Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TAFSIR MAUDHU’I

Makalah Ini Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Tafsir I Di Sekolah Tinggi
Agama Islam Darul Qalam Tangerang

Dosen Pengampu: Bpk. Ferdiansyah Irawan M.Pd

Kelompok 7:

1. Upi Azizatul Luthfiyah (212201012)


2. Ahmad mahpud (202001012)
3. Maftuh Arli Mamsyah (212201062)
4. Muhammad Najma Hafidz (212201071)
5. Raden Ronggo Nomo

Program Studi Agama Islam (PAI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DARUL QALAM TANGERANG

Tahun Akademik 2022

Jl. Raya Kresek Gandaria Ds. Tamiang Kec. Gunung Kaler Kab. Tangerang-Banten
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan segala rahmat dan
karunianya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul TAFSIR MAUDHU’I.
Sholawat beriringan dengan salam semoga selalu tercurahlimpahkan kepada Rasulullah
SAW.

Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Ferdiansyah Irawan M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah tafsir I yang telah memberikan kami tugas sebagai pembelajaran
sekaligus untuk penilaian mata kuliah tafsir I semester III.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh
darikata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun agar kami dapat memperbaiki pembuatan makalah kami selanjutnya.

i
DAFTAR ISI

COVER JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir ..................................................................................................... 3


B. Pengertian Maudhu’i ............................................................................................... 4
C. Pengertian Tafsir Maudhu’i .................................................................................... 4
D. Sejarah Tafsir Maudhu’i ......................................................................................... 6
E. Contoh Metode Tafsir Maudhu’i ............................................................................ 8

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup (way of life) bagi umat
manusia, sekaligus sebagai sumber nilai dan norma.1

Tafsir merupakan salah satu alat untuk memahami dan menerangkan makna dan
maksud dari kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Dari masa ke masa, cara menafsirkan Al-
Qur’an mengalami perkembangan yang lumayan bervariasi. Banyak pendekatan yang
digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an. Namun, pendekatan yang kita kenal sebut saja
tafsir maudhu’i tidak kalah peran dengan penndekatan tafsir lainnya.2

Secara umum metode tafsir maudhu’i sangat digandrungi oleh pengkaji tafsir
belakangan. Menurut Farmawi, tafsir ini diperkenalkan pertama kali oleh Ahmad Sayyid Al-
Kumi.3

Metode penafsiran maudhu’i lambat laun mengalami perkembangan yang signifikan,


sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat dan harapan baru dalam perjalanan
perkembangan teori, pemikiran-pemikiran dan madzhab. Menurut sejarah tafsir, sejak era
klasik, metode penafsiran maudhu’i ternyata sudah banyak digunakan oleh para pengkaji Al-
Qur’an, seperti kitab-kitab tafsir ayat al-Ahkam, nasikh mansukh, i’jaz Al-Qur’an, sastra
(balaghah), dan kitab-kitab tafsir lainnya yang membahas salah satu sisi dari Al-Qur’an.4

Dalam kajian penafsiran Al-Qur’an, tafsir maudhu’i merupakan istilah yang masih
terbilang baru, istilah ini baru dipakai oleh para mufassir khususnya ulama kontemporer.
Tidak dapat dipungkiri meskipun terlihat berbeda, akan tetapi tafsir maudhu’i tidak dapat
dipisahkan dengan tafsir tahlil, karena didalamnya mengandung unsur tahlili. Istilah kata
maudhu’i bisa diterapkan kepada kajian tafsir dan terkenal dengan tafsir maudhu’i atau dalam
bahasa Indonesia dikenal sebagai tafsir tematik. Para mufassir akan menafsirkan Al-Qur’an
1
Riyani, Irma, Dan Yeni Huriani. “Reinterpretasi Asbab Al-Nuzul Bagi Penafsiran Al-Qur’an”. Wawasan:
Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 2.1 (2017), Hlm. 113-130
22
Zulaiha, Eni, Rastu Ashari Putra, Dan Rizal Abdul Gani. “Selayang Pandang Tafsir Liberal Di Indonesia”.
Jurnal Iman Dan Spiritualitas 1.2 (2021)
3
Rosihan Anwar. Metode Tafsir. (Bandung, Pustaka Setia, 2002), Hlm. 5.
4
Tim Refleksi Anak Muda Pesantren MHM Lirboyo Kota Kediri, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah, Dan
Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press, 2013), Hlm. 190.

1
dengan cara menetapkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau topik yang akan
dibahas.

B. rumusan masalah

1. Apa makna dari tafsir maudhu’i?


2. Bagaimana sejarah dari tafsir maudhu’i?
3. Apa saja contoh tafsir maudhu’i

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui makna dari tafsir maudhu’i


2. Untuk mengetahui sejarah tafsir maudhu’i
3. Untuk mengetahui apa saja contoh dari tafsir maudhu’i

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir

Kata tafsir diambil dari ungkapan orang arab: fassartu al-faras (‫) فسرت الفرس‬, yang
berarti saya melepaskan kuda. Hal ini dianalogikan kepada seorang penafsir yang melepaskan
seluruh kemampuan berfikirnya untuk bisa mengurai makna ayat al-Qur’an yang tersembunyi
dibalik teks dan sulit dipahami.5

Tafsir secara etimologi mengikuti wazan ‫ تفعيال‬yang berasal dari kata ‫ تفسيرا‬-‫ يفسّر‬-‫فسّر‬
yang berarti penjelasan atau keterangan.6

Istilah tafsir merujuk kepada al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam surah al-Furqan
ayat 33:

ِّ ‫َوالَ يَأْتُوْ نَكَ بِ َمثَ ٍل إِالَّ ِج ْئنَكَ بِ ْال َح‬


‫ق َوأَحْ َسنَ تَ ْف ِس ْيرًا‬

Artinya: tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya
(tafsir).

Jika dilihat dari semua pengertian diatas, maka tafsir secara bahasa memiliki arti
menyingkap sebuah makna ayat al-Qur’an.

Sedangkan tafsir secara terminologi atau istilah, para ulama dalam mendefinisikannya
berbeda-beda pendapat dalam sisi redaksinya, akan tetapi jika dilihat dari segi makna dan
tujuannya memiliki pengertian yang sama. Berikut ini beberapa pengertian tafsir secara
terminologinya:

1. Menurut Az Zarkasy yang dikutip oleh al-Suyuthi, tafsir berarti ilmu untuk
memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum dan hikmahnya.

5
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren) Purna Siswa 2011 Mhm Lirboyo Kota
Kediri, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah Dan Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press, 2013), Hlm. 188
6
Muhammad Ali Al-Sabuni, Al-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, 2003), H.
65.

3
2. Menurut Abu Hayyan yang diikuti oleh al-Alusi, tafsir ialah disiplin ilmu yang
mengkaji tentang cara pengucapan hukumnya, baik yang khusus maupun yang global,
serta makna-makna yang terkandung di dalamnya.
3. Tafsir merupakan ilmu yang mengkaji tentang aspek-aspek yang meliputi al-Qur’an
yang dikonsentrasikan kepada maksud-maksud Allah SWT yang tertuang didalam al-
Qur’an dengan kadar kemampuan manusia.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tafsir merupakan suatu ilmu yang
digunakan untuk mengkaji Al-Qur’an secara menyeluruh. Tafsir juga merupakan kegiatan
ilmiah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan Al-Qur’an dengan ilmu-ilmu
pengetahuan yang digunakan.

B. Pengertian Maudhu’i

Dari segi terminologi kata maudhu’i memiliki beberapa definisi diantaranya yaitu:

1. Menurut ahli mantiq: maudhu’i memiliki arti meletakkan untuk mengambil hukum
dari sesuatu.
2. Menurut ulama tafsir: yaitu qadiyyah (persoalan) yang memiliki banyak cara dan
tempat di dalam Al-Qur’an, memiliki satu sisi/tema yang sama dan menyatukannya
melalui mengumpulkan satu makna atau tujuan yang sama

Muhammad Sayyid Iwad pun berpendapat bahwa istilah maudhu’i identik dengan
suatu qadiyyah atau suatu permasalahan yang terkait dengan aspek kehidupan yang
mencakup akidah, perilaku sosial, atau yang berkaitan dengan alam semesta yang dihadapkan
pada ayat-ayat Al-Qur’an.7 Setelah penjabaran di atas dapat disimpulkan makna dari kata
maudhu’i secara istilah adalah suatu persoalan yang memiliki kesamaan dalam tema.

C. Pengertian Tafsir Maudhu’i

Tafsir maudhu’i merupakan sebuah metode penafsiran Al-Qur’an yang dicetuskan


oleh para ulama untuk bisa memahami makna-makna dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Berikut ini beberapa pengertian tafsir maudhu’i dari para ulama, antara lain:

1. Muhammad Baqir as-Shadar, tafsir maudhu’i merupakan kajian objektif yang


memperkenalkan suatu topik tertentu dari salah satu tema-tema yang berka itan

7
Muhammad As-Sayyiid Iwad, At-Tafsir Al-Maudhu’i Namaadzija Raidah Fi Dhoui Al-Qur’an Al-Kariim,
(Kairo: Maktabatu Ar-Rusydi, 2005), Hlm. 33

4
dengan ideologis (aqidah), sosial, ataupun alam semesta dan juga cenderung mengkaji
dan mengevaluasi dari sudut pandang Al-Qur’an untuk menghasilkan teori dari Al-
Qur’an tentang topik tersebut.8
2. Abdullah al-Hayy al-Farmawi menulis di dalam bukunya bahwa tafsir maudhu’i
merupakan istilah baru dari ulama zaman modern dengan pengertian mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama
mempersoalkan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan masa turunnya
ayat serta sebab turunnya ayat tersebut. Lalu para mufassir mulai memberi penjelasan
dan keterangan serta kesimpulan.9
3. Fahd ar-Rumi menyebutkan dalam bukunya dimana tafsir maudhu’i adalah metode
dimana mufassir tidak menafsirkan ayat sesuai dengan tartibu mushhaf akan tetapi
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki kesamaan dalam persoalan tema
lalu ditafsirkan dan mengambil kesimpulan dari hukum-hukum di dalamnya.10
4. Mustafa Muslim, tafsir maudhu’i merupakan suatu bidang keilmuan yang di
dalamnya membahas tentang persoalan atau topik yang sama sesuai dengan
maqhashid Al-Qur’aniyah yang terdiri dari satu surat atau lebih.11

Dari pemaparan beberapa ulama di atas dapat disimpulkan bahwa istilah tafsir
maudhu’i mempunyai dua sudut pandang yaitu dari:

1. Pengertian tafsir maudhu’i dari segi metode: bahwa tafsir maudhu’i ialah suatu
metode dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang
mempunyai tema atau topik pembahasan dan juga tujuan yang sama lalu
menafsirkannya dengan terperinci seperti yang ada pada kaidah tafsir tahlili,
menjelaskan maknanya dan mengistimbatkan hukum-hukum di dalamnya.
2. Pengertian tafsir maudhu’i dari segi definisi: adalah suatu ilmu yang di dalamnya
mencakup atau membahas tema-tema tertentu yang tampak dan menjadikannya
sebagai dasar dalam menjelaskan metode penafsiran Al-Qur’an berdasarkan kaidah
dan syarat-syarat yang sesuai agar penafsiran tersebut selamat dan sampai kepada
tujuannya yaitu menjadi hidayah.

8
Maazin Syakir At-Tamimi, Ushul Wa Qawaidu At-Tafsi Al-Maudhu’iy Lilqur’an, (Iraq; Al-Amanah Al-
Ammah, 2015), Cet.1, Hlm. 50
9
Abdullah Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’iy, Hlm. 36
10
Fahd Bin Abdurrahman Bin Sulaiman Ar-Ruumi, Buhust Fii Ushulu At-Tafsir Wa Manahijihi, (Maktabah At-
Taubah), Hlm. 62
11
Musthafa Muslim, Mabahist Fii At-Tafsir Al-Maudhu’iy, (Damaskus, Dar Al-Qalam, 2000) Cet. 1, Hlm. 16.

5
D. Sejarah Tafsir Maudhu’i

Dasar-dasar penafsiran maudhu’i sebenarnya telah ada sejak zaman dulu, bisa juga
disebut sejak zaman Rasulallah SAW, hal ini bisa kita lihat dari sejarah tentang penafsiran
Rasulullah terhadap kata (‫ )ظُلِم‬yang dihubungkan dengan kata syirik karena adanya kesamaan
makna. Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Rassulallah ketika itu ialah menjelaskan
tentang arti ‫ ظُلِم‬dalam QS. Al-an’am ayat 82:
ٰٰۤ ُ ْ ُ
َ‫ول ِىكَ لَهُ ُم ْاالَ ْم ُن َوهُ ْم ُّم ْهتَ ُدوْ ن‬ ‫اَلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َولَ ْم يَ ْلبِس ُْْٓوا اِ ْي َمانَهُ ْم بِظل ٍم ا‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman
(syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (QS. Al-An’am: 82)

Walaupun demikian, pada era kenabian sebelum abad ke-14, penggunaan metode
tafsir maudhu’i belum memiliki karakteristik tertentu yang menempatkannya sebagai metode
yang utuh.

Di era sahabat, penggunaan metode penafsiran maudhu’i, misalnya pada tokoh


terkemukanya yaitu Ibnu ‘Abbas yang menyuguhkan jawaban terhadap pertanyaan seputar
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dan konsultasinya. Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu
Abbas: “aku menemukan sesuatu yang bertentangan dalam fikiranku mengenai firman Allah
SWT.

َ‫اب بَ ْينَهُ ْم يَوْ َم ِى ٍذ َّو َال يَتَ َس ٰۤا َءلُوْ ن‬


َ ‫ال اَ ْن َس‬
ْٓ َ َ‫فَا ِ َذا نُفِخَ فِى الصُّ وْ ِر ف‬

“Lalu apabila ditiup sangkakala maka tidak ada ikatan keluarga diantara mereka pada hari
itu dan mereka tidak saling bertanya-tanya”. (Qs. Al-Mu’minuun: 101)

Dan firman Allah

َ‫ض يَّتَ َسآْ َءلُوْ ن‬ ٰ ُ ‫فَا َ ْقبَ َل بَ ْع‬


ٍ ‫ضهُ ْم عَلى بَ ْع‬
“Lalu sebagian dari mereka menghadap sebagian yang lain sambil bertanya-tanya”. (Qs.
Ash-Shafat: 50)

Kemudian Ibnu ‘Abbas menjawabnya, dalam firman Allah pada Qs.Al-Mukminuun:


101 terjadi pada tiupan sangkakala pertama, sedangkan pada Qs. Ash-Shafat: 50 terjadi pada
sangkakala ke dua.

6
Orang yang bertanya kepada Ibnu ‘Abbas tadi memiliki tema yang sama yakni
mengenai tiupan sangkakala. Tema tersebut ternyata di dua ayat itu memiliki pertanyaan
mengenai apakah orang-orang bertanya-tanya atau tidak. Dan di sisni Ibnu ‘Abbas
menjelaskan bahwa konteks kedua ayat tersebut berbeda, walaupun memiliki kesatuan tema
tentang tiupan sangkakala.

Metode penafsiran seperti yang dilakukan oleh Ibnu ‘Abbas tersebut kemudian
berkembang dalam berbagai karya ulama. Munculnya kitab al-wujuh wa al-nazhair fi Al-
Qur’an Al-‘Azhim karya Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) dan kitab al-Nasikh wa al-
Mansukh karya Qatadah bin Di’amah As-Sadussi (w. 118 H) yang ditulis pada abad ke-2 H
disinyalir sebagai dasar dari perkembangan tafsir maudhu’i.

Adapun perkembangan tafsir maudhu’i setelah abad ke 14 H dimulai dari studi yang
dilakukan oleh Jamaludin Al-Afgani (w. 1315 H). ia menulis karya al-Maqalat al-Tafsiriyyah
dalam majalah al-‘Urwat al-Wustqa. Kemudian muridnya bernama Muhammad ‘Abduh
(w.1323 H) menuliskan beberapa makalah-makalah tafsir. Muhammad ‘Abduh juga menjadi
pengisi kuliah-kuliah tafsir dan disela-sela kuliahnya itu muncul gagasan-gagasan tafsir
maudhu’i, walaupun masih bercampur dengan tafsir tahlili.

Orang yang pertama kali menulis tafsir dengan menggunakan metode maudhu’i
adalah Muhammad Mahmud Hijazy (w. 1391 H) dengan karyanya yang berjudul al-Wihdat
al-Maudhu’iyyah fi al-Qur’an al-Karim.12 Karya dengan metode maudhu’i ini kemudian
banyak bermunculan, seperti al-Yahud fi al-Qur’an karya Muhammad ‘Izzah, al-Mar’ah fi
al-Qur’an karya ‘Abbas Mahmud, Zhaihiratu al-Nifaq fi al-Qur’an karya ‘Abdurrahman
Habnakah dan lain sebagainya.13 Tafsir maudhu’i ini kemudian menjadi mata kuliah di
Universitas al-Azhar yang di prakarsai oleh Ahmad Sayyid al-Kumy.

Oleh karena itu, meskipun bukan fenomena umum, tafsir maudhu’i sudah
diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Akan tetapi, perumusan konsep secara metodologis
dan sistematis berkembang di masa kontemporer.

12
Al-Lauh, ‘Abdu Al-Salam Hamdan, Wafaqat Ma’a Nazhariyat Al-Tafsir Al-Maudhu’i, (Majalah Al-Jami’ah
Al-Islamiyyah Al-Dirasat Al-Iansaniyyah, Vol. 12, No.1, 2004), Hlm. 16
13
Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy, Al-Bidayah Fi At-Tafsir Al-Maudhu’i, (Kairo: Tauzi’ Maktabah Jumhuriyyah
Misr, 1977), Hlm. 61

7
E. Contoh Metode Tafsir Maudhu’i

Metode tafsir maudhu’i ialah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an
dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu (sama),
yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menerbitkannya sesuai dengan
masa turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan, dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat yang lain.14

Al-Farmawi membagi tafsir maudhu’i menjadi dua macam yang pada dasarnya
memiliki tujuan yang sama yaitu menjelaskan hukum-hukum dan keterkaitan antar tema di
dalam Al-Qur’an, serta memahami petunjuk Al-Qur’an yang berkaitan dengan kemashlahatan
makhluk. Kedua metode tersebut yaitu:

1. Mambahas satu surat dalam Al-Qur’an secara tuntas dan menyeluruh, serta
menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar dengan cara
menggabungkan ayat yang stau dengan yang lain, atau antara satu pokok masalah
dengan pokok masalah yang lainnya. Dengan metode ini, surat tersebut tampak dalam
bentuk yang utuh, teratur, dan betul-betul cermat, teliti, dan sempurna. Metode
maudhu’i seperti ini juga bisa disebut sebagai tematik plural (al-Maudhu’i al-Jami’),
Karena tema yang dibahas lebih dari satu. Contoh kitab tafsir bentuk ini adalah al-
Tafsir al-Wadhih karya Muhammad Mahmud Hijazi, Nahwa Tafsir Maudhu’i li
Suwar Al-Qur’an Al-Karim karya Muhammad Al-Ghazali, dan Sirah al-Waqi’ah wa
Manhajuha fi al-‘Aqa’id karya Muhammad Gharib.
2. Tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki
kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil
kesimpulan. Bentuk yang satu ini cukup banyak di gunakan dan istilah maudhu’i
identik dengan bentuk seperti ini. Metode ini juga bisa disebut sebagai mode tematik
singular atau tunggal (al-Maudhu’i al-Ahadi) karena melihat tema yang dibahas hanya
satu. Contohnya adalah al-Mar’ah fi Al-Qur’an dan al-Insan fi Al-Qur’an Al-Karim
karya Abbas Mahmud al-Aqqad, Dustur al-Akhlaq fi Al-Qur’an karya Muhammad
Abdullah Darraz.

Diantara contoh karya tafsir maudhu’i dari karya Al-Farmawi yaitu Ri’ayat al-Yatim
fi al-Qur’an al-Karim. Pada tahap pembahasannya Al-Farmawi memperhatikan masa

14
Muh Tulus Yamani, Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i, Jurnal Pendidikan Agama, vol.
1 No. 2 (Januari-Juni 2015), Hlm. 273

8
turunnya surat dan urutan ayat-ayat apabila kebetulan terdapat beberapa ayat dalam satu surat
yang sedang dibahas secara Munasabah (korelasi) antara satu ayat dengan ayat yang
disajikan dalam suatu kaitan yang rasional, historis, dan pedagogis.

Dalam hal ini misalnya, tentang hubungan tiga ayat makkiyyah, yaitu:

‫اَلَ ْم يَ ِج ْدكَ يَتِ ْي ًما فَ ٰاوٰ ى‬

“bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu”. (Qs. Ad-
Dhuha: 6)

Suatu pernyataan kepada Nabi yang cukup menggugah bila dihubungkan dengan latar
belakang Nabi

ْ‫فَا َ َّما ْاليَتِ ْي َم فَ َال تَ ْقهَر‬

“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”. (Qs. Ad-
Dhuha: 9)

Suatu sikap yang dituntut untuk menghormati atau menyayangi anak yatim,
sedangkan ayat ke tiga berbunyi

‫َك َّال بَلْ َّال تُ ْك ِر ُموْ نَ ْاليَتِ ْي َم‬

“Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim”. (Qs. Al-Fajr: 17)

Semacam kecaman Allah SWT yang ditunjukkan kepada orang yang berupaya, tetapi
tidak merasa penting untuk mengurus anak yatim.

Ayat ketiga ini sangat menggugah perasaan banyak orang untuk segera mengurus
anak yatim, sehingga mereka segera bertanya kepada Rasulullah apa yang seharusnya mereka
perbuat. Kemudian, jawaban dari pertanyaan itu diberikan Allah pada surah al-Baqarah:

‫َويَسْـَلُوْ نَكَ ع َِن ْاليَ ٰتمٰ ى قُلْ اِصْ َالح لَّهُ ْم خَ يْر‬

“dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim, katakanlah:


Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik” (Qs. Al-Baqarah: 220).

Pada keseluruhannya, pembahasan tertuju pada usaha menemukan jawaban oleh ayat
terhadap masalah anak yatim. Dalam contoh ini, kita hanya menemukan penjelasan-
penjelasan yang diperlukan untuk keperluan penekanan tertentu.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami sampaikan dari penulisan makalah ini yaitu tafsir
merupakan salah satu alat untuk memahami dan menerangkan makna dan maksud dari
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Dari masa ke masa, cara menafsirkan Al-Qur’an mengalami
perkembangan yang lumayan bervariasi. Banyak pendekatan yang digunakan untuk
menafsirkan Al-Qur’an. Kemudian, tafsir maudhu’i merupakan sebuah metode penafsiran Al-
Qur’an yang dicetuskan oleh para ulama untuk bisa memahami makna-makna dalam ayat-
ayat Al-Qur’an.

Dari beberapa pengertian yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya tentang tafsir
maudhu’i oleh para ulama, maka dapat disimpulkan bahwa istilah tafsir maudhu’i juga
mempunyai dua sudut pandang yaitu: peratama, pengertian tafsir maudhu’i dari segi metode
yaitu menjelaskan bahwa tafsir maudhu’i ialah suatu metode dalam menafsirkan Al-Qur’an
dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang mempunyai tema atau topik pembahasan dan
juga tujuan yang sama lalu menafsirkannya dengan terperinci. Kedua, pengertian tafsir
maudhu’i dari segi definisi adalah suatu ilmu yang di dalamnya mencakup atau membahas
tema-tema tertentu.

Lalu yang terakhir yaitu metode tafsir maudhu’i ialah metode tafsir yang berusaha
mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan
menerbitkannya sesuai dengan masa turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut
dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan, dan hubungan-hubungannya dengan
ayat-ayat yang lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Riyani. Irma. dan Huriani, Yeni. Reinterpretasi Asbab Al-Nuzul Bagi Penafsiran Al-Qur’an,
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya, Vol.2 No.1. 2017.
Zulaiha. Eni. Putra, Rastu Ashari Putra. dan Gina, Rizal Abdul. “Selayang Pandang Tafsir
Liberal Di Indonesia”. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, Vol.1 No.2. 2021.
Anwar, Rosihan, Metode Tafsir, PT. Pustaka Setia, Bandung, 2002.
Iwad, Muhammad As-Sayyiid, At-Tafsir Al-Maudhu’i Namaadzija Raidah Fi Dhoui Al-
Qur’an Al-Kariim, Maktabatu Ar-Rusydi, Kairo, 2005.
At-Tamimi, Maazin Syakir, Ushul Wa Qawaidu At-Tafsi Al-Maudhu’iy Lilqur’an, Al-
Amanah Al-Ammah, Iraq, 2015.
Muslim, Musthafa, Mabahist Fii At-Tafsir Al-Maudhu’iy, Dar Al-Qalam, Damaskus, 2000.

Al-Lauh. Hamdan, ‘Abdu Al-Salam. Wafaqat Ma’a Nazhariyat Al-Tafsir Al-Maudhu’i,


Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah Al-Dirasat Al-Iansaniyyah, Vol. 12, No.1. 2004.
Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy, Al-Bidayah Fi At-Tafsir Al-Maudhu’i, Kairo: Tauzi’ Maktabah
Jumhuriyyah Misr, 1977.
Yamani, Muh Tulus. Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i, Jurnal
Pendidikan Agama, vol. 1 No. 2. 2015.
Ali Al-Sabuni, Muhammad. Al-Tibyan Fi ‘Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah.
2003.
https://www.neliti.com/id/publications/321427/memahami-al-quran-dengan-metode-tafsir-
maudhui
https://iqt.uinsgd.ac.id/metode-tafsir-maudhui-mengenal-metode-penafsiran-berdasarkan-
topik-dalam-al-quran/
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=Qk8-
EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=makna,+sejarah,+dan+metode+tafsir+maudhu%27i&ot
s=vijuI_ZaK8&sig=rlbRHyF-5qq-
qpKf525KYbCEL3Y&redir_esc=y#v=onepage&q=makna%2C%20sejarah%2C%20dan%20
metode%20tafsir%20maudhu'i&f=false

Anda mungkin juga menyukai