Anda di halaman 1dari 12

PRINSIP-PRINSIP DAKWAH RASUL DAN PEMBENTUKAN

MASYARAKAT MADANI

Disusun untuk memenuhi tugas Individu Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu
Dr. Muhammad In’am Esha, M.Ag

Disusun oleh:
RAMLAH (210103220001)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesuksesan dakwah diantaranya sangat ditentukan oleh bagaimana dakwah itu
dilaksanakan. Tata cara dalam berdakwah termasuk pengemasan materi, sikap dan
cara penyampaian materi dakwah menjadi lebih penting dari materi dakwahnya. Oleh
karena itu, prinsip dan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual, dan
kontekstual, menjadi bagian strategis dari kegiatan dakwah.
Dalam hal ini para aktivis dakwah dituntut untuk terus menerus mengembangkan
prinsip-prinsip dakwah yang mampu mengantisipasi berbagai perkembangan
problematika jamannya. Diantara prinsip-prinsip utama dalam metode dakwah adalah
merujuk kepada petunjuk al- Quran surat al-Nahl ayat 125:
َ َّ‫ ۗنُ اِ َّن َرب‬2‫الَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس‬22ِ‫ع اِ ٰلى َسبِي ِْل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم ب‬
َ ‫ َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬2ُ‫ك ه‬
‫بِ ْيلِ ٖه‬2‫ َّل ع َْن َس‬2‫ض‬ ُ ‫اُ ْد‬
‫ْن‬2َ ‫َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدي‬

Terjemahan: “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran


yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik pula.
Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”. Untuk itu pemakalah akan menguraikan beberapa prinsip-prinsip
Rasulullah dalam berdakwah.
Konsep masayarakat ideal yang pernah ada dalam Islam di ambil dari konsep
yang pernah diterapkan di kota Madinah dan Nabi membuat sebuah revolusi besar
yang mampu membangun sebuah peradaban tinggi dengan membangun sebuah kota
di Madinah dengan meletakan dasar dasar dari sebuah konsep masyarakat ideal

2
dengan menggariskan ketentuan untuk hidup dengan sebuah konstitusi yang sudah
disepakati bersama yakni piagam Madinah.1
Di Indonesia, konsep ini diperkenalkan oleh seorang candikiawan yakni
Nurcholis Madjid, yang merujuk kepada konsep masyarakat yang di bangun oleh nabi
Muhammad di Madinah. Istilah madani merujuk kepada madaniyyah yang berarti
peradaban atau beradab. Karena masayarakat madani berasosiasi dengan peradaban.
Beliau mengungkapkan karakteristik mendasar dari masyarakat madani yang
dibangun oleh Nabi di Madinah yaitu ada rasa saling menghargai antar sesama
masyarakat, saling tolong menolong dalam membangun sebuah kota yang ideal,
penegakan hukum yang adil, menjunjung tinggi toleransi dalam bidang keagaamaan
maupun dalam bidang bidang sosial kemasyarakatan, serta adanya prinsip
musyawarah dalam memutuskan suatu keputusan sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan ketika membuat sebuah kebijakan baru.2 Maka dari itu, pemakalah akan
membahas lebih lanjut mengenai pembentukan (Peradaban) masyarakat Madinah
lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Prinsip-Prinsip Dakwah Rasulullah SAW?
2. Bagaimana Pembentukan Masyarakat Madinah?

Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani; Tinjauan Historis Kehidupan


1

Zaman Nabi, (Jakarta: gema insan press.1999) h. 108-109


Nurcholis Madjid. Menuju masyarakat madani :jurnal ulumul quran no.
2

2/VII/1996/ h. 51-55

3
POKOK-POKOK BAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Dakwah Rasulullah SAW


Prinsip metode dakwah merupakan hal yang urgen atau sifat yang
menyemangati dan melandasi berbagai cara atau pendekatan dalam kegiatan
dakwah. Untuk lebih jelas diantaranya mengacu kepada petunjuk al-Quran
surat al-Nahl ayat 125 terdiri dari tiga prinsip yaitu al-hikmah, al-mauidzah al-
hasanah, dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan. Ayat tersebut berbunyi:
َ ‫ َو اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬2 ُ‫ ۗنُ اِ َّن َربَّكَ ه‬2 ‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس‬
‫ َّل‬2 ‫ض‬ َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َرب‬ ُ ‫اُ ْد‬
َ‫ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِد ْين‬

Terjemahan: “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula.
Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk” (Q.S. Al-Nahl :125).3
Sebagaimana yang tertera dalam ayat diatas seorang da’i dituntut untuk
menyampaikan dakwah dengan cara hikmah (pelajaran yang baik) dan begitu
juga sebaliknya ketika ingin menegur/membantah dengan cara yang baik pula
demi kemaslahatan bersama sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadist.
1. Bi al-Hikmah
Kata al-hikmah mempunyai banyak pengertian. Dalam beberapa kamus,
kata al-hikmah diartikan: al-adl (keadilan), al-hilm (kesabaran dan ketabahan),
al-Nubuwah (kenabian), al-ilm (ilmu pengetahuan), al-Quran, falsafah,
kebijakan, pemikiran atau pendapat yang baik, al-haqq (kebenaran),
meletakan sesuatu pada tempatnya, kebenaran sesuatu, mengetahui sesuatu
yang paling utama dengan ilmu yang paling utama.
3
Syukriadi Sambas dan Rasihon Anwar, Pendidikan Di Balik Strategi Dakwah
rasulullah (Membedah Wacana Kepemimpinan, Kaderisasi dan Etika Dakwah Nabi)
Bandung: Mandiri Press, 1999) , h. 46.

4
Sedangkan dalam kitab-kitab tafsir mengemukakan: al-hikmah
dikemukakan sebagai berikut: Tafsir Al-Quran Al-adzim karya Jalalain
memberi makna bi al-hikmah dengan Al-Quran, Syekh Muhammad Nawawi
Al-Jawi memberi makna bi al-hikmah dengan hujjah (argumentasi), akurat,
dan berpaedah untuk penetapan akidah atau keyakinan. Al-Zamakhsari
memberikan makna bi al-hikmah sebagai perkataan yang sudah pasti benar,
yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau
kesamaran.
Dari beberapa pengertian al-hikmah tersebut, diambil kesimpulan bahwa
dakwah bi al-hikmah pada dasarnya merupakan penyeruan atau pengajakan
dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, dilakukan dengan adil, penuh
kesabaran dan ketabahan, sesuai dengan risalah al-nubuwwah dan ajaran al-
Quran atau wahyu Illahi.
Prinsip-prinsip metode dakwah bi al-hikmah ditujukan terhadap mad’u
yang kapasitas intelektual pemikirannya khawas, cendikiawan, atau ilmuwan.
2. Al-Mauidzah al-Hasanah
Al-mauidzah al-hasanah, menurut beberapa ahli bahasa dan pakar tafsir,
memiliki pengertian sebagai berikut:
a) Pelajaran dan nasihat yang baik, berpaling dari perbuatan jelek melalui
tarhib dan targhib (dorongan dan motivasi); penjelasan, keterangan, gaya
bahasa, peringatan, penuturan, contoh teladan, pengarahan, dan
pencegahan dengan cara halus.
b) Pelajaran, keterangan, penuturan, peringatan, pengarahan, dengan gaya
bahasa yang mengesankan, atau menyentuh dan terpatri dalam naluri;
c) Simbol, alamat, tanda, janji, penuntun, petunjuk, dan dalil-dalil yang
memuaskan melalui al-qaul al-rafiq (ucapan lembut dengan penuh kasih
sayang);
d) Kelembutan hati menyentuh jiwa dan memperbaiki peningkatan amal;

5
e) Nasihat, bimbingan, dan arahan untuk kemaslahatan. Dilakukan
dengan baik dan penuh tanggung jawab, akrab, komunikatif, mudah
dicerna, dan terkesan di hati sanubari mad’u.
f) Suatu ungkapan dengan penuh kasih sayang yang terpatri dalam kalbu,
penuh kelembutan sehingga terkesan dalam jiwa, tidak melalui cara
pelarangan dan pencegahan, sikap mengejek, melecehkan, menyudutkan
atau menyalahkan, meluluhkan hati yang keras, menjinakan kalbu yang
liar.
g) Tutur kata yang lemah lembut, perlahan-lahan, bertahap dan sikap
kasih sayang – dalam konteks dakwah-, dapat membuat seseorang merasa
dihargai rasa kemanusiaannya dan mendapat respon positif dari mad’u.
Prinsip-prinsip metode ini diarahkan kepada mad’u yang kapasitas
intelektual dan pemikiran serta pengalaman spiritualnya tergolong
kelompok awam. Dalam hal ini, peranan seorang dakwah adalah sebagai
pembimbing, teman dekat yang setia, yang menyayangi dan
memberikannya segala hal yang bermanfaat serta membahagiakan
mad’unya.
3. Al-mujadalah al-Ahsan
Al-mujadalah al-ahsan adalah upaya dakwah melalui bantahan, diskusi,
atau berdebat dengan cara yang terbaik, sopan, santun, saling menghargai, dan
tidak arogan.
Dalam pandangan Muhammad Husain Yusuf, cara dakwah ini
diperuntukan bagi manusia jenis ketiga. Mereka adalah orang-orang yang
hatinya dikungkung secara kuat oleh tradisi jahiliyah, yang dengan sombong
dan angkuh melakukan kebatilan, serta mengambil posisi arogan dalam
menghadapi dakwah. Bagi manusia semacam itu, keindahan balaghah al-
Quran dan nasihat yang baik tidak berarti apa-apa. Mereka harus dihadapkan
pada perdebatan yang baik dengan cara menegakan berbagai argumentasi

6
yang dapat mematahkan mereka, dengan tetap menjaga sikap arif dan lembut
kepada mereka. Sebab, cara demikian sangat kondusif untuk memadamkan
api jahiliyah. Sikap keras dan kasar kepada mereka hanya membuat mereka
menjadi semakin sombong saja.4

B. Pembentukan Masyarakat Madani


Istilah masyarakat madani memiliki padanan kata yang bermacam-
macam, yaitu civil society, masyarakat sipil, masyarakat warga, masyarakat
kewarganegaraan, dan masyarakat yang berperadaban”.5 Lebih lanjut ditegas-
kan, bahwa makna kota bukan sebatas kota kecil atau kota besar, namun lebih
dari itu kota yang menggambarkan suatu fenomena kehidupan sosial dan
memiliki penguasa yang arif untuk mengatur kehidupan manusia yang baik,
tunduk, dan patuh.
Konsep masyarakat yang dibuat oleh nabi di Madinah adalah salah
satu contoh penerapan konsep bermasyarakat yang ideal, dimana beliau
menegakkan prinsip-prinsip moderasi dalam membangun masyarakatnya
yakni tidak membeda bedakan antara muslim dan musyrikin dalam urusan
sosial, oleh karena itu masyarakat yang dibangun oleh nabi itu condong
kepada masyarakat yang beradab dan berperadaban. Hal ini menunjukan
keberhasilan nabi menerapkan konsep bermasyarakat di kota Madinah yang
ketika itu masih bernama kota Yatsrib yang kemudian diubah namanya
menjadi Madinah dengan tujuan mendirikan masyarkat Islam yang
berperadaban berdasarkan ajaran islam serta masyarakat yang bertakwa
kepada Allah. 6 Membangun masyarakat madani merupakan suatu cara untuk

Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah,


4

(Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. I, h. 78-82


Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani, Pemikiran, Teori, dan Relevansinya
5

dengan Cita-Cita Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, h. 3.


Muhammad Muslih, Wacana Masyarakat madani; Dialektika Islam Dengan
6

Problem Kebangsaan: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan No.1/VI/2010 h. 135

7
mengajak dan menggugah terbentuknya masyarakat maju dan modern.
Kemajuan yang dicapai adalah kemajuan yang berlandaskan pada
ajaran Islam dan tidak meninggalkan jati diri, etika, dan budaya yang ada.
“Secara normatif penegakan masyarakat madani memberikan basis penegakan
hukum, kemerdekaan dan persaudaraan secara universal”.7 Mengacu kepada
Term ini, maka minimal ada 3 opsi yang perlu dikaji terkait dengan Upaya
Ideal Menuju Masyarakat Madani: Pertama, Eksplorasi identitas diri menuju
masyarakat madani, dalam konteks ini dapat diformat melaui 3 aspek:
(a) anggota masyarakat hidup dalam sebuah wilayah sebagai tempat untuk
hidup bersama dan bekerja bersama;
(b) anggota masyarakat bersedia hidup bersatu dalam satu umat untuk
mewujudkan kerukunan dan kemaslahatan secara bersama;
(c) anggota masyarakat menerima seorang pemimpin sebagai pemimpin
tertinggi dan pemegang otoritas politik yang legal dalam kehidupan
masyarakat dan otoritas ini dilengkapi dengan institusi peraturan yang berlaku
bagi setiap individu dan kelompok dalam kemajemukan; Kedua,
Pemberdayaan masyarakat menuju Masyarakat Madani, artinya
mengembangkan kehidupan masyarakat di luar negara, terkait dengan
kehidupan masyarakat bebas dari peraturan yang dipelihara dengan kekuasaan
yang kuat, bahkan masyarakat itu mampu mengatur dirinya sendiri, dengan
ungkapan yang lebih populer merupakan masyarakat yang mandiri; Ketiga,
Peran ulama dan Cendikiawan muslim menuju Masyarakat madani; terdiri
dari dua term,
(1) ulama dan cendekiawan sebagai wadah komunikasi masyarakat dalam
mencari solusi berbagai persoalan sosial yang memang cukup kom-pleks dan
variatif;
(2) ulama dan cendekiawan sebagai mitra pemerintah untuk membangun

Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, (Buku kedua, diterbitkan oleh
7

Paramadina, Edisi Indonesia, 2002), h. 117

8
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Gallner (supriatna), menunjukan konsep masyarakat madani (civil
society)sebagai sebuah kekuatan yang bukan dari pemerintah dan memiliki
konsep yang baik sehingga mampu mengimbangi suatu negara. Victor Perez
Diaz menyatakan bahwa masyarakat madani condong kepada masyarakat
yang telah mengalami pemerintahan yang terbatas, memiliki kebebasan dalam
berpendapat, mempunyai sistem ekonomi pasar, dan timbulnya masyarakat
masyarakat yang saling tolong menolong dan saling menopang satu sama
lain.8
Ardinis Arbain (2000) dalam Bukunya yang berjudul “Masyarakat
Madani dalam Perspektif Sejarah”, Baitul Hikmah Press, Padang. Ia
menyimpulkan bahwa: (1) masyarakat madani dalam perspektif sejarah adalah
merupakn masyarakat ideal yang berperadaban, bermental kota atau berpola
budaya pesisir. Lebih jauh masyarakat madani melekat se-jumlah atribut
seperti: keadilan, demokrasi, transparansi dan persamaan; (2) masyarakat
madani dalam perpektif sejarah adalah sebuah konsep masyarakat yang selalu
mengalami evolusi, artinya ia dapat musnah dan berkembang, tergantung
kepada daya adaptasi konsep tersebut terhadap persoalan-persoalan
kemanusiaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah
suatu corak kehidupan bermasyarakat yang terorganisir atau tertata dengan
baik, mempunyai sifat kesukarelaan dan tanpa paksaan, keswadayaan,
kemandirian, memiliki rasa keadilan dan memiliki kesadaran hukum yang
sangat tinggi sehingga terciptanya sebuah keharmonisan dalam
bermasyarakat.
Untuk mewujudkan nilai-nilai kearah masyarakat madani dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pengaplikasian di masyarakat
8
Suroto, konsep masyarakat madani di Indonesia dalam masa postmodern,
665

9
maka diperlukan beberapa syarat agar dapat mewujudkan masyarakat tersebut.
Hal tersebut dikemukakan oleh han sung jun sebagai berikut :
1. Mengakui dan melindungi hak-hak dari setiap individu dan
memfasilitasinya agar dapat berkembang lebih baik.
2. Adanya forum musyawarah yang memberi kesempatan kepada
masyarakat menyampaikan pendapatnya dalam menghadapi masalah
masalah politik yang terjadi.
3. Adanya gerakan gerakan di masyarakat yang cenderung kepada budaya
tertentu.
4. Adanya kelompok inti yang bertanggung jawab dalam mengayomi
masyarakat agar tidak berbuat diluar batas dan mengatur pergerakan
masyarakat dalam melakukan moderenisasi di bidang sosial dan
ekonomi.

10
KESIMPULAN

1. Prinsip-prinsip dakwah Rasulullah SAW, sesuai dengan petunjuk al-Quran


surat al-Nahl ayat 125; terdiri dari tiga prinsip yaitu al-hikmah, al-
mauidzah al-hasanah, dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan.
2. Secara garis besar, masyarakat madani adalah suatu corak kehidupan
bermasyarakat yang terorganisir atau tertata dengan baik, mempunyai
prinsip/sifat kesukarelaan dan tanpa paksaan, keswadayaan, kemandirian,
memiliki rasa keadilan dan memiliki kesadaran hukum yang sangat tinggi
sehingga terciptanya sebuah keharmonisan dalam bermasyarakat.
Ada 3 opsi yang perlu dikaji terkait dengan Upaya Ideal Menuju
Masyarakat Madani: Pertama, Eksplorasi identitas diri menuju masyarakat
madani. Kedua, pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat Madani.
Ketiga, Peran ulama dan Cendikiawan muslim menuju Masyarakat
madani.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Safei, Agus dan Asep Muhyidin, Metode Pengembangan Dakwah,Bandung:


Pustaka Setia. 2002. cet. I.
Anwar, Rashion dan Syukriadi Sambas, Pendidikan Di Balik Strategi Dakwah
rasulullah (Membedah Wacana Kepemimpinan, Kaderisasi dan Etika
Dakwah Nabi) Bandung: Mandiri Press, 1999.
Culla,Adi Suryadi. Masyarakat Madani, Pemikiran, Teori, dan Relevansinya dengan
Cita-Cita Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Dhiyauddin Umari, Akram. Masyarakat Madani; Tinjauan Historis Kehidupan
Zaman Nabi,Jakarta: gema insan press.1999.
Hodgson, Marshall G.S. The Venture of Islam, (Buku kedua, diterbitkan oleh
Paramadina, Edisi Indonesia) 2002.
Majid,Nurcholis. Menuju masyarakat madani :jurnal ulumul quran no. 2/VII/1996.

Muhammad, Muslih. Wacana Masyarakat madani; Dialektika Islam Dengan


Problem Kebangsaan: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan No.1/VI/2010.

Suroto, konsep masyarakat madani di Indonesia dalam masa postmodern. Jurnal


Pendidikan Kewarganegaraan Vol.V,No.9.

12

Anda mungkin juga menyukai