Anda di halaman 1dari 19

DAKWAH DAN PERDEBATAN SEPUTAR PLURALISME

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah dan Problematika Dakwah


Diseminarkan Dalam Presentasi Kelas Semester Dua Pada
Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:
MUSDALIFA BASRI
NIM. 80100222072

Dosen Pemandu:
Dr. St. Nasriah, M. Sos.I.
Dr. St. Rahmatiah, M.Ag

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

taufiq dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan

judul “Dakwah dan Perdebatan Seputar Pluralisme” tepat waktu. Tak lupa

pula shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang benar yakni agama

Islam.

Sebagai rasa terimakasih atas bantuan dan bimbingan sertadorongan dari

semua pihak, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dosen

pengempuh karena telah memberi saya kepercayaan untuk membuat makalah ini.

Tentunya makalah ini memiliki kekurangan oleh karena itu, saya berharap ada

kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya berharap agar makalah ini mampu memberikan manfaat

bagi kita semua, khususnya para pembaca.

Bulukumba, 12 April 2023

Musdalifa Basri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1-2


A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3-14


A. Pengertian dakwah dan Pluralisme................................................... 3
B. Strategi Dakwah di Tengah Pluralitas Agama ................................. 10

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 15


A. Kesimpulan ....................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pluralitas atau kemajemukan umat manusia adalah kenyataan yang

menjadi kehendak Tuhan. Jika di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa manusia

diciptakan berbanga-bangsa dan bersuku-suku agar manusia saling mengenal dan

menghargai, maka manusia dengan ciri pluralitas itu pada gilirannya menjadi

masyarakat yang plural berdasarkan kenyataan yang ada sekarang.

Dalam konteks kehidupan masyarakat, pluralitas atau pluralisme seringkali

menjadi ajang problem sosial yang dapat mengganggu integritas masyarakat.

Tidak ada masyarakat majemuk yang dapat bebas dari ketegangan-ketegangan

etnik dan komunal.

Sesunggunhya masalah pluralisme dalam kaitannya dengan pluralitas

dakwah, dapat dikatakan sebagai agenda kemanusiaan yang perlu mendapatkan

respon secara arif dan kontruktif. Hakikat dakwah bukan sekedar mengajak

manusia agar mereka menerima apa yang diserukan oleh dai, bukan pula

kepintaran seseorang berorasi di atas mimbar atau kemampuan menuangkan ide

melalui tulisan. Lebih dari itu, dakwah merupakan hubungan secara horizontal

dengan sesama yang bersifat saling mempengaruhi. Dari sini, ada sisi lain yang

harus dimengerti oleh mereka yang mengemban amanat dakwah ini, mengingat

bahwa kewajiban dan tanggung jawab seorang dai merupakan perkara yang sangat

1
besar, apalagi kegiatan dakwah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi,

bahkan dari abad ke abad, tentu sangat variatif, sebab akan ditemukan berbagai

tantangannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian dakwah dan pluralisme ?

2. Bagaimana strategi dakwah di tengah pluralitas agama?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dakwah dan Pluralisme

1. Dakwah

Kata dakwah dalam pengertian istilah adalah panggilan atau seruan dari

Allah SWT dan Rasulullah SAW untuk umat manusia untuk mempecayai ajaran

Islam dan mengikuti Ajarannya dengan mengimpletasikan dalam segala jenis

kehidupan.1

Kata dakwah adalah berasal dari Bahasa Arab: da’a(‫)دعا‬, yad’u (‫)يدعوا‬,

da’watan (‫دعوة‬‎‎ kaaa‎takuan‎d kwkakah‎m hawk‎daatak‎)dari kata kerja da’a, madi

yad’u sebagai mudhari yang berarti seruan, ajakan, panggilan, undangan, do’a dan

semacamnya.2

Dakwah adalah seruan untuk mengajak umat manusia untuk melakukan

segala perbuatan yang dinilai benar dan baik yang sesuai dengan yang diperbuat

oleh Rasulullah Saw dengan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-

hari.Karena dakwah senantiasa bersentuhan dengan dinamika sosial.

Menurut Syekh Ali Mahfud dakwah adalah mendorong atau memotivasi

manusia untuk mengerjakan kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan

mencegah dari perbuatan yang mungkar untuk mencapai kebahagiaan dunia dan

1
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rawajali pers, 2011), h.1.
2
S.Askar, Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar, Jakarta Selatan: Senayan Publising, 2011,
h.187.

3
akhirat.3 Sedangkan menurut Quraish Shihab menyatakan bahwa dakwah adalah

seruan atau ajakan kepada seseorang untuk menuju keinsafan, dengan mengubah

situasi negatif ke yang positif, baik dilakukan untuk diri sendiri maupun

masyarakat.4 Sebagaimana di dalam Al-Qur’an surah Al-Imran ayat 104

menjelaskan sebagai berikut:5


ٰۤ
ِ ‫َو ْلت َ ُك ْن ِ ّم ْن ُك ْم ا ُ َّمةٌ يَّ ْدع ُْونَ اِلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُر ْونَ ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
َ‫ف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر ۗ َواُولىِٕكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُح ْون‬

Terjemahnya:
“dan hendaklah diantara kamu ada segelongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mugkar,
mereka adalah orang-orang yang beruntung.”

Proses dalam berdakwah tersebut dihadapkan oleh berbagai tantangan,

karena situasi masa kin telah berubah, dimana tindakan kaum muslimin pun

banyak berubah. Banyak hal yang dilakukannya dan bertentangan dengan tuntutan

agama Islam, makin hari makin menajam dan curam. Keadilan yang merupakan

senjata dakwah Islam kini karatan dan lapuk ditangan mereka sendiri.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa dakwah adalah

suatu kegiatan profesional untuk mengajak orang lain dalam melakukan perbuatan

baik yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis untuk memperoleh ridho Allah

Swt.

Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah sifat dan perilaku individu

ke arah yang lebih baik, dan menerima serta mengamalkan ajaran Islam pada

kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan terhadap pribadi, keluarga maupun

3
Yuli Umroatin, Dakwah Dalam Al-Qur’an, (Surabaya: CV. Jakad Media Publishing,
2020), h. 15.
4
Quraish Shihab, Membangun Al-qur’an, (Bandung: Mizan,2018), h.20.
5
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Sigma
Examedia Arkanleema, 2010), h. 63.

4
masyrakat lainnya.Hal ini juga dakwah dapat memberikan kebahagiaan di dunia

dan di akhirat.

Sedangkan tujuan dakwah secara khusus merupakan perumusan dakwah

dari secara umum dimana sebagai perincian tujuan dakwah. Tujuan dari dakwah

ini agar dapat diketahui dengan siapa berdakwah, dan kepada siapa yang ditujukan

dakwah, serta jenis kegiatan apa yang akan dilakukan tersebut dengan terperinci.

2. Pluralisme

Pluralistik bersal dari bahasa Inggris yaitu dari kata pluralism, terdiri dari

kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti paham atas keberagaman.6

Menurut Syamsul Ma’arif pluralisme adalah keberadaan antar toleleransi agama

baik dari ragam suku, agama ras dan lain-lain, mengenai kelompok kultural dan

etnik dalam masyarakat.7 Pluralisme mengaplikasikan pada tindakan yang

bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebesan berfikir, atau

kebebasan mencari niformasi sehingga untuk mencapai pluralisme diperlukan

adanya kematangan diri seseorang atau sekelompok orang.

Secara umum pluralisme adalah sebuah pemahaman untuk menghargai

adanya perbedaan di tengah masyarakat sekaligus mengizinkan suatu kelompok

untuk menjaga budaya sebagai bentuk ciri khas mereka.

Konsep pluralisme awalnya dikemukakan oleh Cristian Wolff dan

Immanuel Kant sebagai filosof pencerahan Eropa sekitar abad ke-18 yang

6
Budi Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme, (Jakarta: PT Grasindo,
2010), h. 5.
7
Mizanul Akrom, Metamorfosa Pendidikan Islam Berbasis Pluralisme, (Jakarta:
Guepedia, 2021), h. 95.

5
menekankan pada doktrin tentang adanya kemungkinan pandangan-pandangan

dunia dikombinasikan dengan kebutuhan untuk mengadopsi sudut pandangan

universal penduduk dunia.8

Munculnya fenomena pluralisme agama yang dapat ditelusuri dari tiga

mazhab teori besar dalam sosiologi agama diantaranya teori fungsionalisme

(Emile Durkheim), kognitivisme (Max Weber) dan teori kritis (Karl Marx).

Pandangan tiga mazhab teori itu tentang agama. Fungsionalisme melihat bahwa

agama sebagai institusi yang dibangun demi integrasi sosial. Kognitivisme

memandang agama sebagai pandangan dunia yang memberi makna bagi individu

dan kelompok. Sementara teori kritis menginterpretasikan agama sebagai ideologi

yang melegetimasi struktur kekuasaan masyarakat.9

Secara sosiologis, meminjam teori Emile Durkheim, agama merupakan

sesuatu yang benar-benar bersifat sosial. Representasi religius adalah representasi

kolektif yang tujuannya adalah untuk melahirkan, mempertahankan, atau

menciptakan kembali keadaan mental tertentu dari kelompok tersebut. Hal yang

demikian itu berlaku bagi semua agama. Dengan demikian, pluralisme agama

penting dikembangkan dalam masyarakat yang senantiasa berubah.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya

semua agama tidak ada yang salah, semuanya benar, yaitu menurut gayanya

masing-masing. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi setiap pemeluk agama

8
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), h.
41.
9
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, h. 42.

6
untuk tidak mengakui adanya pluralisme agama atau sering dikenal dengan

sebutan toleransi dalam beragama.

Ada sedikit perbedaan defenisi pluralisme versi Gus Dur dan pluralisme

yang umum dipahami berbagai kalangan akademisi dari pemikir muslim seluruh

dunia. Jika pluralisme pada umumnya adalah paham yang menyamaratakan

seluruh agama, artinya bahwa semua agama sama benarnya. Maka Gus Dur

dengan tegas membuat batas dari keseragaman terhadap kebenenaran seluruh

agama. Setiap agama tetaplah paling benar bagi peganutnya.10 Pluralisme Gus Dur

memberikan makna baru yang mengarah kepada pluralitas, yaitu sebagai paham

yang mengajarkan untuk menyadari bahwa di laur keimanan terhadap agama, ada

keimanan individu lainnya teradap agamanya. Bagi Gus Dur, pluralisme

mengajarkan kesadaran kepada setiap manusia yang beragama terutama muslim,

bahwa ada kemajemukan beragama dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Gus Dur mengemukakan pendapatnya bahwa t idak penting apapun agama

atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang,

orang tidak pernah bertanya apa agamamu.11

Jadi dakwah pluralistik yaitu ragam metode dakwah untuk menyampaikan

risalah (Islam) kepada mad’u dengan melihat dan memahami keragaman mad’u,

meliputi keragaman organisasi politik, latar belakang pendidikan, ormas, mazhab

dan agama serta perbedaan-perbedaan lainnya. Dengan dakwah pluralistik, dai

10
Syamsul Bakri dan Mudhofir, JombanG-Kairo, Jombang-Chicago Sintesis Pemikiran
Gus Dur dan Cak Nur Dalam Pembaruan Islam di Indonesia, (Jakarta: Tiga Serangkai, 2004), h.
53.
11
Syamsul Bakri dan Mudhofir, JombanG-Kairo, Jombang-Chicago Sintesis Pemikiran
Gus Dur dan Cak Nur Dalam Pembaruan Islam di Indonesia, h. 60.

7
tidak mempersoalkan perbedaan hal-hal yang mendasar lainnya yang ada pada

mad’u. Prinsip yang diutamakan adalah menjunjung tinggi akhlak mulia dan sikap

toleransi.

3. Pluralisme Dalam Realitas Sejarah dan Dakwah Islam

Islam adalah agama yang besar karena jasa dari gerakan dakwah

Islamiyah. Nabi Muhammad sebagai juru dakwah pertama melalui gerakan

dakwahnya melawan kerasnya suku Quraisy di Mekah. Dan kondisi ini

menyababkan gerakan Nabi di Mekah kurang berhasil bila dilihat dari jumlah

pengikut. Akan tetapi jumlah pengikut yang sedikit inilah yang justru menunjang

keberhasilan dakwah Nabi pada tahapan selanjutnya terutama setelah beliau

memutuskan untuk hijarah ke kota Yastrib.

Dalam khazanah Islam, pluralisme bukanlah hukum baru, ini terkandung

dalam konsep rahmatan lil ‘alamin yang didukung oleh sejumlah ayat dan praktik

Nabi Muhammad SAW. catatan sejarah membuktikan keragaman budaya, suku,

kasta sosial masyarakat Arab mendapat pengakuan dalam tradisi keislaman,

msekipun masih terdapat perbedaan cara pandang dari suku-suku atau kabilah-

kabilah Arab, namun perbedaan tersebut dapat disatukan dalam perjanjian

bersama.12

Yastrib yang kemudian diganti namanya menjadi Madinatun Nabi (Kota

Nabi) memberikan babak baru dalam perjuangan Nabi menegakkan Islam. Sikap

masyarakat Yastrib yang sangat ramah serta kondisi geografisnya yang subur

12
Dedy Sumardi, Islam Pluralisme Hukum dan Refleksi Masyarakat Homogen, Jurnal
(Vol. 2, Jakarta: Suriah dan Hukum, 2016), h. 481-504.

8
membuat karakter masyarakat menjadi ramah dan lemah lembut. Di samping itu

pula, Nabi Muhammad SAW. sudah begitu terkenal di kota ini akibat gerakan

dakwah yang dibawah oleh para muballig Islam pada masa itu diantaranya

Mus’ab bin Umair. Langkah awal dalam upaya dakwahnya di Madinah,

Rasulullah membangun masjid dan tempat tinggal untuk kaum muhajirin. Masjid

ini kelak akan menjadi pusat dakwah dan pemerintahan negara Madinah.

Untuk menguatkan barisan kaum muslimin di Madinah, maka Nabi

Muhammad SAW. berusaha untuk mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum

Anshar. Dengan pesaudaraan itu, maka hubungan kaum muslimin semakin kukuh

adanya.13

Akan tetapi, satu langkah politik yang luar biasa dilakukan oleh Nabi

Muhammad SAW. membawa pengaruh positif terhadap gerakan dakwah yaitu

upaya mewujudkan Madinah yang terdiri atas komponen Muhajirin, Anshar, serta

golongan Yahudi dan Nasrani sebagai dua agama besar yang sudah lebih dulu

eksis di kota Madinah. Persatuan ini ditegakkan di atas landasan kebebasan dan

persekutuan yang erat. Fakta ini juga menggambarkan bahwa dalam menjalankan

gerakan dakwahnya, Nabi tidaklah memaksakan ajaran Islam kepada pemeluk

agama lain. Nabi telah memberikan contoh tentang bagaimana dakwah Islamiyah

tetap bisa tegak dengan menjunjung tinggi realitas pluralisme agama dalam

kehidupan masyarakat yang berbeda keyakinan.

Untuk memperkuat landasan persatuan masyarakat multi etnis dan multi

religius di Madinah, Nabi SAW merumuskan suatu landasan konstitusional

13
Dedy Sumardi, Islam Pluralisme Hukum dan Refleksi Masyarakat Homogen, h. 506.

9
bernama Piagam Madinah dimana salah satu isinya adalah memberikan jaminan

kebebasan kepada semua keyakinan untuk menjalankan ibadahnya, kebebasan

menyatakan pendapat, jaminan atas keselamatan harta benda, larangan orang

melakukan kejahatan, serta adanya kewajiban bersama untuk menjaga keamanan

dan ketertiban kota Madinah.14

Gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW. di kota Madinah tampaknya

sudah mulai bercampur dengan gerakan politik. di kota ini, Nabi telah berupaya

membentuk suatu tatanan masyarakat yang adil, yang terdiri atas berbagai

komponen baik itu dari golongan Muslim maupun non muslim. Di dalam sejarah

terbukti Rasulullah berhasil membentuk negara Islam Madinah yang secara

langsung telah ikut berperan besar dalam menunjang keberhasilan dakwah dengan

tetap menghargai pluralitas masyarakat yang berbeda keyakinan.

Hal ini membuktikan bahwa dalam sejarah Islam tampak adanya relasi

yang amat kuat antara dakwah Islamiyah dengan tolenrasi antar umat beragama

yang telah diperankan langsung oleh juru dakwah utama, Nabi Muhammad SAW.

B. Strategi Dakwah di Tengah Pluralitas Agama

Setiap agama memiliki agresivitas ajaran untuk disiarkan. Sebab, setiap

agama meniscayakan pemeluknya untuk menyiarkan kebenaran dan keimanannya

kepada orang lain yang dalam praktiknya sering melahirkan keretakan dan konflik

antar umat beragama.

14
Zainal Abidin Ahmad, Piagam Madinah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2014), h.
160.

10
Menurut Abd. Rohim Ghazali, mengingat masyarakat Indonesia yang

majemuk (plural), dakwah seyokyanya dilakukan dengan beberapa mekanisme

yang sesuai dengan kemajemukannya yaitu:15

a. Dakwah dilakukan dengan menafikan unsur-unsur kebencian

Ayat-ayat dan risalah kenabian harus didakwahkan sesuai dengan

fungsinya, yakni untuk menasehati da meluruskan yang kurang atau tidak lurus,

dan membenarkan yang kurang benar, serta bukan untuk memaki yang salah atau

melegitimasi kebencian terhadap orang lain atau umat beragama.

b. Dilakukan secara lisan

Dakwah seyogyanya dilakukan dengan tutur kata yang santun, tidak

menyinggung perasaan , atau menyindir keyakinan umat lain, apalagi mencaci

makinya. Kekerasan ucapan dalam aktivitas dakwah bukan saja akan merusak

keharmonisan hubungan antar umat beragama tetapi juga sangat tidak

diperkenankan di dalam Islam. sebagaimana yang terdapat dijelaskan di dalam Al-

Qur’an surah Al-Imran ayat 159 sebagai berikut:16

‫ْف َع ْن ُه ْم َوا ْست َ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِى ْاَلَ ْم ِر‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬


ُ ‫ب ََل ْنفَض ُّْوا ِم ْن َح ْولِكَ ۖ فَاع‬ ًّ َ‫َولَ ْو ُك ْنتَ ف‬
َ ‫ظا َغ ِل ْي‬

Terjemahnya:
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi kasar, tentulah mereka akan lari dari
lingkungan kamu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan.”

15
Faisal Ismail, Islam, Konstitusionalisme, dan Pluralisme, (Yogyakarta: iRCiSoD,
2019), h. 307.
16
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, h. 71.

11
c. Dakwa dilakukan dengan cara persuasif

Dakwah sekiranya dilakukan dengan cara persuasif, karena sikap memaksa

hanya membuat orang enggan untuk mengikuti apa yang didakwahkan.

d. Tidak menghina agama lain

Dakwah tidak boleh dilakukan dengan jalan menjelek-jelekkan agama atau

bahkan dengan menghina “Tuhan” yang menjadi keyakinan umat agama lain.

Allah SWT. berfirman di dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 108 sebagai

berikut:17

‫ّٰللا َعد ًْو ۢا بِغَي ِْر ِع ْل ٍۗم‬ ِ ‫سبُّوا الَّ ِذيْنَ يَ ْدع ُْونَ ِم ْن د ُْو ِن ه‬
ُ َ‫ّٰللا فَي‬
َ ‫سبُّوا ه‬ ُ َ ‫َو ََل ت‬

Terjemahnya:
“dan janganlah kamu memaki sembahan yang mereka sembah, karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas dan tanpa
pengetahuan.”
Dakwah yang efektif di tengah masyarakat Indonesia yang plural

membutuhkan pendekatan dan metode yang berubah-ubah sesuai dengan budaya

komunitas sasaran. Dengan kata lain, pesan Islam perlu dirancang sesuai dengan

kebutuhan umat. Seorang dai harus mampu berkreasi dan berinovasi secara

bervariasi agar pesan agama yang dikomunikasikan dapat diterima dengan cepat

dan mudah, juga ketirsinggungan-ketersinggungan tidak teerjadi. Perancang

khusus ini tentu saja tidak berarti melampaui batas sehingga merendahkan nilai

dan martabat agama Islam.

Masyarakat Islam yang plural menjadi bukti bahwa Islam adalah agama

yang memiliki khazanah ajaran yang sangat kaya dan memberi peluang yang luas

17
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, h. 141.

12
bagi umatnya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama sesuai dengan tuntutan

zaman. Sebenarnya masyarakat Islam yang plural, memiliki sisi-sisi negatif dan

positif. Sisi negatifnya adalah terbukanya potensi disentegrasi di kalangan umat

Islam karena gesekan-gesekan antar aliran dan kelompok seringkali tidak bisa

dihindari. Gesekan-gesekan ini terkadang meningkat menjadi perseteruan tajam

yang meretakkan hubungan antar umat Islam. Sedangkan sisi positif dari

masyarakat plural ini mestinya lebih ditonjolkan agar umat Islam terbiasa dalam

suasana perbedaan tanpa harus mengklaim dan agar mereka dapat menjalankan

dakwah Islam dalam semangat fastabiqhul khairat demi terwujudnya iz al-Islam

wa al muslimin. berkaitan dengan itu, maka perdebatan dakwah kultural yang

berdasarkan ajaran Islam perlu dikelola secara baik, terutama aspek materinya dan

obyek dakwah itu sendiri.

Tantangan dakwah Islamiyah di negeri ini merupakan masalah-masalah

yang menjerat konsidengan perubahan sosial masyarakat majemuk yang begitu

cepat. Tantangan para dai dalam menyampaikan dakwah dengan penuh

kedaimaian di negara yang plural adalah strategi dakwah yang tidak hanya

ditunjukkan kepada satu kelompok saja, melainkan untuk semua manusia atas

dasar nilai-nilai kemanusiaan. Tantangan terbesar pluralisme di negeri ini adalah

kecenderungan konflik yang bersumber dari truth calim (klaim kebenaran)

masing-masing kelompok keagamaan. Sementara peluang pluralitas adalah sikap

toleransi masing-masing penganut agama yang menopang keutuhan bangsa.18

18
Erwin Jusuf Thaib, Dakwah dan Pluralitas, (Jakarta: Insan Cendikia Mandiri, 2019), h.
9.

13
Ada beberapa strategi yang mesti dilakukan oleh para dai untuk

menyampaikan pesan-pesan dakwah antara lain yaiyu:19

1. Hendaknya para dai mampu memiliki sikap pluralis sehingga bisa

memandang suatu kebenaran agama dalam tataran universal holistik,

sehingga pesan Islam mampu diterima dalam konteks antar lintas

mazhab dan serta aliran.

2. Para dai diharapkan mampu memiliki diskursus keilmuan konprehensif

dalam bidang-bidang sosial kemasyarakatan yang tidak hanya

memiliki dogma akidah tauhidiyah yang minim akan dalil-dalil

normatifsubjektif sehingga membentuk skema fikih yang selama ini

menjadi senjata legitimasi kebanyakan para dai.

3. Memiliki wawasan keilmuan yang luas.

4. Uptudate terhadap perkembangan nasional maupun internasional

sehingga bisa mewujudkan dan mengimplementasikan pesan-pesan

agama dengan kaffah dan menjauhkan umatt dari perpecahan.

19
Erwin Jusuf Thaib, Dakwah dan Pluralitas, h. 11.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pluralisme bukan tentang menyatukan perbedaan melainkan adalah sikap

toleransi untuk menahan diri agar potensi konflik dapat ditekan. Pluralisme bukan

hanya semata-mata mengenai kemajemukan namun adanya keterlibatan aktif

terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Bahwa tiap pemeluk agama dituntut

bukan saja mengakui hak keberadaan agama lain, tetapi terlibat dalam usaha

memahami perbedaan dan persamaan guna tercapai kerukunan.

Kehidupan masyarakat plural tidak terlepas dari adanya perbedaan,

merupakan tantangan tersendiri dalam melakukan dakwah. Dalam hal

kemanusiaan, dakwah dapat dijadikan upaya membangun kesadaran masyarakat

untuk menghargai keberadaan kelompok-kelompok lain selain umat Islam yang

perlu diberi ruang gerak dala menjalankan kegiatan keagamaan mereka masing-

masing. Dakwah harus melibatkan dialogb bermakna yang penuh kebijakan,

perhatian, dan kesabaran. Hanya jika audiens memiliki hati dan telinga yang

terbuka untuk menerima.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan, maka dari itu

tentunya kami memutuhkan saran dan kritik demi berkualitsnya makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim

Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Budi Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme, Jakarta: PT


Grasindo, 2010.

Dedy Sumardi, Islam Pluralisme Hukum dan Refleksi Masyarakat Homogen,


Jurnal Vol. 2, Jakarta: Suriah dan Hukum, 2016.

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, Bandung: PT.


Sigma Examedia Arkanleema, 2010.

Mizanul Akrom, Metamorfosa Pendidikan Islam Berbasis Pluralisme, Jakarta:


Guepedia, 2021.

Quraish Shihab, Membangun Al-qur’an, Bandung: Mizan,2018.

S.Askar, Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar, Jakarta Selatan: Senayan Publising,


2011.

Syamsul Bakri dan Mudhofir, JombanG-Kairo, Jombang-Chicago Sintesis


Pemikiran Gus Dur dan Cak Nur Dalam Pembaruan Islam di Indonesia,
Jakarta: Tiga Serangkai, 2004.

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: Rawajali pers, 2011.

Yuli Umroatin, Dakwah Dalam Al-Qur’an, Surabaya: CV. Jakad Media


Publishing, 2020), h. 15.

Zainal Abidin Ahmad, Piagam Madinah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,


2014.

Faisal Ismail, Islam, Konstitusionalisme, dan Pluralisme, Yogyakarta: iRCiSoD,


2019.

Erwin Jusuf Thaib, Dakwah dan Pluralitas, Jakarta: Insan Cendikia Mandiri,
2019.

16

Anda mungkin juga menyukai