang
lain berasal dari wujud yang pertama. Alam itu awal (qadim) karena kejadiannya
paling dekat dengan wujud pertama. Sedangkan tafsir ia merupakan wujud yang
terakhir ialah segala sesuatu yang diteliti, sebab-sebabnya akan berakhir pada-
Nya. Dialah wujud terakhir karena Dia tujuan akhir yang hakiki dalam setiap
proses. Dialah kerinduan utama karena itu Dia akhir dari segala tujuan.
c. Ibnu Rusd
Penafsiran Ibnu Rusd ini lebih cenderung pada perpaduan pemikiran filosof dan
teori-teori yang ada dalam nash-nash al-Qur’an. Dimana Ibnu Rusd
mempertimbangkan dengan matang agar tidak terjebak dalam pemikiran filosof

7
radikal yang mampu menjerumuskan alam pikiran kepada jalan yang
menyesatkan. Contoh tafsir Ibnu Rusd pada Q.S Hud ayat 7 :

‫ض فِي ِستَّ ِة أَي ٍَّام َو َكانَ َعرْ ُشهُ َعلَى ْال َما ِء لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أَحْ َسنُ َع َماًل ۗ َولَئِ ْن‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬ َ َ‫َوهُ َو الَّ ِذي َخل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬
ٰ
ٌ ِ‫ت لَيَقُولَ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا إِ ْن هَ َذا إِاَّل س ِحْ ٌر ُمب‬
‫ين‬ ِ ْ‫د ْال َمو‬Cِ ‫قُ ْلتَإِنَّ ُك ْم َم ْبعُوثُونَ ِم ْن بَ ْع‬

Artinya :
“Dan dialah yang menciptakan langit dan Bumi dalam enam masa, dan “Arsy-
Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Jika engkau berkata (kepada penduduk Mekah), “Sesungguhnya kamu
akan dibangkitkan setelah mati”, niscaya orang kafir itu akan berkata, “ini
hanyalah sihir yang nyata”.
Menurutnya alam bukanlah dijadikan dari tiada tetapi dari sesuatu yang
memang sudah ada. Sebelum ada wujud langit dan bumi telah ada wujud yang lain
yaitu air yang diatasnya terdapat tahta kekuasaan Tuhan. Sedangkan dalam Q.S al-
Anbiya ayat 30 dan Ibrahim ayat 47-48 disbutkan bahwa bumi dan langit pada
umumnya berasal dari unsur yang sama, kemudian dipecah dari berairan. Dengan
demikian, sebelum bumi dan langit telah ada benda lain yang dalam sebagian ayat
yang lain disebut uap. Uap dan air berdekatan. Selanjutnya, langit dan bumi
dijadikan dari uap atau air bukan dijadikan dari unsur yang tiada, dalam arti
unsurnya bersifat kekal dari zaman yang qadim. Al A’raf 54
2. Tafsir Al – Ilmi

QS. Al Baqarah 29
‫ت ۚ َوهُ َو بِ ُكلِّ َش ْي ٍء‬ ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َما فِي اأْل َر‬
َ ‫ض َج ِميعًا ثُ َّم ا ْستَ َو ٰى إِلَى ال َّس َما ِء فَ َسوَّاه َُّن َس ْب َع َس َم‬
ٍ ‫اوا‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذي خَ ل‬
‫َعلِي ٌم‬
Artinya :
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Baqarah : 29)

Hanya Allah yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian, seperti
sungai, pohon dan lain-lain yang tidak terhitung jumlahnya. Sementara kalian
memanfaatkan dan menikmati apa yang telah Allah sediakan untuk kalian.
Kemudian Allah menciptakan langit sebanyak tujuh lapis. Dan pengetahuan-Nya
meliputi segala sesuatu. ( Tafsir Al-Muyassar )

At-Talaq Ayat 12
َ ‫ض ِم ْثلَه َُّن يَتَنَ َّز ُل اأْل َ ْم ُر بَ ْينَه َُّن لِتَ ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا‬
ِ ْ‫ت َو ِمنَ اأْل َر‬ َ َ‫اللَّهُ الَّ ِذي خَ ل‬
ٍ ‫ق َس ْب َع َس َما َوا‬
‫َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر َوأَ َّن هَّللا َ قَ ْد أَ َحاطَ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء ِع ْل ًما‬
Artinya :
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah
Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas

8
segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu. (At Thalaq : 12)

(Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi) tujuh lapis
bumi. (Turunlah perintah) wahyu-Nya (di antaranya) di antara langit dan bumi,
malaikat Jibril turun dari langit yang ketujuh hingga ke bumi lapis tujuh (agar
kalian mengetahui) lafal lita'lamuu bertaalluq kepada lafal yang tidak disebutkan,
yakni Allah memberi tahu kepada kalian akan hal tersebut, yaitu mengenai
masalah penciptaan dan penurunan wahyu-Nya (bahwasanya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu). (Tafsir Al-Jalalain, At-Talaq 65:12)

Nuh 15-16
َ َ‫أَلَ ْم تَ َروْ ا َك ْيفَ خَ ل‬
ٍ ‫ق هَّللا ُ َس ْب َع َس َما َوا‬
‫ت ِطبَاقًا‬
‫س ِس َراجًا‬َ ‫َو َج َع َل ْالقَ َم َر فِي ِه َّن نُورًا َو َج َع َل ال َّش ْم‬
Artinya :
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan
menjadikan matahari sebagai pelita? (Nuh 15-16)

Apakah kalian tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit


berlapis-lapis, menjadikan bulan di tujuh langit tersebut sebagai cahaya yang
memancar serta menjadikan matahari sebagai lampu yang menerangi penghuni
dunia dengan sinarnya untuk melihat segala yang dibutuhkan? ( Tafsir Quraish
Shihab )

Al A’raf 54
ْ َ‫ش يُ ْغ ِشي اللَّ ْي َل النَّهَا َر ي‬
ُ‫طلُبُه‬ ِ ْ‫ض فِي ِستَّ ِة أَي ٍَّام ثُ َّم ا ْستَ َو ٰى َعلَى ْال َعر‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬َ َ‫َّن َربَّ ُك ُم هَّللا ُ الَّ ِذي َخل‬
َ‫ك هَّللا ُ َربُّ ْال َعالَ ِمين‬ َ َ‫ق َواأْل َ ْم ُر ۗ تَب‬
َ ‫ار‬ ُ ‫ت بِأ َ ْم ِر ِه ۗ أَاَل لَهُ ْال َخ ْل‬
ٍ ‫س َو ْالقَ َم َر َوالنُّجُو َم ُم َس َّخ َرا‬
َ ‫َحثِيثًا َوال َّش ْم‬
Artinya :
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-
Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci
Allah, Tuhan semesta alam. (Al A’raf 54)

Sesungguhnya Rabb kalian -wahai manusia- adalah Rabb yang telah menciptakan
langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya dalam enam hari. Kemudian Dia
bersemayam di atas ‘Arsy dengan cara yang sesuai dengan keagungan-Nya, kita
tidak tahu bagaimana caranya. Dia menghilangkan gelapnya malam dengan
terangnya siang dan menghilangkan terangnya siang dengan gelapnya malam.
Keduanya saling menyusul dengan cepat, tidak ada yang terlambat. Jika yang satu
menghilang maka yang lain langsung datang. Dan Dia -Subḥānahu- juga

9
menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang yang ditundukkan dan
dipersiapkan. Ingatlah! Hanya Allah-lah Pencipta seluruh makhluk. Adakah
pencipta lain selain Allah? Dan Dia lah satu-satunya pemilik perintah. Kebaikan-
Nya amat agung dan berlimpah. Dia lah pemilik semua sifat keagungan dan
kesempurnaan. Dia adalah Rabb alam semesta.

D. Karya Tafsir Al-Falsafi dan Al-‘Ilmi


1. Karya Tafsir Al-Falsaf
a. Mafitah Al – Ghaib yang dikarang Al – Fakhr Al – Razi
b. Tafsir Al – Qur’an Al – Adhim , karangan Imam Al – Tustury
c. Haqaiq Al – Tafsir karangan Al – Allamah Al – Sulamy
d. ‘Arais Al – Bayan fy Haqaiq Al – Qur’an , karangan Imam Al - syiraz

2. Karya Tafsir Al-‘Ilmi


a. At-Tafsir Al-Kabir karya Fahruddin Ar-Razi
b. Jawahir fi Tafisr Al-Qur’an Al-Karim karya Thanthawi Jauhari
c. Kayf Al-Asrar An-Nuraniyyah Al-Qur’aniyyah karya Muhammad bin
Ahmad Al-Iskandarani
d. Al-Qur’an Yanbu’ Al-‘Ulum wa Al-‘Irfan karya Ali Fikri
e. At-Tafsir Al-‘Ilmi li Ayat Al-Kauniyyah karya Hanafi Ahmad
f. Muqaranah Ba’dha Mabahits AlFalak bi Al-Warid fi An-Nushush
Asy-Syari’ah karya Abdullah Fikri
g. Al-Islam wa Ath-Thibb Al-Hadits karya Abdul Aziz Ismail
h. Khalq Al-Insan Bayna Ath-Thibb wa Al-Qur’an karya Muhammad
Ali Al-Bar

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir falsafi berati pernafsiran Alquran dengan menggunakan falsafah, yaitu
tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat sebagai paradigmanya. Ada juga yang
mendefisnisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat Alquran dengan
menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat Alqur’an dapat
ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena ayat Alquran bisa berkaitan dengan
persoalan-persoalan filsafat atau ditafsirkan dengan menggunakan teori-teori filsafat.
Adapun awal berkembangnya tafsir falsafah ini, bermula pada saat ilmu-ilmu
Agama dan sain mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang di
wilayah-wilayah kekuasaan Islam dan penerjemahan buku-buku asing ke dalam
bahasa Arab digalakkan pada masa khalifah Abbasiyah, diantara buku-buku yang
diterjemahkan adalah buku-buku karangan para filosof seperti Aristoteles dan Plato.
Pada perkembangan selanjutnya para ulama tafsir mencoba memahami Alquran
dengan metode filsafat tersebut, maka lahirlah metode falsafi.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, masih ada banyak
kekurangan dan kesalahan dalam isi maupun bentuknya. Maka dari itu, kami
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Abd. Salim Muin, Metodologi Ilmu Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2010
Dr. M. Yusuf Kadar, M. Ag, Studi Alquran, Amzah, Jakarta, 2014

12

Anda mungkin juga menyukai