Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

”KONSEP DAKWAH DALAM KAJIAN TAFSIR QUR’AN DAN PENJELASAN


HADITS”
Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Studi Tafsir dan Hadts Dakwah

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Sri Astutik, M. Si

Disusun oleh:
Leo Dariono
NIM : 02040723017

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023
DAFTAR ISI

BAB 1...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.......................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang....................................................................................................................2
BAB 2...............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................................. 4
A. Pengertian Dakwah.............................................................................................................4
B. Konsep dakwah dalam tafsir al-Qur’an dan penjelasan Hadits.................................... 4
BAB 3.............................................................................................................................................38
PENUTUP.....................................................................................................................................38
A. Kesimpulan........................................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 39

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an merupakan sumber utama ajaran Islam yang memuat petunjuk dan
pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang
menjelaskan urgensi dakwah Islam serta kebutuhan manusia akan pesan-pesan Islam.
Meskipun tidak selalu secara langsung, Al-Qur'an secara tersirat menyinggung masalah
dakwah dan memberikan makna yang relevan dengan penyampaian pesan-pesan Islam
kepada manusia 1
Al-Qur'an diakui sebagai kitab dakwah dan kitab perjuangan. Hal ini diungkapkan
oleh Abu A`lâ al-Maudûdi. Al-Qur'an bukan hanya berfungsi sebagai panduan rohaniah,
tetapi juga menjadi pedoman dalam berjuang dan menyebarkan ajaran Islam. Dalam
konteks dakwah, Al-Qur'an menjadi sumber materi dakwah dan landasan teori bagi
penyebaran Islam kepada masyarakat.2
Al-Qur'an menegaskan bahwa kitab tersebut memberikan petunjuk hanya kepada
orang-orang yang bertakwa. Ini mengindikasikan bahwa dakwah perlu dijalankan dengan
penuh kesadaran akan tanggung jawab rohaniah dan integritas moral. Hanya mereka yang

1
Teguh Ansori, ‘Revitalisasi Dakwah Sebagai Paradigma Pemberdayaan Masyarakat’, Jurnal Dakwah Dan
Sosial, 2.1 (2019), 34 <https://doi.org/10.5281/zenodo.3544714>.
2
Ratnasari Dwi, ‘Fundamentalisme Islam’, Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4.1 (2010), 1–6.

2
memiliki kesalehan dan ketakwaan yang dapat menerima dan mengamalkan pesan-pesan
dakwah.3
Dakwah memerlukan strategi dan metode yang tepat. Al-Qur'an tidak hanya
memberikan isi pesan dakwah, tetapi juga memberikan pedoman mengenai cara
menyampaikannya. Metode dakwah menjadi hal yang krusial dalam penyampaian pesan
Islam. Kualitas metode akan mempengaruhi cara pesan diterima dan direspon oleh
masyarakat. Al-Qur'an menunjukkan pentingnya penyampaian yang baik dan menarik
agar pesan dakwah tidak ditolak atau disalahpahami.4
Al-Qur'an memberi ruang bagi peran dai sebagai penyampai pesan Islam. Dai
bertugas untuk mengkomunikasikan pemikiran-pemikiran dan ideologi Islam dengan cara
yang indah, menawan, dan efektif. Dai yang berkualitas mampu menjelaskan konsep-
konsep Islam tanpa membingungkan atau mendatangkan kesulitan kepada audiens.
Keberhasilan dakwah juga bergantung pada kemampuan para dai dalam
mengomunikasikan pesan Islam secara profesional dan efektif.
Dalam konteks ini, Al-Qur'an memperingatkan tentang bahaya pencemaran ajaran
Islam akibat metode dakwah yang buruk. Para dai yang menggunakan metode yang tidak
benar dapat merusak citra Islam dan membuat orang merasa jauh dari ajaran agama. Oleh
karena itu, Al-Qur'an menekankan pentingnya menghindari penggunaan metode yang
dapat merugikan pesan dakwah dan citra Islam itu sendiri.
Al-Qur'an menjadi panduan utama dalam memahami urgensi dan pentingnya
dakwah dalam Islam. Kitab suci ini tidak hanya memberikan ajaran, tetapi juga
memberikan panduan mengenai strategi, metode, dan peran para dai dalam
menyampaikan pesan Islam kepada manusia. Dengan memahami perspektif Al-Qur'an
tentang dakwah, para dai dapat menjalankan tugas mereka dengan efektif dan membantu
menyebarkan ajaran agama secara benar dan positif.

3
Sugandi Miharja, ‘Dakwah Pemberdayaan Partisipasi Keluarga’, Anida (Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah),
18.1 (2019), 1–20 <https://doi.org/10.15575/anida.v18i1.5039>.
4
Fachrul Rozy Sinambela and Mutiawati, ‘Implementasi Dakwah Bil-Lisan Dalam Meningkatkan
Pemahaman Agama Masyarakat’, El Madani : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam, 3.02 (2022), 207–15
<https://doi.org/10.53678/elmadani.v3i02.910>.

3
4
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah
Pada dasarnya dakwah merupakan sebuah seruan atau ajakan. Seorang Ulama
Kontemporer Yusuf Qordowi5, mengemukakan terminologi dari sebuah dakwah. Menurutnya
dakwah merupakan aktivitas mengajak kembali menuju kepada Allah. Ajakan fundamental
ini harus diikuti dengan tuntunan yang telah diajarkan Rasulullah Saw. Seperti menaati
perintah dan menjauhi larangan-larangan yang telah ditetapkan Allah. Esensi dakwah yang
disampaikan merupakan upaya mencapai sebuah kemaslahatan, yaitu kebaikan dunia dan di
akhirat.
Secara luas definisi dakwah dilihat dari bentuk, unsur dan cakupan dakwah. Hal itu
dapat ditegaskan sebagai berikut. Dakwah seringkali diidentikkan dengan tiga aktivitas.
Pertama adalah bil lisan (secara lisan) saluran penyampaiannya melalui ceramah atau
khutbah. Kemudian yang kedua adalah bil Kitabah (lewat tulisan) yang saluran penyampaian
dakwahnya melalui tulisan dakwah berupa naskah artikel atau buku. Kemudian yang ketiga
adalah bil hal (melalui perbuatan/tindakan) yang penyampaian dakwahnya melalui akhlak
atau keteladanan social.6
B. Konsep dakwah dalam tafsir al-Qur’an dan penjelasan Hadits
1. QS. Yunus: 25
ٍ‫وَﷲُّٰ ﯾَﺪْﻋُﻮْٓ اِﻟٰﻰ دَارِ اﻟﺴﱠﻠٰﻢِ ۚوَﯾَﮭْﺪِيْ ﻣَﻦْ ﯾﱠﺸَﺎۤءُ اِﻟٰﻰ ﺻِﺮَاطٍ ﻣﱡﺴْﺘَﻘِﯿْﻢ‬
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-
Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (QS. Yunus ayat 25)

Tafsir Ibnu Katsir

Penjelasan (Yunus ayat 25) Ketika Allah menyebutkan dunia dan kecepatan hilangnya, Allah
menawarkan surga dan mengajak ke- padanyaAllah memberinya nama "Daarus Salaam" (tempat
tinggal yang penuh keselamatan) Maksudnya, selamat dari rintangan-rintangan, kekurangan-
kekurangan dan musibah/bencana.7

Tafsir Al-Azhar
Ingatlah bahwa perjalanan ini masih jauh. Ada sesuatu yang kita tuju, yaitu suatu
negeri yang bernama "Darus Salam". "Negeri Bahagia""Negeri Selamat", "Kampung
Sentosa", itulah dia syurga. Oleh sebab itu maka selama di dunia ini bekerjalah dengan
mengingat tujuan yang terakhir itu, jadikanlah dunia menjadi perse- maian buat
5
Yusuf Qordowi, Tsaqofah Ad-Da’iyah, 1996.
6
Abdullah, ‘Ilmu Dakwah’, ed. by Muhammad Yunus Nasution, Pertama (Bandung: Cita Pustaka Media,
2015), hal. 30.
7
Ibnu Katsir, ‘Tafsir Ibnu Katsir’, 7th edn (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), hal. 264.

5
mengambil hasilnya di Darus Salam itu: "Dan Dia akan memberi petunjuk barangsiapa
yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus." (ujung ayat 25). Siapakah yang
dikehendaki oleh Tuhan untuk diberiNya petunjuk? Tentu- lah orang yang sekali
memohonkan petunjuk itu dengan sungguh-sungguh. Sebab itu maka di dalam setiap
raka'at sembahyang, baik yang fardhu ataupun yang sunnat, hendaklah kita membaca al-
Fatihah, yang salah satu di antara ayatnya ialah memohonkan petunjuk Tuhan kepada
jalan yang lurus. Di ayat ini Tuhan menegaskan bahwa Dia akan memberikan
petunjukNya itu kepada barangsiapa yang Dia kehendaki. Sedang kita sendiripun
menghendakimeng ingini petunjuk itu, sebab alangkah bahagianya kita kalau keinginan
kita yang kita sampaikan kepada Tuhan setiap waktu sesuai pula dengan kehendak Tuhan.
Sehingga hidayat sesuai dengan taufik Lalu ayat selanjutnya memberi ketegasan
terperinci siapa yang akan di- terima di dalam Negeri Selamat, atau Darus Salam dan
siapa yang akan diberi petunjuk jalan yang lurus itu.8

Tafsir Al-Misbah
Ayat ini dapat dihubungkan dengan penggalan terakhir ayat yang lalu, yakni
demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat kepada orang-orang yang berpikir, dan
ketahuilah bahwa setan-setan mengajak kamu menuju kebinasaan dengan memperdaya
kamu melalui keindahan duniawi dan kegemerlapannya dan Allah terus-menerus
mengajak setiap orang ke Dar as Salam, yakni negeri yang damai yaitu surga dan
menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lebar lagi lurus, yakni ajaran
Islam
Menurut al-Biqâ'i setelah ayat-ayat yang lalu memperingatkan tentang aneka bahaya,
dan menjelaskan bahwa kehidupan yang dipilih oleh para pendurhaka adalah kehidupan
di negeri yang fana ini yang sebentar lagi akan binasa, maka di sini Allah swt,
menjelaskan bahwa negeri yang Allah ajak manusia menuju kepadanya adalah negeri
yang tanpa bahaya, yaitu Dâr as-Salam.9

Tafsir Al-Maragi

Bahkan lebih menyukai kenikmatan duniawi dan terlena dengan ke- duniawian yang
diserukan oleh setan hingga ia berhasil menjerumuskan para pengikutnya ke dalam
neraka jahannam, adalah tempat segala keseng saraan dan nasib yang celaka. Sedang
Allah mengajak hamba-hamba-Nya kepada Darussalam. Karena Dia menyuruh mereka
melakukan amal-amal yang dapat menghantarkan mereka ke sana. Allah memberi
petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang mengantarkan ke
surga, tanpa mendapat halangan. Karena, jalan ke surga itu adalah jalan yang lurus, tidak

8
Hamka, ‘Tafsir Al-Azhar’, 7th edn (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), p. 3273.
9
Muhammad Quraish Shihab, ‘Tafsir Al Misbah’, 7th edn (Jakarta: Lentera Hati, 2006), p. 60.

6
bengkok, yaitu agama Islam. Yakni akidah-akidah, keutamaan-keutamaan dan hukum-
hukumnya.10
Analisis Tafsir

Analisis dan Komparasi Tafsir atas QS. Yunus: 25


 Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir ini memberikan penekanan pada nama "Daarus Salaam" yang diberikan oleh
Allah kepada surga. Dalam pandangan ini, surga adalah tempat yang penuh
keselamatan dari segala rintangan dan musibah. Tafsir ini lebih berfokus pada aspek
keselamatan dari surga dan pengartian dari nama "Daarus Salaam".
 Tafsir Al-Azhar
Tafsir ini menekankan pada tujuan akhir manusia, yaitu surga yang disebut "Darus
Salam" atau "Negeri Selamat". Penjelasan ini mengingatkan bahwa manusia harus
berusaha di dunia dengan tujuan akhir surga. Metode ini lebih menyoroti pentingnya
menjalani kehidupan dengan tujuan akhir dalam pandangan Islam.
 Tafsir Al-Misbah
Tafsir ini menekankan perbandingan antara godaan setan yang mengajak manusia
menuju kebinasaan di dunia dengan ajakan Allah menuju "Dâr as-Salam", yaitu surga.
Tafsir ini juga mencatat bahwa Allah menunjukkan jalan yang lebar dan lurus kepada
orang yang dikehendaki-Nya, merujuk pada ajaran Islam.
 Tafsir Al-Maragi
Tafsir ini menyoroti kontras antara ajakan setan menuju kenikmatan duniawi yang
sementara dengan ajakan Allah menuju "Darussalam", yang mengimplikasikan
keselamatan dan kebahagiaan abadi. Penekanannya lebih pada kontras antara dunia
dan akhirat, serta penjelasan tentang jalan yang lurus sebagai ajaran Islam.
Komparasi:
Menggambarkan Tujuan Akhir Dakwah
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan akhir dari dakwah adalah untuk mengajak manusia menuju
"Darus Salam", yaitu surga, tempat keselamatan dan kebahagiaan abadi. Para dai harus
menyampaikan pesan dakwah dengan kesadaran akan tujuan akhir ini, mengingatkan bahwa
tujuan akhir hidup manusia adalah surga, dan dakwah adalah sarana untuk mencapainya.
Menekankan Pentingnya Keselamatan
Konsep "Darus Salam" atau "Negeri Selamat" dalam ayat ini menggarisbawahi pentingnya
keselamatan baik dalam dunia maupun akhirat. Para dai dapat mengajarkan bahwa Islam bukan
hanya mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik di dunia, tetapi juga membawa keselamatan

10
Ahmad Mustafa Al-Maragi, ‘Tafsir Al-Maragi’, Juz 11 (Semarang: CV Toha Putra Semarang, 1993), pp. 181–82.

7
abadi di akhirat. Dakwah harus mengilhami masyarakat untuk berpindah dari dunia yang fana
menuju tujuan akhir yang abadi.

Perbandingan dengan Godaan Dunia


Ayat ini secara tersirat membandingkan ajakan Allah menuju surga dengan ajakan setan
menuju kesenangan dunia yang sementara. Para dai dapat menggambarkan kontras ini dalam
dakwah mereka, mengingatkan manusia tentang keterbatasan kesenangan dunia dan kebahagiaan
hakiki yang hanya dapat ditemukan dalam ajaran Islam dan akhirat.
Menggunakan Metode Dakwah yang Lurus
Ayat ini mengajarkan tentang jalan yang lurus (Islam) yang diberikan oleh Allah. Para dai harus
menggunakan metode dakwah yang lurus dan benar, sesuai dengan ajaran Islam yang dijelaskan
dalam Al-Qur'an. Metode dakwah yang benar dapat membantu orang-orang untuk mendapatkan
petunjuk dan memahami jalan yang benar.
Memberikan Harapan dan Tujuan dalam Dakwah
Para dai dapat menginspirasi masyarakat dengan menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah jalan
menuju "Darus Salam", tempat keselamatan dan kebahagiaan. Dakwah harus memberikan
harapan dan tujuan kepada orang-orang, sehingga mereka merasa terhubung dengan ajaran Islam
dan termotivasi untuk mengikuti jalan yang benar.
Menghindari Metode Dakwah yang Menyesatkan
Ayat ini juga memberikan peringatan tentang bahaya godaan dan ajakan yang menyesatkan.
Para dai harus berhati-hati terhadap metode dakwah yang bisa merusak citra Islam atau
membingungkan masyarakat. Mereka harus berupaya untuk menyampaikan pesan dakwah
dengan metode yang benar dan sesuai.
Dalam rangka mengambil manfaat dari ayat ini dalam konteks dakwah, para dai harus
memahami bahwa tujuan akhir dakwah adalah mengantarkan manusia menuju surga, serta
memahami pentingnya keselamatan dan ajaran Islam dalam proses ini. Ayat ini memberikan
landasan moral dan spiritual bagi para dai dalam menjalankan tugas dakwah mereka dengan tepat
dan berpengaruh.
2. Qs. Ali Imran: 104 dan 110
ُ‫وَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣﱢﻨْﻜُﻢْ اُﻣﱠﺔٌ ﯾﱠﺪْﻋُﻮْنَ اِﻟَﻰ اﻟْﺨَﯿْﺮِ وَﯾَﺄْﻣُﺮُوْنَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوْفِ وَﯾَﻨْﮭَﻮْنَ ﻋَﻦِ اﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ۗ وَاُوﻟٰۤٮِٕﻚَ ھُﻢ‬
َ‫اﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮْن‬
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)

ْ‫ﮐﻨْﺘُﻢْ ﺧَﯿْﺮَ اُﻣﱠﺔٍ اُﺧْﺮِﺟَﺖْ ﻟِﻠﻨﱠﺎسِ ﺗَﺄْﻣُﺮُوْنَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوْفِ وَﺗَﻨْﮭَﻮْنَ ﻋَﻦِ اﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ وَﺗُﺆْﻣِﻨُﻮْنَ ﺑِﺎ[ِّٰ ۗ وَﻟَﻮ‬
َ‫اٰﻣَﻦَ اَھْﻞُ اﻟْﻜِﺘٰﺐِ ﻟَﻜَﺎنَ ﺧَﯿْﺮًا ﻟﱠﮭُﻢْ ۗ ﻣِﻨْﮭُﻢُ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮْنَ وَاَﻛْﺜَﺮُھُﻢُ اﻟْﻔٰﺴِﻘُﻮْن‬

8
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di
antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang
fasik." (QS. Ali Imran: 110)

Tafsir Ibnu Katsir


1) Ayat 104
Adh-Dhahhak berkata: "Mereka itu adalah khusus para Sahabat, khusus para
Mujahidin dan ulama."

Abu Ja'far al-Baqir berkata, Rasulullah pernah membaca ayat, Dam bendallah ada
di antara kamu segolongan ‫ وﻟﺘﻜﻦ ﻣﻨﻜﻢ أﻧﮫ ﯾﺪﻋﻮن إﻟﻰ اﻟﺨﯿﺮ‬umat yang menyeru kepada
kebajikan. "Lalu beliau bersabda:
‫اﻟْﺨَﯿْﺮُ اﻟْﺒَﺎعُ اﻟْﻘُﺮْآنِ وَﺳﻨﺘﻲ‬
"Kebajikan itu adalah mengikuti al-Qur'an dan Sunnahku." (HR. Ibnu Mar- dawaih)

Maksud ayat ini, hendaklah ada segolongan dari umat yang siap me megang peran
ini, meskipun hal itu merupakan kewajiban bagi setiap individu umat sesuai dengan
kapasitasnya, sebagaimana ditegaskan dalam kitab Shahib Mislim, dari Abu Hurairah,
ia berkata. Rasulullah bersabda:

َ‫ وَذَﻟِﻚ‬.ِ‫ ﻓَﺈِن ﻟَﻢْ ﯾَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻓَﺒِﻘَﻠْﺒِﮫ‬،ِ‫ ﻓَﺈِن ﻟَﻢْ ﯾَﺴْﺘَﻄﻊْ ﻓَﺒِﻠِﺴَﺎﻧِﮫ‬،‫ﻣَﻦْ رَأَى ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣُﻨﻜَﺮًا ﻓَﻠﯿﻐﯿﺮه ﺑﯿﺪه‬
ِ‫أَﺿْﻌَﻒُ اﻹِْﯾْﻤَﺎن‬
"Barangsiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya,
jika tidak mampu, maka hendaklah ia merubah dengan lisannya dan jika tidak mampu
juga, maka hendaklah ia merubah dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan
selemah-lemah iman." (HRMuslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:


ٍ‫وﻟﯿﺲ وراءَ ذَﻟِﻚَ ﻣِﻦَ اﻹِْﯾْﻤَﺎنِ ﺣَﺒﱠﺔٌ ﺧَﺮْدَل‬
"Dan setelah ketiganya (tangan, lisan, dan hati) itu, maka tidak ada lagi iman
meskipun hanya sebesar biji sawi."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman, bahwa Nabi pernah
bersabda:

9
ْ‫ أَوْ أَﯾُﻮﺷِﻜُﻦﱠ اﻟﻠﱠﮫَ أَنْ ﯾَﺒْﻌَﺚَ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢ‬،ِ‫وَاﻟﱠﺬِي ﻧﻔﺴﻲ ﺑﯿﺪه ﻟﺘَﺄْﻣُﺮُنَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ وَﻟَﺘﻨﮭﻮن ﻋﻦ اﻟْﻤُﻨﻜَﺮ‬
ْ‫ ﺛُﻢﱠ ﻟَﺘَﺪَﻋْﺘُﮫُ ﻓَﻼَ ﯾَﺴْﺘَﺠِﯿﺐُ ﻟَﻜُﻢ‬،ِ‫ﻋِﻘَﺎﺑًﺎ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِه‬

"Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah kemunkaran, atau Allah akan menyegerakan penurunan
adzab untuk kalian dari sisi-Nya, lalu kalian berdo'a memohon kepada-Nya dan Dia
tidak mengabulkannya untuk kalian." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi
berkata, hadits ini hasan).11
2) Ayat 110
Allah memberitahukan mengenai umat Muhammad bahwa mereka adalah sebaik-
baik umat seraya berfirman "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, mengenai ayat Kama
adalah amat yang terbaik yang dilahirini kan untuk manusia, "ia berkata: "Kalian
adalah sebaik-baik manusia untuk manusia lain. Kalian datang membawa mereka
dengan belenggu yang melilit di leher mereka sehingga mereka masuk Islam.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Durrah binti Abu Lahab, ia berkata, ada
seseorang berdiri menghadap Nabi, ketika itu beliau berada di mimbarlalu orang itu
berkata,

ِ‫ وَآﻣَﺮُھُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوف‬،ِ‫ وَاﻟْﻘَﺎھُﻢْ ﻟِﻠﱠﮫ‬،ْ‫ ﺧَﯿْﺮُ اﻟﻨﱠﺎسِ أَﻓْﺮَاھُﻢ‬: َ‫ﯾَﺎ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫِ أَيﱡ اﻟﻨﱠﺎسِ ﺧَﯿْﺮٌ؟ ﻗَﺎل‬
‫ وَأَوْﺻَﻠُﮭُﻢْ ﻟِﻠﺮﱠﺣِﻢ‬،ِ‫وأَﻧْﮭَﺎھُﻢْ ﻋَﻦِ اﻟْﻤُﻨﻜَﺮ‬

"Ya Rasulullah, siapakah manusia terbaik itu?' Beliau bersabda: "Sebaik-baik


manusia adalah yang paling hafal al-Qur'an, paling bertakwa kepada Allah, paling
giat menyuruh berbuat yang ma'ruf dan paling gencar mencegah kemunkaran dan
paling rajin bersilaturahmi di antara mereka." (HR. Ahmad)

An-Nasa'i dalam kitab Sunan dan al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak


meriwayatkan dari hadits Samak, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, yang
dimaksud dengan umat terbaik adalah : "Mereka itu adalah orang- orang yang
berhijrah bersama Rasulullah dari Makkah menuju Madinah."
Sebenarnya ayat ini bersifat umum mencakup seluruh umat pada setiap generasi
berdasarkan tingkatannya. Dan sebaik-baik generasi mereka adalah para Sahabat
Rasulullah, kemudian yang setelah mereka, lalu generasi berikutnya. Sebagaimana
firman-Nya,

ِ‫وﻛﺬﻟﻚ ﺣﺎﻛﻢ أﻧﮫ وﺳَﻄًﺎ ﻟﱢﺘَﻜُﻮﻧُﻮا ﺷُﮭَﺪَاء ﻋَﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎس‬


“demikian (pula) Kami telah ) menjadikan kamu (umat Islam)umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia." (QSAl-Baqarah: 143)
11
Ibnu Katsir, ‘Tafsir Ibnu Katsir’, Jilid 2 (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), hal. 107

10
Dalam Musnad Imam Ahmad, Jaamiat-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, dan
Mustadrak al-Hakim, diriwayatkan dari Hakim bin Mu'awiyah bin Haidah, dari
ayahnya, ia berkata, Rasulullah bersabda:

‫ وَأَﻧﺘُﻢْ أَﻛْﺮَﻣُﮭَﺎ ﻋَﻠَﻰ اﻟﻠﱠﮫِ ﻋَﺰﱠ وَﺟَﻞﱠ‬،‫ أَﻧﺘُﻢْ ﺧَﯿْﺮُھَﺎ‬،ً‫اﻧﺘﻢ ﺗُﻮﻓُﻮنَ ﺳَﺒْﻌِﯿﻦَ أُﻣﱠﺔ‬
"Kalian sebanding dengan 70 (tujuh puluh) umat dan kalian adalah sebaik- baik dan
semulia-mulia umat bagi Allah.”
Hadits di atas masyhur, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi. Umat ini menjadi
sang juara dalam menuju kepada kebaikan tiada lain karena Nabinya, Muhammad.
Sebab beliau adalah makhluk paling ter- hormat dan Rasul yang paling mulia di
hadapan Allah . Beliau diutus Allah dengan syari'at yang sempurna nan agung yang
belum pernah diberikan. kepada seorang Nabi maupun Rasul sebelumnya. Maka
pengamalan sedikit dari manhaj dan jalannya menempati posisi yang tidak dicapai
oleh pengamalan banyak dari manhaj dan jalan umat lainnya. Sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Ahmad dari Muhammad bin 'Ali Ibnu al-Hanafiyah, bahwa ia
pernah mendengar "Ali bin Abi Thalib berkata, Rasulullah bersabda:

‫ ﻣَﺎ ھُﻮَ ؟ ﺗُﺼِﺮْتُ ﺑِﺎﻟﺮﱡﻋْﺐِ واﻓﻘﺖ‬،ِ‫ ﯾَﺎ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫ‬:‫ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ‬، ِ‫أُﻋْﻄِﯿﺖُ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﯾُﻌْﻂَ أَﺣَﺪٌ ﻣِﻦَ اﻷَﻧْﺒِﯿَﺎء‬
‫ وﺟﻌﻠﺖ أﻧﻨﻲ ﺧﯿﺮ‬،‫ وﺟﻌﻞ اﻟﺘﺮاب ﻟﻲ ظﮭﻮرا‬،‫ و ﺳﯿﺖ أﺣﻤﺪ‬،‫ﻣﺪاﺋﺢ اﻷرض‬
"Aku telah diberi sesuatu yang tidak diberikan kepada seorang Nabi pun." Lalu
kami bertanya: "Apakah sesuatu itu, ya Rasulullah?" Beliau bersabda: "Aku
dimenangkan dengan ketakutan (musuh), aku diberi kunci-kunci bumidiberikan
kepadaku nama Ahmad, dan dijadikan tanah ini bagiku suci, serta dijadikan umatku
ini sebagai umat yang terbaik." (Melalui jalan tersebut hadits ini hanya diriwayatkan
Ahmad dengan isnad hasan).12

Tafsir Al Azhar
1) Ayat 104
"Hendaklah ada antara kamu satu golongan yang mengajak kepada kebaikan,
menyuruh berbuat yang ma'ruf dan melarang perbuatan munkar." (pangkal ayat 104).
Kalau pada ayat yang telah lalu telah diterangkan, bahwa nikmat Islam telah
menimbulkan persaudaraan, menjinakkan hati dan menyebut ummat manusia yang
nyaris terbenam ke dalam neraka, maka untuk memelihara kokohnya nikmat itu,
hendaklah ada dalam kalangan jamaah Muslimin itu suatu golongan, dalam ayat
ditegaskan suatu ummat yang menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan,
tegasnya Da'wah. Yang selalu mesti mengajak dan membawa manusia berbuat

12
Ibnu Katsir, ‘Tafsir Ibnu Katsir’, Jilid 2 (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), hal. 110

11
kebaikan, menyuruh berbuat ma'ruf, yaitu yang patut, pantas dan sopan; dan
mencegah, melarang perbuatan munkar, yang dibenci; dan yang tidak diterima.
Di sini terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat ma'ruf. mencegah
perbuatan munkar. Berbuat ma'ruf diambil dari kata uruf, yang dikenal, atau yang
dapat dimengerti dan dapat difahami serta diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang
ma'ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan difahami oleh manusia serta dipuji,
karena begitulah yang patut dikerjakan oleh manusia yang berakal. Yang munkar
artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh masyarakat,
karena tidak patut, tidak pantas. Tidak selayaknya yang demikian dikerjakan oleh
manusia berakal. Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang
ma'ruf itu dan mana yang munkar. Sebab itu maka ma'ruf dan munkar tidaklah
terpisah dari pendapat umum. Kalau ada orang berbuat ma'ruf, seluruh masyarakat,
umumnya menyetujui, membenarkan dan memuji. Kalau ada perbuatan munkar,
seluruh masyarakat menolak, membenci dan tidak menyukainya. Sebab itu bertambah
tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang akan yang ma'ruf dan bertambah
benci orang kepada yang munkar. Lantaran itu wajiblah ada dalam Jamaah Muslimin
segolongan ummat yang bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma'ruf itu
dan menjauhi yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya
Menyampaikan ajakan kepada yang ma'ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang
dinamai da'wah. Dengan adanya ummat yang berda'wah agama menjadi hidup, tidak
menjadi seolah-olah mati. Bidang untuk menyampaikan da'wah terbagi dua, umum
dan khusus. Yang umum banyak pula cabangnya, sebab masyarakat bercabang-
cabang pulaDa'wah kepada kalangan ummat Islam sendiri, supaya mereka memegang
agama dengan betul dan beragama dengan kesadaran. Dan pemeluk agama itu ada
dalam segala bidang kemasyarakatan, dalam pertanian, perniagaan, pekerjaan tangan,
perburuhan dan kepegawaian. Dipertimbangkan juga tingkat kecerdasan, di kampung
atau di kota, laki-laki perempuan, tual ataupun muda, orang yang lebih cerdas atau
yang tinggi pendidikannya dengan orang yang rendah kecerdasannya.
Dalam bidang umum termasuk propaganda menjelaskan kemurnian agama keluar.
Pertama bersifat mengajak orang lain supaya turut memahami hikmat ajaran
IslamDan kadang-kadang bersifat menangkis serangan atau tuduhan yang tidak-tidak
terhadap agama yang bersifat khusus ialah da'wah dalam kalangan keluarga sendiri,
menimbulkan suasana agama di kalangan keluarga, mendidik agar patuh akan
perintah Tuhan; berlomba berbuat baik. Da'wah tidak berhentiwalaupun antara
sesama golongan sendiri. Di dalam ayat bertemu tiga kewajiban yang dihadapi. Yang
dua berpusat kepada yang satu. Yang satu ialah mengajak kepada kebaikanDia
menimbul- kan dua tugasPertama menyuruh berbuat ma'ruf, kedua melarang berbuat
munkar.
Setengah ahli tafsir mengatakan, bahwasanya yang dimaksud dengan Al- khairi
yang berarti kebaikan di dalam ayat ini ialah Islam; yaitu memupuk kepercayaan dan
iman kepada Tuhan, termasuk Tauhid dan Ma'rifatDan itulah hakikat kesadaran
beragama yang menimbulkan tahu memperbedakan yang baik dengan yang buruk,

12
yang ma'ruf dengan yang munkar. Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa
kebaikan dalam jiwa, yang menyebabkan tahu pula dan berani menegakkan mana
yang ma'ruf dan menentang mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum
tumbuh, menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma'ruf dan menentang yang
munkarSebab untuk mem- perbedakan yang ma'ruf dengan yang munkar tidak lain
dari ajaran Tuhan.
Oleh sebab itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam mengadakan Da'wah,
hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan terlebih dahuluSuatu da'wah
yang mendahulukan hukum halal dan hukum haram, sebelum orang menyadari agama,
adalah perbuatan yang percuma, sama saja denganseorang yang menjatuhkan talak
kepada isteri orang lain.
Di sini kita bertemu dengan dua kata penting, yaitu pertama Ummatun, yang
berarti ummat. Hendaklah antara kamu ada suatu ummatYang kedua kata Yad'unna,
yaitu melancarkan dan menjalankan seruan, tegasnya Da'wah. Dari ayat ini dapat
difahami bahwa di kalangan Ummat Islam yang besar jumlahnya ini, dewasa ini tidak
kurang dari 900 juta bilangannya. Hendaklah ada lagi segolongan ummat yang
menjadi intiyang kerjanya khusus mengadakan da'wah. Atau hendaklah seluruh
ummat itu sendiri sadar akan kewajibannya mengadakan da'wah. Sebab kehidupan
agama, kemajuan atau kemunduran- nya sangat bergantung kepada da'wah.
Ayat yang mengatakan: Hendaklah ada antara kamu segolongan ummat yang
menyeru kepada kebaikan. Jelaslah, bahwa bidang yang akan dihadapi oleh ummat
pemegang da'wah itu ada dua. Pertama da'wah ke dalam kalangan ummatnya sendiri
dan kedua da'wah keluar kalangan Islam. Pada zaman hidup Rasulullah s.a.w. dan
beberapa waktu kemudian setelah beliau meninggal dunia, orang-orang telah
beragama Islam sendiri masih menerima da'wah langsung dari Muhammad s.a.wdan
para sahabat beliau. Maka hukum-hukum yang belum diketahui mereka minta
penjelasannya kepada RasulKalau tidak tahu mereka bertanyaDan setelah zaman
Rasul dan zaman sahabat berlalu, datanglah ulama-ulama, sejak Tabi'in, sampai
kepada Tabi' Tabi'in sampai kepada ulama Mutaqaddimin, sampai kepada
ulamaMutaakhkhirin melanjutkan da'wah dalam kalangan Islam sendiri, supaya
Muslim itu sadar terus akan agamanya.
Dalam pada itu diadakan pula da'wah keluar, memberikan pengertian tentang
hakikat kebenaran Islam kepada orang-orang yang belum: memeluknya Yang ma'ruf,
sebagai kita katakan tadi, ialah perbuatan baik yang diterima oleh masyarakat yang
baik. Dengan demikian ternyatalah kewajiban seorang yang jadi ahli da'wah atau
ummat da'wah membentuk pendapat umum yang sihat, atau public-opiniDan yang
munkar adalah segala perbuatan atau gejala- gejala yang buruk yang ditolak oleh
masyarakat. Dengan selalu adanya da'wah, maka terdapatlah masyarakat yang sihat.
Dan itulah tujuan hidup manusia. Sebab manusia itu pada hakikatnya tidaklah ada
yang menyukai yang munkar dan yang menolak ma'ruf. Maka apabila amar ma'ruf
nahi munkar terhenti, itulah alamat, bahwa masyarakat tadi mulai ditimpa penyakit.
Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup manusia ialah pada adanya kesadaran
akan kebaikan dan ma'ruf dan tolakan mutlak atas yang munkarItulah sebabnya maka

13
ujung ayat menegaskan"Dan mereka itu, ialah orang-orang yang beroleh
kemenangan." (ujung ayat 104)Meskipun di dalam rasa-bahasa, sepintas lalu agak
kaku bunyinya salinan ayat ini, yaitu "dan mereka itu, ialah," namun dengan menyalin
demikian lebih terasalah ini inti maksud ayat, yaitu hanya orang-orang yang tetap
menjalankan da'wah itu; artinya itu sajalah yang akan beroleh kemenangan. Sebab
dengan adanya da'wah, kemunkaran dapat dibendung dan yang ma'ruf dapat dialirkan
terus, sehingga ummat tadi menjadi pelopor kebajikan di dalam dunia.

Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.wtentang kepentingan Amar ma'ruf -
Nahi munkarRasulullah s.a.w. bersabda:

‫ﻋَﻦْ ﺣَﺬَﯾْﻔَﺔَ رَﺿِﻲَ ﷲُ ﻋَﻨْﮫُ ﻣَﻦِ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﱠﮫُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎلَ وَاﻟﱠﺬِي ﻧَﻔْﺴِﻲ ﺑﯿﺪه ﻟﺘﺄﻣﺮون‬
‫ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف واﺗﮭﻮن ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ أو ﻟﯿﻮ ﺷﻜﻦ ﷲ أن ﺑﻌﺖ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﻣﻘﺎﻻ ﻣﻨﮫ ﺛُﻢﱠ ﺗَﺪْﻋُﻮﻧَﮫُ ﻓﻼ‬
( ‫ﯾﺴﺘﺠﺎب ﻟﻜﻢ )وراء اﻟﺰﯾﻨﺎت ﻣﻦ ﻣﺪﯾﻨﺔ‬
"Demi Tuhan, yang diriku ini adalah dalam tanganNya. Hendaklah kamu suruh
mengerjakan yang ma'ruf dan kamu cegah sungguh-sungguh dari yang munkaratau
dipastikan bahwa Allah akan menimpakan bencanaNya ke atas kamu. Setelah itu
kamupun mendoa memohonkan kepadaNya, tetapi per mohonan itu tidak
dikabulkanNya lagi" (dirawikan oleh at-Termidzi dari Hadis Hudzaifah r.a)
Peralatan Dakwah
1. Hendaklah seorang pemberi da'wah mempunyai pengetahuanyang sempurna, atau
menguasai sepenuhnya ke mana manusia itu hendak dibawanya dengan da'wahnya.
Yaitu hendaklah mereka mengetahui benarbenar al-Quran dan mengetahui
pulaSunnah Rasulullah serta mengetahui pula sejarah hidup Nabi dan sejarah
perjuangan sahabat-sahabat Rasulullah yang utama, yaitu khalifah-khalifah yang
empat (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali); juga kehidupan ulama-ulama salaf
yang salih serta mengetahui pula syaratsyarat yang perlu dalam lapangan hukum.
Sebab da'wah adalah penerangan, sedang al-Quran dan Sunnah itu terlebih dahulu
perlu kepada penerangan.
2. Berpengefohuan tentang keadaan ummat yang akan dilakukan da'wah kepadanya.
Diketahui bagaimana ukuran pendidikan dan pengalaryian dan lingkungan ummat
itu dan iklim negeri-negeri mereka serta budi kebiasaan mereka yang di dalam
pengetahuan moden disebut suasana masyarakat mereka. Itulah yang disebut
ethnologi.
3. Wajib berpengetahuan tentang pokok dan sumber ilmu sejarah yang umum; supaya
dapat mengetahui dari mana sumber kerusakan akhlak dan timbulnya adat-istiadat
yang mengganggu kecerdasan berfikir. Dengan jalan demikian apabila dia
melakukan da'wah dia tidak berlaku seram, dengan memberantas adat kebiasaan
ataupun hal yang dipandangnya bid'ah, sebelum dia mengetahui apa sebab-
musababnya dan dari mana asal-usulnya. Kata-kata yang diucapkan dengan latar-
belakang pengetahuan yang demikian, sangat besar kekuasaannya kepada orang

14
yang diseru, sehingga yang diseru itu bisa dipindahkan dari satu keadaan kepada
keadaan yang lain. Itulah sebabnya maka al-Quran penuh dengan berita-berita
tarikh.
4. Hendaklah si pembawa da'wah berpengetahuan ilmu bumi. Sebab kalau dia hendak
berangkat menuju suatu tempat terlebih dahulu telah diketahuinya garis-garis besar
keadaan negeri yang akan didatanginya itu. Diketahui letak sungai dan gunungnya,
demikianpun tabiat dan cuaca. Karena pengetahuan tentang inilah sahabat-sahabat
Rasulullah s.a.w. pada zaman dahulu itu bisa menang apabila menaklukkan sebuah
negeri. Kebodohan tentang itu menyebabkan kegagalan.
5. Ilmu Jiwa: Kepentingan ilmu jiwa di dalam menghadapi diri orang seorang atau
apa yang kita namai sekarang peribadi, sama pentingnya dengan mengetahui
sejarah untuk mengetahui keadaan ummat dalam keseluruhan. Ini tentu saja hanya
mengenai soal-soal ijtihadiyah.
6. Ilmu Akhlak: Yaitu ilmu yang mengupas perbedaan yang baik dan yang buruk,
yang terpuji dan yang tercela. Untuk ini tidak berapa perlu memperpanjang
penyelidikan tentang nilai etika menurut ajaran Aristoteles, sebab akhlak bukan
semata-mata diilmukan, tetapi diamalkan dan diperlihatkan contoh teladannya
7. Ilmu Masyarakat (Sosiologi); Ilmu masyarakat adalah suatu ilmu hidup. Sebab dia
mengaji, membahas dan menyelidiki sebab-sebab kemajuan atau kemunduran
suatu bangsa. Atau perangsurannya dari zaman sederhana (Badwi) sampai
menjadibangsa yang bertamaddun. Bagaimana masyarakat itu tumbuh lalu
berkembang, atau layu sebelum berbuah.llmu masyarakat berjalin berkelindan
dengan ilmu sejarah dan ilmu akhlak, atau bersumber dari keduanya.
8. Ilmu Politik: Ini amat diperlukan oleh seorang pembawa da wah untuk mengetahui
dalam zaman apa dia hidup. Terutama sekali dia harus mengetahui susunan
pemerintahan dalam negeri tempat dia melakukan da'wah. Misalnya seorang
muballigh atau ahli da'wah yang telah bertahun-tahun di Makkah, langsung pulang
ke negerinya mengadakan da'wah dan menyamakan Makkah dengan Indonesia,
niscaya dia akan gagal. Dia mesti tahu misalnya apa dasar Negara Republik
Indonesia dan apa dasar Negara/Kerajaan Malaysia. Mengapa susunan kedua
Negara itu berbeda padahal bangsanya sama, yaitu rumpun Melayu.
9. Mengetahui bahasa negeri tempat melakukan da'wah supaya dapat menyelami
lubuk jiwa yang empunya bahasa. Syarat inipun mutlak. Karena bagaimanapun
alimnya seorang, kalau tidak tahu bahasa, samalah dengan orang bisu. Banyak
orang alim yang bertahun-tahun di Makkah dan Mesir, sangat fasih berbahasa
Arab, tetapi tidak menguasai bahasa bangsanya sendiri, maka terpaksa dia
"bersemayam di istana gading" dengan ilmunya dan tidak mengalir faedahnya
kepada ummat yang hendak diberinya da'wah.
10. Mengetahui kebudayaan dan kesenian serba sedikit yang beredar di kalangan
ummat yang hendak dia da'wahi itu. Karena pengetahuan akan seni dan budaya
menyebabkan orang tidak lekas dan terburu nafsu meletakkan hukum atas suatu
perkara, sehingga dia tidak tersisih ke tepi seketika soal-soal demikian
diperbincangkan orang dan tidak bingung seketika datang pertanyaan

15
11. Mengetahui pokok-pokok perbedaan agama-agama yang ada. Misalnya agama
Kristen, Yahudi, Hindu, Kong Hu Cu, Budha dan lain-lain dan mengetahui pula
perbedaan pendapat antara mazhab.mazhab. Sehingga timbul keluasan faham di
dalam menghadapi ummat. Jangan sampai merasakan, bahwa yang ummat Islam
itu hanyalah kawan yang semazhab saja, atau sefaham saja. Tegasnya jangan
sampai kalau dia misalnya seorang muballigh Muhammadiyah, hanya sanggup
berhadapan dengan orang Muhammadiyah saja dan merasa kecil jiwanya
berhadapan dengan orang luar Muhammadiyah.13

2) Ayat 110
"Kamu adalah yang sebaik-baik ummat yang telah dikeluarkan antara manusia
(karena) kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf dan melarang perbuatan yang munkar
serta percaya kepada Allah." (pangkal ayat 110)Pada ayat yang telah lalu telah
diperintahkan dengan nyata dan tegas supaya di kalangan jamaah Islamiyah itu
diadakan ummat yang khusus menyuruhkan kebaikan, yaitu iman, menyuruh berbuat
yang ma'ruf dan melarang perbuatan yang munkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi
hasil usaha itu yang nyata, yang kongkrit. Yaitu kamu menjadi sebaik-baik ummat
yang dikeluarkan antara manusia di dunia iniDijelaskan sekali lagi, bahwa kamu
mencapai derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik ummat, karena kamu: memenuhi
ketiga syarat: amar Ma'ruf Nahi MunkarIman kepada Allah. Ketiganya inilah yang
menjadi sebab, kamu disebutkan yang sebaik-baik ummatKalau yang ketiga tidak ada,
niscaya kamu bukanlah yang sebaik-baik ummatbahkan mungkin menjadi seburuk-
buruk ummatLantaran itu apabila kita membaca ayat ini, janganlah hanya memegang
pangkalnya, lalu mem- banggasebagaimana membangganya orang Yahudi
mengatakan, bahwa mereka adalah "Kaum pilihan Tuhan"
Ketiga dasar yang membawa mutu kebaikan isi pada hakikatnya adalah
satuPertama Amar Ma'ruf, kedua Nahi Munkar, yang ketiga yakni beriman. kepada
Allah adalah dasarnya yang sejati. Apabila telah mengakui dan merasakan beriman
kepada Allah, timbullah kebebasan jiwa. Sebab percaya kepada Allah tidak memberi
tempat buat mempersekutukan kepercayaan kepada yang lain dengan kepercayaan
kepada Allah. Orang yang beriman kepada Allah, bebas merdekalah dia dari
pengaruh yang lain, sebab yang lain makhluk Tuhan belaka. Keimanan kepada Allah
menghilangkan ketakutan dan dukacita menimbulkan daya hidup. Tegasnya juga
menimbulkan dinamika hidup. Itulah jiwa bebas! Maka dengan sendirinya
kemerdekaan jiwa karena tauhid itu menimbulkan pula kemerdekaan yang kedua,
yaitu kemerdekaan kemauan, (iradat, will). Lalu berani menyatakan fikiran-fikiran
yang baik untuk kemaslahatan ummat dan kemajuan, sebab hidup lebih maju adalah
tabiat kemanusiaan. Di sinilah terletak Amar Ma'ruf. Kemerdekaan kemauan
menimbulkan kelanjutannyayaitu kemerdekaan menyatakan fikiran, menentang hal
yang dipandang munkar.
Keberanian menyatakan, bahwa ini adalah ma'ruf, tetapi lebih sulit menyatakan,
bahwa itu adalah munkar. Sebab besar kemungkinannya akan dimurkai orang.
13
Hamka, ‘Tafsir Al-Azhar’, Jilid 3 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hal. 866.

16
Kadang-kadang kita dianjurkan supaya mengatakan yang sebenarnya. Tetapi apabila
yang sebenarnya yang kita katakan, orang akan marah. Sebab masyarakat biasanya
amat berat melepaskan kebiasaannya. "Manusia adalah budak kebiasaannya,"
demikian kata pepatahMaka kalau iman kepada Allah di dalam ayat ini dijadikan
bahan yang terakhir, sebab dialah dasar kalau iman kepada Allah itu lemah, niscaya
amar ma'ruf dan nahi munkar tidak akan berlangsung. Kekurangan iman kepada
Allah menghilangkan keberanian buat beramar ma'ruf nahi munkar. Dan kalau
keberanian ini tidak ada lagi, kamu tidak lagi terhitung sebaik-baik ummatMaka
menurut ukuran tinggi dan rendah bersemangat atau kendur semangat, ketiganya
inilah (Amar Ma'ruf, Nahi Munkar dan Iman kepada Allah) menjadi penilaian sebaik-
baik ummat itu.
Supaya lebih jelas, cobalah renungkan keterangan di bawah ini"Kamu adalah
yang sebaik-baik ummat yang dikeluarkan Tuhan untuk seluruh manusiaSupaya
ummat Islam jangan tersesat dan kejangkitan penyakit bangga, sebagai yang telah
menimpa kedua saudaranya, Yahudi dan Nasrani itu, sekali-kali jangan membaca
potongan kalimat yang pertama itu saja. Wajiblah dibaca sampai ke ujungnya. Sebab
firman Tuhan itu terbagi empat bahagian.

1. Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan Tuhan untuk seluruh manusia.

2. (Karena) kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf.

3. Dan kamu melarang perbuatan yang munkar.

4. Serta kamu percaya kepada Allah.

Ini adalah satu ayat yang tidak terpotong-potong, dan tidak boleh dipotong-
potongWaw artinya Dan yang mempersambungkan antara keempat bagian kalimat itu,
menyebabkan hubungannya erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Ummat Muhammad akan tetap menjadi sebaik-baik ummat yang timbul di
antara peri-kemanusiaan, selama dia mempunyai tiga sifat keutamaan itu. Berani
menyuruh berbuat ma'ruf, berani melarang perbuatan munkar dan percaya kepada
Allah Apabila ketiganya itu ada, pastilah mereka mencapai kedudukan yang tinggi di
antara pergaulan manusia.
Suatu masyarakat yang mencapai martabat setinggi-tingginya dalam dunia inilah
bilamana dia mempunyai kebebasan. Dan inti sari kebebasan ada tiga perkara:

1. Kebebasan kemauan (iradat)Disebut dalam bahasa Indonesia lama karsa.

2. Kebebasan menyatakan fikiranDisebut dalam bahasa Indonesia priksa

17
3. Kebebasan jiwa dari keraguan, dan hanya satu jadi tujuanDisebut dalam bahasa
Indonesia rasa.14
Tafsir Al-Misbah
Ayat 104

Setelah dalam ayat-ayat yang lalu Allah mengecam Ahl al-Kitab yang memilih
kesesatan dan berupaya menyesatkan orang lain, maka pada ayat 103 dan 104 ini,
Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh jalan yang berbeda, yaitu
menempuh jalan luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebajikan
dan makruf. Tidak dapat disangkal bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang,
bahkan kemampuannya mengamalkan sesuatu akan berkurang, bahkan terlupakan
dan hilang, jika tidak ada yang mengingatkannya atau tidak dia ulang-ulangi
mengerjakannyaDi sisi lainpengetahuan dan pengamalan saling berkaitan erat,
pengetahuan mendorong kepada pengamalan dan meningkatkan kualitas amal sedang
pengamalan yang terlihat dalam kenyataan hidup merupakan guru yang mengajar
individu dan masyarakat sehingga mereka pun belajar mengamalkannya. Kalau
demikian itu halnya, maka manusia dan masyarakat perlu selalu dungatkan dan diberi
keteladanan. Inilah inti dakwah Islamiah. Dari sini lahir tuntuan ayat ini dan dari sini
pula terlihat keterkaitannya dengan tuntunan yang lalu.
Kalaulah tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah,
maka hendaklah ada di antara kamu wahai orang-orang yang beriman segolongan
umat, yakni kelompok yang pandangan mengarah kepadanya untuk diteladani dan
didengar nasihatnya yang mengajak orang lain secara terus- menerus tanpa bosan dan
lelah kepada kebajikan, yakni petunjuk-petunjuk Ilahi, menyuruh masyarakat kepada
yang makruf, yakni nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh
masyarakat mereka, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah dan
mencegah mereka dari yang mankar; yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal
sehat masyarakat. Mereka yang mengindahkan tuntunan ini dan yang sungguh tinggi
lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang-orang yang beruntung, mendapatkan
apa yang mereka dambakan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Kata minkum pada ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dalam arti
sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak
tertuju kepada setiap orang Bagi yang memahaminya demikian, maka ayat ini buat
mereka mengandung dua macam perintah, yang pertama kepada seluruh umat Islam
agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan
dakwah, sedang perintah yang kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk
melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan makruf serta mencegah kemunkaran.
Ada juga ulama yang memfungsikan kata (S) minkum dalam arti penjelasan,
sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk melaksankan
tugas dakwah, masing-masing sesuai kemampuannya. Memang jika dakwah yang
dimaksud adalah dakwah yang sempurna, maka tentu saja tidak semua orang dapat

14
Hamka, ‘Tafsir Al-Azhar’, Jilid 3 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hal. 887.

18
melakukannya. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat dewasa ini, menyangkut informasi
yang benar di tengah arus informasi, bahkan perang informasi yang demikian pesat
dengan sajian nilai- nilai baru yang seringkali membingungkan, semua itu menuntut
adanya kelompok khusus yang menangani dakwah dan membendung informasi yang
menyesatkan. Karena itu, adalah lebih tepat memahami kata minkam pada ayat di atas
dalam arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat
mengingatkan. Bukan berdasarkan ayat ini, tetapi antara lain berdasarkan firman
Allah dalam surah al-'Ashr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali
mereka yang beriman dan beramal saleh serta saling ingat mengingatkan tentang
kebenaran dan ketabahan.
Selanjutnya ditemukan bahwa ayat di atas menggunakan dua kata yang berbeda
dalam rangka perintah berdakwah. Pertama adalah kata () yadana, yakni mengajak,
dan kedua adalah (4) ya'murina, yakni memerintahkan. Sayyid Quthub dalam
tafsirnya mengemukakan bahwa, penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukkan
keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat Islam. Kelompok pertama yang
bertugas mengajak, dan kelompok kedua yang bertugas memerintah dan melarang.
Kelompok kedua ini tentulah memiliki kekuasaan di bumi. "Ajaran Ilahi di bumi ini
bukan sekadar nasihat, petunjuk dan penjelasan. Ini adalah salah satu sisi, sedang sisi
yang kedua adalah melaksanakan kekuasaan memerintah dan melarang. agar makruf
dapat wujud, dan kemunkaran dapat sirna. Demikian antara lain tutur Sayyid Quthub.
Perlu dicatat bahwa apa yang diperintahkan oleh ayat di atas - sebagaimana
terbaca berkaitan pula dengan dua hal, mengajak dikaitkan dengan al-khair, sedang
memerintah jika berkaitan dengan perintah melakukan dikaitkan dengan al-ma'rif,
sedang perintah untuk tidak melakukan, yakni melarang dikaitkan dengan al-munkar.
Ini berarti mufasir tersebut mempersamakan kandungan al-khair dengan al-ma'ruf,
dan bahwa lawan dari al-khair adalah al-munkar. Padahal hemat penulis tidak ada dua
kata yang berbeda - walau sama akar katanya - kecuali mengandung pula perbedaan
maknaTanpa mendiskusikan perlu tidaknya ada kekuasaan yang menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah kemunkaran, penulis mempunyai tinjauan lain.

Semua kita tahu bahwa al-Qur'an dan Sunnah melalui dakwahnya mengamanahkan nilai-
nilaiNilai-nilai itu ada yang bersifat mendasar, universal dan abadi, dan ada juga bersifat
praktis, lokal, dan temporal, sehingga dapat berbeda antara satu tempat/waktu dengan
tempat/waktu yang lain. Perbedaan, perubahan dan pekembangan nilai itu dapat diterima
oleh Islam selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal.
Al-Qur'an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya ini dengan kata
(1) al-khair/ kebajikan dan al-ma'ruf. Al-khair adalah nilai universal yang diajarkan oleh
al-Qur'an dan Sunnah. Al-khair menurut Rasul saw. sebagaimana dikemukakan oleh Ibn
Katsir dalam tafsirnya adalah: al (‫ )اﻟﻤﻌﺮوف‬Mengikuti al-Qur'an dan Sunnah Sedang) ( ‫اﺗﺒﺎع‬
‫ ) اﻟﻘﺮآن وﺳﻨﺘﻲ‬ma'rif adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat
selama sejalan dengan al-khairAdapun al-munkar, maka ia adalah sesuatu yang dinilai
buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai- nilai Ilahi. Karena itu, ayat
di atas menekankan perlunya mengajak kepada alkhair/kebaikan, memerintahkan yang

19
ma'rif.dan mencegah yang munkarr." Jelas terlihat betapa mengajak kepada al-Khair
didahulukan, kemudian memerintahkan kepada ma'ruf dan melarang melakukan yang
munkar.
Paling tidak ada dua hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan ayat di atas.
Pertama, nilai-nilai Ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasif
dalam bentuk ajakan yang baik. Sekadar mengajak yang dicerminkan antara oleh kata
mengajak dan oleh firman- Nya: "Ajaklah ke jalan Tuhan-mu dengan cara yang bijaksana,
nasihat (yang menyentuh hati) serta berdiskusilab dengan mereka dengan cara yang lebih
baik." QS an-Nabl [16]: 125Perhatikan ( 4) bi allati hiya aksan/ dengan cara yang lebih
baik bukan sekadar "baik"Selanjutnya setelah mengajak, siapa yang akan beriman
silahkan beriman, dan siapa yang kufur silahkan pula, masing-masing
mempertanggungjawabkan pilihannya.
Hal kedua yang perlu digarisbawahi adalah al-Ma'rif, yang merupakan
kesepakatan umum masyarakat. Ini sewajarnya diperintahkandemikian juga al-Munkar
seharusnya dicegah. Baik yang memerintahkan dan yang mencegah itu pemilik
kekuasaan maupun bukan. Siapa pun di antara kamu melibat kemunkaran maka
bendaklah dia mengubahnya (menjadikannya ma'ruf) dengan tangan kekuasaan-Nya,
kalau dia tidak mampu (tidak memiliki kekuasaan) maka dengan lidah/ ucapannya, kalau
(yang ini pun) dia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.
Demikian sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi hadits antara lain
Imam Muslim, at- Tirmidzi dan Ibn Majah melalui sahabat Nabi saw., Abû Sa'id al-
Khudri
Di sisi lain, karena keduanya merupakan kesepakatan satu masyarakat, maka
kesepakatan itu bisa berbeda antara satu masyarakat muslim dengan masyarakat muslim
yang lain, bahkan antara satu waktu dan waktu lain dalam satu masyarakat tertentu.
Dalam konteks ini dapat dipahami ungkapan Ibn al-Muqaffayang berkata:

‫إِذَا ﻗَﻞﱠ اﻟْﻤَﻌْﺮُوفَ ﺻَﺎرَ ﻣُﻨﻜَﺮًا وَإِذَا ﺷَﺎعَ اﻟْﻤُﻨْﻜَﺮُ ﺻَﺎرَ ﻣَﻌْﺮُوﻓًﺎ‬
"Apabila ma'ruf telah kurang diamalkan maka ia menjadi munkar dan apabila munkar
telah tersebar maka ia menjadi ma'ruf."

Pandangan Ibn al-Muqaffa' ini dapat diterima dalam konteks budaya, tetapi
penerimaan atau penolakannya atas nama agama harus dikaitkan dengan al-khair. Dengan
konsep ma'ruf, al-Qur'an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan
nilai-nilai akibat perkembangan positif masyarakat. Hal ini agaknya ditempuh al-Qur'ân,
karena ide/nilai yang dipaksakan atau tidak sejalan dengan perkembangan budaya
masyarakat, tidak akan dapat diterapkan. Karena itu, al-Qur'an di samping
memperkenalkan dirinya sebagai pembawa ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, ia
juga melarang pemaksaan nilai-nilainya walau merupakan nilai yang amat mendasar,
seperti keyakinan akan keesaan Allah swt.

20
Perlu dicatat bahwa konsep ma'ruf hanya membuka pintu bagi perkembangan
positif masyarakat, bukan perkembangan negatifnya. Dari sini filter al-khair harus benar-
benar difungsikan. Demikian juga halnya dengan munkar, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi pandangan tentang muru'ah, identitas dan integritas seseorang. Karena itu,
sungguh tepat khususnya pada era yang ditandai oleh pesatnya informasi serta tawaran
nilai-nilai, berpegang teguh pada kaidah:
ِ‫اﻟْﻤُﺤَﺎﻓَﻈَﺔُ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻘَﺪِﯾﻢِ اﻟﺼﱠﺎﻟِﺢُ وَاﻷَْﺧَﺬُ ﺑِﺎﻟْﺠَﺪِﯾﺪِ اﻷَْﺻْﻠَﺢ‬Mempertahankan nilai lama yang baik, dan
mengambil nilai baru yang lebih baik.15

Ayat 110

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahl
al-Kitab beriman, tentulah itu baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Setelah menjelaskan kewajiban berdakwah atas umat Islam, pada ayat 104,
persatuan dan kesatuan mereka yang dituntut kini dikemukakan bahwa kewajiban itu dan
tuntutan itu pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat ini sebagai sebaik-baik umat. Ini
yang membedakan mereka dengan sementara Ahl al-Kitab yang justru mengambil sikap
bertolak dengan itu. Tanpa ketiga hal yang disebut oleh ayat inimaka kedudukan mereka
sebagai sebaik-baik umat tidak dapat mereka pertahankan.
Kamu wahai seluruh umat Muhammad dari generasi ke generasi berikutnya, sejak
dahulu dalam pengetahuan Allah adalah umat yang terbaik karena adanya sifat-sifat yang
menghiasi diri kalian. Umat yang dikeluarkan, yakni diwujudkan dan dinampakkan untuk
manusia seluruhnya sejak Adam hingga akhir zaman. Ini karena kalian adalah umat yang
terus-menerus tanpa bosan menyuruh kepada yang maknif, yakni apa yang dinilai baik
oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Ilahi dan mencegah yang munkar,
yakni yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur, pencegahan yang sampai pada batas
menggunakan kekuatan dan karena kalian beriman kepada Allah, dengan iman yang
benar sehingga atas dasarnya kalian percaya dan mengamalkan tuntunan-Nya dan
tuntunan Rasul-Nya, serta melakukan amr makruf dan nahi munkar itu sesuai dengan
cara dan kandungan yang diajarkannya. Inilah yang menjadikan kalian meraih kebajikan,
tapi jangan duga Allah pilih kasih, sebab sekiranya Ahl al-Kitab, yakni orang Yahudi dan
Nasrani beriman, sebagaimana keimanan kalian dan mereka tidak bercerai berai tentulah
itu baik juga bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman. sebagaimana iman kalian,
sehingga dengan demikian mereka pun meraih kebajikan itu dan menjadi pula bagian dari
sebaik-baik umat, tetapi jumlah mereka tidak banyak kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasikYakni keluar dari ketaatan kepada tuntunan-tuntunan Allah swt.
Kata kuntum yang digunakan ayat di atas, ada, yang memahaminya sebagai kata
kerja yang sempurna, kana tàmmah sehingga ia diartikan wujud, yakni kamu wujud
dalam keadaan sebaik-baik umat. Ada juga yang memahaminya dalam arti kata kerja
yang tidak sempurna (L) kana nägishab dan dengan demikian ia mengandung makna
15
Muhammad Quraish Shihab, ‘Tafsir Al Misbah’, Jilid 3 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 172.

21
wujudnya sesuatu pada masa lampau tanpa diketahui kapan itu. terjadi dan tidak juga
mengandung isyarat bahwa ia pernah tidak ada atau suatu ketika akan tiada Jika demikian,
maka ayat ini berarti kamu dahulu dalam ilmu Allah adalah sebaik-baik umatBagaimana
pada masa Nabi saw. Kuat dugaan bahwa demikian itulah keadaan merekaNah,
bagaimana generasi sesudah mereka atau generasi sekarang? Tidak disinggung. Boleh
jadi lebih buruk, boleh jadi juga lebih baik. Nabi Muhammad saw bersabda: "Sebaik-baik
generasi adalah generasi kukemudian disusul dengan generasi berikutnya, lalu disusul
lagi dengan generasi berikutnya ..." Tetapi dikali lain beliau bersabda: "Umatku bagaikan
hujan, tidak diketahuiawalnya, pertengahannya atau akhirnyakah yang baik."
Ayat di atas menggunakan kata ummah/umat. Kata ini digunakan untuk
menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sama, waktu
atau tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa, maupun atas kehendak
merekaDemikian ar-Raghib dalam al-Mufradat Fi Gharib al-Qur'an. Bahkan al-Qur'an
dan hadits tidak membatasi pengertian umat hanya pada kelompok manusia"Tidak satu
burung pun yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat-umat juga seperti kamu"
(QS.al-An'am [6]: 38). "Semut yang berkeliaran, juga umat dari umat-umat Tuhan" (HR.
Muslim)
Ikatan persamaan apa pun yang menyatukan makhluk hidup - manusia atau
binatang seperti jenis, bangsa, suku, agama, ideologi, waktu, tempat dan sebagainya,
maka ikatan itu telah melahirkan satu umat, dan dengan demikian seluruh anggotanya
adalah bersaudaraSungguh indah, luwes, dan lentur kata ini, sehingga dapat mencakup
aneka makna, dan dengan demikian dapat menampung - dalam kebersamaannya - aneka
perbedaan. Dalam kata ummah terselip makna-makna yang dalam.16

Tafsir Al-Maraghi
Ayat 104

Orang yang diajak bicara dalam ayat ini ialah kaum mukminin seluruh- nya.
Mereka terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban ini.
Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota ke- lompok tersebut mempunyai
dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan mengawasi perkembangannya
dengan kemampuan optimal. Sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau
penyimpangan dalam hal ini (amar ma'ruf nahi munkar), segera mereka
mengembalikannya ke jalan yang benar.
Kaum mukminin di masa permulaan Islam berjalan pada sistem ini, yaitu
melaksanakan pengawasan terhadap orang-orang yang melaksanakan peker- jaan-
pekerjaan umum. Khalifah Umar ra. pernah berkhutbah di atas mimbar, dan di antara
ucapannya ialah, "Jika kalian melihat dalam diriku suatu penyimpangan, maka
luruskanlah oleh kalian." Lalu salah seorang pengembala berdiri seraya berkata,
"Seandainya kami melihat penyimpangan dalam dirimu, maka akan kami luruskan
dengan pedang kami."

16
Muhammad Quraish Shihab, ‘Tafsir Al Misbah’, Jilid 3 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 184.

22
Para sahabat sendiri saling membantu dalam melaksanakan kewajiban ini.
Masing-masing merasakan betapa pentingnya penyebaran panji Islam, pelestariannya dan
melawan setiap orang yang coba-coba berani menentang salah satu di antara kaidah Islam
dan akhlaknya, termasuk hukum dan ke- maslahatan pemeluknya. Dan kaum muslimin
lainnya mengikuti jejak mereka pula.
Syarat Amar Ma'ruf Nahi Munkar Wajib bagi orang yang melakukan dakwah
memenuhi syarat-syarat agar ia dapat melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-
baiknya, dan bisa menjadi contoh saleh yang menjadi panutan dalam ilmu dan amalnya :
1. Hendaknya pandai dalam bidang Al-Qur'an, sunnah dan sirah Nabi Muhammad saw.
dan Khulafaur Rasyidin
2. Hendaknya pandai membaca situasi orang-orang yang sedang menerima gas
dakwahnya, baik dalam urusan, bakat, watak dan akhlak mereka. Atau ng singkatnya,
mengetahui kehidupan sosial mereka.
3. Hendaknya ia mengetahui bahasa umat yang dituju oleh dakwahnya. ind Rasulullah
saw. sendiri memerintahkan kepada para sahabat mempelajari bahasa Ibrani, karena
beliau perlu berdialog dengan orang-orang Yahudi yang menjadi tetangga beliau, dan
untuk mengetahui hakikat mereka.
4. Mengetahui agama, aliran,sekte-sekte masyarakat agar juru dakwah bisa dolor
mengetahui kebatilan-kebatilan yang terkandung padanya. Sebab bila nom seseorang
tidak jelas kebatilan yang dipeluknya, maka sulit baginya memenuhi ajakan
kebenaran yang didengungkan oleh orang lipun orang tersebut telah mengajaknya.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang bisa melaksanakan dakwah ha- nyalah
kalangan khusus umat Islam, yaitu yang mengetahui rahasia-rahasia hukum, hikmah
tasyri' dan fiqihnya. Mereka adalah orang-orang yang diisya- ratkan oleh Al-Qur'an
dalam firman-Nya :

ْ‫ﻓَﻠَﻮْﻻَ ﻧَﻔَﺮَ ﻣِﻦْ ﻛُﻞﱢ ﻓِﺮْﻗَﺔٍ ﻣﱢﻨْﮭُﻢْ طَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻟِﯿَﺘَﻔَﻘَﮭُﻮا ﻓِﻲ اﻟﺪﱢﯾﻦِ ﻟِﯿُﻨﺬِرُوا ﻗَﻮْﻣَﮭُﻢْ إِذَا رَﺟَﻌُﻮا اﻟَﯿْﮭِﻢْ ﻟَﻌَﻠﱠﮭُﻢ‬
َ‫ﯾَﺤْﺬَرُون‬
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya." (At-Taubah, 9: 122).
Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan hukum-hukum Allah SWT.
terhadap kemaslahatan hamba-Nya di setiap zaman dan tempat, sesuai dengan kadar
pengatahuan mereka, baik di masjid-masjid, tempat-tempat yang ibadah, kelompok
masyarakat, atau di perayaan-perayaan, bila kesempatan mengizinkan.
Jika mereka hendak mengerjakan hal ini, akan banyaklah kebaikan da- lam umat,
dan jarang terjadi kejahatan, serta rukunlah hati penduduk. Mereka saling menasehati
dalam kebenaran dan kesabaran dan mereka merasa ber- bahagia di dunia dan di akhirat.
Suatu umat yang keadaannya seperti itu, akan dapat menguasai umat lainnya dengan cara

23
menyatukan kalimah dan kecenderungan mereka. Yang terlintas dalam pikiran mereka
hanyalah meluhurkan agamanya, kejayaan umat, dan disegani di seantero dunia.
Hal itu tidak akan bisa terwujud tanpa mereka terlebih dulu membebani
persiapannya, membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai
kebahagiaan dan kemajuan, menghiasi diri dengan akhlak utama dan sifat-sifat terpuji,
sehingga mereka menjadi contoh yang baik untuk diturut, dan menjadi perhatian umat
lainnya. Sesungguhnya yang tersimpan dalam agama kami, dari semua itu dan apa yang
ditinggalkan (diwariskan) oleh Salafus Salih kepada kita, yaitu perbendaharaan dan
kekayaan ilmiah, merupakan kecukupan bagi orang yang menghendaki kebaikan dan
kebahagiaan.
Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ditanyai tentang sebaik-baik orang,
maka berliau menjawab :

.ِ‫ وَأَﺗْﻘَﺎھُﻢ [ِ وَاَوَﺻَﺪُھُﻢْ ﻟِﻠﺮﱠﺣِﻢ‬،ِ‫ وَأَﻧﱠﮭَﺎ ھُﻢْ ﻋَﻦِ اﻟﻤُﻨﻜَﺮ‬، ِ‫أﻣﺮھﻢ ﺑﺎﻟﻤَﻌْﺮُوف‬
"Adalah orang yang suka memerintahkan kepada yang ma'ruf dan me- larang
kemunkaran, serta paling takwa kepada Allah dan suka menyam- bung silaturrahim."
Dan dari Nabi Muhammad saw. beliau bersabda

ْ‫وَاﻟﱠﺬِي ﻧَﻔْﺴِﻲ ﺑِﯿَﺪِهِ ﻟَﺘَﺄْﻣُﺮُونَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ وَﻟَﺘَﻨْﮭَﻮْنَ ﻋَﻦِ اﻟﻤﻨﻜﺮ وﻛﯿُﻮﺷِﻜُﻦﱠ ﷲ أَنْ ﯾَﺒْﻌَﺚَ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢ‬
ْ‫ﻋَﺬَاﺑًﺎ ﻣِﻦْ ﻋِﻨﺪِهِ ﺛُﻢﱠ ﻟَﺘَﺪْﻋُﻮﻧَﮫُ ﻓَﻼَ ﯾَﺴْﺘَﺠَﺎبُ ﻟَﻜُﻢ‬
"Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaknya kamu sungguh-
sungguh memerintahkan kebajikan dan melarang kemung- karan. Atau hampir saja Allah
menimpakan azab dari sisi-Nya kepada mkalian kemudian kalian bersungguh-sungguh
berdoa kepada-Nya, tetapi mtidak dikabulkan.”

Diriwayatkan oleh Ali :

ُ‫اَﻓْﻀَﻞُ اﻟﺠِﮭَﺎدِ اﻷَﻣْﺮُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ وَاﻟﻨﱠﻌَﻰ ﻋَﻦِ اﻟﻨﱠﻜَﺮِ وَﻣَﻦْ ﻋَﻀَﺐَ [ﱠِ ﻏَﻀَﺐَ ﷲﱠُ ﻟَﮫ‬

"Jihad yang paling utama ialah memerintahkan kebajikan dan melarang kemunkaran.
Dan barang siapa marah karena Allah, maka Allah murka (pula) karenanya."
Setelah Allah SWT. memerintahkan amar ma'ruf nahi munkar, Allah unog dedse
dalsi menjelaskan hal-hal yang wajib dilakukan oleh suatu umat yang berdakwah., amar
ma'ruf dan nahi munkar, yaitu keharusan bersatunya tujuan dan maksud. Sebab umat-
umat yang telah mendahului mereka tidak berjaya lantaran per- selisihan dan
pertengkaran mereka, di samping pertikaian keinginan mereka. Setiap orang dari mereka,
masing-masing bersikeras pada pendapatnya dan memuaskan ambisi pribadinya. Sedang
orang yang mempunyai tujuan selaras, maka perbedaan tidak menggoyahkan eksistensi
mereka. Bahkan bermanfaat bagi mereka. Sebab jangan sampai seperti orang-orang ahl

24
berbuat maksiat. Sekaligus Allah mengancam mereka bila berbuat begitu dengan siksaan
yang pedih. Setelah itu, Allah menuturkan hal-hal tersebut tentang orang yang tampak
putih wajahnya dan yang hitam, disertai nuturan tentang sesuatu mengenai akhirat.
Kemudian di sini Allah mengiringi hal-hal tersebut dengan penuturan tentang
keutamaan orang-orang yang melakukan ukhuwah dalam agama dan berpegang teguh
pada tali Allah. Hal ini dimaksudkan untuk membangkitkan mereka agar kamu taat dan
menurut. Sebab mengingat keadaan mereka yang diciptakan sebagai sebaik-baik umat
sudah seha- rusnya hal-hal yang menguatkan panggilan mereka ini jangan terlepas dari
diri mereka, karena hal ini merupakan keistimewaan mereka. Hal ini tidak akan bisa
dicapai melainkan dengan jalan memelihara (mengikuti) perintah-perintah Allah dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya.17

Ayat 110

Kalian adalah umat yang paling baik di alam wujud sekarang, karena kalian
adalah orang-orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar, kalian adalah orang-orang
yang beriman secara benar, yang bekasnya tampak pada jiwa kalian, terhindarlah kalian
dari kejahatan, dan kalian mengarah pada kebaikan, padahal sebelumnya kalian umat
yang dilanda kejahatan dan kerusakan. Kalian tidak melakukan amar ma'ruf nahi munkar,
bahkan tidak beriman secara benar.
Gambaran atas sifat ini memang cocok dengan keadaan orang-orang yang
mendapatkan khitab ayat ini pada masa permulaan. Mereka adalah Nabi saw. dan para
sahabat yang bersama beliau sewaktu Al-Qur'an di turunkan. Pada masa sebelumnya,
mereka adalah orang-orang yang saling bermusuhan. Kemudian hati mereka dirukunkan.
Mereka berpegang pada tali (agama) Allah, melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Orang-
orang yang lemah di antara mereka tidak takut terhadap orang-orang yang kuat, dan yang
kecil pun tidak takut kepada yang besar. Sebab iman telah meresap ke dalam kalbu dan
peraaan mereka, sehingga bisa ditundukkan untuk mencapai tujuan Nabi saw. di segala
keadaan dan kondisi.
Keimanan seperti inilah yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya:

ِ‫إﻧﻤﺎ اﻟﻤﺆﻣِﻨﻮنَ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آﻣَﻨُﻮا ﺑِﺎ[ِ وَرَﺳُﻮﻟِﮫِ ﺛُﻢﱠ ﻟَﻢ ﯾَﺮْﺗَﺎﺑُﻮا وَﺟَﺎھَﺪُوا ﺑِﺄَﻣْﻮَاﻟِﮭِﻢْ وَأَﻧﻔُﺴِﮭِﻢْ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﯿﻞ‬
َ‫ﷲﱠِ أُوﻟَﯿﻚَ وَ اﻟﻘَﺪِﻗُﻮن‬
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang mub yang beriman
kepada Allah dan rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang
benar." (Al-Hujurat, 49:15).

Dan dalam ayat lain Allah berfirman:

17
Ahmad Mustafa Al-Maragi, ‘Tafsir Al-Maragi’, Juz 4 (Semarang: CV Toha Putra Semarang, 1993), hal. 36.

25
‫ﷲُ وَﺟِﻠَﺖْ ﻗُﻠُﻮﺑُﮭُﻢْ وَإِذَا إﻧﱠﻤَﺎ اﻟﻤُﺆﻣِﻨﻮنَ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ إِذَ اذﻛِﺮَ ﺗﻠِﯿَﺖْ ﻋَﻠَﯿﮫِ اﯾْﺘُﮫُ زَادَﺗْﮭُﻢْ إِﯾﻤَﺎﻧًﺎ وَﻋَﻠَﻰ‬
َ‫رَﺑﱢﮭِﻢْ ﯾَﺘَﻮَﻛﱠﻠُﻮن‬
"Sesungguhya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah,
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
bertambahlah iman mereka (kare- nanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal."
(Al-Anfal, 8:2).

Analisis Tafsir

Dalam konteks dakwah, tafsir dari kedua ayat tersebut memiliki makna dan pesan
yang sangat relevan. Ayat 104 dari Surah Ali Imran menunjukkan pentingnya adanya
kelompok atau individu di dalam masyarakat Muslim yang aktif melakukan dakwah.
Dakwah di sini mencakup ajakan kepada kebaikan (ma'ruf) dan mencegah perbuatan
buruk (munkar). Ayat ini menggarisbawahi bahwa keberadaan umat yang berdakwah dan
mengerjakan amar ma'ruf nahi munkar memiliki peran penting dalam menjaga kemurnian
ajaran Islam, membangun kesadaran beragama, serta membentuk masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.

Dalam hal ini, komparasi yang relevan dalam konteks dakwah adalah bahwa umat
Islam seharusnya menjalankan peran aktif sebagai pelaku dakwah, baik dalam kalangan
sesama umat Islam maupun di tengah masyarakat luas. Dakwah harus menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari umat Islam, dimana mereka mengajak kepada kebaikan,
memberikan teladan dalam perbuatan baik, dan mencegah perbuatan yang buruk. Dalam
prakteknya, ini berarti memainkan peran positif dalam masyarakat, berkontribusi pada
pembangunan sosial dan moral, serta memerangi ketidakadilan dan perbuatan munkar.

Ayat 110 dari Surah Ali Imran juga memiliki makna yang relevan dalam konteks
dakwah. Ayat ini menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik yang
dikeluarkan untuk manusia karena mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar. Dalam dakwah, hal ini menggarisbawahi bahwa dakwah Islam harus
menjadi faktor yang memberi manfaat bagi umat manusia secara keseluruhan. Umat
Islam diwakili oleh ajaran-ajaran yang memberikan panduan dan solusi untuk masalah-
masalah umum yang dihadapi oleh manusia, serta mengajak kepada nilai-nilai moral dan
etika yang positif.

Dalam komparasi dengan konteks dakwah, ayat ini mengajarkan bahwa umat
Islam seharusnya tidak hanya peduli pada urusan keagamaan internal, tetapi juga
berkontribusi pada kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Dakwah dalam
konteks ini tidak hanya tentang menyebarkan ajaran agama, tetapi juga memberikan nilai-

26
nilai yang bermanfaat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ilmu pengetahuan, sosial,
ekonomi, dan lainnya.

Dalam kedua ayat tersebut, komparasi yang kuat dalam konteks dakwah adalah
pentingnya peran aktif umat Islam dalam mengajak kepada kebaikan, mencegah
perbuatan buruk, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat secara luas.
Dakwah bukan hanya tentang menyebarkan ajaran agama, tetapi juga tentang membentuk
karakter, moralitas, dan etika yang baik, serta berpartisipasi dalam pembangunan
masyarakat yang lebih baik.

3. Qs. Yusuf: 108


َ‫ﻗُﻞْ ھَٰﺬِهِ ﺳَﺒِﯿﻠِﻲ أَدْﻋُﻮ إِﻟَﻰ ﷲﱠِ ۚ ﻋَﻠَﻰٰ ﺑَﺼِﯿﺮَةٍ أَﻧَﺎ وَﻣَﻦِ اﺗﱠﺒَﻌَﻨِﻲ ۖ وَﺳُﺒْﺤَﺎنَ ﷲﱠِ وَﻣَﺎ أَﻧَﺎ ﻣِﻦ‬
َ‫اﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﯿﻦ‬
“Katakanlah, "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”

Tafsir Ibnu Katsir


Allah berfirman kepada Rasul-Nya yang diutus kepada manusia dan jin,
memerintahkan kepadanya agar memberitahu kepada manusia bahwa inilah jalannya,
maksudnya adalah cara, jalan dan sunnahnya, yaitu dakwah kepada syahadah bahwa
tidak ada Ilah yang haq selain Allah yang Maha esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan
jalan itu dia mengajak kepada Allah berdasarkan bukti, dalildan keyakinan la dan orang-
orang yang mengikutinya menyerukan apa yang diseru kan oleh Rasulullah berdasarkan
kebenaran, keyakinan, dan argumentasi rasional dan syari'at. "Mabasuci Allah. "Yakni
Maha bersih, Maha agung, Maha besar dan Maha kudus dari memiliki sekutu, atau
penyetara, atau pesaing, atau yang menyamai, atau anak, atau bapak, atau isteri, atau
pembantu, atau penasehat. Dia Mahasuci, Mahabersih, Mahatinggi dari semua hal
tersebut setinggi-tingginya.18

Tafsir Al Azhar
"Katakanlah: "Inilah jalanku, aku seru kepada Allah dengan bukti-buktiaku dan
orang yang mengikutku" (pangkal ayat 108). Inilah pendirian dan pegangankuKamu
boleh lihat dan perhatikandan langkah ini telah mulai aku langkahkan, pendirian dan
pegangan yang lengkap dengan bukti-bukti, dan di belakangku mengikut orang-orang
yang percaya kepadaNya. Kami akan jalan terus, kami akan tetap menyerukan di muka
dunia ini bahwa Allah adalah Maha Esa, Maha Tunggal, tidak ada sekutu yang lain

18
Ibnu Katsir, ‘Tafsir Ibnu Katsir’, Jilid 4 (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), hal. 466

27
dengan Dia"Dan Maha Suci Allah, dan tidaklah aku dari golongan orang-orang yang
mempersekutukan." (ujung ayat 108).
Dengan kata begini Rasulullah s.a.wtelah meletakkan garis pemisah yang nyata di
antara Tauhid yang beliau tegakkan dengan syirik yang dipertahankan oleh kaumnya itu.
Garis pemisah di antaranya yang hak dan yang batilYang sekali-kali tidak dapat
diperdamaikan, sebab di antara benar dengan salah, sekali-kali tidak dapat didamaikan.
Walaupun di waktu itu golongan pengikut Rasul belum banyak dan golongan musyrik
menguasai masyarakatnamun pegangan teguh ini telah dipancangkan di atas petala bumi
dengan penuh iman dan keyakinan, dan berani menanggungkan segala akibat lantaran ini.
Dia tidak mengenal apa arti menyerah dan mengambil muka ke pihak musuh karena
merasa lemah. Keyakinan itulah yang membentuk hidup dan memberi isi hidup itu, bagi
tiap-tiap orang yang beriman di segala waktu.19

Tafsir Al Misbah
Setelah menjelaskan keadaan sebagian besar manusia yang enggan menerima
kebenaran, dan menjelaskan pula bahwa jalan kebenaran adalah mengesakan Allah swt.
secara penuh, yang telah dibuktikan oleh sekian banyak ayat dan tanda-tanda, maka kini
Rasul saw. diperintahkan: katakanlah, wahai Muhammad: "Inilah jalan agama-ku yang
kusampaikan melalui al-Qur'ân dan Sunnah. Aku dan orang-orang yang mengikutiku,
yakni yang beriman dan benar serta meneladani aku - kami semua mengajak seluruh
manusia kapan dan di mana pun kepada Allah dengan bashirah, yakni hujjah yang nyata
dalam bentuk bukti-bukti rasional dan emosionalMaha Suci Allah, yakni aku
menyucikan-Nya dengan menetapkan segala sifat walau kesempurnaan bagi-Nya dan
menghin-darkan segala sifat kekurangan bahkan kesempurnaan yang tidak sesuai dengan-
Nya, dan aku seandainya hanya aku sendiri - sedikit orang-orang yang musyrik." pun
tidak termasuk dalam kelompok
Kata ittaba'anî terambil dari kata tabi'a, yakni upaya dari seseorang untuk
meneladani orang lain dalam langkah dan arah yang ditujunya. Ketika menafsirkan QS.
al-A'râf [7]: 158, penulis mengutip uraian Sayyid Quthub yang menyatakan bahwa agama
ini bukan sekadar akidah yang bersemi di dalam hati, bukan juga sekadar syiar-syiar
agama atau ibadah ritual, tetapi agama ini adalah ikutan secara sempurna kepada
Rasulullah saw. menyangkut apa yang beliau sampaikan dari Tuhannya dan apa yang
beliau syariatkan dan sunnahkan. Beliau menyampaikan syariat Allah dengan ucapan dan
perbuatan beliau. Agama Islam tidak lain kecuali ikutan dan keteladanan kepada beliau.
Seandainya agama ini semata-mata hanya akidah saja, maka tentu cukup sudah bila
dinyatakan dan yang percaya kepadaku atau kepada Allah dan kepadaku.
Penyebutan diri Nabi Muhammad saw. terlebih dahulu kemudian pengikut beliau
dalam firman-Nya: ana wa manittaba'anîl aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengisyaratkan bahwa Rasul saw. adalah patron yang harus diikuti dalam melaksanakan
dakwah, sekaligus mengisyaratkan perbedaan tingkat dan kualitas penyampaian dakwah
itu. Tidak dapat disangkal bahwa Rasul saw. mencapai puncak dalam berdakwah dan
memenuhi sepenuhnya tuntunan Allah swt. dalam menyampaikan semua ajaran. Beliau
19
Hamka, ‘Tafsir Al-Azhar’, Jilid 5 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hal. 3716.

28
tidak meninggalkan satu ayat pun, dan beliau menjelaskan maknanya secara amat
sempurna sambil memberi keteladanan sebaik mungkin. Tentu saja yang berdakwah
diharapkan agar pengikut- pengikut beliau hendaknya memiliki pula sifat-sifat yang
dicakup oleh kata ittaba'anî itu serta serupa walau tentu tidak mungkin sama dengan
Rasul aw. yang dakwahnya 'ala bashirah, yakni atas dasar bukti-bukti yang jelas serta
disertai dengan keikhlasan penuh. Namun demikian, kita sadar bahwa walaupun
seseorang muslim pengikut Nabi saw. telah berusaha sekuat tenaga dan kemampuan,
namun pasti ia tidak akan mungkin mencapai peringkat dan kualitas apalagi wewenang
Rasul saw. dalam berdakwah dan menjelaskan ajaran Ilahi. Karena itu, maka yang
dituntut dari setiap muslim adalah berdakwah sebatas kemampuan, walau hanya satu ayat
sesuai dengan sabda beliau: "Sampaikanlah dari ajaranku walau hanya satu ayat."
Kata subhâna terambil dari kata sabaha yang pada mulanya berarti menjauh.
Seseorang yang berenang dilukiskan dengan menggunakan akar kata yang sama, yakni
sabbâha, karena dengan berenang ia menjauh dari posisinya semula. "Bertasbih" dalam
pengertian agama berarti "menjauhkan segala sifat kekurangan dan kejelekan dari Allah
swt." Dengan mengucapkan "Subhâna Allah", si pengucap mengakui bahwa tidak ada
sifat atau perbuatan Tuhan yang kurang sempurna, atau tercela; tidak ada ketetapan-Nya
yang tidak adil, baik terhadap orang terhadap si pengucap. lain maupun Kata subhâna di
sini mengisyaratkan bahwa setiap ajakan menuju jalan Allah hendaknya disertai dengan
tasbih, yakni penyucian Allah swt. dari segala sesuatu yang tidak wajar bagi-Nya.20

Tafsir Al Maraghi
Dalam ayat-ayat terdahulu Allah menerangkan, bahwa kebanyakan manusia tidak
memikirkan tanda-tanda di langit dan di bumi, yang menun- jukkan bahwa Allah adalah
Esa dan hanya kepada-Nya-lah segala urusan dikembalikan. Dalam ayat-ayat ini Allah
memerintahkan kepada Rasul- Nya supaya memberitahukan kepada manusia, bahwa
jalan yang ditem- puhnya adalah dakwah untuk mentauhidkan Allah dan ikhlas beribadah
kepada-Nya semata. Dakwah itu dia lakukan pula oleh orang-orang yang mengikutinya,
berdasarkan hujjah dan keterangan yang nyata.
Katakanlah hai Rasul, "dakwah yang aku serukan dan jalan yang aku tempuh ini,
yakni mentauhidkan Allah dan ikhlas beribadah kepada- Nya semata, tanpa patung dan
berhala, adalah sunnah dan jalanku. Aku meyakini apa yang aku serukan, dan aku
mempunyai hujjah atas apa yang aku katakan. Demikian pula dakwah ini diserukan oleh
orang-orang yang mengikuti, mengimani, dan membenarkan aku.

ِ‫أدع إﻟﻰ ﺳَﺒِﯿﻞِ رَﺗِﻚَ ﺑِﺎﻟْﺤِﻜْﻤَﺔِ وَاﻟﻤَﻮْﻋِﻈَﺔِ اﻟﺤَﺴَﻨَﺔ‬


"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pe- lajaran yang baik."21

Analisis Tafsir

20
Muhammad Quraish Shihab, ‘Tafsir Al Misbah’, Jilid 6 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 534.
21
Ahmad Mustafa Al-Maragi, ‘Tafsir Al-Maragi’, Juz 13 (Semarang: CV Toha Putra Semarang, 1993), hal.
91.

29
Ayat 108 dari Surah Yusuf (QS. Yusuf: 108) memiliki makna dan pesan yang
relevan. Ayat ini mengandung prinsip-prinsip penting yang dapat diterapkan dalam upaya
dakwah, yaitu menyebarkan ajaran Islam dan mengajak manusia kepada keimanan dan
kebenaran. Berikut adalah beberapa konsep yang dapat ditarik dari ayat ini dalam konteks
dakwah:

Kepemimpinan dan Keteladanan Ayat ini menegaskan peran utama Nabi Yusuf
sebagai pemimpin dan panutan dalam dakwahnya. Dalam konteks dakwah, seorang
pemimpin dakwah harus menjadi teladan yang baik dalam perilaku dan keimanan,
sehingga orang-orang yang mengikutinya dapat terinspirasi dan merasa yakin untuk
mengikuti jejaknya.

Argumentasi yang Jelas Ayat ini menegaskan pentingnya memiliki argumen yang jelas
dan kuat dalam berdakwah. Dakwah tidak hanya dilakukan dengan keyakinan pribadi,
tetapi juga dengan bukti-bukti dan dalil-dalil yang mendukung kebenaran ajaran yang
disampaikan.

Menghindari Kesyirikan Ayat ini menunjukkan penolakan terhadap kesyirikan dan


keyakinan yang tidak benar. Dalam konteks dakwah, penting untuk menjelaskan
perbedaan antara tauhid yang murni dan segala bentuk kesyirikan atau penyimpangan
yang dapat merusak kebenaran.

Dakwah dengan Hikmah Ayat ini juga dapat diartikan sebagai ajakan untuk berdakwah
dengan hikmah (kebijaksanaan) dan argumentasi yang baik. Dalam konteks modern,
dakwah harus disampaikan dengan cara yang bijaksana dan sesuai dengan situasi serta
budaya tempat dakwah dilakukan.

Menjauhkan Diri dari Kesalahan Ayat ini mengandung pesan untuk menyucikan Allah
dari segala bentuk kesalahan atau kesamaan dengan ciptaan-Nya. Dalam dakwah, penting
untuk menjauhkan diri dari tafsiran atau pandangan yang menyimpang dari ajaran Islam
yang murni.

Ketekunan dan Konsistensi Ayat ini mencerminkan ketekunan Nabi Yusuf dalam
berdakwah meskipun dalam kondisi sulit. Dalam dakwah, ketekunan dan konsistensi
dalam menyampaikan pesan kebenaran sangat penting, bahkan jika menghadapi
tantangan atau hambatan.

Kerjasama dalam Dakwah Ayat ini juga menunjukkan bahwa Nabi Yusuf tidak
berdakwah sendirian, tetapi juga dengan orang-orang yang mengikutinya. Dalam konteks
dakwah, kerjasama dan kolaborasi antara individu dan kelompok yang berdakwah akan
memperkuat pesan yang disampaikan.

30
Mempertimbangkan Pendekatan yang Sesuai Setiap tafsir ayat ini menunjukkan
bahwa dakwah harus disampaikan dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan
situasi dan audiens yang dihadapi. Ini mengajarkan fleksibilitas dalam cara berdakwah
tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar kebenaran.

Dalam rangka menjalankan dakwah, para penyeru agama dapat mengambil inspirasi dari
ayat ini untuk membangun pendekatan dakwah yang kuat, konsisten, dan berdasarkan
argumentasi yang baik, sambil tetap menjaga integritas dan keaslian ajaran Islam.

4. Qs. Al-Ahzab: 45-48


) ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺒِﻲﱡ إِﻧﱠﺎ أَرْﺳَﻠْﻨَﺎكَ ﺷَﺎھِﺪًا وَﻣُﺒَﺸﱢﺮًا وَﻧَﺬِﯾﺮًا‬٤٥ ‫( وَدَاﻋِﯿًﺎ إِﻟَﻰ اﻟﻠﱠﮫِ ﺑِﺈِذْﻧِﮫِ وَﺳِﺮَاﺟًﺎ‬
) ‫ﻣُﻨِﯿﺮًا‬٤٦) ‫( وَﺑَﺸﱢﺮِ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﯿﻦَ ﺑِﺄَنﱠ ﻟَﮭُﻢْ ﻣِﻦَ اﻟﻠﱠﮫِ ﻓَﻀْﻼ ﻛَﺒِﯿﺮًا‬٤٧ َ‫( وَﻻ ﺗُﻄِﻊِ اﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﯾﻦ‬
) ‫وَاﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﯿﻦَ وَدَعْ أَذَاھُﻢْ وَﺗَﻮَﻛﱠﻞْ ﻋَﻠَﻰ اﻟﻠﱠﮫِ وَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﮫِ وَﻛِﯿﻼ‬٤٨(
45. Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi,
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,
46. dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan
sebagai cahaya yang menerangi.
47. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa
sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.
48. Dan janganlah engkau (Muhammad) menuruti orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, janganlah engkau hiraukan gangguan mereka dan
bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.

Tafsir Ibnu Katsir


Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Athabin Yasar berkata: "Aku berjumpa
dengan 'Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash. Aku berkata: Cerita- kanlah kepadaku tentang
sifat Rasulullah di dalam Taurat. Dia menjawab: 'BaikDemi Allah, sesungguhnya
beliau di dalam Taurat disifatkan dengan sebagian sifat yang terdapat di dalam al-
Quran: “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan," dan penjaga orang-orang yang ummi.
Engkau adalah hamba dan Rasul-Ku. Aku namakan engkau mutawakkil, tidak kasar,
tidak keras, tidak berkeliaran di pasar-pasar dan tidak menolak keburukan dengan
keburukan. Akan tetapi dia memaafkan, toleran dan mengampuniAllah tidak
mewafatkannya sehingga ditegakkannya agama yang lurus agar mereka mengucapkan
"Laa Ilaaha illallaah," yang dengannya dibukakan mata-mata yang buta, telinga-
telinga yang tuli dan hati-hati yang tertutup(HRAl-Bukhari dalam al-Buy", dari
Muhammad bin Sinan, dari Falih bin Sulaiman, dari Hilal bin Ali)

31
Firman Allah Ta'ala, "Untuk jadi saksi"Yaitu, bagi keesaan Allah dan bahwa tidak
ada Ilah (yang berhak untuk diibadahi) selain-Nya serta bagi amal-amal manusia pada
hari Kiamat dan kami datangkan kamu sebagai saksi bagi mereka, seperti firman-Nya:

‫ﻟﺘﻜُﻮﻧُﻮا ﺷُﮭَﺪَاء ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎس وﯾﻜﻮنَ اﻟﺮﱠﺳُﻮلُ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢْ ﺷَﮭِﯿﺪًا‬


Agar kamu menjadi saksi atas) (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan). mu" (QS. Al-Baqarah: 143).

‫وداﻋﯿًﺎ إﻟﻰ ﷲ ﺑﺈذﻧﮫ‬


Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya." Yaitu, penyeru makhluk-
Nya untuk beribadah kepada Rabb mereka. "Dan untuk jadi cahaya yang menerangi.
"Yaitu, Allah perintahkan engkau untuk menyatakan risalah kebenaran yang dibawanya
seperti matahari dalam sinar dan cahayanya. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali
seorang pembangkang,22

Tafsir Al Azhar
Tugas Dan Sikap Rasul

"Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah mengutus engkau adalah untuk jadi
saksi." (pangkal ayat 45)Ini jadi saksi kepada ummatnya di dalam hal mereka
mempergunakan fikiran untuk mencari siapa Tuhannya. Jadi saksi pula bagi mereka itu
dalam cara Nabi mengamalkan perintah Allah dan menghenti- kan laranganNya. Beliau
adalah saksi hidup atas kebenaran wahyu Ilahi yang diturunkan kepada manusia, dan di
akhirat kelak beliau pun jadi saksi apabila segala makhluk dihadapkan ke muka
Mahkamah Tuhan, ketika mereka ditanya tentang amalan mereka, buruknya atau
baiknyaDia akan mengemukakan kesaksian bahwa perintah Ilahi telah disampaikannya
dengan tidak mengurangi barang satu huruf ataupun menambah dari keinginannya sendiri.
"Dan pembawa khabar yang menggembirakan." Yaitu apabila segala perintah
yang dia sampaikan, yang datang dari Tuhan disampaikannya kepada manusia dengan
memberikan khabar yang menggembirakan. Kalau perintah Tuhan dilaksanakan dan
laranganNya dihentikan akan diberilah nikmat oleh Tuhanakan diampuni dosa, akan
dapat jalan yang selamat, akan berbahagia hidup di dunia dan akan selamat sampai ke
akhirat. Mendapat tempat yang mulia di sisi Allah di dalam syurga jannatun na'im, yang
di sana mendapat ridha Ilahi. Itulah puncak bahagia sejati.
"Dan pembawa khabar mengancam." (ujung ayat 45). lalah ancaman bagi
barangsiapa yang tidak mau menerima kebenaran llahi, yang mempersekutu- kan yang
lain dengan Allah, atau takabbur menyombongkan diriatau anlaya kepada sesama
makhluk, atau membunuh menghilangkan nyawa manusia. Orang-orang yang berbuat
dosa-dosa besar atau terus-menerus saja berbuat jahat dengan tidak pernah bertaubat,

22
Ibnu Katsir, ‘Tafsir Ibnu Katsir’, Jilid 6 (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), hal. 502.

32
berita ancamanlah yang akan dia terima. Maka kedatangan Rasulullah s.a.w diutus oleh
Tuhan ialah memberikan tuntunan yang seimbang di antara khabar gembira dengan
khabar ancaman, sebagaimana di akhirat pun tersedia dua tempat kekalyaitu syurga dan
neraka.
"Dan Penyeru kepada Allah dengan izinNya." (pangkal ayat 46). Itulah seruan
Tunggal dari Rasul; yaitu menyeru orang kepada Allah mengingat orang bahwasanya dia
datang dari Allah, hidup di dunia atas kehendak Allah dan atas jaminanNya dan akan
kembali kepada Allah tempat datang asalnya. Oleh sebab itu dipertalikan dengan ayat 41
di atas tadi, hendaklah manusia itu ingat kepada Allah senantiasa, agar jalan Allah itulah
yang akan ditempuh. Jelaslah di sini bahwa Nabi s.a.w. menyerukan seruan Tunggalyaitu
seruan kepada Allah semata-mata. Bukan seruan kepada berebut dunia, bukan seruan
kepada perebutan harta, bukan seruan kepada mengejar pangkat dan ke- dudukan, bahkan
bukan seruan kepada hidup mewah yang tidak berketentuan. Disebut di ujungnya kata
"dengan izinNya", karena terang bahwa segala per- jalanan yang ditempuh di dalam
hidup ini bagaimana baik maksud dan jelas tujuannya, jika Alalh tidak mengizinkan,
tidaklah akan tercapaiUjung kata itu adalah mengandung rasa hormat yang amat tinggi
kepada Ilahi, karena manusia hanya berikhtiar, sedang yang akan menyempurnakan dan
menghasil- kan ialah Allah juaItulah sebabnya maka Nabi s.a.wtidak luput daripada ber-
doa, bermunajat dan berzikir kepada Tuhan, agar pekerjaannya dimudahkan dan
langkahnya ditunjuki, dibimbing kepada jalan yang lurus.
"Dan pelita yang menerangi." (ujung ayat 66)Baik hidup Nabi Muhammad s.a.w.
itu sendiri, ataupun jalan yang beliau tempuh, adalah terang-benderang. laksana pelita
yang menerangi. Baik dari cahaya Iman beliau dan keyakinan beliau akan kebenaran apa
yang dia serukan, ataupun sikap beliau dan sejarah hidup, semuanya adalah pelita yang
menerangi, laksana mercu suar di tengah lautan memberi petunjuk bagi kapal-kapal yang
belayar di samudera hayat, yang dapat dilihat dan dipedomani dari segala jurusan.
Bertambah musuh- musuh Islam mencoba hendak memadamkannya, bertambahlah
memancar sinar dari cahaya itu. Jika matahari jadi pelita bagi alam yang lahir, maka Nur
dari pelita Muhammad adalah memberi cahaya sepanjang zaman, siang dan malam untuk
manusia yang ingin akan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Ayat-ayat ini masih ada
hubungannya dengan Nabi s.a.wmenikahi Zainab sesudah bercerai dengan Zaid. Satu di
antara maksud agama ialah menjelaskan dan memelihara keturunan. Nabi nikahi Zainab
karena dia bukan bekas isteri anak laki-lakinya
"Dan beri khabar gembiralah orang-orang yang beriman, dengan bahwa untuk
mereka daripada Allah adalah kurnia yang besar." (ayat 47)Maka Rasul s.a.witu akan
menyampaikan seruannya, atau da'wahnya kepada Allah dengan izin Allah sudah pasti
akan ada manusia yang menantangnya. Tetapi tidaklah semua akan menantang. Pasti
akan ada juga yang menerima dengan ujur dan ikhlas, yang memasukkan seruan Nabi itu
ke dalam hidupnya, yang taat dan patuh. Maka disuruhlah Nabi menyampaikan kepada
orang-orang yang beriman itu bahwa sokongan mereka tidaklah akan hampa sahajaAllah
akan memberikan kepada mereka kumia yang besar. Mereka akan termasuk Barisan
Penegak Agama Allah. Mereka mulia di sisi Allah, meskipun rintangan akan ditimpakan
orang kepada diri mereka.

33
"Dan janganlah engkau patuhi orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik
itu." (pangkal ayat 48),

Pada ayat yang pertama sekali dari Surat al-Ahzab ini soal inilah yang dikemukakan
terlebih dahulu, yaitu supaya Rasul memperkuat batinnya me- neguhkan takwanya dan
jangan bersikap lemah menghadapi si kafir dan si munafik. Karena orang-orang seperti
itu macam-macam saja membuat syarat kalau mereka akan beriman. Seakan-akan
kedatangan mereka ke dalam Islam sangat benar diharapkan oleh Rasul. Sama juga
dengan keadaan Nabi Nuh dengan kaumnya. Mereka meminta kepada Nabi Nuh supaya
beliau menying- kirkan orang-orang yang telah beriman. Sebab orang-orang yang telah
ber- iman itu mereka anggap rendah derajatnya, tidak boleh duduk sama rendah dan tegak
sama tinggi dengan mereka. Namun Nabi Nuh tidaklah memperduli- kan mereka itu.
Sebab orang yang telah beriman itu telah mendapat kemuliaan yang tinggi di sisi Allah
dan telah jauh martabat mereka lebih tinggi daripada mereka yang masih kafir, apatah
lagi yang munafik itu. "Dan jangan hirau- kan gangguan mereka." Dengan suku ayat ini
Rasul disuruh berjiwa besar. Gangguan-gangguan dari si kafir dan munafik itu mentang-
mentang kehendak dan kemauan mereka tidak diperdulikan, jangan pula dihiraukan.
Maksud Rasul adalah lebih besar, lebih mulia dan pandangan yang jauh. Kalau ganggu-
an orang-orang yang semacam itu hendak diladeni semua, kesudahannya waktu akan
habis pada soal-soal tetek bengek belaka. "Dan bertawakkallah kepada Allah, dan
cukuplah Allah sebagai Pelindung" (ujung ayat 48).

Artinya serahkanlah diri sebulat-bulat dan setulus-tulusnya kepada Allah; karena


Pelindung yang sejati itu tidak ada yang lain, kecuali Allah sahaja. Dengan melindungkan
diri kepada Allah, dengan bertawakkal, jiwa akan ber- tambah besar dan hal yang kecil-
kecil yang dijadikan gangguan oleh manusia- manusia yang berjiwa kecil akan menjadi
kecil belaka Analisis konsep dakwah dalam tafsir al-Qur’an dan penjelasan hadits23

Tafsir Al Misbah
Setelah menjelaskan fungsi-fungsi Nabi Muhammad saw., ayat di atas
menekankan sekali lagi secara lebih rinci fungsi beliau sebagai mubasysyir untuk lebih
mengingatkan kaum muslimin tentang anugerah Allah atas mereka melalui Nabi yang
membawa syariat Ilahi dan yang mengantar mereka memperoleh kegembiraan dan
keutamaan besar itu. Demikian Sayyid Quthub menghubungkan ayat ini dengan ayat
yang lalu. Dapat juga ayat di atas menjelaskan akibat dari fungsi-fungsi disebut oleh ayat
yang lalu. Seakan-akan Allah berfirman: Karena engkau berfungsi sebagai syâhid,
mubasysyir, nadzîr lagi da'iy dan pelita yang terang, maka laksanakanlah fungsi-fungsi
itu dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin yang mantap imannya
karena itu salah satu Sampaikanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya bagi mereka
secara khusus dari Allah Yang Maha Agung karunia yang besar. Dan sampaikan juga
peringatan kepada para pembangkang dan janganlah engkau mengikuti keinginan orang-
orang yang kafir dan orang-orang munafik yang selama ini mengabaikan ajakanmu dan
23
Hamka, ‘Tafsir Al-Azhar’, Jilid 8 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hal. 5745.

34
mengejek ajaranmu, serta biarkan saja yakni janganlah engkau hiraukan gangguan
mereka. Tetapi bersabarlah menghadapinya sambil terus melanjutkan dakwahmu dan
bertawakallah kepada Allah setelah mencurahkan seluruh kemampuanmu. Dan cukuplah
Allah sebagai Pelindung.
Kata fadhlan/ anugerah pada mulanya berarti kelebihan yakni kelebihan dari apa
yang tadinya akan diberikan. Kalau tadinya Allah telah menjanjikan sesuatu kepada
orang-orang mukmin, maka dengan kelebihan itu, Dia menganugerahkan tambahan atas
apa yang dijanjikan sebelumnya. Ini serupa dengan firman-Nya:

ٌ‫ﻟﻠﱠﺬِﯾﻦَ أَﺣْﺴَﻨُﻮا اﻟْﺤُﺴْﻨَﻰ وَزِﯾَﺎدَة‬


"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya"
(QS. Yûnus [10]: 26). Tambahan itu menjadi lebih banyak lagi dengan adanya kata
kabiran yakni besar. Ada juga yang memahami

kata besar di sini dalam arti banyak atau istimewa. Fadhlan/ anugerah ini dijelaskan oleh
firman-Nya:

َ‫وَاﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَاﻣَﻨُﻮا وَﻋَﻤِﻠُﻮا اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤَﺎتِ ﻓﻲ رَوْﺿَﺎتِ اﻟْﺠَﻨﱠﺎتِ ﻟَﮭُﻢْ ﻣَﺎ ﯾَﺸَﺎءُونَ ﻋِﻨْﺪَ رَﺑﱢﮭِﻢْ ذَﻟِﻚَ ھُﻮ‬
ُ‫اﻟْﻔَﻀْﻞُ اﻟْﻜَﺒِﯿﺮ‬
"Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh (berada) di dalam taman-taman surga,
mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian
itu adalah al-fahdl al-kabir" (QS. asy-Syu'arâ' [42]: 22).
Ada empat fungsi Nabi ditambah satu keterangan yang t 45 dan 46, yaitu 1) Saksi,
2) Pembawa berita gembira, 3) Pemberi ayat oleh disebutkan eringatan dan 4) Penyeru
kepada Allah dengan izin-Nya sedang keterangannya adalah bahwa dalam hal itu beliau
adalah "Cahaya yang menerangi". Ayat 47 dan 48 menyebut juga empat hal, ditambah
dengan satu keterangan. Yaitu 1) Penyampaian berita gembira kepada orang-orang
mukmin, 2) Larangan mengikuti orang-orang kafir dan munafik, 3) Membiarkan
gangguan mereka dan 4) Bertawakal kepada Allah. Keterangannya adalah "Cukuplah
Allah sebagai Pelindung". Dengan demikian kandungan ayat 45 dan 46 dapat dinilai
berhadapan dengan kandungan 47 dan 48.
Fungsi beliau sebagai Pembawa berita gembira berhadapan dengan tugas
menggembirakan kaum beriman, sedang fungsi pemberi peringatan terlaksana secara
amaliah dengan menampakkan keburukan amal-amal kaum kafir dan munafikin serta
"larangan mengikuti mereka" karena amal mereka mengantar ke neraka. Fungsi beliau
sebagai penyeru kepada Allah diperhadapkan dengan perintah bertawakal kepada-Nya,
sedang fungsi beliau sebagai saksi diperhadapkan dengan membiarkan gangguan kaum
kafır dan munafikin, karena beliau hanya menjadi saksi tidak bertugas menyiksa atau
membalas. Kesaksian beliau itulah yang akan memberatkan siksaan yang akan dijatuhkan
Allah atas mereka kelak, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu pula beliau

35
diperintahkan untuk bertawakal kepada Allah, karena siapa yang menyerahkan diri
kepada Allah, pasti Allah membelanya. Dengan demikian, firman-Nya cukuplah Allah
sebagai Pelindung merupakan keterangan tentang perintah bertawakal yang disebut
sebelumnya, persis serupa kedudukannya dengan pelita yang menerangi bagi fungsi
beliau sebagai da'iy kepada Allah yang juga disebut sebelumnya.24

Tafsir Al Maraghi

‫ﯾَﺎﺗُﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺒِﻲﱡ إِﻧﱠﺎ أَرْﺳَﻠْﻨَﻚَ ﺷَﺎھِﺪًا وَﻣُﺒَﺸﱢﺮَا وَﻧَﺬِﯾﺮًا‬


Hai rasul, sesungguhnya Kami telah mengutus kamu sebagai saksi atas umat yang
kepada mereka kamu diutus. Kamu mengawasi perbuatan mereka dan kamu mengetahui
perbuatan-perbuatan mereka, bahkan menanggung kesaksian atas apa yang mereka
lakukan, berupa membenarkan atau mendus- takan, dan segala perbuatan lainnya yang
mereka lakukan, baik berupa petunjuk maupun kesesatan, dan hal itu kamu lakukan pada
hari kiamat. Dan Kami mengutusmu sebagai pemberi kabar gembira kepada mereka,
berupa surga jika mereka membenarkan kamu dan melakukan ajaran yang kamu bawa
pada mereka, dari sisi Tuhanmu, dan pemberi peringatan kepada mereka ten- tang neraka
yang bakal mereka masuki, lalu mereka disiksa di sana karena mendustakan kamu dan
menyalahi apa yang kamu perintahkan dan kamu cegah terhadap mereka.

‫وَدَاﻋِﯿﺪًا إﻟﻰ ﷲﱠ ﺑِﺈِذْﻧِﮫِ وَﺳِﺮَاﺟًﺎ ﻣﻨﯿﺮا‬


Dan juga sebagai penyeru seluruh makhluk untuk mengakui tentang keesaan Allah Ta'ala
dan segala yang wajib bagi Allah, berupa sifat-sifat kesempurnaan, dan supaya mereka
menyembah Allah dan melakukan pendekatan kepada-Nya dalam keadaan rahasia
maupun terang-terangan, juga sebagai obor yang terang. Dari kamulah orang-orang yang
sesat itu mendapat penerangan dalam kegelapan-kegelapan, kebodohan dan kesesatan,
dan dari cahayamu pula orang-orang yang mendapat petunjuk mengambil cahaya,
sehingga mereka dapat menempuh jalan kebenaran dan kebahagiaan
‫وَﺑَﺸﱢﺮِ اﻟﻤُﺆْﻣِﻨِﯿﻦَ ﺑِﺎنَ ﻟَﮭُﺮُ ﻣِﻦَ ﷲﱠِ ﻓَﻀْﻼً ﻛﺒﯿﺮًا‬
Dan perhatikanlah keadaan umatmu, dan berilah kabar gembira kepada orang-
orang mu'min, bahwa mereka akan mendapatkan karunia besar atas umat-umat lainnya.
Karena mereka bakal dapat merubah sistem masyarakat yang zalim dan tidak adil,
menjadi masyarakat adil dan teratur dan dapat memasukkan umat yang terlanjur
berpakaian kejelekan ke dalam golongan umat yang memimpin keteraturan umat manusia
pada zaman yang baru.
‫وَﻻ ﺗُﻄِﻊِ اﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﯾﻦَ وَاﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﯿﻦَ وَدَعْ أَذَاھُﻢْ وَﺗَﻮَﻛﱠﻞْ ﻋَﻠَﻰ اﻟﻠﱠﮫِ وَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﮫِ وَﻛِﯿﻼ‬
Dan janganlah kamu menuruti perkataan orang kafir maupun orang munafik dalam
perkara dakwah. Namun bersikaplah lunak dalam penyam- paian dan lemah lembutlah
dalam memberi peringatan. Jangan hiraukan gangguan mereka, dan bersabalah atas apa
yang menimpamu dari mereka, serahkanlah segala urusanmu kepada Allah, dan
24
Muhammad Quraish Shihab, ‘Tafsir Al Misbah’, Jilid 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 292.

36
percayalah kepada-Nya ka- rena sesungguhnya Dia mencukupi kamu terhadap siapa saja
yang memusuhi kamu. Sehingga datang kepadamu perintah Allah dan ketetapan-Nya.
Dan cukuplah Allah sebagai penolong segala urusanmu. Dia menjamin kamu dan
memelihara kamu.25

Analisis Tafsir

Dakwah dalam konteks Islam merujuk pada tindakan menyampaikan ajaran agama Islam
kepada orang lain dengan tujuan mengajak mereka kepada iman, ketaatan kepada Allah, dan
mengadopsi prinsip-prinsip moral dan etika Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah
merupakan salah satu aspek penting dalam agama Islam yang menggarisbawahi tanggung jawab
umat Muslim untuk berbagi kebenaran agama kepada sesama manusia.

Konteks dakwah melibatkan beberapa aspek penting:

Tanggung Jawab Umat Muslim Dakwah adalah tanggung jawab umat Muslim untuk
menyebarkan pesan Islam kepada masyarakat di sekitarnya. Setiap Muslim, tanpa memandang
usia atau jenis kelamin, memiliki peran dalam berdakwah sesuai dengan kapasitas dan
keahliannya.

Metode Dakwah: Ada banyak cara berdakwah dalam Islam, termasuk melalui contoh perilaku
yang baik (uswatun hasanah), penyampaian khutbah dan ceramah, penerbitan literatur Islam,
media sosial, dialog antaragama, dan banyak lagi. Penting untuk memilih metode yang sesuai
dengan situasi dan audiens yang dituju.

Toleransi dan Kesantunan Dalam berdakwah, penting untuk bersikap toleran, sabar, dan
menjaga kesantunan. Tujuan dakwah adalah mengajak dan mempengaruhi, bukan memaksakan
pandangan atau memicu konflik.

Akhlak dan Etika Dakwah tidak hanya melibatkan penyampaian kata-kata, tetapi juga harus
mencerminkan prinsip-prinsip akhlak dan etika Islam dalam perilaku sehari-hari. Tindakan dan
perilaku seorang dai (pemberi dakwah) dapat memiliki dampak yang besar pada efektivitas
dakwah.

Pentingnya Pengetahuan Seorang dai harus memiliki pemahaman yang kuat tentang ajaran
Islam, serta mampu menjelaskannya dengan jelas dan tulus. Memahami konteks ayat-ayat Al-
Qur'an dan hadits dengan benar adalah kunci dalam menyampaikan pesan agama secara akurat.

Pendekatan Personal dan Kontekstual Setiap individu memiliki latar belakang, pengalaman,
dan masalah yang berbeda. Oleh karena itu, dakwah haruslah kontekstual dan mampu beradaptasi
dengan kebutuhan dan kondisi individu yang didakwahi.

25
Ahmad Mustafa Al-Maragi, ‘Tafsir Al-Maragi’, Juz 22 (Semarang: CV Toha Putra Semarang, 1993), hal.
31.

37
Penghargaan terhadap Kebebasan Beragama Dalam berdakwah, penting untuk menghormati
hak setiap orang untuk memiliki keyakinan agama dan kebebasan beragama. Dakwah tidak boleh
dilakukan dengan cara memaksa atau merendahkan keyakinan orang lain.

Kontinuitas Dakwah Dakwah adalah tugas berkelanjutan. Seorang dai tidak hanya berhenti
setelah menyampaikan pesan pertama, tetapi harus terus memantau perkembangan dan
memberikan dukungan kepada mereka yang tertarik dengan Islam.

Tujuan Akhir Tujuan akhir dari dakwah adalah membawa orang kepada iman kepada Allah,
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Dakwah adalah panggilan untuk berbagi kebaikan, kasih sayang, dan rahmat Allah
dengan dunia. Dalam melakukannya, umat Muslim diharapkan menjalankan dakwah dengan
kesadaran, pengetahuan, kebijaksanaan, dan rasa tanggung jawab.

38
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep dakwah dalam Islam membawa makna yang mendalam dan luas. Dakwah
merupakan panggilan untuk menyebarkan pesan agama Islam kepada seluruh umat manusia
dengan tujuan mengajak mereka menuju iman, ketaatan kepada Allah, dan penerapan prinsip-
prinsip Islam dalam kehidupan sehari-hari. Melalui berbagai metode, seorang dai atau penyeru
agama berusaha mempengaruhi dan membimbing orang lain menuju kebenaran dan kebahagiaan
abadi.
Dalam upaya dakwah, terdapat beberapa prinsip yang penting untuk ditekankan. Pertama,
penggunaan metode yang bijaksana dan kontekstual, sehingga pesan agama dapat diterima
dengan baik oleh berbagai kalangan masyarakat. Kedua, integritas dan etika yang tinggi dalam
perilaku sehari-hari, karena dakwah tidak hanya berbicara, tetapi juga melibatkan contoh nyata
dari seorang dai. Ketiga, penghargaan terhadap kebebasan beragama dan pemahaman terhadap
keberagaman budaya serta latar belakang individu yang didakwahi.
Selain itu, kesadaran akan tujuan akhir dakwah menjadi landasan yang kuat. Para dai
harus memahami bahwa tujuan akhir dakwah adalah membawa manusia kepada surga, "Darus
Salam", tempat keselamatan dan kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, dalam setiap langkah
dakwah, keselamatan, kebenaran, dan cita-cita surgawi harus selalu diingat dan menjadi motivasi
utama.
Dalam era modern, tantangan dalam berdakwah semakin kompleks. Oleh karena itu,
pengetahuan yang mendalam tentang ajaran Islam, pemahaman kontekstual, adaptasi dengan
teknologi dan media, serta keterampilan dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Dengan
merangkul nilai-nilai tersebut, para penyeru agama dapat membangun pendekatan dakwah yang
efektif, konsisten, dan mampu membawa manfaat kepada masyarakat serta menghubungkan
mereka dengan ajaran Islam sebagai jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

39
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, ‘Ilmu Dakwah’, ed. by Muhammad Yunus Nasution, Pertama (Bandung: Cita Pustaka Media,
2015), p. 30
Ansori, Teguh, ‘Revitalisasi Dakwah Sebagai Paradigma Pemberdayaan Masyarakat’, Jurnal Dakwah
Dan Sosial, 2.1 (2019), 34 <https://doi.org/10.5281/zenodo.3544714>
Dwi, Ratnasari, ‘Fundamentalisme Islam’, Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4.1 (2010), 1–6
Hamka, ‘Tafsir Al-Azhar’, 7th edn (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), p. 3273
Katsir, Ibnu, ‘Tafsir Ibnu Katsir’, 7th edn (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), p. 264
Miharja, Sugandi, ‘Dakwah Pemberdayaan Partisipasi Keluarga’, Anida (Aktualisasi Nuansa Ilmu
Dakwah), 18.1 (2019), 1–20 <https://doi.org/10.15575/anida.v18i1.5039>
Mustafa Al-Maragi, Ahmad, ‘Tafsir Al-Maragi’, Juz 11 (Semarang: CV Toha Putra Semarang, 1993), pp.
181–82
Quraish Shihab, Muhammad, ‘Tafsir Al Misbah’, 7th edn (Jakarta: Lentera Hati, 2006), p. 60
Sinambela, Fachrul Rozy, and Mutiawati, ‘Implementasi Dakwah Bil-Lisan Dalam Meningkatkan
Pemahaman Agama Masyarakat’, El Madani : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam, 3.02 (2022),
207–15 <https://doi.org/10.53678/elmadani.v3i02.910>
Yusuf Qordowi, Tsaqofah Ad-Da’iyah, 1996

40

Anda mungkin juga menyukai