Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ilmu Pendidikan Islam

Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang dapat berasal dari ide, pengalaman,

observasi, intuisi, dan wahyu dalam suatu ajaran agama. Apabila pengertian telah

ditemukan maka definisikan mengenai pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang

bersifat mendidik, membimbing, membina, memengaruhi, dan mengarahkan

dengan seperangkat ilmu pengetahuan. Dengan demikian pendidikan dapat

dilakukan secara formal dan non formal. Sedangkan islam adalah nama salah satu

agama yang datang dari Allah SWT yang ajaran-ajarannya bersumber dari wahyu

Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dari pandangan diatas, dapat didefinisikan bahwa ilmu pendidikan Islam

adalah akumulasi pengetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,

yang diajarkan, yang dibinakan, dan dibimbingkan kepada manusia sebagai

peserta didik dengan menerapkan metode dan pendekatan yang Islami dan

bertujuan membentuk peserta didik yang berkepribadian muslim.1

Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu

“Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan “education”, yang

berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering

diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan.2


1
Beni Ahmad saebani & Hendra Ahdiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV.Pustaka Setia),
hal. 21-22.
2
Armai Arief, Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta: Diktat Perkuliahan, 2002). hal. 2.
Pendidikan adalah usaha saadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiiki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.3

Dalam pengertian yang lain, pendidikan ialah proses pengubahan dan tata

laku seseorang atau kelompok dalam mendewasakan manusia elalui upaya

pengajaran dan pelatihan4. Pendidikan juga mengandung arti sebagai aktivitas dan

usaha manusia untuk meningkatkan kepribadianya dengan jalan membuka

potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (piker, karsa, rasa, cipta dan budi nurani),

dan jasmani (pancaindra serta keterampilan-keterampilan).5

Pendidikan Islam secara sederhana diartikan sebagai proses pembimbingan,

pembelajaran atau pelatihan terhadap manusia agar nantinya menjadi orang Islam

yang berkehidupam serta mampu melaksanakan peranan dan tugas-tugas hidup

sebagai muslim. Dengan singkat pendidikan islam dapat dikatakan sebagai proses

pembimbingan, pembelajaran atau pelatihan agar manusia menjadi seorang

muslim.6

Para ilmuwan muslim juga mencoba merumuskan dan menawarkan teori

tentang definisi pendidikan Islam. Ada beberapa yang berkenaan dengan teori

pendidikan Islam, antara lain :

3
UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), cet. Ke-IV. Hal. 2-3.
4
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-
II, hal. 232.
5
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta : Usaha Nasional),
cet. Ke-III, hal. 7.
6
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya : Karya Abditama, 1996),
cet. Ke-V, hal. 6.
a. Menurut Abdurahman Saleh, pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, mengahayati,

dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran atau

latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama Islam

dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan

persatuan nasioanl.7

b. Menurut Yusuf Qordhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia

seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan

keterampilanya.8

c. Menurut Burlian Shomad, pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan

untuk membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat

tinggi menurut ukuran Allah dan sisi pendidikanya untuk mewujudkan tujuan

itu adalah ajaran Allah.

d. Menurut Sinduhunata, pendidikan agama (Islam) adalah usaha sadar

menyiapkan siswa untuk meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan

agama melalui kegiatan mimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan

memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama oran lain dalam hubungan

kerukunanantara umat beragama untuk mewujudkan persatuan. Tujuan secara

umumnya untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan,

pegalaman, siswa tentang suatu agama, sehingga dapat menjadi pribadi yang

7
Abd. Rochman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta : Gema Windu Panca
Perkasa, 2000), hal. 31.
8
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta :CRSD Press, 2005), hal. 18.
beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.9

Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan yang

berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan akal. Penggunaan dasar ini haruslah berurutan:

Al-Qur’an lebih dahulu, bila tidak ada atau tidak jelas maka lihat di hadis, bila

tidak ada baru menggunakan akal (pemikiran), tetapi temuan akal itu tidak boleh

bertentangan dengan jiwa Al-Qur’an atau hadis.10

Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka ilmu pendidikan islam adalah teori

pendidikan yang berdasarkan ajaran islam untuk dipedomani dalam praktek

pendidikan. Menurut ahmad Tafsir, dalam ilmu pendidikan islam sekurang-

kurangnya dapat menyediakan teori mengenai pendidikan di rumah tangga

pendidikan di masyarakat dan pendidikan di sekolah. Sedangkan pelaksanaan

pendidikan sesuai dengan apa yang terkandung dalam istilah ta’lim, ta’dib dan

tarbiyah.11

Ilmu pendidikan Islam ini menjadi hal yang penting dan dibutuhkan oleh

manusia karena sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dengan mengikuti

perintahnya dalam melakukan bimbingan, dengan begitu akan mendaptka

derajatnya masing-masing berdasarkan apa yang diperjuangkanya.

Apalagi mengenai ilmu tasawuf Banyak terjadi perbedaan pendapat mengenai

tasawuf. Pada masa kekinian ini, ada beberapa kalangan yang menganggap

tasawuf sebagai aliran yang tidak berasal dari Islam secara teologis. sehingga

9
Maslikhah, Rekonstruksi SIstem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Surabaya : JP Books, 2007),
hal. 148.
10
Ahmad Tafsir, Ilmu Pedidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), hal. 18.
11
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 39.
penganutnya dinisbatkan ke kemusyrikan, pengikut bid’ah, takhayul dan khurafat.

Bahkan ada yang berpendapat bahwa tasawuf adalah penyebab kemunduran sains

Islam. Syaikh Abdyl Qadir Al-Jailani merupakan sosok ulama sufi yang terkenal

di kalanagan ahli tarekat. Konsep pemikirannya yang menonjol adalah mengenai

aqidah dan tasawuf. Keduanya didasarkan atas Al-Qur’an dan As-Sunnah serta

sesuai dengan syariat Ilahi. Alur teologis penukiran Syekh Abdul Qodir Al-Jailani

berporos pada alur teologis Ahlu-as-sunnah wa-l-jama’ah.

2.1.2 Konsep akhlak Tasawuf Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Tasawuf sering disebut dengan misitisme dalam Islam oleh orientalis. Ada banyak

pendapat mengenai asal usul tasawuf.  Secara bahasa para ulama berselisih

pendapat tentang asal kata tasawuf, apakah kata itu diambil dari kata ash-shafa’

(jernih), ash-shuf (kain wol), ash-shuffah (penghuni emper masjid) dan ash-shaf

(barisan).

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama sufi yang terkenal di

kalangan ahli tarekat. Salah satu pemikirannnya yaitu mengenai tasawuf. Beliau

telah membatasi pengertian tasawuf dengan berkata:

“Tasawuf adalah percaya pada yang Haq (Allah) dan berprilaku baik kepada

makhluk” (Al-Jailani:hal.160)12

Makdsudnya adalah bahwa tasawuf mengatur antara dua hubungan utama,

yaitu hubungan dengan pencipta dan hubungan terhadap sesama manusia dengan

prilaku dan akhlak yang lurus dan baik.

Jika ada asumsi bahwasannya memilih kehidupan bersufi adalah dengan

menjauhi dunia, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani tidak pernah mengasingkan diri,
12
Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Secret of The Secrets (Serambi Ilmu Semesta, 2008).
dalam artian membenci dunia. Namun dalam lain sisi Syekh Abdul Qodir Al-

Jailani tidak menenggelamkan dirinya pada kesenangan dunia, sehingga

melupakan Sang Pencipta. Mengenai hal tersebut Syekh Abdul Qodir Al-Jailani

berkata: “Kuasailah dunia, jangan dikuasai olehnya. Milikilah dunia, jangan

dimiliki olehnya. Setirlah dunia, jangan diperbudak olehnya. Ceraikanlah dunia,

jangan kamu diceraikan olehnya.

Dunia dipandang olehnya sebagai poros kontinuitas kehidupan akhirat.

Keduanya tidak bias dipisahkan. Karena dunia adalah lading kita untuk menanam

sebanyak-banyaknya amal kebaikan hingga kita mampu menuai benih amal kita di

hari akhir. Sufisme Syekh Abdul Qodir Al-Jailani merupakan sufisme yang

progresif, aktif dan positif, tidak meninggal dunia yang menjadi mazra’ah al-

akhirah. Ia memandang dunia dalam keseimbangan akhirat. Sebagaimana allah

berfirman dalam Al-Qur’an :

َ ۖ ‫ك ِمنَ ٱل ُّد ۡنيَ ۖا َوَأ ۡح ِسن َك َمٓا َأ ۡح َسنَ ٱهَّلل ُ ِإلَ ۡي‬
‫ك َواَل ت َۡب ِغ‬ َ ‫ك ٱهَّلل ُ ٱل َّدا َر ٱأۡل ٓ ِخ َر ۖةَ َواَل ت‬
ِ َ‫َنس ن‬
َ َ‫صيب‬ َ ‫َو ۡٱبت َِغ فِي َمٓا َءاتَ ٰى‬

َ‫ض ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل ي ُِحبُّ ۡٱل ُم ۡف ِس ِدين‬ ۡ


ِ ۖ ‫ٱلفَ َسا َد فِي ٱَأۡل ۡر‬

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat

baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

(Q.S.Al-Qashas:77)13

2.1.3 Ajaran-ajaran tasawwuf syekh abdul qodir al-jailani

13
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Yayasan penyelenggara
penafsir/penerjemah Al Qur‟an
Nama lengkap Syaikh Abdul Qadir al-Jailani adalah Syekh Muhiyuddin Abu

Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki Dusat bin Musa ats-Tsani

bin Abdullah al-Mahdi bin Hasan al-Mutsanna bin Amirul Mu‟minin Abu Hasan

bin Amirul Mu‟minin Ali bin Ali r.a Beliau adalah cucu dari Syaikh Abdullah

Ash- Shauma‟i, pemimpin para zuhad dan salah seorang syaikh kota Jilan serta

yang dianugerahi berbagai karomah. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani adalah

seorang tokoh sufi yang sangat terkenal, seorang pendiri tarekat Qadiriyah yang

dilahirkan di Naif, Jailan pada 1 Ramadhan 470 H./ 1077 M. Sejak kecil ia sudah

ditinggal ayahnya.

Syaikh Abdul Qodir Al Jailani seorang tokoh ulama sufi yang pertama kali

mendirikan tarekat atau thoriqoh, dimana ajaran beliau mewajibkan adanya guru

sebagai pembimbing utama dalam penyampaian ajaran. Artinya dalam ajaran

Syaikh Abdul Qodir Al Jailani menonjolkan adanya hubungan timbal balik atau

interaksi antara guru dengan peserta didik. Oleh karena itu interaksi dua arah

antara guru dengan peserta didik dapat mempermudah dan mendukung proses

pembelajaran sehingga dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Selain itu, dalam kitab fathur rabbani 14


beliau mengajarkan tasawuf aplikatif

yang dapat menjadi landasan peserta didik dan mempermudah dalam proses

pembelajaran. Konsep Tazkiyah an Nafs yang diajarakan Syaikh Abdul Qodir Al

Jailani dalam konsep keseharian peserta didik ini meliputi amaliah yang bertujuan

pada pengosongan diri dari sifat tercela. Sehingga peserta didik yang telah

melakukan proses tazkiyah an nafs dapat menyerap materi yang diajarkan oleh

guru dengan baik.


14
Fathurrabbani syekh abdul qodir al-jailani, bairut. Kairo 2007
Secara keseluruhan ilmu tasawuf bisa dikelompokkan menjadi dua, yakni

tasawuf ilmi atau nadhari, yaitu tasawuf yang bersifat teoritis. Bagian kedua ialah

tasawuf Amali atau tathbiqi yaitu tasawuf terapan, yakni ajaran tasawuf yang

praktis15

Sementara ada lagi yang membagi tasawuf menjadi tiga bagian, yakni:

Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Amali, dan Tasawuf Falsafi. Semua proses bertasawuf

diatas akan melalui tahapan takhalli (pembersihan hati dari sifat-sifat tercela),

tahalli (menghiasi/mengisinya dari sifat-sifat terpuji), tajalli (tersingkapnya

hijab/tabir) antara seorang hamba dengan Tuhan. Bagi orang awam (orang pada

umumnya mencapainya dalam tataran elementer, yakni mengetahui, menghayati

dan mengamalkan kebenaran, sementara bagi khawwash dan khawash al-

Khawash (istimewa dan sangat istimewa), mencapai ma‟rifatullah dengan

mencapai nur bashirah (mata hati).

Menurut HM. Amin Syukur, pembagian ini hanya sebatas kajian akademik,

ketiganya tidak bisa dipisahkan secara dikotomik, sebab dalam prakteknya ketiga-

tiganya tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lainnya. Misalnya dalam tasawuf,

pendalaman dan pengalaman aspek batin adalah yang paling utama dengan tanpa

mengabaikan aspek lahiriyah yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa.

Kebersihan jiwa di maksud adalah hasil perjuangan (mujahadah) yang tak henti-

hentinya, sebagai cara perilaku perorangan yang terbaik dalam mengontrol diri

pribadi16
15
HM. Amin Syukur dan Hj. Fatimah Ustman, Insan Kamil Paket Pelatihan Seni Menata Hati
(SMH), CV Bima Sejati, Bekerja Sama dengan Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf
(LEMKOTA) dan Yayasan al-Muhsinun, Semarang, 2004, hlm. 5.
16
HM. Amin Syukur dan Musyaruddin, op.cit, hlm. 43-44. lihat juga S.H. Nashr, Tiga pemikiran
Islam, (Ibnu Sina, Suhrawardi, dan ibn Arabi), terj. Ahmad Mujahid, Risalah, Bandung, 1986,
2.1.4 Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam Dilihat dari konsep dasar dan operasionalnya serta praktek

penyelenggaraannya, maka pendidikan Islam pada dasarnya mengandung tiga

pengertian. Pertama, Pendidikan Islam adalah pendidikan menurut Islam atau

pendidikan Islami, yakni pendidikan yang difahami dan dikembangkan dari ajaran

dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-

Qur‟an dan al- Sunnah. Dalam pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam

dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau

dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut atau bertolak dari

spirit Islam. Kedua, pendidikan Islam adalah pendidikan ke-Islaman atau

pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran dan

nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan hidup) dan sikap hidup

seseorang. yang kedua ini pendidikan islam dapat berwujud (1) segenap kegiatan

yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk membantu seorang atau

sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan/menumbuhkembangkan ajaran

Islam dan nilai- nilainya; (2) segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara

dua orang atau lebih yang dampaknya adalah tetanamnya dan/atau

tumbuhkembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa

pihak17. Ketiga, pendidikan Islam adalah pendidikan dalam Islam, atau proses dan

praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam

realitas sejarah umat Islam. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam dalam realitas

hlm. 5.

17
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
hlm. 23-24.
sejarahnya mengandung dua kemungkinan, yaitu pendidikan Islam tersebut benar-

benar dekat dengan idealitas Islam/atau mungkin mengandung jarak atau

kesenjangan dengan idealitas Islam18

2.1.5 Fenomena degradasi moral

Kejujuran, kebenaran, keadilan dan keberanian telah tertutup oleh

penyelewengan-penyelewengan baik yang terlihat ringan maupun berat, banyak

terjadi adu domba, hasad dan fitnah, menjilat, menipu, berdusta, mengambil hak

orang sesuka hati, disamping perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Yang

dihinggapi oleh kemerotan moral itu, tidak saja orang yang telah dewaasa.

akan tetapi tealah menjalar sampai kepada tunas-tunas muda yang kita

harapkan untuk melanjutkan perjuangan membela nama baik bangsa dan Negara

kita. Belakangan ini kita banyak mendengar keluhan-keluhan orang tua, ahli

pendidik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial,

anak-anak terutama yang berumur belasan tahun dan mulai remaja, banyak yang

sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, berbuat keonaran, maksiat dan hal-hal

yang mengganggu ketentraman umum19 Gejala-gejala yang menunjukan

kemerosotan moral pada anak-anak muda dari beberapa segi yaitu:

a. Kenakalan ringan

Misalnya keras kepala, tidak mau patuh kepada orang tua dan guru, lari (bolos)

dari sekolah, tidak mau belajar, sering berkelahi, suka mengeluarkan kata-kata

18
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di
Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: CV.Diponegoro, 1996), hlm. 41
19
Muhammad Mawangir, “Zakiah Daradjat Dan Pemikirannya Tentang Peran Pendidikan Islam
Dalam Kesehatan Mental,” Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena
Agama 16, no. 2 (2015): 53–65.
yang kurang sopan, cara berpakaian dan lagak-lagu yang tidak perduli dan

sebagainya.

b. Kenakalan yang mengganggu ketentraman dan keamanan orang lain Misalnya

mencuri, memfitnah, merampok, menodong, menganiaya, merusak milik orang

lain, membunuh, ngebut dan lain sebagainya.

c. Kenakalan seksual

Kenakalan-kenakalan atau kerusakan-kerusakan moral anakanak yang

menggelisahkan orang tuanya sendiri dan juga ada yang menggelisahkan

dirinya sendiri. Tidak sedikit orang tua yang mengeluh kebingungan

menghadapi anak-anak yang tidak biasa dikendalikan baik oleh orang tua itu

sendiri, maupun oleh gurunya. Gangguan seksual pada remaja yaitu terhadap

lawan jenis (batero sexsual) dan terhadap sesame jenis (homo-sexsual)

2.2 Penelitian terdahulu

Untuk menjaga keaslian peneliti dan agar tidak terjadi duplikasi penulis

melakukan penelitian yang relevan dengan tema yang diteliti. Dari penelusuran

yang peneliti lakukan ada beberapa penulis dengan tema yang relevan yakni:

a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfa Fadila dengan judul

Implementasi Pendidikan Agama Islam akhlak tasawuf Berbasis Karakter Pada

MTs Pembangunan UIN Jakarta20 Yang relevan dari penelitian ini adalah

membahas mengenai implementasi pendidikan agama islam tetapi dengan

objek penelitian yang berbeda. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ulfa

20
Ulfa Fadila, Implementasi Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter Pada MTs Pembangunan
UIN Jakarta (Jakarta: UIN Jakarta, 2013).
Fadila subjek penelitiannya pada pembentukan karakter siswa. Persamaan pada

kedua penelitian ini yakni menggunakan deskriptif kualitatif

b. berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Istikomah dengan judul Peran

Guru Pendidikan Agama Islam dan Orang Tua Dalam Membina Akhlak

Peserta Didik Kelas V SDN 02 Trimulyo Gedung Surian Kabupaten Lampung

Barat Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini relevan dilihat dari objek

penelitiannya yakni membina akhlak, akan tetapi terdapat perbedaan pada

metode penelitian karena penelitian Siti Istikomah tersebut menggunakan

penelitian kuantitatif sedangkan penelitian yang akan sedang dilakukan adalah

penelitian kualitatif lapangan. Selain itu perbedaan terletak pada objek

penelitian yakni SD dan SMK.21

c. Berdasarkan Penelitian Yang Dilakukan Oleh Violita Rahmawati Dengan Judul

Implementasi Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Akhlak tasawuf

Siswa Di Smk Negeri 3 Metro Yang relevan dari penelitian ini adalah

membahas mengenai implementasi pendidikan agama islam dalam membentuk

akhlak tasawuf akan tetapi terdapat perbedaan pada metode penelitian karena

penelitian yang di lakukan oleh peneliti menggunakan metode kulitatif 22

2.3 Kerangka penelitian

Istilah tasawwuf didalam tradisi Pendidikan Agama Islam disebut juga

dengan sufime dan mistisisme. Istilah ini sudah pasti identik ada dalam

Pendidikan Agama Islam. Secara etimologi, tasawwuf diartikan dengan berbulu

21
Siti Istiqomah, Guru Pendidikan Agama Islam dan Orang Tua Dalam Membina Akhlak Peserta
Didik Kelas V SDN 02 Trimulyo Gedung Surian Kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran
2013/2014 (Metro: STAIN Jurai Siwo)
22
Violita Rahmawati, Implementasi Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Akhlak Siswa
Di Smk Negeri 3 Metro (Jakarta:Iain Metro 2020).
banyak. Asal kata dari shaufan isim masdar yang artinya berbulu banyak. berbulu

banyak itu ciri khas dari orang shufi yang mencerminkan kesederhanaan,

kebijakan, ketawadhoan, dan keikhlasan dalam beramal. Dari kedua istilah

tersebut memberikan pemahaman bahwa kesederhanaan, bijaksana, memelihara

kesucian jiwa, taat beribadah merupakan hakikat dari akhlak yang mulia.

Sedangkan arti tasawwuf menurut Syekh abdul Qodir Al-Jailani adalah system

yang mengatur hubungan hamba dan tuhannya dengan penuh keyakinan dalam

beribadah. Dan merupakan system yang mengatur hubugan antara seorang hamba

dan seluruh makhluk allah dengan muamalah yang baik dan akhlak mulia 23.

Beliau membangun dasar pondasi tasawuf dengan delapan perkara yaitu,

dermawan, ridho, sabar, al-isyarah, menyendiri, tasawwuf dan melakukan

perjalanan.24 Di era modern saat ini muncullah berbagai istilah-istilah yang

berkaitan dengan tasawwuf. Ada tasawwuf tradisional, tasawwuf konvensional,

tasawwuf transformative dan tasawwuf saintifik yang membrikan gambaran

bahwa tasawwuf sudah melintas batas-batas yang tidak hanya berkaitan dengan

agama.

Perkembangan dunia tasawuf dengan berbagai ragamnya, memberikan arah

dan pandangan baru dalam proses implementasi pendidikan agama islam (pai)

sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib ada dalam struktur kurikulum dari

tingkat usia dini hingga perguruan tinggi.

Pendidikan Agama Islam merupakan landasan fundamental dalam

membentuk etika dan estetika manusia. Makna Pendidikan Agama Islam Dalam

23
Futuh al-ghaib dan gegrafi syekh abdul qodir al-jailani hal 164
24
Futuh al-ghaib dan gegrafi syekh abdul qodir al-jailani hal 166
terminologi islam bukan hanya pada konsep eskatologis saja tetapi merupakan

proses pengembangan dan pembentukan manusia yang dilandasi

tauhid/mengesakan allah. Pengembanagn potensi dan kompetensi peserta didik

secara komprehensif dan universal namun tetap berlandaskan semangat

ketauhidan/keilahian.

Tujuan Pendidikan Agama Islam sebagai upaya untuk menguatkan,

pemahaman, pengahayatan dan pengalaman siswa atas keimanan, bertakwa dan

berkahlak mulia dalam kehidupan manusia secara Universal. Pendidikan Agama

Islam adalah proses pembelajaran untuk mengarahkan manusia kepada akhlak

mulia/al-akhlaq al-karimah. Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam secara

umum meliputi akidah, akhlak dan muamalah/syariah. Materi bahasan Pendidikan

Agama Islam, pengembangannya dilakukan dengan tiga konteks pendekatan

yaitu: hubungan manusia dengan allah, manusia dengan manusia dan manusia

dengan alam.

Peneliti ini pada dasarnya akan mencoba menyoroti konsep akhak tasawuf

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani implementasinya dalam Pendidikan Agama Islam

yang sangat dibutukan saat ini. Karena Syekh Abdu Qodir Al-Jailani dikenal

sebagai ulama yang zuhud terhadap urusan dunia, arif, bijaksana, teladan bagi

seluruh manusia, serta penghidup agama dan sunnah. Syekh Abdul Qodir Al-

Jailani mengusai ilmu-ilmu syareat, tarekat, ilmu bahasa serta sastra arab. Dan

juga beliau sangat ahli dalam ilmu tasawwuf pendongkrak perubahan akhlak dan

karakter kejalan sunnah nabi. Karya tulisan ilmiah beliau salah satunya adalah

kitab Al-Gunyah Litholibi Thariq Al-Haqq Azza Wazalla. Yang mengkaji


persoalan beradab dalam agama terutama menanamkan pendidikan akhlak kepada

peserta didik. Bukan hanya sekedar untuk pembersihan jiwa kepada sang kholik

melainkan memperbaiki pula hubugan antara manusia dengan manusia lainnya.

Maka dari itu, sangat penting Ajaran akhlak Tasawwuf Syekh Abdul Qodir Al-

Jailani diimplementasikan didalam Pendidikan Agama Islam sebagai wujud

perubahan akhlak dan karakter bagi pendidik dan peserta didik berlandaskan pada

kesucian hati, jiwa, insan kamil dan memfungsikan diri sebagai khalifah fil- ard.

Anda mungkin juga menyukai