Diajukan sebagai
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2022
Kata Pengantar
Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad
Asrori, M.PdI Selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tafsir yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................II
Daftar Isi.......................................................................................................III
BAB I...............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................2
BAB II.............................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Pengertian Tafsir............................................................................3
2.2 Bentuk-Bentuk Tafsir....................................................................4
2.3 Tafsir Bil Ma’tsur..........................................................................5
A. Definisi Tafsir Bil Ma’tsur......................................................5
B. Sumber-Sumber Tafsir Bil Ma’tsur.........................................5
C. Pembagian Tafsir Bil Ma’tsur.................................................6
D. Karya-Karya Tafsir Bil Ma’tsur..............................................9
2.4 Tafsir Bir Ra’yi..............................................................................9
A. Definisi Tafsir Bir Ra’yi..........................................................9
B. Macam-Macam Tafsir Bir Ra’yi............................................11
C. Karya-Karya Tafsir Bir Ra’yi.................................................12
D. Pendapat Ulama’ Tentang Tafsir Bir Ra’yi............................13
2.5 Tafsir Isyari...................................................................................14
A. Definisi Tafsir Isyari...............................................................14
B. Ruang Lingkup Tafsir Isyari...................................................15
C. Karya-Karya Tafsir Isyari.......................................................16
BAB III..........................................................................................................17
PENUTUP.....................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...................................................................................17
3.1 Saran.............................................................................................17
Daftar Pustaka.................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Al- Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi umat islam yang bersifat
abadi. Al-Qur’an juga sebagai pedoman hidup manusia dari Allah . Didalamnya
menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan. Dengan segala
keistimewaan al-Qur’an inilah dapat memecahkan berbagai persoalan-persoalan
kemanusiaan di berbagai aspek kehidupan. Al-Qur’an yang dijadikan landasan
oleh manusia selalu relevan sepanjang zaman. Dengan demikian, al-Qur’an
bersifat aktual di setiap waktu dan tempat. Maka dengan keagungan dan
kemuliaan al-Qur’an inilah umat islam dapatmenjadikannya segala pedoman
dalam menjalani kehidupan serta mengetahui pesan- pesan yang dikandungnya.
Peran mufassir sangatlah diperlukan dalam ilmu pemahaman dan penafsirannya
yang benar pada ayat demi ayat al-Qur’an. Sehingga mufassir dapat membantu
menyampaikan maksud al-Qur’an melalui penafsirannya yang benar kepada umat
islam yang masih haus akan ilmu agama.
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan Taf’il, keduanya berasal dari akar
bahasa, yaitu : Pertama : Berasal dari akar kata “ al-Fasr “ yang artinya Al-Bayan :
penjelasan atau keterangan. Kata kerjanya mengikuti wazan ( dharaba, yadhribu,
dharban ) atau mengikuti wazan ( nashara, yansuru, nasran ), yang memiliki arti
Al-Ibanah : penjelasan. Kedua : Berasal dari akar kata “ At-Tafsir “ mengikuti
wazan fa’ala ditambah tasydid pada Ain Fi’ilnya, yang mengikuti wazan
( Fassara, Yufassiru, Tafsiran ) yang mempunyai arti Al-Ibana dan AlKasyfu,
yang artinya ; menerangkan atau mengungkap. Dengan demikian, dari dua kata
tafsir tersebut, dapat diartikan juga, bahwa tafsir dari akar Al-Fasr berarti
memiliki kata Kasyful Mughatta’, yaitu : mengingkap sesuatu yang abstrak.
Sedangkan yang berasal dari akar kata At-Tafsir, berarti memiliki kata ( Kasyful
Murad Anil Lafadz Al-Musykil ), yang artinya : menyingkap suatu lafazd yang
musykil ( pelik ) Istilah Tafsir merujuk kepada Al-Qur’an sebagaimana tercantum
di dalam QS. Al-Furqan : 33
yang artinya “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu
yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan
penjelasan (tafsir) yang terbaik”. Maksudnya : paling baik penjelasan dan
perinciannya.
Pengertian inilah yang dimaksud dalam Lisan al-‘Arab dengan “Kasyf Al-
Mughaththa” (membukakan sesuatu yang tertutup). Sedangkan tafsir menurur Ibn
Manzhur ialah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafadz .
3
Sebagian ulama pun banyak yang mengartikan tafsir sependapat dengan Ibn
Manzhur yaitu menjelaskan dan menerangkan.1
Dari segi pola pendekatan memahami al-Qur’an , tafsir dapat dibagi dua
yakni tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al- ra’yi. Tafsir bi-al ma’tsur ias juga
disebut dengan tafsir riwayah atau tafsir bi al-Manqūl.
Selain 2 corak penafsiran di atas, maka ada satu lagi jenis tafsir yakni Tafsir bil
Isyari’ disebut juga tafsir shūfi, yatu model tafsir yang penjelasannya diambil dari
takwil ayat-ayat al-Qur’an yang isinya tidak sesuai dengan teks ayat, sehingga
yang dikutif hanya isyarat atau maksud teks ayat berdasarkan pengalaman
sulukNya. Jenis tafsir ini mempunyai kedudukan yang sama dengan tafsir bi al-
Ra’yi, karena pengaliannya tidak hanya berdasarkan penukilanpenukilan tertentu,
melainkan ada faktor penunjang lain, hanya saja tafsir bi al-Ra’yi lebih
menekankan pada fungsi akal pikiran sedangkan tafsir bi al-Isyari lebih
menekankan pada fungsi qolb (hati/perasaan).2
1
Rizal Julmi, Tafsir bi ma’tsur dan Tafsir bil ra’yi, Skripsi UIN Sultan Maulana
Hasanudin Banten, 2021, hlm. 2-3.
2
Ajahari, M.Ag., Ulumul Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an), (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2018),
hlm. 261-264
4
2.3 Tafsir Bil Ma’tsur
A. Definisi Tafsir Bil Ma’tsur
Tafsir secara etimologi berasal dari kata al-fasr yang diartikan
dengan penjelasan atau keterangan. Sedang al ma’tsur berasal dari kata
atsara yang artinya mengutip.
Tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran ayat alquran dilakukan penafsiran
ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, ayat dengan riwayat sahabat dan ayat
dengan riwayat tabiin. Tasir bil al-Matsur disebut juga tafsir riwayah atau
tafsir manqul yaitu tafsir al-Quran yang dalam penafsiran ayat-ayat al-
Quran berdasarkan atas sumber panafsiran dalam Al-Quran dari riwayat
para sahabat dan dari riwayat para tabi’in.3
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan tafsir bil ma’tsur
diantaranya:
1. menurut Manna’ Al-Qaththan, tafsir bil ma’tsur adalah
tafsir yang berdasarkan kutipan-kutipan yang shahih
yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-
Qur’an dengan Hadits Nabi yang berfungsi untuk
menjelaskan Kitab Allah, dan juga dengan perkataan
sahabat karena merekalah yang lebih mengetahui kitab
Allah atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh
besar tabi’in karena pada umumnya mereka
menerimanya dari para sahabat.
2. Menurut Muhammad Al-Zarqani, tafsir bil ma’tsur
adalah penafsiran ayat AlQur’an dengan ayat Al-
Qur’an, Al-Qur’an dengan Sunnah Nabi, dan para
sahabat .
3. Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, tafsir bil
ma’tsur adalah penafsiran yang bersumber ayat Al-
Qur’an dengan ayat AlQuram, dengan Hadits nabi,
perkataan sahabat dan juga tabiin, termasuk dalam
kerangka tafsir riwayat meskipun mereka tidak secara
langsung menerima tafsir dari Rasullullah SAW.4
B. Sumber-Sumber Tafsir Bil Ma’tsur
Di dalam menentukan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr para ulama
berbeda pendapat, di antaranya:
3
Muhammad Arsad Nasution, “PENDEKATAN DALAM TAFSIR (Tafsir Bi Al Matsur, Tafsir Bi
Al Ra`yi, Tafsir Bi Al Isyari)”, Skripsi IAIN Padangsidimpuan, 2018, hlm. 148-149.
4
Rizal Julmi, op.cit.,hlm. 3-4.
5
1. Al-Rûmiy menjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr
itu menjadi 4 macam yaitu: al-Qur’ân, Sunnah Nabi,
Perkataan sahabat dan penafsiran tabi’in.
2. Al-Khâlidiy menjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûr
menjadi 5 macam dengan tidak memasukkan al-
Qur’ân- yaitu: Hadîts Shahîh yang marfû’ kepada
Nabi, Perkataan shahîh sahabat yang terkait dengan
penafsiran ayat al-Qur’ân, Perkataan tabi’in yang
shahîh, al- qirâ’ât al-syâdz dan al-qirâ’ât altafsîriah.5
C. Pembagian Tafsir Bil Ma’tsur
1. Tafsir ayat-ayat al-quran dengan ayat al-quran
Sebagaian ayat al-Quran ada yang menafsirkan ayat
al-Quran yang lainnya. Ada beberapa cara
penafsiran ayat-ayat al-quran dengan ayat alquran,
yaitu : adakalanya dalam satu ayat disebutkan
dengan ringkas dan ayat yang lain diuraikan, disatu
ayat besifat umum dalam ayat lain dikhussukan, ayat
yang lain diuraikan, di satu ayat bersifat umum
dalam ayat lain dikhususkan, ayat yang lain
disebutkan secara mujmal dan lainnya dalam bentuk
muqayyad.6
Contoh : Firman Allah: (QS. Al-Maidah: 1)
ْ َ ُ اْل ُ َ َّ ُ ْ ُ َ ٓ ٰ َّ َ ٓ
ٰيا ُّي َها ال ِذ ْي َن ا َم ُن ْوا ا ْوف ْوا ِبال ُع ُق ْو ِ ۗد ا ِحل ْت لك ْم َب ِه ْي َمة ا ن َع ِام
ّٰ ۗ َْ َّ ِااَّل َما ُي ْت ٰلى َع َل ْي ُك ْم َغ ْي َر ُم ِح ّلى
الص ْي ِد َوان ُت ْم ُح ُر ٌم ِا َّن الل َه ِ
ُ
َي ْحك ُم َما ُي ِر ْي ُد
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang ternak…….”.
Ayat ini diperjelas oleh ayat selanjutnya dalam (QS.
AlMaidah: 3)
َ ُ ْ ْ َ َّ َ ُ َ ْ َ ُ ّ َ ْ َ َ ْ ُ ُ مْل
الد ُم َول ْح ُم ال ِخن ِز ْي ِر َو َمٓا ا ِه َّل ِلغ ْي ِر ح ِرمت عليكم ا يتة و
ََ ُ
الن ِط ْي َحة َو َمٓا اك َل َّ الله به َوامْل ُ ْن َخن َق ُة َوامْل َ ْو ُق ْو َذ ُة َوامْل ُ َت َر ّد َي ُة َو ّٰ
ِ ِ ِٖ ِ
َّ َ َّ اَّل
الس ُب ُع ِا َما ذك ْي ُت ْم
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging, babi, dan sebagainya.
5
Aldomi Putra, Metodologi Tafsir, Jurnal Ulunnuha, vol. 7, No. 1, 2018, hlm. 45.
6
Muhammad Arsad Nasution, op. cit., hlm. 150.
6
2. Tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah (alHadist)
yaitu jika ditemukan penjelasan tentang suatu ayat
dalam Al-Qur’an pada Al-Qur’an itu sendiri, maka
hendaklah penjelasan atau tafsir tersebut di cari pada
sesuatu yang terdapat pada sunnah atau Hadist
Rasullah Saw, karena fungsi dari Sunnah adalah
sebagai penjelas atau penerang dari Al-Qur’an.
Contohnya Firman Allah (QS. Al-Nahl: 44) dan
(QS. Jumu’ah ayat 22): Artinya: ‘Dan kami turunkan
kepdamu AlQur’an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka, dan supaya mereka memikirkan.‛ Demikian
juga dalam QS. Jum’ah, 2:
َ ُ اًل ُ َ اْل َّ
ُه َو ال ِذ ْي َب َعث ِفى ا ِّم ّٖي َن َر ُس ْو ِّم ْن ُه ْم َي ْتل ْوا َعل ْي ِه ْم
ُ َ َ ْ ْ ْ ّ ّ ٰ
ا ٰي ِت ٖه َو ُي َز ِك ْي ِه ْم َو ُي َع ِل ُم ُه ُم ال ِك ٰت َب َوال ِحك َمة َو ِا ْن كان ْوا
َٰ ْ َ ُ َْ ْ
ضل ٍل ُّم ِب ْي ٍ ۙن ِمن قبل ل ِفي
Kedua ayat tersebut diatas ditafsirkan dengan hadist
Rasullah Saw: Dari Miqdam bin’id Yakrib, bahwa
Rasulullah Saw bersabda;
7
Abu Bakar Adanan Siregar , Tafsir Bil Ma’tsur (konsep, jenis, status, dan kelebihan serta
kekurangannya), Jurnal Hikmah, vol. 15, No. 2, 2018, hlm. 161.
7
yang meliputi turunnya Al-Qur’an, sehingga meraka
memiliki pemahaman bagus, ilmu yang matang,
amal yang baik dan hati yang memancarkan sinar,
serta otak yang cerdas. Seperti khalifah yang empat,
Abdullah bin Mas’ut, Ubay bin ka’ab, Zaid bin
Sabit, Abdullah bin Abbas dan lain-lain. Contohnya
sebagaimana diriwayatan oleh Bukhari, Ibnu Abbas
manyatakan bahwa Allah SWT berfirman QS.
AlBaqarah, 181
َّ َ ْ َ َ ۢ َ
ف َم ْن َب َّدل ٗه َب ْع َد َما َس ِم َع ٗه ف ِا َّن َمٓا ِاث ُم ٗه َعلى ال ِذ ْي َن
ّٰ َ ُ
ُۗ ي َب ِّدل ْون ٗه ۗ ِا َّن الل َه َس ِم ْي ٌع َع ِل ْي ٌم
Adalah menjelaskan akan diperbolehkan berbuka
puasa bagi orang tua yang sudah tua renta, dengan
syarat harus memberi makan setiap hari seorang
yang fakir miskin.
4. Tafsir Al-Qur’an Perkataan Para Tabi’in
Contoh Tafsir bil Ma’tsur ketika menafsirkan
kata-kata Nadhirah dalam AlQur’an Surat Al-
Qiyamah, 22-23:
ٌ َّ َ ۡ َّ ٌ ۡ ُ ُ
اض َرة
ِ وجوه يوم ِٕٮ ٍذ ن
Artinya: ‘Wajah-wajah pada hari kiamat itu
berseri-seri.‛
ٌ َ ََّ ٰ
اظ َرة
ِ ِالى ر ِبها ن
Artinya: ‘Kepada Tuhannyalah mereka melihat‛
Oleh seorang mufasir Iman mujahid murud Ibnu
Mas’ud di tafsirkan dengan pengertian ‘meraka
menunggu‛ yaitu menunggu pahala dari Tuhan.
Penafsiran berdasarkan pendapat para tabi’in
minsalnya adalah untuk menjelaskan kesamaran
yang ditemukan oleh kaum muslimin tentang
sebagian makna seperti penafsiran tabi’in terhadap
Al-Qur’an AshShafaat, 65:
َّ س
الش ٰي ِط ْي ِن ُ َط ْل ُع َها َك َا َّن ٗه ُر ُء ْو
Artinya: ‘Mayangnya seperti kepala-kepala
setan.‛ Jika dan acaman Allah dan hanya dapat
dipahami sesuatu yang telah dikenal manusia,
8
sedangkan manusia tidak pernah melihat kepala-
kepala setan yang menjadikan unggkapan pada ayat
diatas. Maka Abu Ubaydah (tabi’in) menafsirkan
kepala kepala setan dengan perkataan Amru AlQays
(seortang penyair Arab) sebagai berikut: ‘Adakah
orang Arab, dapat membunuhku sedangkan masyrif
adalah tempat tinggalku dan (aku mempunyai
pedang-pedang) yang tajam (yang kerena tajamnya
ia mengkilat bewarna) seperti taring-taring setan.8
D. Karya-Karya Tafsir bil Ma’tsur
Kitab-kitab Tafsir bil Ma’tsur yang termasyhur diantaranya:
1. Tafsir yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas.
2. Tafsir Ibnu ‘Uyainah
3. Tafsir Ibnu Abi Hatim
4. Tafsir Abu Asy-Syaikh bin Hibban
5. Tafsir Ibnu ‘Athiyah
6. Tafsir Abu Al-Laitsi As-Samarqandi, Bahrul ‘Ulum
7. Tafsir Abu Ishaq, Al-Kasyfu wa Al-Bayan’an Tafsir
Al-Qur’an
8. Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan fi
Tafsir Al-Qur’an
9. Tafsir Ibnu Abi Syaibah
10. Tafsir Al-Baghai, Mu’alim At-Tanzil’
11. Tafsir Abi Al-fida’ Al-Hafizh Ibnu
Katsir,Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim
12. Tafsir Ats-Tsalabi,Al-Jawahir Al-Hisan fi
Tafsir Al-Qur’an
13. Tafsir Jalaluddin Al-Suyuthi, Ad-Durr Al-
Manshur fi At-Tafsir bi Al-Ma’tsur
14. Tafsir Asy-Syaukani, Fathu Al-Qadir.9
9
)إعتقادkeyakinan), )تدبیرpandangan) dan )تفكیرpemikiran). Menurut Husain
al- Dzahabiy juga dapat dipakai untuk makna )إجتھادijtihâd) dan )قیاس
qiyas).19 Selain dengan istilah ra’yi, tafsîr ini juga dikenal dengan istilah
‘aqli atau nazhri. Disebut dengan tafsîr ‘aqli karena memang di dalam
penafsirannya, seorang mufassîr sangat memberdayakan akal dan
fikirannya. Sedangkan dinamakan dengan nazhri karena memang tafsîr
ini merupakan hasil dari penelitian yang mendalam.
Sedangkan menurut Istilah terdapat beberapa defenisi yang diberikan
ulama yaitu:
1. Menurut Mana’ Khalîl al- Qaththan;
٢١هو ما يعتمد فيه املفسر في بيان املعنى على فهمه ا لخاص و استنباطه با لرأي ا رد
Yaitu tafsîr yang mufassîrnya di dalam menjelaskan makna hanya
mengandalkan pemahaman dan mengistinbath-kannya dengan
menggunakan logika semata. Kemudian Mana’ Khalîl al- Qaththan
menambahkan keterangan terkait defenisi ini. Menurutnya yang
dimaksud logika semata adalah logika yang pemahamannya tidak sejalan
dengan nilai syari’at, dan biasanya dilakukan oleh ahli bid’ah.
2. Menurut al-Rûmiy mendefinisikan
( )هو٢٢عبارة عن تفسير القرأن باإلجتهاد
Yaitu istilah untuk penafsiran Alquran dengan menggunakan ijtihâd.
3. Menurut al-Dzahabiy
ّ بعد معرفة،عبار ة عن تفسير القرأن باإلجتهاد
( )هو،املفسر لكالم العرب و مناحيهم في القول
ووقوفه‡ على، واستعانته في ذالك بالشعر الجاهلي،ومعرفته لأللفاظ العربية ووجوه داللتها
وغير ذالك من األدوات‡ التي يحتاج، ومعرفته بالناسخ و املنسوخ من ايات القرأن،أسباب النزول
اليه املفسر
Yaitu istilah untuk penafsiran Alquran dengan menggunakan ijtihâd,
setelah seorang mufassîr tersebut menguasai kalam Arab dan
pemakaiannya di dalam perkataan, mengetahui bahasa Arab, dan
wujuh dilalahnya, serta usahanya untuk merujuk kepada sya’ir Arab
jahiliyah, asbâb al-nuzûl, mengetahui nâsikh dan mansûkh, dan ilmu-
ilmu lain yang dibutuhkan oleh para mufassîr Jika kita mencermati
defenisi demi defenisi, antara satu defenisi dengan lainnya tidak ada
yang sama. Menurut penulis defenisi pertama tidak bisa dikatakan
sebagai defenisi tafsîr bi al-ra’yi, dan tepatnya itu merupakan
defenisi tafsîr bi al-ra’yi al-madzmûm (yang tercela), sedangkan
defenisi yang ke tiga dan yang ke empat, itupun tidak bisa dikatakan
sebagai defenisi tafsîr bi al-ra’yi, dan itu hanya dapat dikatakan
sebagai defenisi tafsîr bi al-ra’yi al- mahmûd (terpuji). Maka defenisi
tafsîr bi al-ra’yi yang tepat –menurut penulis adalah defenisi yang
10
diberikan oleh al- Rûmiy. Singkatnya, tafsîr bi al-ra’yi dapat
diartikan dengan penafsiran al- Qur’ân dengan menggunakan ijtihâd,
baik berangkat dengan menggunakan ilmu yang terkait dengannya,
maupun hanya dengan logika semata.10
Adapun tafsir bi al-ra’yi yang tercela yaitu tafsir bi al-ra’yi yang ciri-
ciri penafsirannya sebagai berikut :
10
Aldomi Putra, op. cit., hlm. 46-47.
11
Itulah sebabnya mengapa tafsir seperti ini disebut pula
dengan al-tafsir al-bathil. Bahkan tidak jarang digabung
menjadi tafsir madzmum yang bathil.11
12
panggilan al-Khozin (544-604 H/1149-1207 M). Tafsir ini
terdiri atas 4 jilid dengan tebal halaman antara 2160 – 2250.
i. Tafsir Ruh al-Bayan (Tafsir Jiwa yang menerangkan),
karya al-Imam al-Syekh Ismail Haqqi al-Barusawi (w. 1137
H/ 1724 M), setebal 10 jilid dengan jumlah halaman sekitar
4400.
j. Al-Tibyan fi Tafsir Alquran (Keterangan dalam
Menafsirkan Alquran), 10 jilid dengan jumlah halaman
4440, disusun oleh Syekh Abu Ja’far Muhamamd bil al-
Hasan al-Thusi (385-460 H/995-1067 M).
k. Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir (Bekal perjalanan dalam Ilmu
Tafsir), setebal 2768 halaman dalam 8 jilid hasil usaha al-
Imam al-Abi al-Faraj Jamal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Ali
bin Muhammad al-Jawzi alQuraysi al-Baghdadi (597
H/1200 M).12
D. Pendapat Ulama tentang Tafsir bir Ra’yi
13
firman Allah “‘( ”و فاكه‡‡ة و اباAbasa [80]:3l). Ia menjawab, “Langit
manakah yang akan menaungiku dan bumi manakah yang akan
menyanggaku, jika aku mengatakan tentang Kalamullah sesuatu
yang tidak aku ketahui’?”13
14
(terjemahan) lafal yang bagus bila mengindakan isyaratnya, banyak isyarat
yang menggantikan lafal, dan tidak perlu untuk dituliskan
(Rahman,1994:207).
Tafsir Isyari menurut Imam Ghazali adalah usaha mentakwilkan
ayat-ayat Al-Qur’an bukan dengan makna zahirnya malainkan dengan
suara hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat
yang dimaksud (Zuhri, 2007: 190) “Penafsiran Al-Qur’an yang berlainan
menurut zahir ayat karena adanya petunjuk-petunjuk yang tersirat dan
hanya diketahui oleh sebagian ulama, atau hanya diketahui oleh orang
yang mengenal Allah yaitu orang yang berpribadi luhur dan telah terlatih
jiwanya (mujahadah)” (Ash-shabuny, 1999: 142).15
B. Ruang lingkup Tafsir Isyari
15
dan tidak menganggap Allah sebagai Zat yang sebenarnya
sebagai pemberi, maka sebenarnya dia telah mengambil harta
orang lain secara batil …”
2. Ketika memaknai ayat terkait dengan hukum jihad dan
peperangan, sebagaimana tertuang dalam surah al-Baqarah ayat
190: - “Dan perangilah – pada jalan Allah – orang-orang yang
memerangi kamu dan janganlah melampaui batas…”, Ibn ‘Ajibah
mengemukakan; “Ketahuilah musuh seorang hamba yang
menghalangi dan memutuskan dirinya dari kehadiran Allah ada
empat, yaitu : hawa nafsu, syaitan, dunia dan manusia. Makna
dari memerangi hawa nafsu adalah tidak mengikuti keinginan dan
dorongan hawa nafsu, menyiksa nafsu dengan melakukan apa
yang tidak disenanginya dan pada ketika itu nafsu tidak merasa
diayomi. Selanjutnya, memerangi syaitan adalah tidak tunduk
kepada perintah dan kemauannya. Sedangkan memerangi
kenikmatan dunia adalah bersikap zuhud dari nikmat-nikmat
dunia dan senantiasa ridha dan merasa cukup hati bukan
sebaliknya tamak terhadap keduniaan. Sementara memerangi
manusia adalah dengan menjauhkan dari ketergantungan kepada
manusia ...”16
C. Karya karya ulama’ Tafsir Isyari
Diantara karya-karya tafsir yang muktabar dan masyhur yang terdapat
unsur-unsur tafsir secara Isyârî antara lain:
1. Tafsir Ghara’ib al-Qur’an Wa Ragha’ib al-Furqan karangan Nizam al-
Din al-Naysaburi;
2. Tafsir Ruh al-Ma‘ani Fi Tafsir al-Qur’an al-‘Azim Wa al-Sab‘I al-
Mathani karangan Muhammad al-Alusi;
3. Tafsir al-Bahr al-Madid Fi Tafsir al-Qur’an al-Majid karangan Abu al-
‘Abbas Ahmad Ibn ‘Ajibah 17
16
H. Husin Abdul Wahab, Kontroversi terhadap Eksistensi Tafsir Isyari (Shufi), Skripsi UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2020, hlm. 97-98.
17
Ibid, hlm. 106
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Al- Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi umat islam yang bersifat
abadi. al-Qur’an juga sebagai pedoman hidup manusia dari Allah . Didalamnya
menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan. Dengan segala
keistimewaan al-Qur’an inilah dapat memecahkan berbagai persoalan-persoalan
kemanusiaan di berbagai aspek kehidupan. Al-Qur’an yang dijadikan landasan
oleh manusia selalu relevan sepanjang zaman. Dengan demikian, al-Qur’an
bersifat aktual di setiap waktu dan tempat. Maka dengan keagungan dan
kemuliaan al-Qur’an inilah umat islam dapat menjadikannya segala pedoman
dalam menjalani kehidupan serta mengetahui pesan- pesan yang dikandungnya.
Peran mufassir sangatlah diperlukan dalam ilmu pemahaman dan penafsirannya
yang benar pada ayat demi ayat al-Qur’an. Sehingga mufassir dapat membantu
menyampaikan maksud al-Qur’an melalui penafsirannya yang benar kepada umat
islam yang masih haus akan ilmu agama.
3.2 Saran
Kami selaku penulis makalah ingin meminta maaf apabila ada kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Kepada pembaca kami ucapkan terimakasih karena
telah menyempatkan waktu untuk membaca makalah ini. Dan apabila ada
kesalahan kami mengharapkan kesediaan para pembaca untuk memperbaikinya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ajahari. 2018. Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Yana, R. F., Syawaluddin, F. A., & Siagian, T. N. (2020). Tafsir Bil Ra’yi. Pena
Cendikia, 3(1), 1-6.
18