Anda di halaman 1dari 13

“CARA MENAFSIRKAN AL QUR’AN”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metode – Metode Tafsir

Dosen Pengampu
Muhammad Jauhari, M.Pd

KELOMPOK 2

Muhammad Adi Putra 22.12.5644


Muhammad Rapiani 21.12.5432
Nor Risma 21.12.5446
Rahmad Hidayatullah 21.12

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam sebuah penulisan makalah dengan tepat waktu. Tanpa rahmat dan
pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “CARA MEENAFSIRKAN AL QUR’AN”. Tidak lupa shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita
damba-dambakan selagi akan datang.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas dosen
pengampu pada mata kuliah Metode – metode Tafsir. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang teknik analisis data dalam penelitian
bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapa Muhammad Jauhari, M.Pd selaku
dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah-
nambah pengetahuan penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Martapura, 5 November 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………ii

BAB I……………………………………………………………………………1

1. LATAR BELAKANG…………………………………………………...1

2. RUMUSAN MASALAH………………………………………………..2

3. TUJUAN PENULISAN…………………………………………………2.

BAB II…………………………………………………………………………...3

1. PENGERTIAN TAFSIR AL QURAN…………………………………..3

2. ILMU-ILMU SEBELUM MENAFSIRKAN AL QURAN……………...4

3. METODE DALAM PENAFSIRAN ALQURAN……………………….6

BAB III…………………………………………………………………………..8

1. KESIMPULAN…………………………………………………………..8

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...1

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran adalah shahih li kulli zaman makan. Pernyataan
tersebut diakui olehulama tafsir klasik dan kontemporer. Untuk
menjadikan al-Quran shahih disetiap zamandiperlukan pengembangan
dalam ilmu tafsir. Hal inilah yang kemudian menjadikandiskursus
seputar penafsiran al-Qur’an tidak pernah mengenal kata usai. Hal
tersebuttelah terbukti bahwa selama ini, al-Qur’an telah dikaji dengan
beragam metode dan diajarkan dengan aneka cara. Namun ibarat samudera
yang luas dan dalam, al-Qur’an tidak akan pernah mengalami kekeringan
walaupun telah, sedang dan akan terus di kaji dari berbagai segi dan
metodologi. Geliat diskursus studi al-Qur’an ini bukan hanya terjadi di
dunia Islam semata, namun juga mengundang perhatian di dunia Barat. Al
Quran sebagai pedoman manusia mengandung keindahan dan kehebatan
yang sangat luar biasa. Ia disusun dengan bahasa yang sangat indah.
Kandungan sastranya yang begitu tinggi membuat orang-orang tidak
mampu menandingi kehebatannya. Disamping itu, Al Quran merupakan
rujukan dari semua tingkah laku (akhlak) NabiSAW. Meskipun
demikian, karena kehebatannya yang luar biasa itulah, terkadang
terdapat masalah-masalah yang belum begitu jelas. Oleh karena
itu diperlukan penafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran tersebut .Di dalam
pandangan Islam secara umum, dapat dikatakan bahwa ilmu tafsir adalah
ilmu yang paling mulia dan paling baik. Hal ini dapat di pahami dari
perintah Allah Swt. untuk merenungkan dan memikirkan makna-makna
Al-Quran, serta menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk keselamatan dan
kebahagiaan di dunia-akhirat. Akan tetapi, untuk menghindari terjadinya
penafsiran-penafsiran yang tidak sesuaidengan maksud dari kandungan Al
Quran tersebut, sehingga dibentuklah kaidah-kaidah sebagai pedoman bagi
seorang mufassir untuk menafsirkan. Dengan makalah singkat ini,kami
berusaha menyampaikan untuk bersama-sama belajar tentang kaidah-

1
kaidahtersebut. Dengan demikian Al Quran tidak akan kehilangan
eksistensinya sebagai kalam Allah Swt 1

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tafsir Al Qur’an?
2. Ilmu apa saja yang diperlukan dalam menafsirkan Alquran?
3. Apa saja metode dalam menafsirkan Al Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan tafsir Al Qur’an
2. Mengetahui ilmu-ilmu yang diperlukan dalam menafsirkan
Alquran
3. Memahami metode dalam menafsirkan Al Qur’an

1
Supiana-M. Paman, Ulumul Qur’an, ( Bandung : Pustaka Islamika, 2002), hlm. 273.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Al Qur’an


Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: ‫ )القرآن تفسير‬adalah ilmu pengetahuan untuk
memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya
berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan
kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami
dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Al-Qur'an, sehingga
makna-maknanya dapat dipahami secara penuh dan menyeluruh, merupakan hal
yang mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah (Tuhan dalam Islam)
sesuai yang dikehendaki-Nya.2
Dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya
pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang
menyangkut Al-Qur'an dan isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut
dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-
Qur'an). Terdapat tiga bentuk penafsiran yaitu Tafsîr bil ma’tsûr, at-tafsîr bir
ra’yi, dan tafsir isyari, dengan empat metode, yaitu ijmâli, tahlîli, muqârin dan
maudhû’i. Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra
bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya
kemasyarakatan. Usaha menafsirkan Al-Qur'an sudah dimulai semenjak zaman
para sahabat Nabi ‫ ﷺ‬sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs
(w. 68 H), ‘Abdullah Ibn Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah
di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an
dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain.3
Secara definisi Tafsīr (bahasa Arab: ‫ )تفسير‬adalah kata berakar triliteral f-s-
r. F-s-r (‫ف‬-‫س‬-‫ ر‬bermakna (1) tampak dan jelasnya sesuatu; (2) penyingkapan
makna yang samar. Secara istilah, tafsir (Qur'an) adalah penjelasan firman Allah
yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Muhammad. As-Suyuthi

2
Al-Utsaimin, Muhammad Shalih (2001). Tim Editor Al-Maktabah al-Islamiyyah, ed.
Ushûl fî at-Tafsîr (dalam bahasa Arab). Al-Maktabah al-Islamiyyah.
3
As-Suyuthi. Al-Itqân fî 'Ulûm al-Qur`ân (dalam bahasa Arab). Dar al-Fikr.

3
menukil dari az-Zarkasyi, menjelaskan pengertian tafsir sebagai "ilmu untuk
memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan
makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.4
Menurut Az-Zarkashi Al-Burhan tafsir adalah ilmu yang mengenal
Kitabullah (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah
yang terkandung di dalamnya. Dapat disimpulkan, tafsir adalah ilmu yang
mempelajari inti kandungan kitab Al-Qur’an yang diturunklan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta penjelasan maknanya.5

B. Ilmu ilmu sebelum menafsirkan Al Qur’an


Sebelum menafsirkan ayat Al Qur’an diwajibkan baginya untuk memahami
beberapa ilmu, yaitu:6
1. Ilmu Lughat. Yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata Al-Qur’an.
Mujahid RA berkata: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat,
maka tidak layak baginya berkomentar tentang tentang ayat-ayat Al-Qur’an
tanpa mengetahui ilmu lugat. Sedikit pengetahuan tentang lughat tidaklah
cukup karena kadang kala satu kata mengandung berbagai arti. Jika hanya
mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Bisa jadi kata itu mempunyai
arti dan maksud yang berbeda.
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena
sedikit saja i’rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu.
3. Ilmu Sharaf (perubahan bentuk kata). Mengetahui ilmu Sharaf sangat
penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah
maknanya. Ibnu Faris berkata, “jika seseorang tidak mempunyai ilmu sharaf,
berarti ia telah kehilangan banyak hal.”
4. Ilmu Isytiqaq (akar kata). Mengetahui ilmu isytiqaq akan dapat diketahui
asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda,

4
As-Suyuthi, hlm. 187.
5
Nor ihsan, “metode tafsir”, Studi Al-Qur'an Komprehensif Vol.01, No.02 Hal 57
6
Yusuf, M. Y. (2014). Metode Penafsiran Al-Qur'an. SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama
Islam (Journal of Islamic Education), 2(1),12.

4
sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang
artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu
benda, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran.
5. Ilmu Ma’ani. Ilmu ini sangat penting diketahui, karena dengan ilmu ini
susunan kalimat dapat diketahui dengan melihat maknanya.
6. Ilmu Bayaan. Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zahir dan yang
tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
7. Ilmu Badi’. Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu
di atas juga disebut sebagai cabang ilmu Balaghah yang sangat penting
dimiliki oleh para ahli tafsir. Al-Qur’an adalah mukjizat yang agung, maka
dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan Al-Qur’an dapat diketahui.
8. Ilmu Qira’at. Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan
dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling
tepat di antara makna-makna suatu kata.
9. Ilmu Aqa’id. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan. Kadangkala ada
satu ayat yang arti zahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah. Untuk
memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat yang berbunyi: {‫هللا يدق‬
‫“ }إيديهم فوق‬Tangan Allah di atas tangan mereka.” (Surah Al Fath [48]: 10)
10. Ushul Fiqih. Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan
ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hukum dari suatu ayat.
11. Ilmu Asbabun-Nuzul. Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-musabab
turunnya ayat, sehingga suatu ayat mudah dipahami. Kadangkala maksud
suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.
12. Ilmu Nasikh Mansukh. Ilmu ini mempelajari suatu hukum yang sudah
dihapus dan hukum yang masih tetap berlaku.
13. Ilmu Fiqih. Ilmu ini mengkaji hukum-hukum syariat secara rinci dan akan
mudah mengetahui hukum secara global.
14. Ilmu Hadis. Ilmu ini perlu dikuasai untuk mengetahui hadis-hadis yang
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
15. Ilmu Wahbi. Ilmu khusus yang diberikan kepada Allah kepada hamba-Nya
yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mengamalkan

5
apa yang ia ketahui, maka Allah Ta’ala akan memberikan kepadanya ilmu
yang tidak ia ketahui”

C. Metode Dalam Penafsiran Al Qur’an


Ada beberapa metode yang digunakan dalam penafsiran, yaitu:7
1. Metode Tahlili Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering
digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang ia sebut
sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat Al-Qur'an sebagaimana tercantum dalam Al-
Qur'an. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat
demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia
menjelaskan kosakata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki,
sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah,
dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari
ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak
dan lain sebagainya. Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama
menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-
dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan Al-Qur'an, sesuatu yang
dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini.
Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini
menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah . Kelemahan
lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoretis, tidak
sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami
dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang
merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini
dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.

7
M. yunan yusuf, “Metode Penafsiran Al Qur’an”, UIN Syarif Hidayatullah, Vol. 2, No. 1
hal 9

6
2. Metode Ijmali (Global) Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an
secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap
kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan
penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal
penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada
pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan
kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada
penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna
ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.
3. Metode Muqarin Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat
dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para
ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang
diperbandingkan itu.
4. Metode Maudhu’i Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam
Al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang
berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk
menjelaskan makna tema tersebut. Metode ini adalah metode tafsir yang
berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat
Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas
topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya
selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat
tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan
hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil
hukum-hukum darinya.

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: ‫ )القرآن تفسير‬adalah ilmu pengetahuan
untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-
Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan),
menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya
menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
2. Ilmu-ilmu sebelum penafsiran Al Qur’an ialah
a. Lughat (filologi)
b. Nahwu (tata bahasa)
c. Sharaf (morfologi)
d. Isytiqaq (akar kata)
e. Ma'ani (susunan kata)
f. Bayaan
g. Badi'
h. Qira'at
i. Aqa'id
j. Ushul Fiqih
k. Asbabun Nuzul.
l. Nasikh Mansukh
m. 'Fiqih
n. Hadits
o. Wahbi
3. Metode dalam penafsiran Al Qur’an
a. Metode Tahlili Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering
digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang
ia sebut sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya
berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai
seginya dengan memperhatikan runtutan ayat Al-Qur'an
sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an

8
b. Metode Ijmali (Global) Metode ini adalah berusaha menafsirkan
Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna
yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga
mudah dipahami.
c. Metode Muqarin Tafsir ini menggunakan metode perbandingan
antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara
pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan
perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan itu.
d. Metode Maudhu’i Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu
tema dalam Al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat
Al-Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian
ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut.

9
DAFTAS PUSTAKA

M. yunan yusuf, “Metode Penafsiran Al Qur’an”, UIN Syarif Hidayatullah,

Vol. 2, No. 1 hal 9

Nor ihsan, “metode tafsir”, Studi Al-Qur'an Komprehensif Vol.01, No.02 Hal 57

Yusuf, M. Y. (2014). Metode Penafsiran Al-Qur'an. SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama

Islam (Journal of Islamic Education), VOL 2 NO 1

Al-Utsaimin, Muhammad Shalih (2001). Tim Editor Al-Maktabah al-Islamiyyah,

ed. Ushûl fî at-Tafsîr (dalam bahasa Arab). Al-Maktabah al-Islamiyyah.

As-Suyuthi. Al-Itqân fî 'Ulûm al-Qur`ân (dalam bahasa Arab). Dar al-Fikr.

Supiana-M. Paman, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hlm. 273.

10

Anda mungkin juga menyukai