Anda di halaman 1dari 22

TAFSIR, TAKWIL DAN HERMENEUTIK

DALAM STUDI AL-QUR’AN

Disusun untuk memenuhi tugas Individu Mata Kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis
Tematik

Dosen Pengampu
Dr. H. Suaib H. Muhammad, M.Ag.

Disusun oleh:

Sulfina Sufya (210103220002)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYYAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022
KATA PENGANTAR
   
Puji Syukur Alhamdulillah selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat, Nikmat, Hidayah, Serta Inayah- Nya
kepada kita semua sehingga kita dapat menjadi seperti saat ini, bisa merasakan
nikmatnya menuntut ilmu di Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Shalawat serta salam tetap dan selalu kami curahkan kepada nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬yang telah membawa nilai-nilai Keindahan (Estetika) yang di utus
Allah SWT ke dunia tidak lain untuk menyempurnakan Akhlak, sehingga
menjadikan agama islam sebagai agama yang Rahmatan Lil Alamin (Rahmat bagi
semua alam).
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
banyak membantu kami dalam proses pembuatan dan penyusunan makalah yang
berjudul “tafsir, takwil dan hermeneutik dalam studi al-Qur’an ” ini, khususnya
kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis Tematik yang
senantiasa dengan sabar dan ikhlas membimbing kami.
Dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun (konstruktif) dari semua pembaca, karena kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini tentulah masih terdapat banyak sekali
kekurangan–kekurangan. Akhir kata, semoga karya makalah ini bisa bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin ya Robbal Alamin.

Malang, 15 Februari 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan penulis 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Tafsir dan Takwil 3

B. Perbedaan Tafsir dan Takwil 10

C. Hakikat Hermeneutika 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 11

DAFTAR PUSTAKA 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan pedoman umat muslim di turukan kepada Nabi

Muhammad SAW. yang penggunaanya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Di

dalam terkandung banyak ajaran-ajaran yang menyangkut semua aspek kehidupan

umat manusia. Al-Qur’an telah membuktikan keistimewaanya baik dari segi isi,

susunan kata, sastra bahkan memiliki peran penting dalam peradaban umat

manusia. Bagi yang membaca akan mendapat pahala dan menjadikan Al-Qur’an

sebagai tolak ukur dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. serta muamalah

kepada sesama manusia dan lingkungannya.

Al-Qur’an sangat sulit untuk dipahami dan rumit, yang karenanya harus

dijelaskan, diterjemahkan dan ditafsirkan agar dapat dipahami. Setelah kematian

Nabi Muhammad SAW. wafat tidak ada lagi otoritas tunggal untuk menjelaskan

Al-Qur’an. Susunan Al-Qur`an yang tidak sistematis juga merupakan alasan

tersendiri mengapa upaya penafsiran dan penggalian terhadap makna ayat-ayatnya

senantiasa berkembang mengikuti dinamika zaman. Kajian Al-Qur`an ketika

dilihat dari sudut pandang ilmu-ilmu Al-Qur`an (’ulûm al-Qur`ân) memunculkan

setidaknya 3 aspek teori pemahaman, yaitu tafsir, ta`wil, dan yang terakhir

munculnya hermeneutika yang masih menimbulkan tarik ulur dari berbagai

pihak. Di pandang dari segi eksistensinya yang sangat dekat dengan Al-Qur`an,

maka kedudukan tafsir sangat penting dan utama. Hal ini yang mendasari penulis

mengeksprolasi tentang tafsir, ta`wil dan hermeneutika dalam kajian ulumul

Qur`an.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat tafsir dan takwil dalam studi al-qur’an?

2. Apakah perbedaan antara tafsir dan takwil dalam studi al-qur’an?

3. Bagaimanakah hakikat hermeneutik dalam studi islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian tafsir, takwil dan hermeneutik dalam studi al-

qur’an.

2. Untuk mengetahui perbedaan anatara tafsir, takwil dan hermeneutik dalam

studi al-qur’an.

3. Untuk mengetahui penerapan tafsir, takwil dan hermeneutik dalam studi al-

qur’an.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Tafsir dan Takwil

1. Tafsir

a. Pengertian Tafsir

Dilihat dari sudut pandang kebahasaan kata tafsir berasal dari

al’idhoh (penjelasan) atau al-tabyin atau al-Bayan (keterangan/

penjelasan).1 Dalam bahasa kamus tafsir berarti “al-Ibanah wa Kasyfu

Mugtho” (menjelaskan dan membuka yang tertutup).2 Kata tafsir berasal

dari akar kata al-fasr, kemudian diubah menjadi bentuk taf’īl yakni

menjadi kata al-tafsir. Dalam lisan al’arab kata al-fasr berarti menyikapi

sesuatu yang tertutup, sedangkan kata al-tafsir berarti menyingkapkan

maksud sesuatu lafaz yang musykil (sulit).3

Secara istilah tafsir adalah menerangkan lafal yang sukar dipahami

oleh pendengar dengan uraian yang lebih diperjelas pada maksudnya, baik

dengan mengungkapkan uraian yang mempunyai petunjuk padanya

melalui jalan dalalah.4 Zarkasyi ikut menjelaskan bahwa tafsir adalah

“menerangkan al-Qur’an, menjelaskan maknanya serta menjelaskan apa

yang sesungguhnya dikehendaki oleh nash, isyarat maupun rahasia-

rahasianya yang terdalam”.5

Dalam al-Qur’an juga menjelaskan kata tafsir, yang hanya

1
Muhammad ‘Ali Al- Shabuniy, al- Tibyan fi “ulum al-Qur’an, Beirut, Dar al Irsyad,
1970, hlm. 73
2
Muhammad Husein al-Dzahabi, aL-Tafsir wa al-Mufassirun, Mesir: Dar al-Kutub al-
Haditsah 1976, hlm 13.
3
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an: Pengntar Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Cet. 1 Depok:
Kencana, 2017), 123.
4
Lihat Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta : Bulan
BIntang, 1988) , 139
5
Ajahari, Ulumul Qur’an ( Ilmu-Ilmu Al Qur’an), (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2018),
250

3
4

diungkapkan pada satu surah dan satu ayat yaitu pada surah al-Furqan ayat

33 berikut:

       




Terjemahannya: tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu


(membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Secara terminologis, para ulama mengunngkapkan pendapatanya

mengenai tafsir. Berikut beberapa pendapatnya:

1) Abu Hayyan

Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang tata cara

pengucapan lafaz al-qur’an, maknanya, indikator-indikatornya dan

petunjuk-petunjuk serta hukum-hukumnya baik berdiri sendiri

maupun rangkaian kata dan kelengkapannya. Seperti pengetahuan

asbabun nuzul, naskh dan lain-lain.6

2) Badruddin Al-Zarkasy

Tafsir adalah Ilmu untuk memahami al-Qur’an yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., menjelaskan makna-

maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-

hikmahnya.7

3) Al-Ashbahani

Tafsīr adalah membuka makna al-Quran dan menerangkan

maksud (dari makna tersebut).8

6
Muhammad ‘Abd al-Azhim az-Zarqani, Manahul al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an,
Beirut: Dar ‘Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah t.t, Jld 1, hlm. 311.-315.
7
Ajahari, Ulumul Qur’an ( Ilmu-Ilmu Al Qur’an), (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2018),
hlm. 249.
8
Jalaluddin, al-Suyuthy, al-Itqān, Cet I (Lebanon:Muassasah Risalah Nasyirun, 2008),
hlm. 758
5

Dari rumusan-rumusan pengertian tafsir di atas, maka ada beberapa

unsur pokok dalam pengertian tafsir yang dapat dikemukakan, yaitu :

1) Pada hakekatnya, tafsir menerangkan maksud ayat al- Qur’an yang

sebagian besarnya masih pada penjelasan global,

2) Tujuannya adalah untuk memperjelas makna yang terkandung dalam al-

Qur’an.

3) Manfaatnya adalah agar al-Qur’an menjadi pedoman hidup manusia

dan hidayah sebagai tujuan diturunkan-Nya al-Qur’an.

4) Sarana pendukung dalam menafsirkan al-Qur’an meliputi berbagai

ilmu.

5) Upaya menafsirkan al-Qur’an bukan untuk memastikan, bahwa secara

pasti begitulah yang dikehendaki Allah dalam firmanNya. Namun

pencarian makna itu hanya semata-mata untuk memperoleh kebenaran

menurut kadar kemampuan manusia dengan segala keterbatasan ilmu

yang dimiliki.9

Maka dapat disimpulkan pengertian Tafsir adalah ilmu yang

membahas/mengajarkan tentang bagaimana memahami al-Qur’an baik itu

dari segi pengertian, makna yang terkandung didalamnya, hukum-hukum

maupun aturan-aturan.

b. Macam-macam Metode Tafsir

Berdasarkan pola pendekatan memahami al-Qur’an , tafsir dapat

dibagi dua yakni tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al- ra’yi. Tafsir bi-al

ma’tsur dapat disebut tafsir riwayah atau tafsir bi al-Manqūl.10 Al-Ma’thur

berasal daripada perkataan asal ‘athara yang berarti sesuatu yang

dinukilkan. Hadith al-Ma’thur pula berarti berita yang dinukilkan

9
‘Ali Al- Shabuniy, al- Tibyan fi, hlm., 74
10
Ajahari, Ulumul Qur’an, hlm. 261.
6

(diriwayatkan) daripada abad ke abad. Athar berarti al-Hadith (berita) atau

al-Sunnah (tradisi) yang ditinggalkan. Secara terminologi, al-Ma’thur

dalam istilah ilmu tafsir berarti sesuatu yang diberitakan, baik berasal

daripada ayat al-Qur’an, hadith Rasulullah s.a.w., mahupun pendapat para

sahabat dan tabi’in, yang digunakan dalam menjelaskan maksud al-

Qur’an.11

Maka al-Tafsir bi Al-Ma’thur adalah usaha memahami ayat-ayat al-

Qur’an dengan mencari keterangan-keterangan dan perincian-perinciannya

ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri, sunnah Rasulullah s.a.w, ucapan

(keterangan) para sahabat, dan penjelasan para tabi’in. 12 Namun begitu,

para ulama berbeda pendapat tentang status penafsiran al-Qur’an

berdasarkan penjelasan para tabi’in.13

Adapun tafsir bi al-Ra’yi disebut juga tafsir bi al-ma’qūl, tafsir bi

al-Dirayah dan atau bi al-ijtihādi. Manna al Qaththan mendefinisikan

tafsir bi al-Ra’yi adalah suatu tafsir dimana mufassir dalam menjelaskan

makna ayat berdasarkan pemahaman dan instimbathnya dengan akal

semata-mata, bukan berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan ruh

syari’ah.14 Atau tafsir yang setelah mengetahui bahasa arab serta

metodenya, dalil yang ditunjukan, serta problem penafsiran seperti

asbabun nuzul, nasikh mansukh dan sebagainya maka penjelasannya

diambil dari ijthad dan pemikiran mufassir.

Awal kemunculan tafsir bi al-Ra’yi pada masa kebangkitan ilmu-

ilmu dalam Islam, dimana para mufassir tidak hanya dengan ayat atau
11
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, (Beirut: Dar al-Mashriq, 1973),
hlm.583
12
Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, ( Jakarta:
Bulan Bintang, 1990), hlm. 213
13
H. Nurdin, Ulumul Qur’an, ( Banda Aceh: CV Bravo, 2018), hlm. 55.
14
Lihat Manna al-Qaththan, Mabahis fi Ulumil Qur’an, (Riyadl: Maktabah Ma’arif,
1981), hlm., 351.
7

hadis dalam menafsirkan al-Qur’an melainkan juga dengan disiplin ilmu

yang dimiliki. Disiplin ilmu yang tersebut digunakan untuk menafsir.

Contoh Imam Az-zamakhsyari menekankan aspek balaghah, Al-Qurtubi

menekankan aspek hukum syariat, an-Nasaiburi dan Imam Nasafi

menekankan pada asfek bacaan (qira’ah).15

Selain dua corak penafsiran di atas, ada satu lagi jenis tafsir yakni

Tafsir bil Isyari’ disebut juga tafsir shūfi, model tafsir yang penjelasannya

diambil dari takwil ayat-ayat al-Qur’an yang isinya tidak sesuai dengan

teks ayat, sehingga yang dikutip hanya isyarat atau maksud teks ayat

berdasarkan pengalaman sulukNya. Jenis tafsir ini mempunyai kedudukan

yang sama dengan tafsir bi al-Ra’yi, karena pengaliannya tidak hanya

berdasarkan penukilan-penukilan tertentu, melainkan ada faktor penunjang

lain, hanya saja tafsir bi al-Ra’yi lebih menekankan pada fungsi akal

pikiran sedangkan tafsir bi al-Isyari lebih menekankan pada fungsi qolb

(hati/perasaan).16

Selanjutnya jika dilihat dari metodenya terdapat empat macam,

yakni tahlīli, ijmali, muqorin, dan metode maudhu’i.

1) Metode Ijmalii

Metode ini adalah metode pertama digunakan oleh Nabi dan

para sahabat. Dalam menafsirkan al-Qur’an tidak memberikan rician

secara detail melainkan hanya secara ijmali atau global. Musafir

menggunakan metode ijmali untuk menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an

hanya secara ringkas, global dari ayat dan surat didalam mushaf dengan

bahasa yang mudah dipahami.

2) Metode Tahlili
15
Muhaimin, Dimensi-Diemnsi Studi Islam, (Yogyakarta : Karya Abdiama, 1994), hlm.
118.
16
Muhaimin, Dimensi, hlm. 119.
8

Metode tahlili adalah metode menjelaskan kandungan ayat-ayat

al-Qur’an mulai dari aspek bahasa, asbab an-nuzul, munasabah dan

aspek lain yang memungkinkan sesuai dengan minat dan

kecenderungan mufasir sendiri. Penafsiran dilakukan dengan

menggunakan sistematika mushaf al-Qur’an, urut dari awal sampai

akhir ayat demi ayat.

3) Metode Muqqarin

Setelah metode ijmali dan tahlili, muncul metode muqarin atau

perbandingan. Seorang mufasir melakukan perbandingan antara ayat-

ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan redaksi dalam dua kasus atau

lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama

seperti ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits yang ada pada lahirnya

terlihat bertentangan dan berbagai pendapat ulama tafsir dalam

menafsirkan al-Qur’an.17

4) Metode Maudhu’i

Metode maudhu’i atau tematik adalah metode yang terakhir

muncul. Dalam menafsirkan al-Qur’an metode maudhu’i berbeda

dengan ijmali dan tahlili yaitu dengan membahasa ayat-ayat yang

terdapat dalam berbagai surah yang telah diklasifikasikan dalam tema-

tema tertentu. Menggunakan metode ini sorang mufasir

mengelompokkan ayat-ayat mengandung pengertian yang serupa.

2. Takwil

a. Pengertian Takwil

Ta’wīl Secara etimologis, menurut sebagian ulama, memiliki

makna yang sama dengan kata tafsīr, yakni “menerangkan” dan


17
Muhaimin, Dimensi., hlm., 121.
9

“menjelaskan”. Seperti yang biasa dilakukan Ibnu Jarir al-Thobari dalam

tafsīrnya.18

Kata takwil dari segi bahasa adalah sama dengan arti kata tafsir,

yaitu menerangkan dengan pengertian kata takwil dapat mempunyai arti:

1) Al-Ruju’ berarti kembali atau mengembalikan, yaitu mengembalikan

makna pada keseimbangan yang sesungguhnya.

2) Al-Sarf berarti memalingkan, yaitu memalingkan suatu lafal yang

mempunyai sifat khusus dari makna lahir kemakna batin, karena ada

ketetapan dengan maksud yang dituju.

3) Al-Siyasah berarti menyiasati, yaitu dalam lafal tertentu yang

mempunyai sifat khusus memerlukan strategi untuk menemukan

maksudnya yang setepat-tepatnya.19


Jadi, takwil secara istilah adalah mengembalikan suatu pada maksud yang
sebenarnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudnya. Dan mentakwilkan
al-Qur’an adalah membelokkan atau memalingkan lafal-lafal atau kalimat-
kalimat yang ada dalam al-Qur’an dari makna lahirnya kemakna lainnya,
sehinggga dengan cara demikian pengertian yang diperoleh lebih cocok dan
sesuai dengan jiwa ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasullullah SAW.20
Pengertian takwil menurut beberapa para ‘ulama sebagai berikut:

1) Ahmad al-Maraghi, takwil ialah ketika menerangkan ayat memiliki

sejumlah makna yang terkandung di dalamnya, yang jika dikemukakan

akan membuat pendengarnya sangsi dan bingung mana yang hendak

dipilih karena inilah takwil banyak digunakan.

2) Muhammad Ali al-Shabuniy, takwil adalah memandang kuat sebagian

dari makna-makna tertentu yang terkandung didalam ayat al-Qur’an dari

sekian banyak kemungkinan makna yang ada.21

18
Manna’ al-Qaththan, al-mabāhits Fī ‘Ulūm al-Qur`ān, (Mesir: Maktabah Wahbah,
1995), hlm. 318. Lihat juga dalam Manāhil al-‘Irfān Fi ‘Ulūm al-Qur`ān, (Beirut:Dar al-Kitab al-
Araby, 1995), hlm. 7.
19
Ajahari, Ulumul Qur’an, hlm. 252.
20
Ajahari, Ulumul Qur’an, hlm. 252.
21
Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 318.
10

Dengan demikian menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berarti

memalingkan lafal-lafal atau ayat ayat al-Qur’an dari makna yang tersurat

kepada makna yang tersirat dengan maksud mencari makna yang sesuai

dengan ruh al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

B. Perbedaan Tafsir dan Takwil

Berdasarkan uraian definisi tafsir dan ta`wil diatas, terdapat beberapa

prinsip mendasar yang bisa dituliskan untuk menunjukkan sisi perbedaannya,

diantaranya:

a. Tafsir merupakan pengertian lahiriah ayat al-Qur’an dimana pengertiannya

menegaskan maksdud yang dikehendaki Allah SWT. sedangkan ta’wil

adalah pengertian lanjutan yang tersirat yang di gali dari ayat-ayat al-

Qur’an.

b. Tafsir digunakan untuk mengungkapkan makna ẓâhir (makna asli dari

wujud ayat al-Qur’an), sedangkan ta’wil digunakan untuk lebih menguatkan

sebagian makna dari banyak makna yang tercakup dalam pengertian ayat

yang memiliki beberapa pengertian.

c. Pengertian tafsir lebih umum daripada ta`wil, karena ta`wil berkenaan

dengan ayat-ayat yang khusus, misalnya ayat-ayat mutasyabihat. Jadi

menta`wilkan ayat mutâsyabihât termasuk tafsir, tetapi tidak semua

menafsirkan ayat disebut ta`wil.

d. Tafsir menjelaskan makna lafaẓ (ayat) melalui pendekatan riwayat,

sedangkan ta`wil melalui pendekatan dirâyah (kemampuan ilmu).

C. Hakikat Hermeneutik dalam Studi Islam

1. Pengertian Hermeneutik

Hermeneutik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu

“hermenuin” yang memiliki arti tafsir atau penjelasan serta penerjemah atau
11

disebut juga menafsirkan. Kata hermeneutik berasal dari kata kerja Yunani

hermeneuin dan kata benda hermeneia. Jika diterjemahkan kata ini berarti

mengungkapkan (to say), menjelaskan (to explain) dan menerjemahkan (to

translate). Terjemahan kata hermeneutik adalah to interpret

(mengintrepretasikan, menafsirkan dan menerjemahkan).22 Hermeneutik

diartikan proses pengubah sesuatu ketidaktahuan menjadi paham.

Menurut mitologi Yunani istilah hermeios merujuk pada sejarah

seorang tokoh mitologis yang dikenal dengan nama Hermes. Seorang dewa

yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Dewa

Hermes bertugas menerjemahkan pesan para dewa dari gunung Olympus

dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia. Maka dari itu, hermeneutik erat

kaitannya dengan kegiatan penafsirkan atau intrepretasi.23

Hermeneutika yang deikemukakan Paul Ricour adalah berupaya

mengintgrasikan anata metode“pemahaman” (verstehen) dan “penjelasan”

(erkleren)24. Jadi pemahaman yang stuktural diluar teks bukan hanya melalui

teks yang berbicara melainkan juga makna teks juga bisa dipahami. Oleh

karena itu, pandangan Paul mengenai hermeneutik adalah makna objektif

diekspresikan dari niat subjektif sang pengarang. Makna diambil dari semua

pandangan baik itu pandangan hidup pengarang maupun pembaca.

Jadi, dapat disimpulkan hermeneutik adalah sebuah metode penafsiran

penafsiran atau pengungkapan makna dalam suatu teks, yang dalam hal ini

22
Richard E. Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer, Terj. Musnur Hery dan Damanhuri Muhammad dengan judul
Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 2005),
hlm.14-16
23
Saifudin, Hermeneutika Sufi, dalam Hermeneutika Al-Qur’an & Hadis, (Yogyakarta:
eLSAQ Pres, 2010), hlm. 37
24
Maulidi, Sketsa Hermeneutika Gerbang, jurnal studi agama dan
demokrasi, ,Menafsirkan Hermeneutika, 14, (2003). hlm. 28
12

adalah Bibel, lahir dari mitologi Yunani, dan berkembang dalam budaya

Kristen.

2. Ruang Lingkup dan Fungsi Hermeneutik

Herneneutik berfungsi untuk menafsirkan suatu teks klasik atau realita

sosial di masa lampau agar dapat dimengerti orang yang hidup di masa, tempat

dan suasana kultural yang berbeda.oleh karena itu, kegiatan hermeneutik

bersifat triadik yang menyangkut 3 subjek yang saling terhubung. Ketiga

subjek yang dimaksud adalah the world of the text (dunia teks), the world of

the author (dunia pengarang) dan the world of the reader (dunia pembaca) yang

masing-masing mempunyai fungsi sendiri dan saling terkait satu sama lain

dalam memahami suatu teks.25

Richard E. Palmer juga ikut dalam memberikan peta hermeneutik,

yakni; hermeneutic sebagai teori penafsiran kitab suci; hermeneutic sebagai

sebuah metode filologi; Hermeneutic sebagai ilmu pemahaman linguistic;

hermeneutic sebagai fondasi ilmu kemanusiaan; Hermeneutic sebagai

fenomena das sein dan pemahaman eksistensial; Hermeneutic sebagai system

penafsiran.26

Sebagai teknik untuk memperoleh pemahaman yang benar,

hermeneutika berguna dan berfungsi untuk :27

a. Membantu mendiskusikan bahasa yang digunakan teks.

b. Membantu mempermudah menjelaskan teks, termasuk teks kitab

suci.

c. Memberi arahan untuk masalah yang terkait dengan hukum.

25
Ilyas Supena, Hermeneutika Teologis Rudolf Bultmann, lihat, Edi Mulyono, Belajar
Hermeneutika: dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis Islamic Studies, Komaruddin Hidayat,
Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika, (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm.3.
26
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika al-Qur‟an ala Pesantren, (Yogyakarta: UII
Press, 2006(, hlm. 62-69
27
Ajahari, Ulumul Qur’an, hlm. 222-223.
13

3. Hermeneutik dalam Studi Islam

Hermeneutik dalam islam sama halnya dengan tafsir maupun takwil.

Dalam ushul fiqh cara menafsirkan ayat-ayat dalam al-Qur’an, hadits atau

sumber lainnya disebut dengan istilah “al-istidlal bi al-alfazh”. Ilmu tafsir

sudah menjadi tradisi penafsiran dikalangan para ulama. Dalam analisis

tradisional penafsiran lebih menekankan pada aspek lafal. Para ualam lebih

memfokuskan pada pengembangan berbagai kaidah untuk menemukan

kandungan dari teks berdasarkan masa dan tempat turunya.28

Prinsip dalam kajian hermeneutika dalam penafsiran sebuah kalimat

apapun bentuknya selalu berisi tentang 3 hal yaitu orang yang menyampaikan

atau mengatakannya (mutalaffizh/mutakallim, pengarang), bahasa itu sendiri

(teks/'ibarah) dan orang yang diajak bicara, penerima atau pembaca

(mutalaqqi/sami', pembaca). Dalam ungkapan lain hermeneutika terdapat 3

unsur yaitu unsur author (pengarang), unsur teks dan unsur reader (pembaca). 3

unsur terswbut mempunyai eran dan fungsi tersendiri dan tidak dapat

diabaikan. Jika 3 unsur tersebut salah satunya ditinggalkan maka akan terjadi

penyelewengan dalam pemahaman. Jika dikaitkan dengan penafsran al-Qur’an

maka unsur teks adalah nash syar’i (al-Qur’an dan hadits), unsur pengarang

adalah Allah dan “Rasulullah”, dan unsur pembaca adalah umat islam.29

Cara yang digunakan dalam hermeneutik dalam mengkaji agama itu

misal dalam penafsiran al-qur’an belum bisa diterima semua pihak dalam

lingkungan pemikiran islam. Menurut Farid Esach kata “hermeneutic”

28
E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999),
hlm. 178
29
M. Luqmanul Hakim Habibie, “Hermeneutik dalam Kajian Islam,’’ ISSN, 1 (Juni,
2016), hlm. 223.
14

meruapakan istilah baru untuk kalangan umat islam, meskipun pelaksanannya

sudah dilakukan. Maka dari itu, banyak pemikir islam yang mengkritiknya.30

4. Hermeneutik dalam Menafsirkan al-Qur’an

Salah satu sumbangan berharga hermeneutik dalam penafsiran al-

Qur’an adalah memberikan teori dan konsep pemahaman yang berasal dari

tokoh filosofis. Secara umum, sumbagan tersebut adalah kesadaran adanya

berbagai determinasi turut menentukan sebuh proses pemahaman, baik itu dari

wilayah sosial, budaya, poltik maupun psikologi. Determinasi tersebut sudah

lasti akan benar pada kahirnya karena akan mengeliminasi setiap pemahaman

dan penafsiran yang “objektif” dan “tanpa kepentingan”.31

Hermeneutik menawarkan sesuatu yang menarik dalam penafsiran

kitab suci. Pola penafsiran yang satu sisi mengungkapkan asumsi metodologis

yang manusiawi karena memperhatikan isi teks juga mempertimbangkan

keberadaan konteks sosial. Sisi lainnya hermeneutika membuka jalan upaya

kontesktualisasi kitab suci dapat berdialog dan opersional-fungsional dalam

berbagai ruang dan waktu berbeda. Sebagaimana yang diiginkan dan dipegang

secara apologis oleh banyak kalangan umat beragama terhadap kitab sucinya.

Sejauh ini belum aturan khusus dalam penafsiran dalam hermeneutik.

Tapi ada hal penting yang harus di perhatikan dalam penafsiran ala

hermeneutika, yaitu sebagai berikut:32

a. Teks memiliki wujud sendiri tidak melihat bahkan tidak mengaitkannya

dengan penulis karena jika dikaitkan teks akan terbelenggu pada satu

makna saja padahal pengarang telah tiada.

30
Syahiran Syamsuddin, dkk, Hermeneutika Al-Qur‟an Madzhab Yogya, (Yogyakarta :
Islamaika), 2003, hlm. 61
31
Hakim Habibie, Hermeneutik, hlm. 234.
32
Ahmad Kali Akbar, “Hermeneutika Versus Ta‟wil (Studi Komparatif)”, Ponorogo :
Jurnal Kalimah UNIDA Gontor, 1, (Maret 2015)..
15

b. Penafsir harus memiliki wawasan dan idi-ide serta pengetahuan karena hal

tersebut sangat penting dalam menetapkan makna.

c. Sang pengarang dalam hermeneutik dipandang penafsir dan

pemahamannya merupakan salah satu dari sekian banyak tafsiran, yang

tidak lebih kuat daripada penafsiran sosol lainnya.

d. Teks tidak terikat pada satu pemahaman saja akan tetapi lebih luas dan

biasa jadi teks itu memiliki pemahaman yang terus berkembang dan

senantiasa berubah setiap waktu.

e. Proses penafsiran dimulai dari dialog penafsir dengan teks. Pemahaman

mengenai teks akan muncul ketika dialog tersebut berlangsung. Dialog

akan dimulai dari pertanyaan-pertanyaan sang penafsir, awal dugaan serta

pengandaian dan hipotesa-hipotesa yang belum terjawab bahkan sering

terjadi penafsir akan menemukan makna ketika kegiatan penafsiran

selesai.

Penerapan metode hermeneutika dalam pembahaan filsafat akan selalu

relevan maupun dalam memahami al-Qur’an yang bersifat sholihun li kulli

zaman wa makan karena sebuah kebenaran diperoleh tergantung orang yang

melakukan intrepretasi dan “dogma” hermeneutika bersifat fleksibel sesuai

dengan perkembangan zaman dan sifat-sifat terbukanya. 33 Sering dinilai rancu

dalam konteks al-Qur’an karena hermeneutika muncul dari tradisi barat yang

didalamnya terdapat ilmu orang-orang non muslim. Sedangkan al-Qur’an

merupakan kitab suci agam islam tidak mungkin menerima metode yang

dipakai orang barat. Maka dari itu, hermeneutika perlu perincian lebh lanjut

akan makna dan penerapannya sehingga tidak dipadang sebagai produk barat

belaka, akan tetapi dihayati lebih luas tentang penafsiran teks al-Qur’an.

33
E. Sumaryono, Hermeneutic Sebuah Metode Filsafat, hlm. 136
16

Sehingga dengan hermenutika makna yang jarang dipahami dalam al-Qur’an

akan memaudahkan orang dalam memahaminya.34

34
M. Rikza Chamami, Studi Islam Kontemporer, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012),
hlm. 147
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tafsir adalah ilmu ilmu yang membahas/mengajarkan tentang bagaimana

memahami al-Qur’an baik itu dari segi pengertian, makna yang terkandung

didalamnya, hukum-hukum maupun aturan-aturan. Dari pola pendekatan

pemahaman al-Qur’an, tafsir dapat dibagi menjadi 2 yaitu tafsir bi al-

ma’tsur dan tafsir bi al- ra’yi. Tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran al-

Qur’an dengan al-Qur’an itu sendiri sedamgkan tafsir bi al- ra’yi adalah

penafsiran al-Qur’an dengan pemahaman atau istinbath dari seorang

mufassir.

2. Takwil adalah membelokkan atau memalingkan lafal-lafal atau kalimat-

kalimat yang ada dalam al-Qur’an dari makna lahirnya kemakna lainnya,

sehinggga dengan cara demikian pengertian yang diperoleh lebih cocok dan

sesuai dengan jiwa ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasullullah SAW.

3. Hermeneutika adalah sebuah metode penafsiran atau pengungkapan makna

dalam suatu teks, yang dalam hal ini adalah Bibel, lahir dari mitologi

Yunani, dan berkembang dalam budaya Kristen. Kemudian hermeneutik ini

diadopsi oleh tradisi keilmuan islam, atau yang biasa disebut dalam kajian

al-Qur’an Tafsir. Hermeneutika itu tidak lain adalah suatu metode

pemahaman, metode memahami suatu pemahaman yang didasarkan pada

beberapa langkah dan ciri khasnya, sebagai sarana untuk menguak

kandungan teks tertentu, termasuk teks al-Qur’an.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ajahari. Ulumul Qur’an ( Ilmu-Ilmu Al Qur’an). Yogyakarta: Aswaja Pressindo,


2018.
Akbar, Ahmad Kali. Hermeneutika Versus Ta‟wil (Studi Komparatif).
Ponorogo : Jurnal Kalimah UNIDA Gontor, 1. Maret 2015
Al-Dzahabi, Muhammad Husein, aL-Tafsir wa al-Mufassirun. Mesir: Dar al-
Kutub al-Haditsah. 1976.
Al- Shabuniy, Muhammad ‘Ali. al- Tibyan fi “ulum al-Qur’an. Beirut. Dar al
Irsyad. 1970.
Al-Qaththan, Lihat Manna. Mabahis fi Ulumil Qur’an. Riyadl: Maktabah Ma’arif.
1981.
Al-Qaththan, Manna’. al-mabāhits Fī ‘Ulūm al-Qur`ān. Mesir: Maktabah
Wahbah, 1995. Lihat juga dalam Manāhil al-‘Irfān Fi ‘Ulūm al-Qur`ān.
Ash-Shiddieqi, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta:
Bulan Bintang, 1990.
Az-Zarqani, Muhammad ‘Abd al-Azhim. Manahul al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an,
Beirut: Dar ‘Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah t.t, Jld 1Beirut:Dar al-Kitab al-
Araby. 1995.
Burhanuddin, Mamat S. Hermeneutika al-Qur‟an ala Pesantren. Yogyakarta: UII
Press, 2006.
Chamami, M. Rikza. Studi Islam Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2012.
Drajat, Amroeni. Ulumul Qur’an: Pengntar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Cet. 1 Depok:
Kencana, 2017.
E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta : Kanisius,
1999.
Habibie, M. Luqmanul Hakim “Hermeneutik dalam Kajian Islam,’’ ISSN, 1. Juni,
2016.
Jalaluddin. al-Suyuthy, al-Itqān. Cet I (Lebanon:Muassasah Risalah Nasyirun,
2008.
Ma’luf, Louis, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Beirut: Dar al-Mashriq. 1973.
Maulidi. Sketsa Hermeneutika Gerbang, jurnal studi agama dan
demokrasi, ,Menafsirkan Hermeneutika, 14. 2003.
Muhaimin. Dimensi-Diemnsi Studi Islam. Yogyakarta : Karya Abdiama, 1994.
Nawawi, Lihat Rif’at Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta :
Bulan BIntang, 1988.
Nurdin, H. Ulumul Qur’an. Banda Aceh: CV Bravo, 2018.
Palmer, Richard E. Hermeneutics Interpretation Theory in Schleiermacher,
Dilthey, Heidegger, and Gadamer, Terj. Musnur Hery dan Damanhuri
Muhammad dengan judul Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II. 2005.
Saifudin. Hermeneutika Sufi, dalam Hermeneutika Al-Qur’an & Hadis.
Yogyakarta: eLSAQ Pres, 2010.

18
19

Supena, Ilyas. Hermeneutika Teologis Rudolf Bultmann, lihat, Edi Mulyono,


Belajar Hermeneutika: dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis Islamic
Studies, Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Hermeneutika. Jakarta: Paramadina, 1996.
Syamsuddin, Syahiran dkk. Hermeneutika Al-Qur‟an Madzhab Yogya.
Yogyakarta : Islamaika.
Usman, Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Teras, 2009.

Anda mungkin juga menyukai