Disusun oleh :
Kelompok 3
1. M. Farid Rahman Saputra (933201220)
2. Rizqi Dwi Cahyani (933201020)
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayahnya
sehingga dalam pembuatan makalah ini terselesaikan sebagai mestinya. Salam dan sholawat
semoga tetap terceruh kepada junjungan kita Rasulullah SAW,kepada sahabat-sahabatnya
dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tafsir, Ibu
Yuliana Desi Rahmawati S.Th.I, M.Ag sudilah untuk mengoreksi, dan bagi para pembaca
yang budiman serta para rekan-rekan, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan hadirnya makalah ini bisa
berguna bagi kita semua Amin Yaa Robbal ‘Alamin.
Penyusun
2|Page
Daftar Isi
Judul...............................................................................................................1
Kata pengantar...............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................5
BAB II PENUTUP........................................................................................13
A. Kesimpulan.........................................................................................13
B. Saran....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................14
3|Page
BAB 1
PENDAHULUAN
4|Page
oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman
mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor.
Redaksi ayat-ayat al-Qur‟ān, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis,
tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal
ini kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran. Dalam hal al-Qur‟ān, para
sahabat Nabi sekalipun, yang secara umum menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui
konteksnya, serta memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosakatanya, tidak
jarang berbeda pendapat, atau bahkan keliru dalam pemahaman mereka tentang maksud
firman-firman Allah swt. yang mereka dengar atau mereka baca itu. Dari sini kemudian
para ulama menggarisbawahi bahwa tafsir adalah penjelasan tentang arti atau maksud
firman-firman Allah swt. sesuai dengan kemampuan manusia (mufassir) dan bahwa
kepastian arti satu kosakata atau ayat tidak mungkin atau hampir tidak mungkin dicapai
kalau pandangan hanya tertuju kepada kosakata atau ayat tersebut secara berdiri sendiri.
5|Page
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tafsir bil-ma’tsur
Adalah penafsiran Al Qur’an dengan Qur’an, atau dengan Hadits ataupun
perkataan para Shahabat, untuk menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah
swt.
Mengenai penafsiran Al Qur’an dengan perkataan para Shahabat ketahuilah,
bahwasanya Tafsir Shahabat termasuk Tafsir yang dapat diterima dan dijadikan
sandaran. Karena para Shahabat (semoga Allah meridhoi mereka), telah dibina
langsung oleh Rasulullah saw, dan menyaksikan turunnya wahyu serta mengetahui
sebab-sebab diturunkannya ayat.
Dan juga dikarenakan kebersihan hati mereka, dan ketinggian martabat mereka
dalam kefashihan dan bayan. Juga karena faham mereka yang shahih dalam
menafsirkan Kalam Allah swt. Dan juga dikarenakan mereka lebih mengetahui
rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al Qur’an dibandingkan seluruh manusia
setelah generasi mereka.
Berkata Imam Hakim Rahimahullah: Sesungguhnya tafsir para Shahabat
(semoga Allah meridhoi mereka) yang mana mereka telah menyaksikan wahyu dan
turunnya Al Qur’an dihukumkan Marfu’ (sampai atau bersambung kepada Nabi
saw). Ataupun dengan kata lain, tafsir para Shahabat mempunyai hukum hadits
Nabawi yang Marfu’ kepada Nabi saw.
Berikut ini kitab-kitab tafsir bil ma’tsur yaitu :
1) Jami’ul bayan fi tafsiril qur’an
2) Ma’alimut tanzil
3) Al muharrir al wajiz fi tafsir al kitab al aziz
4) Tafsirul qur’anil adzim
5) Darul mansur fi tafsiri bil ma’tsur
6) Bahrul ‘ulum
7) Fathul qadir.
6|Page
2. Tafsir bir-ra’yi (Tafsir Dirayah)
Adalah tafsir yang dalam menjelaskan maknanya, Mufassir hanya perpegang
pada pemahaman sendiri. Dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada ra’yu
semata.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metoda tafsir karena
tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini
memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur.
Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits
dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain.
Seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan
maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu
pengetahuan yang ada.
Pembagian Tafsir bir-ra’yi:
Tafsir bir-ra’yi terbagi menjadi dua bagian yaitu:
Mafatihul ghaib
Al jami’ liahkami qur’an
Madarikut tanzil wa haqa’iqut ta’wil
Irsyad al aql as-salim ila’ majaya al-qur’anul karim
Al bahrul muhith
Al jalalain.
b) Tafsir Madzmum (Terlarang)
Penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti hawa
nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau
syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan mazhabnya yang rusak
maupun bid’ahnya yang tersesat.
Hukum Tafsir bir-ra’yi al Madzmum: Menafsirkan Al Qur’an dengan ra’yu
dan Ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah haram. Allah
7|Page
berfirman :
)36 :ك بِ ِه ِع ْل ٌم (اإل ســــراء َ َوالَ تَ ْقفُ َما لَي
َ َْس ل
Artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya”. (QS, Al Isra’: 36)
Firman Allah lagi:
وا بِٱللّـ َ ِه
ْ ُ ــركـ
ِ ق َوَأن تـ ُ ْش
ِّ طنَ َوٱِإل ثـْ َم َو ْٱلبَ ْغ َي بِغَـي ِْر ْٱل َح
َ َش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما ب َ قـُلْ ِإنَّ َما حـ َ َّر َم َربِّ َي ْٱلفـ َ َوا ِح
)33 :وا َعلَى ٱللّـ َ ِه َما الَ تَعْـلَمــُونَ (األعراف ْ َُما لَ ْم يُنـ َ ِّزلْ بِ ِه س ُْلـطَانا ً َوَأن تَقـُول
Artinya:
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang
tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa. Melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu. Dan
(mengharamkan) kamu mengatakan terhadap Allah dengan sesuatu yang
tidak kamu ketahui.” (Al A’raf: 33).
Berikut ini kitab-kitab Tafsir al mazhmum:
Mu’tazilah
Amaly syarif al murtadha
Al-kasyaf’an haqa’iq tanjil wa’uyun aqawil fi wujuh at-
ta’wil.
Syiah
Hasan al-askari
Majmu’ul bayan li ulumil qur’an
Ash-shafi fi tafsiril qur’an
Zayidiyah
Gharibul qur’an
Ismail bin ali al-busty al zayidi tahdzib.
3. Tafsir Isyari (Tafsir Bil Isyarah)
Menurut kaum sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang
zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin
adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui
oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-
8|Page
Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan pengetahuan gaib yang
dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
Berikut ini kitab-kitab Tafsir Isyari (Tafsir Bil Isyarah)
Al-Qur’an al karim
Haqaiqut tafsir
Al kasf wal bayan
Ibnu ‘arabi
Ruhul ma’ani.
9|Page
Kontemporer bermakna sekarang atau modern yang berasal dari bahasa
inggris (contemporary). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya pada
waktu yang sama. Sebagian pakar berpandangan bahwa kontemporer identik dengan
modern. Keduanya saling digunakan secara bergantian. Dalam konteks peradaban
islam keduanya dipakai saat terjadi kontak intelektual pertama dunia isalam dengan
barat. Maka dapat disimpulkan bahwa tafsir kontemporer adalah tafsir atau
penjelasan ayat al qur’an yang disesuaikan dengan kondisi kekinian.
Berikut ini kitab-kitab Tafsir Kontemporer:
Jawahir fi tafsiril qur’an
Al-manar
Al-maraghy
Al munir fil aqidah,
B. MACAM-MACAM TAFSIR BERDASARKAN METODENYA
1. Metode Tahlili (Analitik)
Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha
menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan
apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini adalah yang paling tua dan
paling sering digunakan. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat
kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-
Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki,
sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan
keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu
hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain
sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan
metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan
kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak
bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran
karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-
pisah . Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat
teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang
mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian
itulah yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan tempat. Hal
ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
10 | P a g e
2. Metode Ijmali (Global)
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global,
dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang
ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili
namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang
lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi
oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan
kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat
menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara
tuntas.
3. Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau
ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.
4. Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an
dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu,
yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai
dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-
keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian
mengambil hukum-hukum darinya.
Contoh kitab tafsir maudhu’i yaitu Al- futuhat al rabbaniyyah fi al tafsir al
mawdhu’i li al ayatal qur’aniyyah.
2.2 Korelasi Tafsir Al-Qur’an dan Hadis
Hadis ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad S.A.W., baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir dan lainnya). Tradisi intelektual muslim
memandang Hadis sebagai salah satu bagian daari sumber hukum setelah Al-Qur'an. Al-
Qur'an sebagai kitabullah yang menerangkan tentang berbagai macam petunjuk, betapa
pun di dalamnya terbuka sarat dengan hermeneutika spiritual (tafsir, takwil dan tafhim),
tetapi tidak sedikit ayat-ayat-Nya yang bersifat mujmal. Kemudian secara tafsili dapat
ditemukan pada Hadis Rasulullah S.A.W.
Mengawali penjelasan judul di atas, maka perlu kiranya penulis memberikan penjelasan
tentang definisi hadis sebagai berikut:
11 | P a g e
"Hadis ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad S.A.W., baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir dan lainnya)".
Tradisi intelektual muslim memandang Hadis sebagai salah satu bagian daari sumber
hukum setelah Al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai kitabullah yang menerangkan tentang
berbagai macam petunjuk, betapa pun di dalamnya terbuka sarat dengan hermeneutika
spiritual (tafsir, takwil dan tafhim), tetapi tidak sedikit ayat-ayat-Nya yang bersifat
mujmal. Kemudian secara tafsili dapat ditemukan pada Hadis Rasulullah S.A.W.
Al-Qur'an dan Hadis sebagai institusi normatif sumber petunjuk dari segala sumber
hukum Islam dan referensi seluruh aktivitas kehidupan muslim, maka dalam konsep
spiritual hermeneutik akan mengarahkan fitrah muslim yang kaffah. Sebagaimana orang
muslim yang kaffah Iqbal melukiskan pribadi muslim sebagai berikut:
"Fitrah seorang muslim adalah rahmah. Rahmah itu sendiri mempunyai tangan dan lidah
di dunia ini. Dan Rasulullah S.A.W. diutus sebagai rahmah bagi seluruh alam semesta.
Karenanya, apabila engkau jauh dari Sunnahnya, engkau tidaklah termasuk golongan
kami."
Implementasi sumber hukum itu dalam aktualisasinya sebagai muslim yang kaffah,
konsekuensi logis idealis muslim adalah merapatkan hidup antara ucapan, gerak, reaksi
dan aksi berlandaskan pada kedua sumber itu. Mereka memotivasi dinamika dan
aktualita dalam gerak hidup. Sebagaimana Iqbal selanjutnya menandaskan dalam kata
puitisnya: "Engkau adalah burung dalam kebun kami. Engkau berkicau dengan kicau
kami. Apabila engkau suka menyanyi, maka bernyanyilah dalam kebun kami. Setiap
segala sesuatu yang hidup akan dihancurkan oleh unsur-unsur yang kontradiksi
dengannya. Apabila engkau ingin menjadi bulbul, dalam tamanlah tempat terbang dan
kicaumu. Apabila engkau ingin jadi pemburu, padang pasir-lah arenamu dan tempat
perburuanmu. Dan apabila engkau ingin jadi bintang maka bersinarlah pada garis edarmu
dan jangan kau langgar planet-planetmu."
Terkait dengan kemurnian Hadis sebagai perkataan, perbuatan dan suasana yang
dialami oleh Rasulullah S.A.W., maka nantinya suasana psikologis muslim (kaffah),
akan diperlukan dalam konteks sistim perawian Hadis dan menjadi keperingkatan dan
juga acuan perjuangan para sahabat Nabi dalam upayanya mengumpulkan Sunnah Rasul
yang otentik. Rasulullah S.A.W. telah mengingatkan kepada kaum muslimin (kaffah),
tentang kemungkinan penulisan, pemalsuan Hadis. Tujuannya untuk memposisikan Al-
Qur'an tidak dicampur-adukkan, dipertentangkan dengan Sunnah Rasulullah S.A.W.
12 | P a g e
Al-Qur'an sebagai kitab suci diturunkan kepada Muhammad S.A.W., secara
berangsur-angsur selama 23 tahun, dengan durasi waktu 13 tahun di Makkah dan 10
tahun di Madinah. Jasa besar yang telah dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit, atas perintah
Abu Bakar r.a., al-Qur'an dapat dibaca hingga kini dengan segala otentisitasnya. " إنا نحن
نزلنا الذكر وإنا له لحافظونSesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al Qur'an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya"
Selama turunnya al-Qur'an ini, Rasulullah selalu menyampaikan wahyu kepada
umatnya. Maka hal-hal yang kurang jelas dan berbagai permasalahan yang ditemukan
yang tidak terangkum dalam al-Qur'an itulah kemudian Beliau menjelaskannya dengan
ucapan, perbuatan dan tqrir yang lazim disebut dengan Sunnah, Al-Atsar, Hadis
Rasulullah S.A.W. Inilah maka kemudian manakala yang ber-Islam tidak mengakui
Muhammad S.A.W. sebagai Rasulullah jelas berposisi bukan menjadi orang Islam. Jadi
apabila tidak mengakui Beliau Rasulullah S.A.W. memang seharusnya tidak menyebut
kelompok, golongan dan berpribadi sebagai orang Islam. Sehingga tidak menimbulkan
balak karena dianggap melecehkan eksistensi Islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara etimologis, tafsir berarti penjelasan, sedangkan terminologis tafsir adalah
keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Quran sekalipun tidak
diungkapkan secara eksplisit. Tujuan mempelajari ilmu tafsir adalah terpelihara dari
salah dalam memahami al-Quran. Ada beberapa macam-macam tafsir berdasarkan
sumbernya salah satunya adalah tafsir bil matsur. Sedangkan macam-macam tasir
berdasarkan sumbernya salah satunya adalah Metode Tahlili (Analitik).
B. SARAN
Kami sadar bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, ke depannya kami akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah ini dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
13 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
https://dalamislam.com/landasan-agama/tafsir/macam-macam-tafsir (Diakses
pada tanggal 25 Maret 2021)
https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/
www.kompasiana.com/amp/imammuhayat/korelasi-antara-alquran-dan-hadis-
didedikasikan-untuk-jpmi-badung_54f97e74a3331178178b4f90?
amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D#aoh=16165492866273&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A
%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Fimammuhayat%2Fkorelasi-antara-
alquran-dan-hadis-didedikasikan-untuk-jpmi-
badung_54f97e74a3331178178b4f90 (Diakses pada tanggal 25 Maret 2021)
file:///C:/Users/user/Desktop/Downloads/TAFSIR%20BI%20MATSUR
%20DAN%20BI%20AL-RAY.pdf (Diakses pada tanggal 25 Maret 2021)
https://www.google.com/search?q=penjelasan+tentang+Tafsir+Bil+Ma
%E2%80%99tsur+
(Tafsir+Riwayah)&rlz=1C1HRYL_enID548ID548&oq=penjelasan+tentang+
Tafsir+Bil+Ma%E2%80%99tsur+
(Tafsir+Riwayah)&aqs=chrome..69i57j0i333l5.5696j0j7&sourceid=chrome&i
e=UTF-8 (Diakses pada tanggal 25 Maret 2021)
http://ulumulstai.blogspot.com/2009/03/ilmu-tafsir.html (Diakses pada tanggal
25 Maret 2021)
https://www.mahadalyjakarta.com/apa-itu-tafsir-kontemporer/ (Diakses pada
tanggal 25 Maret 2021).
14 | P a g e