Anda di halaman 1dari 21

MUNASABAH AL QUR’AN

Makalah disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ‘Study Al Qur’an’

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu :
RULYBUDIYANTO,M.Pd I

Disusun oleh:

1. Zakariya Mushoffa Ahmad (31)


2. M. Khoirul Umar (36)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)


INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO (IAI PD)
NGANJUK

OKTOBER 2021
MUNASABAH AL QUR’AN
Makalah disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ‘Study Al Qur’an’

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu :
RULYBUDIYANTO,M.Pd I

Disusun oleh:

3. Zakariya Mushoffa Ahmad (31)


4. M. Khoirul Umar (36)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)


INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO (IAI PD)
NGANJUK

OKTOBER 2021

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil alamin puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan Hidayah Nya sehingga makalah
dengan judul Munasabah Al-Qur’an dapat terselesaikan.
Tak lupa Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan besar
kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari jaman
jahiliyah menuju jaman terang benderang yakni agam Islam.Makalah ini berjudul
Munasabah Al-Qur’an . Pada makalah ini akan membahas tentang hal-hal yang
terkait dengan Munasabah Al-Qur’an baik pengertiannya serta macam-macam
munasabah dan banyak lagi yang akan kami bahas di dalam makalah ini.
Tidak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah memberikan kesempatan belajar di kampus IAI Pangeran Diponegoro
Nganjuk:
1. Bapak H.Ridwan ,M.Pd I selaku Rektor Institut Agama Islam Pangeran
Diponegoro Nganjuk yang telah berjasa memimpin dan memperjuangkan
kampus sehingga dapat beralih status menjadi Institut. Semoga ke depan
menjadi lebih baik lagi dan menjadi Universitas.
2. Dr.S,M.Pd I selaku Dekan Institut Agama Islam Pangeran Diponegoro
Nganjuk yang telah membimbing mahasiswa mengenai pentingnya dunia
akademik.
3. Bapak Imam Khoim,M.Pd I selaku Kaprodi Institut Agama Islam Pangeran
Diponegoro Nganjuk yang telah membimbing mahasiswa mengenai
pentingnya dunia akademik.
4. Bapak Ruly Budianto, M.Pd I selaku dosen pengampu Institut Agama Islam
Pangeran Diponegoro Nganjuk yang telah mengarahkan dengan penuh
kesabaran dan ketlatenan memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
mata kuliah ini semoga dapat memberikan ilmu yang bermanfaat dunia dan
akhirat.
5. Segenap rekan-rekan yang telah membantu terselesaikannya makalah

ii
Adapun makalah ini masih banyak kekurangan sehingga kritik yang
membangun dan saran pembaca sehingga dapat menjadikan perbaikan untuk
tugas atau tulisan yang akan datang ,
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang berharga,
memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya serta bagi kampus IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk.

Nganjuk, 26 Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................... iv
Bab I Pendahuluan......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
Bab II Pembahasan......................................................................................... 3
A. Pengertian Wudhu........................................................................................ 3
B. Bunyi Ayat Al Quran Dan Hadits Yang Menerangkan Tentang Wudhu..... 4
C. Rukun Wudhu.............................................................................................. 5
D. Sunnah – Sunnah Wudhu............................................................................. 7
E. Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu............................................................ 11
F. Syarat Wudhu............................................................................................... 12
Bab III Penutup.............................................................................................. 14
A. Kesimpulan.................................................................................................. 14
B. Saran............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’ân merupakan sumber acuan nilai, sikap serta perilaku umat
Islam. Sebagai acuan tentunya al-Qur’ân harus dipahami terlebih dahulu,
baru kemudian diamalkan. Upaya pemahaman al-Qur’ân tersebut dapat
dilakukan berbagai cara, melalui ilmu asbab nuzul, munasabah, serta
lainnya.
Jika asbab nuzul mengaitkan satu atau sejumlah ayat dengan konteks
sejarahnya, maka fokus perhatian ilmu munasabah antar ayat dan surat
bukan pada kronologi historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek
pertautan antar ayat dan surut menurut urutan teks. Bagi para mufassir,
ilmu munasabah lebih penting daripada ilmu asbab nuzul. Subhi as-Salih
mengatakan, wajar jika penjelasan tentang munasabah didahulukan dari
asbab nuzul, mengingat begitu banyak manfaat yang timbul dari ilmu
munasabah. Apalagi kaidah tafsir mengatakan, 'ukuran dalam memahami
ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan penyebab turunnya
ayat yang bersifat khusus.
Munasabah adalah ilmu yang baru dibandingkan dengan ilmu-ilmu
al-Qur’ân lainnya. Tidak banya mufassir yang menggunakan ilmu ini di
dalam kitab tafsir mereka, karena ilmu ini dipandang sulit dan rumit.
Selain itu, ilmu ini juga kurang diminati untuk dikembangkan.
Seorang muslim tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya
dengan AlQur’an. Seorang muslim mempelajari Al-Qur’an tidak hanya
mencari kebenaran ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-
Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Dari  uraian di atas dapat di susun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Munasabah?
2. Apa saja macam-macam Munasabah?
3. Bagaimana cara mengetahui munasabah dan apa fungsinya?

1
2

4. Bagaimana pandangan ulama tentang munasabah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Munasabah
2. Untuk Mengetahui macam-macam Munasabah
3. Untuk Mengetahui cara bermunasabah beserta fungsinya
4. Untuk Mengetahui Pandangan ulama tentang munasabah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Munasabah

Munasabah secara etimologi, menurut as-suyuthi berarti al


musyakalah (keserupaan) dan al- muqorobah (kedekatan) 1. Istilah
munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan berati al-wasf
al-mmukarrib li al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan
hukum).2 Istilah munasabah diungkapkan pula dengan kata rabth
(pertalian). Menurut pengertian terminology munasabah dapat di
definisikan sebagai berikut :
Menurut az-zarkasi:
.
.‫ الـمـقـول تـلـ ّقــتـه بــاالـقـبـُول‬ ‫المـناسبة أمر معـقـول ٌ إذا ُعــ ِِرض عـلى‬

Artinya :
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan
kepada akal, akal itu pasti menerimanya”.3
Menurut mana’ al-qatan:

‫وجـ ُه اإلرتـبــاطِ بـين الجـمـلـ ِة والجـمـلـ ِة فى األيـ ِة الـواحــدة أوبـين األيـة واأليــــة‬
.‫فـي األيــة الـمـتـعــدد ِة أو بــينَ الســورة والســـورة‬
 Artinya :
“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu
ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-
Qur’an”.4

Menurut Ibnu Al-Arabi:

‫أي الـقـرأن بعـضـها بـبـعـض حـتى تـكون كا الكـلمـة الـواحـد ِة مـ ّتـسقــ ِة‬ ّ ‫إرتـبــاط‬
‫عـل ٌم عـظـيـــ ٌم‬, ‫المعـاني مـنتـظـمـ ِة المـبــــاني‬
Artinya :

1
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t., Jilid 1, hlm 108
2
Badr Ad-Din Muhammad bin Abdillah az-zarkasi, Al-Burhan fi Ulum Al-qur’an, jilid 1, hlm 35
3
Ibid
4
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits,ttp., 1973, hlm
97

3
4

Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah


merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan
redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.5
Menurut Al-Biqa’i:
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui
alasan-alasan dibaliik susunan atau urutan bagian-bagian al-qur’an,
baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat. 6
Jadi dalam konteks ulum al-qur’an, munasabah berarti
menjelaskan korelasi makna antara ayat atau antar surat, baik korelasi
itu bersifat umum atau khusus; ( rasional atau aqli), persepsi ( hadist),
atau imajinatif ( khayali); atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan
ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.7
B. Macam – Macam Munasabah
Dalam Al-qur’an sekurang-kurangnya terdapat 8 macam munasabah yaitu:
a) Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
As-syuyuti menyimpulkan bahwa munasabah antarsatu surat dengan
surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan
pada surat sebelumnya.8 Sebagai contoh, dalam surat Al-fatihah ayat 1 ada
ungkapan alhamdulillah. Ungkapan itu berkorelasi dengan surat Al-baqarah
ayat 152 dan 186; ِ
Artinya : “karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan
ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu
mengingkari nikmatKu” (Qs. Al-Baqarah: 152)
Artinya : “dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-
Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan
5
ibid
6
Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-Durarfi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar, Jilid 1, Majlis Da’irah Al-
Ma’arif An-Nu’maniyah bi Haiderab, India, 1969, hlm 6
7
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-IlmuAl-Qur’an, terj. Rosihon Anwar,
Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm 305
8
Jalaluddin As-Suyuthi, Op cit, hlm 83
5

hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam


kebenaran. (Qs. Al-Baqarah: 186)
Berkaitan dengan ilmu munasabah ini Nasr Abu Zaid menjelaskan
bahwa hubungan khusus surat Al-Fatihah dengan surat al-Baqarah
merupakan hubungan stilistika kebahasaan. Sementara hubungan-hubungan
umum lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.9

b) Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya.


Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu
tercermin pada namanya masing-masing.10Keserasian serupa itu
merupakan pembahasan surat serta penjelasan menyangkut tujuan surat
tersebut. Sebagaimana diketahui surat kedua dalam Al-Qur’an diberi nama
alBaqarah yang berarti lembu betina. Cerita tentang lembu betina yang
terdapat dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan kekuasaan Tuhan
dalam membangkitkan orang yang telah mati (tercantum dalam surat al-
Baqarah)
Artinya :
67. dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina."
mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?" 11
Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil".
68. mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu."
Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara
itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".

9
Rosihon, anwar. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia, hlm 86
10
Hermawan, acep. 2011. „ulumul Quran. Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm 126
11
Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan
mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.
6

69. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami


agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang
yang memandangnya."
70. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami
agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu,
karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan
Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu)."
71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya
dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu12.
sehingga dengan demikian, tujuan dari al-baqarah adalah
menyangkut kekuasaan Tuhan kepada hari kemudian.13

c) Munasabah antar bagian suatu ayat


Munasabah antar bagian suatu surat sering berbentuk korelasi Al-
tadhadadh (perlawanan) seperti yang terlihat pada surat Al-Hadid ayat 4 :
ٍ
Artinya : “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa; kemudian Dia bersemayam diatas „Arsy, Dia mengetahui apa
yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang
turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dia bersdama kamu
dimana saja kamu berada dan Allah maha melihat apa yang kamu
kerjakan.” (Qs. Al Hadid:4)

12
Karena sapi yang menurut syarat yang disebutkan itu sukar diperoleh, hampir mereka
tidak dapat menemukannya.
13
Nashrudin, baidan.2005. wawasan baru ilmu tafsir. Yogjakarta: pustaka pelajar, hlm 194
7

Antara kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar),


serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya‟ruju” (naik) terdapat
korelasi perlawanan. Kata “bersemayam diatas „Arsy ialah satu sifat
yang wajib kita imani sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucianNya.
Dan yang dimaksud dengan “yang naik kepadanya” antara lain adalah
amal-amal dan do’a-do’a hamba.

d) Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan


Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat
dengan jelas, tetapi sering pula tida jelas. Munasabah antarayat yang
terlihat dengan jelas umumnya menggunakan pola ta‟kid (penguat), tafsir
(penjelas), i‟tiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan). Munasabah
antarayat yang menggunakan ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau
bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak
disampingnya
Artinya : “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (Qs
Alfatihah 1-2)
Ungkapan “rabb al-alamin” pada ayat kedua memperkuat kata “al-
rahman” dan “ar-rahim”dari ayat pertama. Munasabah antarayat
menggunakan pola tafsir apabila satu ayat atau bagian ayat tertentu
ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat disampingnya. Contoh
dalam surat Al-Baqarah ayat 2-3
Artinya : “kitab Al-Qur‟an ini tidak ada keraguan padanya,
petunjuk bagi mereka yang bertakwa yaitu mereka yang beriman kepada
yang gaib yang mendirikan sebagian rizqy yang Kami anugerahkan
kepada mereka” (Qs.Albaqarah 2-3)
Makna “muttaqin” pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ketiga.
Dengan demikian orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani
hal-hal yang gaib, mengerjakan shalat, dan seterusnya. Munasabah antar
ayat yang menggunakan pola tasydid apabila satu ayat atau bagian ayat
8

mempertegas arti ayat yang terletak disampingnya. Contoh dalam surat


Alfatihah ayat 6-7
Ungkapan “Ash-shiratal Al-mustaqin” pada ayat 6 dipertegas oleh
ungkapan “shiratalladzina...” . antara kedua ungkapan yang saling
memperkuat itu terkadang ditandai dengan huruf athaf (langsung).
Munasabah antara ayat yang menggunakan pola i‟tiradh apabila terletak
satu kalimat atau lebih tidak ada kedudukannya dalam i‟rab (struktur
kalimat), baik dipertengahan kalimat atau diantara dua kalimat yang
berhubungan maknanya. Contoh pada surat An-nahl ayat 57 :
Kata “subhanahu” pada ayat diatas merupakan bentuk i’tiradh dari
dua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan bantahan bagi klaim
orangorang kafir yang menetapkan anak peremouan bagi Allah.14

e) Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya


Sebagai contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 20, Allah
memulai penjelasannya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi
orangorang yang bertaqwa. Dalam kelompok berikutnya dibicarakan
tentang tiga kelompok manusia dan sifat-mereka yang berbeda-beda
yaitu mukmin, kafir dan munafik.15

f) Munasabah antarfashilah (pemisah) dan isi ayat


Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu diantaranya
yaitu tamkin (menguatkan) makna yang terkandung dalam suatu ayat.
Misalnya dalam surat Al-Ahzab ayat 25 : ِ
Artinya : “dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang
keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh
keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin
dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”
Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari
peperangan bukan karena lemah melainkan karena Allah Maha Kuat lagi
14
Rosihon, anwar.Op cit,hlm 90
15
Ibid,hlm 92
9

Maha Perkasa. Tujuan dari fashilah adalah memberi penjelasan


tambahan meskipun tanpa fashilah sebenarnya makna ayat sudah jelas.16

g) Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama


Munasabah ini arti bahwa awal suatu surah menjelaskan pokok
pikiran tertentu, lalu pokok pikiran ini dikuatkan kembali di akhir surah.17
Misalnya terdapat pada surah Al-Hasyr. Munasabh ini terletak dari sisi
kesamaan kondisi yaitu segala yang ada baik dilangit maupun dibumi
menyucikan Allah sang pencipta keduanya.
Artinya : “telah bertasybih kepada Allah apa yang ada dilangit
dan bumi. Dan dialah yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs Al
Hasyr : 1)
Artinya : “dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan,
yang membentuk rupa, yang mempunyai Al-Asma Al-husna. Bertashbih
kepadanya apa yang dilangit dan bumi, dan dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al Hasyr : 24)

h) Munasabah antar penutup satu surat dengan awal surat berikutnya


Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah
sebelumnya sebab, semua permulaan surah erat sekali kaitannya dengan
akhiran surah sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah. 18
Jika diperhatikan pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai
munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah
untuk mencarinya. Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai
dengan tasbih:
Artinya : “semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertashbih
kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang
MahaKuasa atas segala sesuatu” (Qs Al-Hadid:1)

16
Ibid,hlm 93
17
Hermawan, Acep. Op cit, hlm 131
18
Djalal, abdul. 2000. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu, hlm 162
10

Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, Al-Waqiah yang


memerintahkan bertashbih َ ‫اســـ ْتِ ِّح َث‬
ِ ‫سف‬ ِ ‫ ٍِم َظ ْعـــ ا ـِلََِ ِّك َت ِز ْم‬Artinya : “maka
bertashbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang MahaBesar”.

C. Cara mengetahui munasabah dan fungsinya


Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah
bersifat ijtihadi. Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan
ijtihad karena tidak ditemukan riwayat, baik dari Nabi maupun dari
sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada keharusan mencari munasabah pada
setiap ayat. Alasannya, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa yang ada. Menurut Syekh Izzudin
bin Abdus Salam bahwa seseorang mufassir terkadang seorang musafir
menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak
menemukan. Jika tidak menemukan keterkaitan keterkaitan, mufassir tidak
diperkenankan memaksakan diri, karena jika memaksakan berarti
mengadaadakan apa yang tidak dikuasainya. Jadi dalam hal ini dibutuhkan
ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Kalaupun itu terjadi, ia
mengaitkannya hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan yang
baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik.19
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dalam surah (munasabah)
dalam Al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-
Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk
menemukan munasabah ini, yaitu :
a. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi
obyek pencarian.
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang
dibahas dalam surat.
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau
tidak.

19
Qaththan, op cit. hlm 98
11

d. Dalam mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan


ungkapanungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. 20
D. Pandangan Ulama tentang Munasabah
Sebagaimana cabang ulumul quran yang lain, ilmu munasabah juga
ada pro dan kontra. Sebagian ulama tidak mengakui eksistnsi ilmu munasabah
dengan alasan bahwa ayat alquran merupakan unit-unit yang berdiri sendiri
(mustaqillah), dan diantara ayat-ayat quran yang diletakkan berurutan
didalama mushaf, banyak yang turun dengan interval waktu yang sangat
panjang, maka bukan suatu keharusan adanya keterkaitan antara satu ayat
dengan ayat lain (mahmud syaltut dan ma’ruf ad-dualibi) Pendapat ulama
tentang keberadaan munasabah, secara garis besar, terbagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama menampung dan mengembangkan munasabah
dalam menafsirkan ayat, sedang kelompok lain tidak memperhatikan
munasabah dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-razi adalah orang yang
menaruh perhatian terhadap munasabah penafsiran, baik hubungan antar ayat
maupun antar surat.nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi,
hanya munasabah antar ayat. Az-Zarqani, ulama yang hidup abad 14 H, kitab
tasfir banyak melakukan pembahasan munasabah.
Tokoh yang memelopori keberadaan ilmu munasabah, abu bakar an-
naysaburi (w.324 H), selalu mempertanyakan, mengapa ayat ini diletakkan
disamping ayat ini dan apa rahasia diletakkan disamping surat ini.
Burhanuddin al-Biqai, memandang ayat-ayat `Al-quran saling terkait, tidak
penghentian yang sempurna dalam al-quran, setiap ujung frasa,ujung ayat,
dan ujung surat, mempunyai keterkaitan dengan bagian berikutnya; tafsirnya
nadzem ad-durar fi tanabasub al-ayat wa as- holistik.
Imam Fakhruddin ar-Razi(w. 606), menyatakan bahwa umumnya
perbendeharaan alquran terletak pada rangkaian tata urutan dan pertalian nya,
dalam kitabnya, mafatihul-ghaib fi-tafsiril quran(kunci keajaiban dalam
menafsirkan alquran). Al-Qadhi Abu Bakar Ibn al-‘Arabi(468-543 H) dengan
kitabnya, sirajul-muridin-wa- sirajul-muhtadin(lentera orang-orang yang

20
As-Suyuthi, Al-itqan, op cit, hlm 110
12

berkehendak dan lentera orang-orang yang meraih petunjuk), mengatakan


bahwa hubungan pertalian ayat-ayat quran antara bagian dengan bagian
lainnya laksana kalimat yang sangat teratur dan tersusun rapi penjelasannya.
Al-Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, al
munasabah, bersifat rasional, terjangkau oleh akal. Berbagai hubungan antara
pembuka surat dan penutup surat maknanya berdasarkan pendekatan
penalaran seperti sabab-musabab, illat dan ma’lul, dan lain-lain; dapat
mengukur kecerdasan seseorang. Izuddin bin Abdus-salam(577-660 H),
mewakili ahli ilmu alquran klasik, berpendapat tidak semua ayat alquran
bermunasabah. Sementara ahli ulumul quran kontemporer yang sependapat
dengan izuddin, yaitu Manna’al- Qaththan dan Shubhi as-Shahih, tidak setuju
pemaksaan ilmu munasabah, tidak pada tempatnya memaksakan
munasabah/korelasi/keterkaitan untuk seluruh ayat alquran, ayat alquran
diturunkan dalam rangka menjawab berbagai pertanyaan dan kasus berbeda,
pewahyuan alquran selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari, bagaimana merangkai
seluruh ayat alquran yang sedemikian banyak dan sedemikian panjang waktu
penurunannya.
Salah seorang mufassir kontemporer yang kurang setuju dengan
munasabah adalahSyekh Mahmud Syaltut, mantan rektor Al-azhar Kairo,
dalam penafsiran Alquran. Tokoh lainnya, Ma’ruf Dualibi, usaha sia-sia
mencari hubungan antar ayat dalam surat, hanya satu hal saja, akidah,
kewajiban, ahlak, atau hak. Menurut Ma’ruf Dualibi, dalam berbagai ayat,Al-
quran hanya mengungkapkan halhal yang bersifat prinsip (mabda) dan
normatif yang bersifat umum (kaidah). Oleh karena itu, tidak tepat
mengharuskan adanya keterkaitan antar-ayat yang bersifat tafsil. Pendapat ini
ditulis dalam kitab, Al-muwafaqat, oleh As-Syatibi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu Munasabah
adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat keserasian (korelasi) antara
satu bagian dengan bagian yang lain. Ilmu ini sepenuhnya bersifat ijtihady,
bukan tauqify. Macam-macam munasabah yaitu munasabah antar surat
dengan surat sebelumnya, munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya,
munasabah antar bagian suatu ayat, munasabah antar ayat yang terletak
berdampingan, munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat
disampingnya, munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat, munasabah
antar awal surat dengan akhir surat yang sama, munasabah antar penutup
suatu surat dengan awal surat berikutnya.
Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi ke dalam dua
golongan. Pertama, golongan yang tertarik dengan munasabah, Kedua,
golongan yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu dikaji.
Golongan pertama diwakili oleh Abu Bakar al-Nisabury, Fakhrudin alRazi,
Jalaluddin al-Suyuthiy, ibn al-Arabiy , Izzuddin ibn Abdis Salam, dan yang
lainnya. Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam al-Quran
diwakili oleh Ma’ruf Dualibi. Empat fungsi utama dari Ilmu Al-Munasabah :
1. Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan
kalimatkalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2. Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling
berhubungan sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan
integral.
3. Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4. Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika
AlQuran.

13
14

B. SARAN
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2008. Ulum al-Quran. Bandung: Pustaka Setia


Djalal, Abdul. 2008. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni. 1999. Mutiara Ilmu-IlmuAl-
Qur‟an, terj. Ros Badr, Ad-Din Muhammad bin ‘Abdullah Az-Zarkasyi. al-
Burhan fi Ulum Al-Qur'an, Jilid Iihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia
Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-Durarfi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar,
Jilid 1, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An-Nu’maniyah bi Haiderab, India, 1969
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr
Al-Hadits,ttp., 1973
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t.,
Jilid 1
Nashrudin, baidan.2005. wawasan baru ilmu tafsir. Yogjakarta: pustaka
pelajar

Anda mungkin juga menyukai