Anda di halaman 1dari 37

METODE DAKWAH UMMI YUSDIANA DALAM

MEMBANGKITKAN SEMANGAT MENGHAFAL AL-QUR’AN


(Telaah Semangat Kaum Ibu-Ibu dalam Menghafal Al-Qur’an di
Rumah Qur’an Bunda Aisyah Kota Bekasi)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

Oleh:

Abdullah Ghulam Nazih

111220180007

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2021
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu da’a –


yad’u –da’watan, yang artinya ialah mengajar, menyeru, dan memanggil 12.
Secara istilah, dakwah adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja
dan sadar dengan mengajak orang lain kejalan yang benar, yaitu berbuat
baik dan mencegah perbuatan buruk3. Dalam definisi lain, dakwah
merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para
pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk
ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami.
Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih
mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami 4.
Tujuan dalam berdakwah untuk menyalamatkan umat manusia dari
lembah kegelapan dan membawanya ke tempat yang terang-benderang,
dari jalan yang sesat kepada jalan yang lurus, dari kemusyrikan menuju
kepada tauhid yang benar5. Peran dakwah sangat penting dalam
pengembangan masyarakat. Beberapa peran dakwah dalam masyarakat
yaitu meliputi penggagas yang akan memperkuat asas/ dasar masyarakat
sesuai tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasul, penggerak kepedulian
individu terhadap lingkungan sosial, penyuluh yang akan menjawab
keraguan umat dalam menghadapi persoalan kehidupan, dan perekat
ukhuwah manusia6.

Namun, pada realitanya banyak problematika dalam penerapan


dakwah, dari problematika internal hingga problematika eksternal.
1
Syamsuddin, Sosiologi Dakwah (Jakarta: kencana, 2016).
2
Abdullah Ghulam Nazih, ‘Pembelajaran Al-Qur’an Di Rumah Qur’an: Sebuah Studi Kasus Rumah
Qur’an Bunda Aisyah’, Spektra, 1.1 (2019), 11–20 <https://doi.org/10.34005/spektra.v1i1.1137>.
3
Ahmad Fauzi and Eva Maghfiroh, ‘Problematika Dakwah Ditengah Pandemi Covid-19’, Al-
Hikmah, 18.1 (2020), 23–32.
4
Abdullah Abdullah, ‘Urgensi Dakwah Dan Perencanaannya’, TASAMUH: Jurnal Studi Islam, 12.1
(2020), 120–48 <https://doi.org/10.47945/tasamuh.v12i1.240>.
5
Fauzi and Maghfiroh.
6
Icol Dianto, ‘PERANAN DAKWAH DALAM PROSES PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM’,
HIKMAH, 12.1 (2018), 98–118.
Problem internal yang terjadi dalam dakwah yaitu adanya perpecahan
antar umat islam yang disebabkan oleh perbedaan pemikiran, pendapat,
hingga perbedaan madzab yang juga menyebabkan fanatisme terhadap
suatu kelompok maupun fanatisme terhadap madzab hingga pluralitas
gerakan dakwah. Sedangkan, problem eksternal yang terjadi dalam
dakwah salah satunya ialah invasi pemikiran, yaitu usaha suatu bangsa
untuk menguasai pemikiran bangsa lain dengan berbagai tujuan. Invasi
pemikiran yang terjadi pada umat islam dengan tujuan secara garis besar
untuk merusak Islam dari segi aqidah, ibadah, norma dan akhlak,
memecah dan memilah kaum muslimin di muka bumi dengan sukuisme
dan nasionalisme sempit, menjelek-jelekkan citra Islam, hingga
memperdayakan kaum muslim. Salah satu bentuk dari invasi pemikiran ini
ialah beredarnya faham-faham yang bertentangan dengan Al-Qur’an
seperti sekulerisme, kapitalisme, dan materialisme7.

Al-Qur’an dan Assunnah merupakan sumber utama ajaran agama


Islam8. Al-Qur’an menjelaskan secara global pokok ajaran agama Islam
sedangkan Assunnah perincian dari pokok ajaran tersebut sehingga dapat
diaplikasikan dalam kehidupan pada segala bidang9. Bidang tersebut tidak
terkecuali, termasuk juga bidang dakwah. Terdapat banyak ayat di dalam
Al-Qur’an yang memerintahkan kewajiban melaksanakan dakwah. Dalam
ayat Al-Qur’an tersebut, dakwah disebutkan dengan berbagai kata yang
berbeda-beda, seperti tabligh, nashihat, tarbiyah, tabsyir, tanzhir dan kata-
kata lain10. Al-Qur’an menyebut dakwah sebagai ahsanu qawla, artinya
ucapan dan perbuatan yang baik. Dalam konteks itu, ketika dakwah
dikomunikasikan oleh seorang penyampai, maka ia harus mempunyai
etika. Al-Qur’an tidak hanya memerintahkan akan kewajiban

7
Rahmat Ramdhani, ‘Problematika Dakwah Di Dunia Islam Dan Solusi Filosofisnya’, Jurnal Ilmiah
Syi’ar, 13.2 (2018), 1–12 <https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/syiar/article/view/
1427>.
8
Nazih.
9
Rusdiah, ‘Konsep Metode Pembelajaran Al Qur’an’, Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 2.1
(2012), 1–25.
10
Arifin Zain, Maimun, and Maimun Fuadi, ‘Identifikasi Ayat-Ayat Dakwah’, Al Idarah: Jurnal
Manajemen Dan Administrasi Islam, Vol.1.2 (2017), 167–88.
melaksanakan dakwah, tapi juga sebagai pedoman untuk beretika dalam
berdakwah11.

Al-Qur’an sebagai wahyu Allah merupakan suatu sumber dari


segala sumber ilmu. Umat muslim diperintahkan untuk mempelajari Al-
Qur’an serta mengamalkannya. Perintah mengenai mempelajarinya,
tercantum dalam al-Qur’an surat Al- Alaq ayat 1-512.

َ ۚ َ‫ق ۝ اِ ْق َرْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذيْ خَ ل‬


‫ق‬ َ ُّ‫۝ الَّ ِذيْ عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم ۝اِ ْق َرْأ َو َرب‬
َ َ‫ك ااْل َ ْك َر ۙ ُم ۝خَ ل‬
ٍ ۚ َ‫ق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬

‫۝ َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia)
dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Perintah dalam QS. Al-Alaq secara harfiah memang diperintahkan


untuk membacanya. Akan tetapi, secara makna manusia diperintahkan
untuk memahami dan mempelajarinya. Sementara itu, Al-Qur’an juga
memberikan petunjuk dalam berbagai persoalan hidup manusia. Persoalan-
persoalan aqidah, syariah, akhlak, hingga muamalah. Mengacu pada dasar-
dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut, Allah Swt
menugaskan Rasulullah untuk memberikan keterangan yang lengkap
mengenai dasar-dasar yang terdapat di dalam Al-Qur’an(Rusdiah, 2012).
Kitab suci tersebut diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw yang
berisi seluruh perkara dunia dan akhirat, siapapun yang membacanya akan
mendapatkan pahala13. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, wajib
untuk mempelajari Al-Qur’an serta mengamalkannya. Terdapat berbagai
keutamaan bagi seorang muslim yang membaca dan mengamalkan Al-
11
Anita Ariani, ‘Etika Komunikasi Dakwah Menurut Al-Quran’, Alhadharah Jurnal Ilmu Dakwah,
11.21 (2012), 7–16.
12
Arip Widodo, Mahbub Nuryadien, and Ahmad Yani, ‘Metode Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Metode Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Anak Usia 7-13 Tahun Di Tpq Al-Falah 2 Anak Usia 7-
13 Tahun Di Tpq Al-Falah 2 Desa Serangkulon Blok 01 Rt 01 Rw 01 Desa Serangkulon Blok 01 Rt 01
Rw 01 Kecamatan Babakan Kabupaten’, Jurnal Al Tarbawi Al Haditsah, 1.9 (2019), 1689–99.
13
Nazih.
Qur’an. Selain itu, keutamaan juga didapati oleh umat muslim yang
menghafalkan Al-Qur’an. Keutamaan tersebut yaitu sebagai pemberi
syafa’at pada bagi pembaca, mengamalkan, dan menghafalkannya.
Penghafal al-Qur’an juga dijanjikan derajatnya oleh Allah SWT. Al-
Qur’an juga dapat menjadi pembela sebagai pelindung dari adzab neraka14.

Realita keadaan yang ditemukan di masyarakat, bahwa terdapat


berbagai problematika dalam pemahaman, pengamalan, serta penghafalan
Al-Qur’an. Masyarakat saat ini cenderung menempatkan pembelajaran Al-
Qur’an sebagai suatu hal yang tidak begitu prioritas. Hanya mempelajari
bagaimana membacanya saja sudah dirasa cukup. Padahal pemahaman,
pengamalan dan penghafalan Al-Qur’ran juga sangatlah penting. Semua
itu memerlukan kesungguhan, waktu, sarana, dan juga metode. Meskipun
Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab, namun tidak ada alas an menjadi
suatu halangan bagi umat Islam untuk tidak mengakuinya sebagai kitab
suci untuk dipahami dan diamalkannya, terlebih dapat menghafalkannya
agar mendapatkan keutamaan-keutamaan di dalamnya15.

Seorang ibu di dalam keluarga sangat berperan membentuk


bagaimana sikap, akhlak dan kepribadian anak-anaknya. Terlebih lagi nilai
keagaman anak yang tercermin dalam sikap yang dilakukan di
kesehariannya. Selain itu, peran seorang ibu juga penting dalam membina,
membentuk karakter anak- anaknya16. Secara khusus, peran ibu dalam
islam merupakan bagian penting dalam rumah tangga yang dibangun dari
suatu pernikahan antara pria dan wanita yang dilaksanakan sesuai syariat
agama islam yang memenuhi rukun pernikahan dengan tujuan
terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah17. Ibu
14
Yusron Masduki, ‘Implikasi Psikologis Bagi Penghafal Al-Qur’an’, Medina-Te, 10.1 (2018), 18–35
<https://doi.org/10.1103/PhysRevB.101.089902%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.nantod.2015.04.009%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-018-05514-9%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1038/s41467-019-13856-1%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-020-14365-2%0Ahttp://
dx.doi.org/1>.
15
Badrut Tamami, ‘Pelatihan Membaca Al-Qur’an Yang Baik Dan Benar Melalui Metode Qira’ati’,
Jurnal Pengabdian Masyarakat IPTEKS, 2.1 (2016), 27–33.
16
Dra. Suryani, ‘Peran Ibu Rumah Tangga Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam
Pada Anak’, Fitrah: Studi Pendidikan Islam, 11.1 (2020), 35–50.
17
Anita Purnama, ‘Implementasi Peran Ibu Dalam Rumah Tangga Menurut Islam Dalam Era
Globalisasi (Studi Di Desa Derati)’ (Institut Agama Islam Negeri Curup, 2019) <http://e-
rumah tangga berperan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama
islam dan sopan. Antara lain dengan memberikan tata cara sopan santun
dalam bertindak dan bertutur kata yang baik, mengajarkan membaca Al-
Qur’an dan mengajarkan sholat, serta memberikan contoh dan tauladan
yang baik, memberikan sangsi apabila meninggalkan amalan-amalan
agama, mengajarkan betapa pentingnya shalat berjamaah dan
membiasakan dengan amalan-amalan agama serta masih banyak hal
lainnya yang dilakukan ibu rumah tangga dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan agama islam18. Dengan demikian dalam penanaman nilai islam,
seorang ibu harusnya berpedoman pada Al-Qur’an. Hal tersebut dilakukan
agar karakter anak terbentuk sesuai dengan Al-Qur’an sebagai sumber
pedoman utama umat islam. Hal ini mengarah pada urgensi pembelajaran
Al-Qur'an, lebih terbatas khususnya penghafalan Al-Qur’an.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Bakri


pada tahun 2021 di Yayasan Tahfizh al-Qur’an Ummul Qura Banjarmasin
bahwa ibu-ibu rumah tangga memiliki banyak sekali problem yang
ditemui selama dalam proses menghafal Al-Qur’an. Meski proses
penghafalan Al-Qur’an tersebut didukung oleh lingkungan. Tidak hanya
itu, banyak ibu-ibu yang enggan untuk memulai menghafalkan Al-Qur’an.
Problem yang menjadi dasar alasannya sangatlah beragam, mulai
keterbataasan pengucapan makharijul huruf, keterbatasan waktu, rasa malu
terhadap anak yang lebih pintar, kesulitan konsentrasi, mudah lupa karena
faktor usia dan problematika lainnya yang menjadi alasan. Fenomena
serupa juga ditemukan disekitar tempat tinggal peneliti yaitu kota Bekasi19.

Rumah Quran Bunda Aisyah ialah salah satu lembaga


pembelajaran Al-Qur’an dengan program pengentasan buta huruf Al-
Quran yang keberadaannya secara legal dan formal berada di bawah
naungan Yayasan Mitsaq Quran. Rumah Quran Bunda Aisyah telah berdiri
sejak Ramadhan 1434H/Juni 2012M. Terdapat 24 cabang Rumah Qur’an

theses.iaincurup.ac.id/448/>.
18
Suryani.
19
Muhammad Bakri, ‘Problematika Ibu-Ibu Rumah Tangga Dalam Menghafal Al-Qur‟an Di
Yayasan Tahfizh Al-Qur‟an Ummul Qura Banjarmasin’ (Universitas Islam Negeri Antasari, 2021).
bunda Aisyah yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Alamat Rumah
Qur’an bunda aisyah terletak di 10 kota, diantaranya ialah kota Jakarta,
Bekasi, Lampung, Solo, Cirebon, Bandung, Balik Papan, Bangka, Kendal.
Akan tetapi, mayoritas dari Rumah Qur’an Bunda Aisyah terletak di Kota
Bekasi20. Kehadiran Rumah Qur’an Bunda Aisyah bertujuan untuk
membantu menekan jumlah umat Islam yang mayoritas masih buta huruf
Al-Qur’an. Selain itu, Rumah Qur’an Bunda Aisyah juga menjadi pusat
pelayanan umat yang melahirkan kader pencinta Al-Quran. Rumah Qur’an
Bunda Aisyah memiliki program tahfidz atau pembelajaran menghafal Al-
Qur’an yang diperuntukkan berbagai kelompok usia, dari usia dini, anak-
anak, remaja, hingga dewasa. Salah satu program tahfidz tersebut
diperuntukkan bagi kalangan ibu-ibu. Ummi Yusdiana merupakan sosok
pendiri Rumah Qur’an Bunda Aisyah. Ummi Yusdiana telah berhasil
dalam dakwahnya membangkitkan semangat kaum ibu-ibu dalam
menghafal Al-Qur’an, khususnya kalangan ibu-ibu di kota Bekasi.

Maka dari itu, peneliti memutuskan untuk mengambil penelitian


yang berjudul “Metode Dakwah Ummi Yusdiana dalam Membangkitkan
Semangat Menghafal Al-Qur’an: Telaah Semangat Kaum Ibu-Ibu dalam
Menghafal Al-Qur’an di Rumah Qur’an Bunda Aisyah Kota Bekasi”.
Penelitian ini mendeskripsikan metode dakwah Ummi Yusdiana dalam
membangkitkan semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-ibu di
rumah Qur’an Bunda Aisyah serta menelaah semangat kaum ibu-ibu
dalam menghafal Al-Qur’an di rumah Qur’an Bunda Aisyah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan yang melatar belakangi


penelitian ini, maka dapat diidentifikasikan sejumlah masalah dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Terdapat banyak problematika dalam penerapan dakwah, dari


problematika internal seperti perpecahan umat islam dikarenakan

20
Nazih.
perbedaan madzab maupun pendapat karena fanatisme terhadap suatu
golongan hingga problematika eksternal seperti invasi pemikiran.
2. Masyarakat saat ini cenderung menempatkan pembelajaran Al-Qur’an
sebagai suatu hal yang tidak begitu prioritas. Hanya mempelajari
bagaimana membacanya saja sudah dirasa cukup. Padahal pemahaman,
pengamalan dan penghafalan Al-Qur’an juga sangatlah penting.
3. Banyak ibu-ibu yang enggan untuk memulai menghafalkan Al-Qur’an.
Problem yang menjadi alasan sangatlah beragam, mulai keterbataasan
pengucapan makharijul huruf, keterbatasan waktu, rasa malu terhadap
anak yang lebih pintar, kesulitan konsentrasi hingga alasan mudah lupa
karena faktor usia

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi yang telah dijelaskan, peneliti


membatasi permasalahan dalam penelitian ini berupa dakwah Ummi
Yusdiana dalam membangkitkan semangat menghafal Al-Qur’an di
kalangan ibu-ibu di rumah Qur’an Bunda Aisyah. Selain itu juga
permasalahan mengenai penelaahan semangat kaum ibu-ibu dalam
menghafal Al-Qur’an di rumah Qur’an Bunda Aisyah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, dapat dirumuskan


rumusan masaalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode dakwah Ummi Yusdiana dalam membangkitkan


semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-ibu di rumah Qur’an
Bunda Aisyah?
2. Bagaimana semangat kaum ibu-ibu dalam menghafal Al-Qur’an di
rumah Qur’an Bunda Aisyah?

E. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui strategi dakwah Ummi Yusdiana dalam membangkitkan


semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-ibu di rumah Qur’an
Bunda Aisyah
2. Mendeskripsikan telaah semangat kaum ibu-ibu dalam menghafal Al-
Qur’an di rumah Qur’an Bunda Aisyah

F. Manfaat
1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam memberikan


sumbangan secara teori bagi dunia dakwah khususnya mengenai
metode dakwah dalam membangkitkan semangat menghafal Al-
Qur’an.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga Rumah Qur’an Bunda Aisyah

Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat


memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan dan
pengembangan proses dakwah Al-Qur’an di Rumah Qur’an guna
meningkatkan semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-ibu.

b. Bagi para pendakwah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai


bahan referensi atau masukan tentang metode dalam dakwah untuk
membangkitkan semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-
ibu.

c. Bagi peneliti lain

Dapat digunakan sebagai bahan dalam mengembangkan


inovasi penelitian dalam dakwah dan usaha perbaikan metode
dakwah serta menambah pengetahuan atau wawasan dalam
memahami metode dakwah.
G. Definisi Konsep
1. Metode Dakwah

Metode dakwah adalah suatu jalan ataupun cara yang


digunakan oleh pendakwah dalam usaha menyerukan kepada
perorangan manusia maupun seluruh umat manusia untuk
menyampaikan ajaran islam, suatu pesan dakwah, meliputi amal
ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam media dengan tujuan
mengubah umat manusia menuju kebaikan21.

2. Menghafal Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur’an adalah aktivitas berupa suatu usaha


dengan berbagai cara agar dapat memelihara atau menjaga Al-Qur’an
sebagai wahyu Allah melalui proses mengulang dan meresapkan
lafadz-lafadz ayat Al-Qur’an sesuai dengan kaidah membaca Al-
Qur’an kedalam pikiran agar bisa mengingat dan melafalkannya
kembali tanpa melihat mushaf atau tulisan22.

21
Abdi Zulkarnain Sitepu and Nur Anisa, ‘Metode Dakwah Rumah Tahfidz Nurul Fikri Kota
Bengkulu Dalam Meningkatkan Hafalan Al- Qur’an’, JOISCOM (Journal of Islamic
Communications)COM, 1.1 (2020), 1–13; Nihayatul Husna, ‘Metode Dakwah Islam Dalam
Perspektif Al- Qur’an’, SELASAR KPI : Referensi Media Komunikasi Dan Dakwah, 1.1 (2021), 97–
105.
22
Hendri Jaya, ‘Pegaruh Motivasi Dan Hafalan Al-Qur’an Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan
Agama Islam Pada Siswa Kelas IX SMP IT Fitrah Insani Bandar Lampung Tahun 2018’ (Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019); Masduki; Fithriani Gade, ‘Implementasi
Metode Takrar Dalam Pembelajaran Menghafal Al-Qur’an’, Jurnal Ilmiah Didaktika, 14.2 (2014),
413–25 <https://doi.org/10.22373/jid.v14i2.512>.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Metode Dakwah
a. Definisi Metode Dakwah

Metode berdasarkan etimologi berasal dari kata methodos


dalam bahasa Yunani. Kata ini merupakan kombinasi dari dua kata,
yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan23.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata metode berupa method yang
berarti cara24. Dalam bahasa Jerman, metode berasal dari kata
methodicay artinya jalan, sedangkan dalam bahasa Arab metode
disebut thariq25. Dalam kamus ilmiah popular, metode juga dapat
diartikan sebagai cara yang sistematis dan teratur untuk melaksanakan
sesuatu atau cara kerja26. Sedangkan menurut terminologi, metode
merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai
sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami
obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau
tujuan pemecahan permasalahan. Metode juga dapat diartikan dengan
jalan yang kita lalui untuk mencapai tujuan 27. Banyak usaha yang tidak
dapat berhasil atau pasti tidak membuahkan hasil optimal, kalau tidak
dipakai cara yang tepat 28.

Secara etimologi, kata dakwah dalam Bahasa Arab berasal dari


kata kerja da’a - yad’u - da’watan, yang berarti mengajak, menyeru,
memanggil, mengundang, memohon, menjamu29. Istilah dakwah
diungkapkan dalam bentuk fi’il maupun masdar terulang dalam Al-
23
Afrizal El Adzim Syahputra, ‘Metode Dakwah Nabi Sulaiman Dalam Perspektif Al-Qur’an’,
MIYAH: Jurnal Studi Islam, 15.1 (2019), 81–100.
24
Jonh M. Echols and Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2000).
25
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012).
26
Paus A Partanto and Muhammad Dahlan Barri, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994).
27
Fahmi Ahmad Jawwas, ‘Metode Dakwah Imam Shafi’i Dalam Istinbat Hukum Islam’, Al-
Mishbah, 10.1 (2014), 89–108.
28
Syahputra.
29
Syahputra; Jawwas; Husna.
Qur'an sebanyak 211 kali30. Istilah ini sering diberi arti yang sama
dengan istilah-istilah tabligh, amr ma’ruf dan nahi munkar, mau’idhoh
hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta’lim dan khotbah31.

Pengertian dakwah secara terminologi, telah diungkankan oleh


beberapa ahli, di antaranya sebagai berikut:

1) Toha Yahya Umar berpendapat bahwa dakwah adalah mengajak


manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagian mereka di
dunia dan di akhirat32.
2) Syaikh Ali Makhfudz berpendapat dalam kitabnya Hidayatul
Mursyidin bahwa dakwah islam yaitu mendorong manusia agar
berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru
mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar
mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat33.
3) Istilah dakwah didefinisikan oleh Wahyu Ilaihi (2006) dalam
bukunuya yang berjudul Manajemen Dakwah, bahwa dakwah
adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau
mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.
Pelaksanaan dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara atau
metode34.
4) Menurut Prof Dr. Hamka dalam Sitepu dan Annisa, dakwah adalah
seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada
dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada
aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar35.
5) Muhammad Natsir, seperti yang dikutip dari buku Manajemen
Dakwah Islam karya Rosyad Shaleh, telah didefinisikan bahwa
dakwah merupakan usaha dalam menyerukan dan menyampaikan
30
Husna.
31
Syahputra; A M Ismatulloh, ‘Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Hamka
Terhadap QS. An-Nahl: 125)’, Lentera, 17.2 (2015), 155–69
<https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21093/lj.v17i2.438>.
32
Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Cet. IV (Jakarta: Widjaya, 1985).
33
Sitepu and Anisa; Jawwas; Syahputra.
34
Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: kencana, 2006).
35
Sitepu and Anisa.
kepada perorangan manusia mengenai seluruh konsepsi Islam
tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang
meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media
dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing
pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, perikehidupan
berumah tangga, perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan
bernegara36.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, baik


secara etimologi maupun terminologi menurut para ahli, dapat
didefinisikan bahwa dakwah adalah suatu usaha dalam bentuk aktivitas
ataupun kegiatan yang bersifat mengajak, mendorong, menyeru serta
menyampaikan kepada manusia baik secara perorangan maupun secara
berkelompok kepada jalan yang benar berupa ajakan kebaikan maupun
pencegahan kemungkaran sesuai ajaran islam agar mendapati
kebahagiaan baik di dunia maupun di Akhirat.

Pendefinisian kedua kata tersebut mengarahkan pada definisi


metode dakwah. Oleh karena itu, dapat ditarik definisi bahwa metode
dakwah adalah suatu cara tertentu yang dilakukan da’i (pendakwah)
dalam usahanya mengajak, mendorong, menyeru serta menyampaikan
kepada mad’u (sasaran dakwah) berupa ajakan kebaikan maupun
pencegahan kemungkaran sesuai ajaran islam agar tercapainya
kebahagiaan di dunia maupun di Akhirat.

b. Tujuan Dakwah

Tujuan merupakan salah satu komponen dakwah yang sangat


sentral, sebab pada tujuan itulah dilandaskan segenap tindakan dalam
rangka usaha kerjasama dakwah itu sendiri. Tanpa tujuan yang ingin
dicapai maka penyelenggaraan dakwah tidak mempunyai arti apa-apa,
bahkan hanya sia-sia37.

36
Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).
37
Muhazzab Said, ‘Dakwah Lembaga Pemasyarakatan (Studi Kasus Narapidana Di Lembaga
Pemasyarakatan Palopo)’ (Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2012).
Tujuan dakwah untuk mewujudkan kebahagiaan umat manusia
baik dalam kehidupan mereka di dunia maupun di akhirat kelak.
Dengan demikian proses penyelenggaraan dakwah yang terdiri atas
berbagai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan itu. Adapun tujuan
dakwah Islam, dengan mengacu pada kitab Al-Quran, antara lain
dirumuskan sebagai berikut: a) Merupakan upaya mengeluarkan
manusia dari kegelapan hidup (zhulumat) menuju cahaya kehidupan
yang terang (nur); b) Menegakkan sibghah Allah dalam kehidupan
mahluk Allah; c) Menegakkan fitrah insaniyah, dan d)
Memproporsikan tugas ibadah manusia sebagai hamba Allah38.

c. Unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu


ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da'i
(pelaku dakwah), mad'u (obyek dakwah), maddah (materi dakwah),
wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah)39.

1) Da’i

Da’i adalah subjek dakwah. Biasa disebut dengan pelaku


aktivitas dakwah. Maksudnya, seorang da’i hendaknya mengikuti
cara-cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah, sehingga hasil yang
diperoleh pun bisa mendekati kesuksesan seperti yang pernah diraih
Rasulullah SAW.

2) Mad’u

Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau


manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak; atau
dengan kata lain manusia secara keseluruhan
38
Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002).
39
Mastori Mastori, ‘Metode Dakwah Kepada Penguasa (Studi Analisis Pendekatan Etika Dakwah)’,
Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman, 17.2 (2019), 324 <https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6410>;
Aminuddin, ‘Media Dakwah’, Al-Mu, 9.2 (2016), 344–63.
3) Maddah

Maddah ialah pesan atau materi dakwah yang disampaikan


oleh da’i sebagai isi dalam berdakwah. Pemahaman mad’u
ditentukan oleh pesan yang disampaikan da’i, sehingga dalam
menyusun pesan dakwah harus dengan sistem yang baik dan sesuai
dengan kondisi mad’u. Ketepatan materi dakwah yang disampaikan
menjadi mudah diterima semua kalangan, serta tidak memunculkan
perselisihan terkait isi pesan dakwahnya40.

4) Wasilah

Wasilah (media) dakwah, yaitu alat yang dipergunakan


untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u.
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat
menggunakan berbagai wasilah. Berbagai wasilah tersebut antara
lain ialah lisan, tulisan, gambar, audio visual, dan juga akhlaq yang
dapat ditunjukkan.

5) Thariqah

Hal yang sangat erat kaitannya dengan metode wasilah


adalah metode dakwah thariqah (metode) dakwah. Kalau wasilah
adalah alat-alat yang dipakai untuk mengoperkan atau
menyampaikan ajaran Islam maka thariqah adalah metode yang
digunakan dalam dakwah atau bisa disebut dengan metode
dakwah.

6) Atsar

Sering disebut dengan feedback (umpan balik) dari proses


dakwah ini sering kali dilupakan atau tidak banyak menjadi
perhatian para da'i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa
setelah dakwah disampaikan maka selesailah dakwah.

40
Budi - Ariyanto, ‘Pengorganisasian Pesan Dakwah Da’i Selebriti Ustad Al Habsy’, Anida
(Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 19.1 (2019), 1–16
<https://doi.org/10.15575/anida.v19i1.5040>.
d. Macam Metode Dakwah

Metode dakwah disebutkan dalam beberapa referensi yang


berbeda. Menurut Sitepu dan Anisa (2020), metode dakwah merujuk
pada Qur’an surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi sebagai berikut:

َ ‫ِي اَحْ َس ۗنُ اِنَّ َرب‬


‫َّك‬ َ ‫ك ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْوعِ َظ ِة ْال َح َس َن ِة َو َجاد ِْل ُه ْم ِبالَّتِيْ ه‬ َ ‫ا ُ ْد ُع ا ِٰلى َس ِبي ِْل َر ِّب‬
‫ض َّل َعنْ َس ِب ْيلِهٖ َوه َُو اَعْ لَ ُم ِب ْال ُم ْه َت ِدي َْن‬ َ ْ‫ه َُو اَعْ لَ ُم ِب َمن‬

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan


hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dia-lah
yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.”

Dari ayat tersebut, Sitepu dan Anisa menyimpulkan bahwa


metode dakwah ada tiga,yaitu: bi al-hikmah;mau’izatul hasanah; dan
mujadalah billati hiya ahsan. Berikut penjelasan masing-masing
metode tersebut:

1) Berdakwah dengan Hikmah, yaitu berdakwah dengan memilih,


memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi
objektif mad’u. Memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah
dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga
mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan dalam
menjalankan syariat. Sebagai metode dakwah, hikmah diartikan
bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang
bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama.
2) Berdakwah dengan al-Mau’idzah al- hasana (pelajaran yang baik),
yaitu dengan mengajak manusia dengan memberikan motivasi dan
juga penakutan atas perbuatan buruk yang dilakukan. Hal ini
berdasarkan pada penjelasan yang terdapat dalam tafsir Al-
Baghawi Selain itu diartikan pula bahwa maksud dari al-
mau’idzah al-hasanah adalah ucapan lembut yang tidak
mengandung kekerasan.
3) Berdakwah dengan melakukan bantahan dengan cara yang baik
atau dapat disebut dengan mujadalah. Dalam pengertian secara
bahasa, kata mujadalah diambil dari kata jadalah yang berarti
memintal, ataupun melilit. Kemudian kata tersebut diikuti pada
wazan faa’ala menjadi kata jaadala yang berarti berdebat atau
berbantahan 41.

Berbeda pendapat dengan Sitepu dan Anisa, di sisi lain Mastori


yang menyebutkan bahwa terdapat 6 metode dakwah, antara lain
dakwah fardiah, ammah, bil-lisan, bil-haal, bit-tadwin, dan bil-hikmah.
Berikut penjelasan metode dakwah menurut Mastori (2019):

1) Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan


seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa
orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. dakwah Fardiah ini
melibatkan aspek psikologis yang besar antara da’i dan madh’u.
2) Dakwah Ammah yang dilakukan oleh seseorang dengan media
lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud
menanamkan pengaruh kepada mereka. Para da’i biasanya
menyampaikan khotbah (pidato), seminar atau dalam bentuk
training keislaman.
3) Dakwah bil-Lisan, yakni penyampaian informasi atau pesan
dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara
subyek dan obyek dakwah). Metode ini bisa diterapkan dalam
pertemuan-pertemuan yang melibatkan banyak orang seperti
pertemuan keluarga, reuni alumni, seminar, atau pengajian.
4) Dakwah bil-Haal, dengan mengedepankan perbuatan nyata.
Misalnya dengan berbuat baik kepada objek dakwah dengan cara
memberikan teladan kebaikan atau ikut serta memberikan solusi-
solusi praktis dalam kehidupan mad’u.
5) Dakwah bit-Tadwin, atau pola dakwah melalui tulisan, baik dengan
menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan
tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah.
41
Sitepu and Anisa.
6) Dakwah bil-Hikmah yaitu dengan cara arif bijaksana, semisal
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri,
tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik42.
e. Dakwah dalam Pendidikan

Pendidikan sebagai alat dakwah yang dimaksud disini adalah


pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi yang utuh, baik secara
moral maupun intelektual. Pendidikan merupakan salah satu visi Islam,
secara tegas dinyatakan dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada
nabi Muhammad Saw. Kepribadian manusia hanya dapat dibentuk dan
diarahkan melalui pendidikan. Menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa pendidikan bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya43.

Sedangkan, tujuan pendidikan Islam yang telah


dirokemandasikan dalam Konferensi Dunia Islam pertama di Mekah
pada tahun 1977 yang menggariskan bahwa pendidikan haruslah
menumbuhkan kepribadian manusia secara total baik individunya
maupun masyarakatnya untuk melakukan kebaikan sebagai bentuk
pengabdian kepada Allah SWT. Al-Abrasy (1969) mengelompokkan
tujuan umum pendidikan Islam menjadi lima bagian, yaitu: a)
Membentuk akhlak yang mulia. Tujuan ini telah disepakati oleh orang-
orang Islam bahwa inti dari pendidikan Islam adalah mencapai akhlak
yang mulia, sebagaimana misi kerasulan Muhammad SAW; b)
Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan dunia dan akhirat; c)
Mempersiapkan peserta didik dalam dunia usaha (mencari rizki) yang
profesional; d) Menumbuhkan semangat ilmiah kepada peserta didik

42
Mastori.
43
Muhammad Ainun Niam and Mohammad Asikin, ‘Pentingnya Aspek STEM Dalam Bahan Ajar
Terhadap Pembelajaran Matematika’, PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4 (2021),
329–35.
untuk selalu belajar dan mengkaji ilmu, dan e) Mempersiapkan peserta
didik yang profesional dalam bidang teknik dan pertukangan.

Dalam pendidikan Islam yang terpenting adalah bagaimana


menyadarkan peserta didik tahu tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk ciptaan Tuhan dan makhluk yang hidup di alam semesta ini.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam adalah mengarahkan peserta
didik untuk sadar diri terhadap tanggung jawabnya sebagai makhuk
ciptaan Tuhan dan makhluk sosial serta membimbing mereka untuk
menjadi manusia baik dan benar sebagai perwujudan khalifatullah fi
al-ardh44.

Melalui lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum dengan


muatan pelajaran agama yang lebih banyak dari sekolah umum
lainnya, tenaga pengajar yang kompeten, pertemuan rutin, media
pembelajaran mengikuti perkembagan teknologi dan sebagainya.
Dalam konteks ini pendidikan dapat dijadikan sebagai sebuah alat
dakwah yang bermakna pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi
yang utuh, baik secara moral maupun intelektual sehingga dakwah
Islam yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan harus
membantu proses pencapaian kesadaran dan manusia baik secara
individu maupun kelompok masyarakat. Selain itu tujuan pendidikan
adalah juga tujuan yang berkaitan dengan individu mencakup
perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah
laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus
dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.

Melalui lembaga pendidikan Islam, dakwah dapat dilakukan


secara simultan dengan pembahasan yang komprehensif Dakwah
tentang akidah, akhlak, syariah serta Al-Quran dan Hadits dikemas
dalam bentuk mata pelajaran. Dakwah melalui lembaga pendidikan
pada hakikatnya mempunyai jangkauan makna yang sangat luas, serta

44
(Syafe’i, 2015)
dalam rangka mencapai kesempurnaannya, diperlukan waktu dan
tenaga yang tidak kecil45.

2. Menghafal Al-Qur’an
a. Definisi Menghafal Al-Qur’an

Menurut etimologi, kata menghafal berasal dari kata dasar


hafal yang dalam bahasa Arab dikatakan al-Hifdz hafidzo – yahfadzu –
hifdzon dan memiliki arti memelihara, menjaga dan menghafal. Kata
menghafal juga dapat diartikan dengan mengingat. Mengingat,
menurut Wasty Soemanto berarti menyerap atau meletakkan
pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif46. Secara khusus
dalam penulisan ini, tahfidz mengarah pada menghafal. Dalam kamus
besar Bahasa Indonesia, menghafal adalah suatu usaha mengulang dan
meresapkan dalam pikiran agar selalu ingat47. Menghafal juga
mempunyai makna proses mengulang sesuatu, baik dengan cara
membaca maupun dengan cara mendengar ucapan orang lain48. Oleh
karenanya, menghafal adalah suatu aktivitas berupa proses usaha
dengan berbagai cara agar dapat mengulang dan meresapkan sesuatu
dalam pikiran agar selalu ingat.

Kata Al-Qur’an menurut Bahasa berasal dari Bahasa Arab yaitu


Qara’a – yaqra’u – qur’an yang berarti bacaan atau sesuatu yang
dibaca berulang-ulang. Menurut istilah pengertian al-Qur’an dapat
ditinjau dari sudut pandang beberapa ahli. Manna’ Khathan
mengungkapkan bahwa al-Qur’an adalah Kitab Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad ṣallallāh ‘alayh wa sallam dan siapa yang
membacanya akan mendapat pahala. Al-Jurjani menjelaskan bahwa
pengertian al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Rasulullah saw yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkkan secara

45
Andy, ‘Strategi Dakwah Melalui Lembaga Pendidikan Islam Di Pondok Pesantren An Anahdlah
Makassar’, Al-Mishbah, 16.2 (2020), 245–64.
46
Jaya; Masduki.
47
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2005).
48
Gade.
mutawatir tanpa keraguan. Kemudian Abu Syabbah mendefinisikan al-
Qur’an sebagai kitab yang diturunkan baik lafaz ataupun maknanya
kepada Nabi Muhammad ṣallallāh ‘alayh wa sallam yang diriwayatkan
secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian yang ditulis pada
mushaf mulai dari surat al-fatihah sampai surat terakhir yaitu an-nās49.

Berdasarkan pada penjelasan yang telah dipaparkan, maka


dapat disimpulkan bahwa Menghafal Al-Qur’an adalah aktivitas
berupa suatu usaha dengan berbagai cara agar dapat memelihara atau
menjaga Al-Qur’an sebagai wahyu Allah melalui proses mengulang
dan meresapkan lafadz-lafadz ayat Al-Qur’an sesuai dengan kaidah
membaca Al-Qur’an kedalam pikiran agar bisa mengingat dan
melafalkannya kembali tanpa melihat mushaf atau tulisan.

b. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan firman Allah ta’ala yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad shallahu alaihi Wasallam melalui malaikat
Jibril adalah sebagai petunjuk dan juga rahmat. Disamping itu, al-
Qur’an sebagai suatu mukzijat yang diberikan kepada Nabi
Muhammad untuk membenarkan bahwa beliau adalah seorang Nabi
yang diutus kepada seluruh manusia50. Al-Qur’an merupakan sumber
utama ajaran agama Islam yang menjelaskan secara global pokok.
Sedangkan Assunnah perincian dari pokok ajaran tersebut sehingga
dapat diaplikasikan dalam kehidupan pada segala bidang51. Berikut
beberapa keutamaan menghafal Al-Qur’an menurut Imam Nawawi
yang ditulis dalam kitab At- Tibyan Fi Adabi Hamalati al-Qur’an,
diantaranya yaitu52:

49
Gade.
50
M. Hidayat Ginanjar, ‘Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi
Akademik Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa Program Beasiswa Di Ma’Had Huda Islami,
Tamansari Bogor)’, Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6.11 (2017), 20.
51
Rusdiah; Nazih.
52
Marliza Oktapiani, ‘Tingkat Kecerdasan Spiritual Dan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an’,
Tahdzib Al-Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 5.1 (2020), 95–108
<https://doi.org/10.34005/tahdzib.v3i1.861>.
1) Al-Qur’an adalah pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi umat
manusia yang membacanya, memahami, dan mengamalkannya.
2) Para penghafal al-Qur’an telah dijanjikan derajat yang tinggi disisi
Allah. Pahal yang besar serta penghormatan di antara manusia.
3) Al-Qur’an menjadi hujjah dan pembela bagi pembacnya serta
sebagai pelindung dari siksaan api neraka.
4) Para pembaca al-Qur’an khususnya para penghafal al-Qur’an yang
kualitas dan kuantitas bacaannya lebih bagus akan bersama
malaikat yang selalu melindunginya dan mengajak pada kebaikan.
5) Para penghafal al-Qur’an diprioritaskan untuk menjadi imam
dalam shalat.
6) Penghafal al-Qur’an adalah pilihan Allah Swt. g. Para penghafal
Al-Qur’an adalah orang-orang yang mulia dari umat Rasulullah
SAW..
7) Menghafal al-Qur’an salah satu kenikmatan paling besar yang telah
diberikan oleh Allah Swt.

Sedangkan menurut Ulummudin(2020), Hafidz ataupun


penghafal Al-Qur’an memiliki keutamaan yang ia dapatkan di dunia,
di akhirat, serta keutamaan yang ia sematkan pada orang tuanya.
Ketiga keutamaan tersebut ialah sebagai berikut:

1) Keutamaan yang didapat hafidz di dunia

Salah satu bentuk dalam mengagungkan Allah yaitu


menghormati orang yang menghafalkan Al-Qur’an. Tidak hanya
itu, Rasul juga mengangkat derajat penghafal Al-Qur’an dalam
pergaulan dan hubungan sosialnya. Mereka ditempatkan pada
posisi yang istimewa di masyarakat, sehingga mereka memiliki
kedudukan mulia di tengah orang yang mengelilinginya. Selain
mendapat tempat dalam pergaulan sosial, penghafal Al-Qur’an
juga menjadi sosok terpandang terkait urusan ibadah. Hal ini
berarti bahwa seorang penghafal Al-Qur’an harus diutamakan
dalam menjadi imam shalat dibanding yang lainnya. Kehafidzan
seseorang menjadi tolak ukur kelayakan menjadi pemimpin dalam
ibadah, khususnya shalat. Dengan demikian, sangat jelas bahwa
seorang hafidz memiliki kedudukan istimewa baik dalam sosial
kemasyarakatan maupun sosial peribadahan.

2) Keutamaan yang diperoleh seorang hafidz di akhirat

Al-Qur’an sebagai pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi


yang membaca, memahami dan mengamalkannya. Dalam Hadits
disebutkan: Abu Umamah al-Bahili berkata kepadaku, saya
mendengar Rasulullah Saw bersabda, Bacalah al-Qur’an, maka
sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti sebagai
pemberi syafaat kepada pemiliknya (pembacanya). Tidak hanya
itu, kelak di akhirat Al-Qur’an akan menjadi saksi bagi seorang
penghafal Al-Qur’an. Dengan perantara Al-Qur’an, ia akan
mendapatkan mahkota kehormatan dan ridha Allah. Al-Qur’an
juga dapat menjadi jaminan bagi seseorang di akhirat untuk
mendapatkan keselamatan yang berujung pada kenikmatan surga53.

3) Keutamaan yang disematkan pada orang tua

Dari Buraidah al-Aslami r.a, ia berkata bahwa ia


mendengar Rasul bersabda, “Siapa yang membaca al-Qur‟an,
mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota
dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya
matahari. Kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan)
yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya:
mengapa kami dipakaikan jubah ini? Dijawab: “Karena kalian
berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari al-Quran.”

Hadis tersebut menjelaskan bahwa orang tua yang


memerintahkan anaknya untuk mempelajari Al-Qur’an (termasuk
di dalamnya yang menghafal Al-Qur’an) akan mendapatkan jubah
kehormatan atau kemuliaan kelak di akhirat. Dengan kata lain,

53
Masduki.
anak yang paham Al-Qur’an akan menjadi penyelamat bagi orang
tuanya ketika hari pembalasan tiba. Jadi, satu keluarga tersebut
akan memperoleh kesenangan berupa surga dan terhindar dari
neraka karena peran Al-Qur’an54.

B. Penelitian yang Relevan

Pada bagian ini menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian


yang diteliti antara peneliti dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Hal demikian
diperlukan untuk menghindari adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal
yang sama. Dengan demikian akan diketahui sisi-sisi apa saja yang
membedakan antara penelitian yang peneliti teliti dengan penelitian terdahulu.
Ada beberapa hasil studi penelitian yang peneliti anggap mempunyai relevansi
dengan penelitian ini, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh sitepu dan anisa pada tahun 2019 di
Bengkulu yang berjudul “Metode Dakwah Rumah Tahfidz Nurul Fikri
Kota Bengkulu dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an”. Penelitian ini
menghasilkan bahwa metode dakwah yang digunakan di Rumah Tahfidz
Nurul Fikri Kota Bengkulu adalah metode al-Mau’idzah al-hasanah.
Dakwah dilakukan dengan memberikan pengajaran yang baik yaitu
menjadi suri tauladan atau contoh yang baik bagi santri-santrinya. Selain
itu, memberikan berbagai fasilitas dan layanan kepada santri. Menunjukan
sikap perhatian, ramah, bersahabat dan peduli dan juga memberikan
berbagai motivasi kepada santrinya ketika mulai jenuh. Guru pembina
yang ahli pada bidangnya juga mendukung agar dapat memahami ketika
adanya problem dalam menghafal qur’an55.
2. Skripsi yang ditulis oleh Dewi Sakinah pada tahun 2018 yang berjudul
“Metode Dakwah Bil Lisan Ustadz Khairul Anam (Studi Program Mobile
Qur’an) di Program Pembibitan Penghafal Al-Qur’an (PPPA) Darul
Qur’an Surabaya”. Penelitian ini menghasilkan bahwa Metode Dakwah
54
Ulummudin Ulummudin, ‘Memahami Hadis-Hadis Keutamaan Menghafal Al-Qur’an Dan
Kaitannya Dengan Program Hafiz Indonesia Di RCTI (Aplikasi Hermeneutika Nasr Hamid Abu
Zaid)’, AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis, 4.1 (2020), 57
<https://doi.org/10.29240/alquds.v4i1.1103>.
55
Sitepu and Anisa.
Bil Lisan yang digunakan oleh Ustadz Khairul Anam sangat menarik. Hal
ini dikarenakan jarang sekali Lembaga yang mempunyai ide kreatif
Metode Dakwah Bil Lisan seperti Program Pembibitan Al-Qur’an (PPPA)
Darul Qur’an Surabaya. Yaitu dengan memberikan motivasi melalui kisah
para Nabi, dengan memahamkan Al- Qur’an terutama kepada anak-anak
untuk cinta kepada Al-Qur’an, juga mengajak kepada orang tua dan
masyarakat untuk mendukung aktivitas santri dalam menghafal Al-Qur’an.
3. Skripsi yang disusun oleh Fitri Ummu Habibah pada tahun 2017 yang
berjudul “Metode Dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode dakwah yang digunakan oleh KH. Yahya
Zainul Ma’arif adalah metode tabligh. Tabligh tersebut dilakukan dengan
cara membentuk majelis ceramah. Dalam bertabligh juga menggunakan
berbagai media agar tabligh tersebut sampai ke masyarakat luas. Metode
tabligh tersebut mencakup empat hal, yaitu al hikmah, mauidzah al
hasanah dan mujadalah dan tanya jawab. Selain itu, ia mengembangkan
tabligh dengan melakukan pengkaderan. Pengkaderan tersebut dilakukan
dengan cara tarbiyah, dari tarbiyah inilah akan muncul ulama’ yang akan
melanjutkan misi dakwah ke depannya. Oleh karena itu, ia mendirikan
Pondok Pesantren Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) al Bahjah.
4. Skripsi yang disusun oleh Salsabila nafa ubaisilfa pada tahun 2019 yang
berjudul “Metode Dakwah Ustadzah Latifah pada Anak-Anak Penghafal
Al-Qur’an di Kampung Darussalam Klungkung Bali”. Penelitian tersebut
menghasilkan bahwa ustadzah Latifah telah menerapkan beberapa dari
metode dakwah. Metode dakwah tersebut adalah dakwah dakwah bil mal
dan dakwah bil lisan. Ustadzah Latifah memberikan hadiah dan doorprize
dalam kegiatan hafalan dengan anak-anak. Sehingga dari kegiatan tersebut
menjadikan motivasi bagi anak dan semangat untuk menghafalkan Al-
Qur’an. ketika menyampaikan pengajaran melalui hafalan, beliau memberi
contoh terlebih dahulu secara lisan sebelum ditiru oleh anak. Ustadzah
Latifah juga menyelipkan motivasi-motivasi yang membuat anak-anak
semakin bersemangat dalam menghafal Al-Qur’an.
5. Skripsi yang ditulis oleh Tri Yulia Anggraini pada tahun 2020 yang
berjudul “Metode Dakwah dalam Pengajian Ibu-Ibu untuk Meningkatkan
Pemahaman Keagamaan di Desa Sinar Baru Kecamatan Sukoharjo
Pringsewu”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode dakwah dalam
pengajian ibu-ibu untuk meningkatkan pemahaman keagamaan di Desa
Sinar Baru dusun 002 Pringsewu ialah dengan adanya da’i yang sangat
berperan penting dalam memberikan suatu materi atau ceramah kepada
ibu-ibu. Metode yang digunakan oleh da’i dalam menyampaikan
materinya adalah metode bil- lisan, metode praktik/latihan dan metode
Tanya jawab dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan tentang Islam
dan mengajarkan tentang ibadah yang benar kepada ibu-ibu.
6. Skripsi yang disusun oleh M. khotib nawawi yang berjudul “Metode
Dakwah H. Umar Jaya Kepada Jamaah Pengajian Ibu-Ibu (Studi Kasus
pada Majelis Taklim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji
Lampung Selatan)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode dakwah
yang digunakan H. Umar Jaya ialah dengan metode ceramah, tanya jawab
dan metode demontrasi/praktek. Beliau juga memberi contoh di
masyarakat luas dengan cara mempraktekan pesan dakwah dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat ciri khas ceramah beliau, yakni
dengan tutur kata yang sopan, halus dan lembut ini yang menjadi daya
tarik tersendiri.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu


pendekatan penelitian kualitatif. Hal ini dikarenakan atas dasar
pertimbangan peneliti bahwa peneliti ingin mengaji secara mendalam
secara kualitatif desriptif mengenai metode dakwah Ummi Yusdiana
dalam membangkitkan semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-
ibu di Rumah Qur’an Bunda Aisyah. Selain itu, pendekatan kualitatif
digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa temuan-
temuan dalam penelitian kualitatif tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contoh penelitian kualitatif dapat
berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, perilaku seseorang, tentang
peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik56. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan, menggambarkan, serta
menginterpretasikan metode dakwah Ummi Yusdiana dalam
membangkitkan semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-ibu di
Rumah Qur’an Bunda Aisyah.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seorang pendakwah, yaitu Ummi


Yusdiana yang tinggal di kota Bekasi. Sedangkan rumusan masalah yang
dikaji adalah mengenai metode dan strategi dakwah Ummi Yusdiana
dalam membangkitkan semangat menghafal Al-Qur’an di kalangan ibu-
ibu di Rumah Qur’an Bunda Aisyah.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggali informasi tentang


salah satu tokoh pendakwah di kota Bekasi tepatnya ialah informasi

56
Anselm Strauss and Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, ed. by Imam Muttaqien and
Muhammad Shodiq (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
mengenai metode dakwah yang digunakan oleh Ummi Yusdiana dalam
membangkitkan semangat para ibu-ibu untuk menghafal Al-Qur’an yang
terhimpun dalam yayasan rumah Qur’an Bunda Aisyah yang dikelolanya.
Selain itu, penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2022
tepatnya di Rumah Qur’an Bunda Aisyah.

D. Jenis dan Sumber data

Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut
diambil dari berbagai sumber data dalam penelitian ini. Berikut penjelasan
dari kedua jenis data tersebut:

1. Sumber data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber


utamanya serta diamati atau dicari untuk pertama kalinya. Dalam hal
ini, yang dimaksud dengan data primer dalam penelitian ini adalah
data mengenai metode dakwah yang digunakan oleh Ummi Yusdiana.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi,
wawancara, dokumentasi dan angket yang secara keseluruhan peneliti
peroleh dari lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi
sumber data primer adalah Ummi Yusdiana, selaku figur pendakwah
yang dijadikan subjek kajian dalam penelitian ini.

2. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri


pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari majalah, keterangan-
keterangan atau publikasi lainnya. Dalam penelitian ini adalah data
tambahan yang berfungsi sebagai penyempurna atau pendukung hasil
penelitian ini. Misalnya data profil Ummi Yusdiana, lokasi rumah
Qur’an Bunda Aisyah, kondisi dari berbagai aspek kehidupan
masyarakat setempat, kondisi jama’ah ibu-ibu ketika mengikuti
aktivitas dakwah yang diselenggarakan oleh Ummi Yusdiana, dan
berbagai data sekunder lainnya yang penting untuk disajikan dalam
penelitian ini.

E. Tahapan Penelitian
1. Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-lapangan ialah tahap yang dilakukan sebelum


melakukan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan
rancangan penelitian antara lain yaitu menelisik permasalahan yang
ada di lapangan. Temuan permasalahan tersebut yang selanjutnya
dijadikan subjek dalam penelitian. Selanjutnya, memilih lapangan
penelitian dapat dilakukan ketika permasalahan yang akan dijadikan
subjek penelitian telah ditemukan di suatu lapangan.

Sebelum membuat usulan pengajuan judul penelitian, peneliti


terlebih dahulu telah menggali data atau informasi tentang subjek yang
akan diteliti secara formal maupun informal seperti kajian literatur
hingga pengamatan langsung di lapangan. Selanjutnya timbul
ketertarikan pada diri peneliti untuk menjadikannya sebagai subjek
penelitian. Kemudian setelah judul disetujui, peneliti membuat usulan
penelitian dalam bentuk proposal untuk diseminarkan. Selain itu
peneliti mengurus izin dan permohonan penelitian serta penyusunan
instrumen seperti pedoman wawancara, angket dan pedoman observasi
yang akan digunakan dalam pengambilan data penelitian.

2. Tahap Pengerjaan Lapangan

Dalam penelitian ini, peneliti memahami latar penelitian dan


persiapan diri sebelum memasuki lapangan. Sebelum merumuskan
pembahasan penelitian, peneliti terlebih dahulu telah memahami
tentang latar penelitian. Setelah itu peneliti mempersiapkan instrumen
setelah melauan validasi instrumen dengan ahli/validator. Baru
kemudian peneliti melakukan pengambilan data atau informasi yang
berkaitan dengan masalah yang dijadikan rumusan masalah dalam
penelitian.
3. Tahap Analisis Data

Tahapan analisis data kualitatif yang akan digunakan dalam


penelitian ini adalahan tiga langkah analisis data kualitatif menurut
Miles, Huberman, & Saldana (2014: 32). Tiga langkah dalam
melakukan analisis data kualitatif tersebut yaitu data condensation,
data display, dan verifying. Selanjutnya akan dijelaskan secara rinci
dalam Teknik analisis data.

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan


tanya jawab sepihak yang dilakukan dengan sistematik dan
berlandaskan pada tujuan penelitian yang ada. Wawancara berupa
sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (interviewee). Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti.
Apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Dalam ini,
wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari responden
Ummi Yusdiana dan para jama’ah ibu-ibu di Rumah Qur’an Bunda
Aisyah.

2. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai


variabel yang akan diteliti langsung dari tempat penelitian, meliputi
buku-buku yang relevan, catatan, peraturan-peraturan, laporan
kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan dengan
penelitian. Dokumentasi dilakukan dalam penelitian untuk mengambil
gambaran subjek yang diteliti yaitu. Dokumentasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengambil foto, video, maupun catatan yang
diambil selama kegiatan berlangsung.

3. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan


sistematik atas fenomena-fenomena yang diselidiki berupa pengamatan
yang dilakukan dengan pengamatan langsung dan tak langsung agar
data yang didapatkan itu valid. Sedangkan Arikunto mendefinisikan
sebagai kegiatan penguatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera. Observasi dilakukan untuk
mendapatkan data ataupun informasi mengenai:

a. Lokasi Rumah Qur’an Bunda Aisyah yang dijadikan sebagai


tempat berdakwah oleh Ummi Yusdiana
b. Kondisi jama’ah ibu-ibu ketika mengikuti aktivitas dakwah yang
diselenggarakan oleh Ummi Yusdiana
c. Metode dakwah yang diterapkan oleh Ummi Yusdiana ketika
menyampaikan pesan-pesan dakwahnya kepada ibu-ibu di Rumah
Qur’an Bunda Aisyah
d. Pesan-pesan apa saja yang disampaikan oleh ustadz Mahfud Taufiq
ketika berdakwah dihadapan ibu-ibu di Rumah Qur’an Bunda
Aisyah sehingga dapat membangkitkan semangat pada kalangan
ibu-ibu dalam menghafalkan Al-Qur’an
e. Berbagai pengamatan lainnya yang berfungsi sebagai penyempurna
hasil penelitian ini
4. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan


dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. angket tertutup disajikan
dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal
memberikan tanda cecklist pada kolom ataupun tempat yang sudah
disediakan. Sedangkan angket terbuka disajikan dalam bentuk
sedemikian rupa sehingga responden memberikan isian dalam bentuk
uraian. Angket diberikan kepada jama’ah ibu-ibu yang terhimpun
dalam kelas menghafal Al-Qur’an di Rumah Qur’an Bunda Aisyah
yang dikelola oleh Ummi Yusdiana. Angket diberikan untuk mengukur
dan menelaah semangat ibu-ibu dalam menghafal Al-Qur’an secara
deskriptif kualitatif.

G. Teknik Analisis Data

Miles, Huberman, & Saldana (2014: 32) menjelaskan tiga langkah


dalam melakukan analisis data kualitatif yaitu data condensation, data
display, dan verifying. Adapun langkah-langkah analisis data kualitatif
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Data Collection.

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan


wawancara langsung secara mendalam mengenai metode dan strategi
dakwah Ummi Yusdiana dalam membangkitkan semangat menghafal
Al-Qur’an di kalangan ibu-ibu di Rumah Qur’an Bunda Aisyah.

2. Data Condensation

Data Condensation merupakan suatu proses analisis data


dengan merangkum, menyeleksi poin-poin pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting dengan cara mencari tema dan membuang hal
yang tidak berkaitan dengan penelitian.

3. Display Data

Display data merupakan suatu proses penyajian data dengan


cara menguraikan secara singkat baik dalam bentuk bagan, tabel,
maupun deskripsi.

4. Conclusion Drawing / verification

Conclusion drawing/verification merupakan kesimpulan yang


dapat ditarik setelah data dianalisis secara kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdullah, ‘Urgensi Dakwah Dan Perencanaannya’, TASAMUH: Jurnal


Studi Islam, 12.1 (2020), 120–48
<https://doi.org/10.47945/tasamuh.v12i1.240>

Aminuddin, ‘Media Dakwah’, Al-Mu, 9.2 (2016), 344–63

Andy, ‘Strategi Dakwah Melalui Lembaga Pendidikan Islam Di Pondok Pesantren


An Anahdlah Makassar’, Al-Mishbah, 16.2 (2020), 245–64

Ariani, Anita, ‘Etika Komunikasi Dakwah Menurut Al-Quran’, Alhadharah


Jurnal Ilmu Dakwah, 11.21 (2012), 7–16

Ariyanto, Budi -, ‘Pengorganisasian Pesan Dakwah Da’i Selebriti Ustad Al


Habsy’, Anida (Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 19.1 (2019), 1–16
<https://doi.org/10.15575/anida.v19i1.5040>

Bakri, Muhammad, ‘Problematika Ibu-Ibu Rumah Tangga Dalam Menghafal Al-


Qur‟an Di Yayasan Tahfizh Al-Qur‟an Ummul Qura Banjarmasin’
(Universitas Islam Negeri Antasari, 2021)

Dianto, Icol, ‘PERANAN DAKWAH DALAM PROSES PENGEMBANGAN


MASYARAKAT ISLAM’, HIKMAH, 12.1 (2018), 98–118

Echols, Jonh M., and Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2000)

Fauzi, Ahmad, and Eva Maghfiroh, ‘Problematika Dakwah Ditengah Pandemi


Covid-19’, Al-Hikmah, 18.1 (2020), 23–32

Gade, Fithriani, ‘Implementasi Metode Takrar Dalam Pembelajaran Menghafal


Al-Qur’an’, Jurnal Ilmiah Didaktika, 14.2 (2014), 413–25
<https://doi.org/10.22373/jid.v14i2.512>

Ginanjar, M. Hidayat, ‘Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan Pengaruhnya


Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa
Program Beasiswa Di Ma’Had Huda Islami, Tamansari Bogor)’, Edukasi
Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6.11 (2017), 20
Husna, Nihayatul, ‘Metode Dakwah Islam Dalam Perspektif Al- Qur’an’,
SELASAR KPI : Referensi Media Komunikasi Dan Dakwah, 1.1 (2021), 97–
105

Ilaihi, Wahyu, Manajemen Dakwah (Jakarta: kencana, 2006)

Ismatulloh, A M, ‘Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Hamka


Terhadap QS. An-Nahl: 125)’, Lentera, 17.2 (2015), 155–69
<https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21093/lj.v17i2.438>

Jawwas, Fahmi Ahmad, ‘Metode Dakwah Imam Shafi’i Dalam Istinbat Hukum
Islam’, Al-Mishbah, 10.1 (2014), 89–108

Jaya, Hendri, ‘Pegaruh Motivasi Dan Hafalan Al-Qur’an Terhadap Prestasi


Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Kelas IX SMP IT Fitrah Insani
Bandar Lampung Tahun 2018’ (Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung, 2019)

Masduki, Yusron, ‘Implikasi Psikologis Bagi Penghafal Al-Qur’an’, Medina-Te,


10.1 (2018), 18–35
<https://doi.org/10.1103/PhysRevB.101.089902%0Ahttp://dx.doi.org/10.101
6/j.nantod.2015.04.009%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-018-05514-
9%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-019-13856-1%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1038/s41467-020-14365-2%0Ahttp://dx.doi.org/1>

Mastori, Mastori, ‘Metode Dakwah Kepada Penguasa (Studi Analisis Pendekatan


Etika Dakwah)’, Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman, 17.2 (2019), 324
<https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6410>

Muhiddin, Asep, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an (Bandung: CV. Pustaka


Setia, 2002)

Nazih, Abdullah Ghulam, ‘Pembelajaran Al-Qur’an Di Rumah Qur’an: Sebuah


Studi Kasus Rumah Qur’an Bunda Aisyah’, Spektra, 1.1 (2019), 11–20
<https://doi.org/10.34005/spektra.v1i1.1137>

Niam, Muhammad Ainun, and Mohammad Asikin, ‘Pentingnya Aspek STEM


Dalam Bahan Ajar Terhadap Pembelajaran Matematika’, PRISMA,
Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4 (2021), 329–35

Oktapiani, Marliza, ‘Tingkat Kecerdasan Spiritual Dan Kemampuan Menghafal


Al-Qur’an’, Tahdzib Al-Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 5.1 (2020), 95–
108 <https://doi.org/10.34005/tahdzib.v3i1.861>

Partanto, Paus A, and Muhammad Dahlan Barri, Kamus Ilmiah Populer


(Surabaya: Arloka, 1994)

Purnama, Anita, ‘Implementasi Peran Ibu Dalam Rumah Tangga Menurut Islam
Dalam Era Globalisasi (Studi Di Desa Derati)’ (Institut Agama Islam Negeri
Curup, 2019) <http://e-theses.iaincurup.ac.id/448/>

Ramdhani, Rahmat, ‘Problematika Dakwah Di Dunia Islam Dan Solusi


Filosofisnya’, Jurnal Ilmiah Syi’ar, 13.2 (2018), 1–12
<https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/syiar/article/view/1427>

Rusdiah, ‘Konsep Metode Pembelajaran Al Qur’an’, Jurnal Ilmiah Pendidikan


Agama Islam, 2.1 (2012), 1–25

Said, Muhazzab, ‘Dakwah Lembaga Pemasyarakatan (Studi Kasus Narapidana Di


Lembaga Pemasyarakatan Palopo)’ (Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, 2012)

Saputra, Wahidin, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2012)

Shaleh, Rosyad, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)

Sitepu, Abdi Zulkarnain, and Nur Anisa, ‘Metode Dakwah Rumah Tahfidz Nurul
Fikri Kota Bengkulu Dalam Meningkatkan Hafalan Al- Qur’an’, JOISCOM
(Journal of Islamic Communications)COM, 1.1 (2020), 1–13

Strauss, Anselm, and Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, ed. by


Imam Muttaqien and Muhammad Shodiq (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003)

Suryani, Dra., ‘Peran Ibu Rumah Tangga Dalam Menanamkan Nilai-Nilai


Pendidikan Agama Islam Pada Anak’, Fitrah: Studi Pendidikan Islam, 11.1
(2020), 35–50

Syafe’I, Imam, ‘Tujuan Pendidikan Islam’, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan


Islam, 6.November (2015), 151–66

Syahputra, Afrizal El Adzim, ‘Metode Dakwah Nabi Sulaiman Dalam Perspektif


Al-Qur’an’, MIYAH: Jurnal Studi Islam, 15.1 (2019), 81–100

Syamsuddin, Sosiologi Dakwah (Jakarta: kencana, 2016)

Tamami, Badrut, ‘Pelatihan Membaca Al-Qur’an Yang Baik Dan Benar Melalui
Metode Qira’ati’, Jurnal Pengabdian Masyarakat IPTEKS, 2.1 (2016), 27–
33

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005)

Ulummudin, Ulummudin, ‘Memahami Hadis-Hadis Keutamaan Menghafal Al-


Qur’an Dan Kaitannya Dengan Program Hafiz Indonesia Di RCTI (Aplikasi
Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid)’, AL QUDS : Jurnal Studi Alquran
Dan Hadis, 4.1 (2020), 57 <https://doi.org/10.29240/alquds.v4i1.1103>

Umar, Toha Yahya, Ilmu Dakwah, Cet. IV (Jakarta: Widjaya, 1985)

Widodo, Arip, Mahbub Nuryadien, and Ahmad Yani, ‘Metode Pembelajaran


Membaca Al-Qur’an Metode Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Anak Usia
7-13 Tahun Di Tpq Al-Falah 2 Anak Usia 7-13 Tahun Di Tpq Al-Falah 2
Desa Serangkulon Blok 01 Rt 01 Rw 01 Desa Serangkulon Blok 01 Rt 01
Rw 01 Kecamatan Babakan Kabupaten’, Jurnal Al Tarbawi Al Haditsah, 1.9
(2019), 1689–99

Zain, Arifin, Maimun, and Maimun Fuadi, ‘Identifikasi Ayat-Ayat Dakwah’, Al


Idarah: Jurnal Manajemen Dan Administrasi Islam, Vol.1.2 (2017), 167–88

Anda mungkin juga menyukai