MASYARAKAT MADANI
Disusun untuk memenuhi tugas Individu Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu
Dr. Muhammad In’am Esha, M.Ag
Disusun oleh:
RAMLAH (210103220001)
A. Latar Belakang
Kesuksesan dakwah diantaranya sangat ditentukan oleh bagaimana dakwah itu
dilaksanakan. Tata cara dalam berdakwah termasuk pengemasan materi, sikap dan
cara penyampaian materi dakwah menjadi lebih penting dari materi dakwahnya. Oleh
karena itu, prinsip dan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual, dan
kontekstual, menjadi bagian strategis dari kegiatan dakwah.
Dalam hal ini para aktivis dakwah dituntut untuk terus menerus mengembangkan
prinsip-prinsip dakwah yang mampu mengantisipasi berbagai perkembangan
problematika jamannya. Diantara prinsip-prinsip utama dalam metode dakwah adalah
merujuk kepada petunjuk al- Quran surat al-Nahl ayat 125:
َ َّ ۗنُ اِ َّن َرب2الَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس22ِع اِ ٰلى َسبِي ِْل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم ب
َ َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن2ُك ه
بِ ْيلِ ٖه2 َّل ع َْن َس2ض ُ اُ ْد
ْن2َ َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدي
2
dengan menggariskan ketentuan untuk hidup dengan sebuah konstitusi yang sudah
disepakati bersama yakni piagam Madinah.1
Di Indonesia, konsep ini diperkenalkan oleh seorang candikiawan yakni
Nurcholis Madjid, yang merujuk kepada konsep masyarakat yang di bangun oleh nabi
Muhammad di Madinah. Istilah madani merujuk kepada madaniyyah yang berarti
peradaban atau beradab. Karena masayarakat madani berasosiasi dengan peradaban.
Beliau mengungkapkan karakteristik mendasar dari masyarakat madani yang
dibangun oleh Nabi di Madinah yaitu ada rasa saling menghargai antar sesama
masyarakat, saling tolong menolong dalam membangun sebuah kota yang ideal,
penegakan hukum yang adil, menjunjung tinggi toleransi dalam bidang keagaamaan
maupun dalam bidang bidang sosial kemasyarakatan, serta adanya prinsip
musyawarah dalam memutuskan suatu keputusan sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan ketika membuat sebuah kebijakan baru.2 Maka dari itu, pemakalah akan
membahas lebih lanjut mengenai pembentukan (Peradaban) masyarakat Madinah
lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Prinsip-Prinsip Dakwah Rasulullah SAW?
2. Bagaimana Pembentukan Masyarakat Madinah?
2/VII/1996/ h. 51-55
3
POKOK-POKOK BAHASAN
4
Sedangkan dalam kitab-kitab tafsir mengemukakan: al-hikmah
dikemukakan sebagai berikut: Tafsir Al-Quran Al-adzim karya Jalalain
memberi makna bi al-hikmah dengan Al-Quran, Syekh Muhammad Nawawi
Al-Jawi memberi makna bi al-hikmah dengan hujjah (argumentasi), akurat,
dan berpaedah untuk penetapan akidah atau keyakinan. Al-Zamakhsari
memberikan makna bi al-hikmah sebagai perkataan yang sudah pasti benar,
yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau
kesamaran.
Dari beberapa pengertian al-hikmah tersebut, diambil kesimpulan bahwa
dakwah bi al-hikmah pada dasarnya merupakan penyeruan atau pengajakan
dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, dilakukan dengan adil, penuh
kesabaran dan ketabahan, sesuai dengan risalah al-nubuwwah dan ajaran al-
Quran atau wahyu Illahi.
Prinsip-prinsip metode dakwah bi al-hikmah ditujukan terhadap mad’u
yang kapasitas intelektual pemikirannya khawas, cendikiawan, atau ilmuwan.
2. Al-Mauidzah al-Hasanah
Al-mauidzah al-hasanah, menurut beberapa ahli bahasa dan pakar tafsir,
memiliki pengertian sebagai berikut:
a) Pelajaran dan nasihat yang baik, berpaling dari perbuatan jelek melalui
tarhib dan targhib (dorongan dan motivasi); penjelasan, keterangan, gaya
bahasa, peringatan, penuturan, contoh teladan, pengarahan, dan
pencegahan dengan cara halus.
b) Pelajaran, keterangan, penuturan, peringatan, pengarahan, dengan gaya
bahasa yang mengesankan, atau menyentuh dan terpatri dalam naluri;
c) Simbol, alamat, tanda, janji, penuntun, petunjuk, dan dalil-dalil yang
memuaskan melalui al-qaul al-rafiq (ucapan lembut dengan penuh kasih
sayang);
d) Kelembutan hati menyentuh jiwa dan memperbaiki peningkatan amal;
5
e) Nasihat, bimbingan, dan arahan untuk kemaslahatan. Dilakukan
dengan baik dan penuh tanggung jawab, akrab, komunikatif, mudah
dicerna, dan terkesan di hati sanubari mad’u.
f) Suatu ungkapan dengan penuh kasih sayang yang terpatri dalam kalbu,
penuh kelembutan sehingga terkesan dalam jiwa, tidak melalui cara
pelarangan dan pencegahan, sikap mengejek, melecehkan, menyudutkan
atau menyalahkan, meluluhkan hati yang keras, menjinakan kalbu yang
liar.
g) Tutur kata yang lemah lembut, perlahan-lahan, bertahap dan sikap
kasih sayang – dalam konteks dakwah-, dapat membuat seseorang merasa
dihargai rasa kemanusiaannya dan mendapat respon positif dari mad’u.
Prinsip-prinsip metode ini diarahkan kepada mad’u yang kapasitas
intelektual dan pemikiran serta pengalaman spiritualnya tergolong
kelompok awam. Dalam hal ini, peranan seorang dakwah adalah sebagai
pembimbing, teman dekat yang setia, yang menyayangi dan
memberikannya segala hal yang bermanfaat serta membahagiakan
mad’unya.
3. Al-mujadalah al-Ahsan
Al-mujadalah al-ahsan adalah upaya dakwah melalui bantahan, diskusi,
atau berdebat dengan cara yang terbaik, sopan, santun, saling menghargai, dan
tidak arogan.
Dalam pandangan Muhammad Husain Yusuf, cara dakwah ini
diperuntukan bagi manusia jenis ketiga. Mereka adalah orang-orang yang
hatinya dikungkung secara kuat oleh tradisi jahiliyah, yang dengan sombong
dan angkuh melakukan kebatilan, serta mengambil posisi arogan dalam
menghadapi dakwah. Bagi manusia semacam itu, keindahan balaghah al-
Quran dan nasihat yang baik tidak berarti apa-apa. Mereka harus dihadapkan
pada perdebatan yang baik dengan cara menegakan berbagai argumentasi
6
yang dapat mematahkan mereka, dengan tetap menjaga sikap arif dan lembut
kepada mereka. Sebab, cara demikian sangat kondusif untuk memadamkan
api jahiliyah. Sikap keras dan kasar kepada mereka hanya membuat mereka
menjadi semakin sombong saja.4
7
mengajak dan menggugah terbentuknya masyarakat maju dan modern.
Kemajuan yang dicapai adalah kemajuan yang berlandaskan pada
ajaran Islam dan tidak meninggalkan jati diri, etika, dan budaya yang ada.
“Secara normatif penegakan masyarakat madani memberikan basis penegakan
hukum, kemerdekaan dan persaudaraan secara universal”.7 Mengacu kepada
Term ini, maka minimal ada 3 opsi yang perlu dikaji terkait dengan Upaya
Ideal Menuju Masyarakat Madani: Pertama, Eksplorasi identitas diri menuju
masyarakat madani, dalam konteks ini dapat diformat melaui 3 aspek:
(a) anggota masyarakat hidup dalam sebuah wilayah sebagai tempat untuk
hidup bersama dan bekerja bersama;
(b) anggota masyarakat bersedia hidup bersatu dalam satu umat untuk
mewujudkan kerukunan dan kemaslahatan secara bersama;
(c) anggota masyarakat menerima seorang pemimpin sebagai pemimpin
tertinggi dan pemegang otoritas politik yang legal dalam kehidupan
masyarakat dan otoritas ini dilengkapi dengan institusi peraturan yang berlaku
bagi setiap individu dan kelompok dalam kemajemukan; Kedua,
Pemberdayaan masyarakat menuju Masyarakat Madani, artinya
mengembangkan kehidupan masyarakat di luar negara, terkait dengan
kehidupan masyarakat bebas dari peraturan yang dipelihara dengan kekuasaan
yang kuat, bahkan masyarakat itu mampu mengatur dirinya sendiri, dengan
ungkapan yang lebih populer merupakan masyarakat yang mandiri; Ketiga,
Peran ulama dan Cendikiawan muslim menuju Masyarakat madani; terdiri
dari dua term,
(1) ulama dan cendekiawan sebagai wadah komunikasi masyarakat dalam
mencari solusi berbagai persoalan sosial yang memang cukup kom-pleks dan
variatif;
(2) ulama dan cendekiawan sebagai mitra pemerintah untuk membangun
Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, (Buku kedua, diterbitkan oleh
7
8
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Gallner (supriatna), menunjukan konsep masyarakat madani (civil
society)sebagai sebuah kekuatan yang bukan dari pemerintah dan memiliki
konsep yang baik sehingga mampu mengimbangi suatu negara. Victor Perez
Diaz menyatakan bahwa masyarakat madani condong kepada masyarakat
yang telah mengalami pemerintahan yang terbatas, memiliki kebebasan dalam
berpendapat, mempunyai sistem ekonomi pasar, dan timbulnya masyarakat
masyarakat yang saling tolong menolong dan saling menopang satu sama
lain.8
Ardinis Arbain (2000) dalam Bukunya yang berjudul “Masyarakat
Madani dalam Perspektif Sejarah”, Baitul Hikmah Press, Padang. Ia
menyimpulkan bahwa: (1) masyarakat madani dalam perspektif sejarah adalah
merupakn masyarakat ideal yang berperadaban, bermental kota atau berpola
budaya pesisir. Lebih jauh masyarakat madani melekat se-jumlah atribut
seperti: keadilan, demokrasi, transparansi dan persamaan; (2) masyarakat
madani dalam perpektif sejarah adalah sebuah konsep masyarakat yang selalu
mengalami evolusi, artinya ia dapat musnah dan berkembang, tergantung
kepada daya adaptasi konsep tersebut terhadap persoalan-persoalan
kemanusiaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah
suatu corak kehidupan bermasyarakat yang terorganisir atau tertata dengan
baik, mempunyai sifat kesukarelaan dan tanpa paksaan, keswadayaan,
kemandirian, memiliki rasa keadilan dan memiliki kesadaran hukum yang
sangat tinggi sehingga terciptanya sebuah keharmonisan dalam
bermasyarakat.
Untuk mewujudkan nilai-nilai kearah masyarakat madani dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pengaplikasian di masyarakat
8
Suroto, konsep masyarakat madani di Indonesia dalam masa postmodern,
665
9
maka diperlukan beberapa syarat agar dapat mewujudkan masyarakat tersebut.
Hal tersebut dikemukakan oleh han sung jun sebagai berikut :
1. Mengakui dan melindungi hak-hak dari setiap individu dan
memfasilitasinya agar dapat berkembang lebih baik.
2. Adanya forum musyawarah yang memberi kesempatan kepada
masyarakat menyampaikan pendapatnya dalam menghadapi masalah
masalah politik yang terjadi.
3. Adanya gerakan gerakan di masyarakat yang cenderung kepada budaya
tertentu.
4. Adanya kelompok inti yang bertanggung jawab dalam mengayomi
masyarakat agar tidak berbuat diluar batas dan mengatur pergerakan
masyarakat dalam melakukan moderenisasi di bidang sosial dan
ekonomi.
10
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12