Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH USHUL DAKWAH

HAKIKAT ILMU DAKWAH

Dosen Pengampu: Ade Candoko Lc M,A


Disusun Oleh:
Arfan Abdul Hadi (12030414796)
Habib Hubwallah (12030411524)
Maulana Ahsan (12130413048)

PROGRAM STUDI ILMU HADITS


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Setinggi puja sedalam syukur kepada yang patut kita berikan Rabb
semesta alam ‫ ﷻ‬0‫ ﷲ‬dengan rahmat, hidayah dan inayahnya yang tak dapat dikira.
Dia-lah ‫ ﷲ‬pencipta, pemilik, pengasuh dan pendidik seluruh yang dicipta.Dengan
izin nya juga berupa tenaga dan pikiran, kami ucapkan Ahamdulillah, akhirnya
tugas makalah ini dapat diselasaikan dengan baik.
Shalawat bertangkaikan salam tiada pantas kita ucapkan kepada sosok
keteladanan umat juga pengikutnya yang meniti jalan diatas sunnah-sunahnya,
Rasulullah ‫ ﷺ‬bin Abdullah, putra semata wayang. Dialah tokoh paling terkemuka
tiada banding, dan pembawa risalah agung yang mampu menyinari bumi, tanpa
mengenal rasa takut, lelah, serta putus asa.
Kami sebagai pemakalah sangat menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kecacatan dan kami tanpa rasa malu meminta kritikan dan saran dari
dosen pengampu dan teman teman sekalian sehingga kami dapat menjadi yang
lebih baik lagi. Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga dengan izin ‫ﷲ‬,
makalah ini sangat bermanfaat bagi kita semua.
Wasalamualikum Warahamatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 17 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Pengertian Dakwah..............................................................................3
B. Unsur-Unsur Dakwah........................................................................10

BAB III: PENUTUP.............................................................................................12

A. Kesimpulan........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dakwah pada mulanya dipahami sebagai perintah Allah yang tertuang
dalam al- Qur’an. Bagi setiap Muslim yang taat kepada Allah, maka perintah
berdakwah itu wajib dilaksanakan. Ketika dakwah dilaksanakan dengan baik, lalu
disadari bahwa dakwah itu merupakan suatu kebutuhan hidup manusia maka
dakwah pun menjadi suatu aktivitas setiap Muslim kapan pun dan di mana pun
mereka berada. Dakwah adalah upaya mendorong manusia untuk berbuat baik dan
kemaslahatan dunia dan akhirat. Dakwah dalam aplikasinya harus selalu mengkaji
dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan perubahan-perubahan
lingkungan, baik yang bersifat lokal, nasional ataupun global. Pengkajian terhadap
perubahan akan menjadikan dakwah berjalan lebih fungsional dengan berbagai
pendekatan yang seyogyanya dilakukan secara professional, terutama untuk
menghadapi berbagai tantangan global .Sebagaimana ilmu keagamaa lain dalam
islam, ilmu ushul dakwah tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-
Quran dan Sunnah, Ushul dakwah tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-
benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat.
Salah satu tantangan dakwah di Indonesia adalah komposisi masyarakat
yang beragam. Indonesia menjadi tempat klasik bagi akar-akar keberagaman yang
sangat kompleks dan memperkaya khasanah kebudayaan masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia mempunyai komposisi masyarakat yang ditandai dengan
banyaknya suku bangsa yang mempunyai struktur budaya dan keragaman budaya
yang dimiliki setiap daerah dengan ciri khas dan potensi budaya yang berbeda-
beda.
Komposisi masyarakat Indonesia demikian merupakan sebuah kebanggaan
sekaligus ancaman. Keragaman akan menjadi kebanggaan apabila dapat
melahirkan sintesa penguat bagi stabilitas nasional. Sebaliknya, juga dapat
menjadi ancaman apabila justru melahirkan resistensi yang merugikan, antara lain

1
menjadi potensi disintegrasi bangsa yang mengancam stabilitas nasional. Dengan
demikian, komposisi penduduk yang multikultural. menempatkan bangsa
Indonesia pada posisi yang rawan terhadap berbagai kemungkinan terjadinya
berbagai persoalan yang dapat mengganggu keutuhan bangsa.
Dalam perspektif sosiologi, teori struktural fungsional dapat menjelaskan
bahwa kegiatan dakwah baik berupa pengajian, ceramah, konseling agama, dan
pemberdayaan masyarakat mempunyai hubungan fungsional dengan masyarakat
sehingga dapat menciptakan kondisi masyarakat yang sesuai dengan cita-cita yang
diimpikan. Peran dakwah sangat jelas, terutama karena pesan yang dibawa dapat
tersebar luas melampaui jarak dan waktu, baik berupa pesan aqidah, syariah,
akhlak dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan ilmu dakwah?
2. Apa saja unsur-unsur yang terdapat di dalam ilmu dakwah?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan ilmu dakwah.
2. Mengetahui unsur-unsur yang terdapat di dalam ilmu dakwah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dakwah
1. Dakwah Secara Etimologi dan Epistimologi.
Dakwah secara etimologis memiliki akar kata yang sama dengan du'a,
diambil dari fi'il tsulatsi "da'a - yad'u" yang bermakna memanggil atau
menyeru, seperti kalimat "da'a arrojulu da'wan" (seseorang telah menyeru
atau memanggil), bentuk abstrak dari kata kerja "da'a" yaitu da'wah berarti
panggilan atau seruan, pelakunya disebut "da'i" atau "daiyah" (penyeru)
dengan bentuk jamak "du'at" (para penyeru). Terdapat beberapa termin yang
menjadi padanan kata dakwah, diantaranya an-nida' (seruan), at-thalab
(permohonan), an-nashihah (nasehat), at-tabligh (penyampaian), al-hats
(perintah), al-istimalah (bujukan), al-irsyad (bimbingan), at-tarbiyYah
(pendidikan) dan at-ta'lim (pengajaran).
Dakwah secara terminologis dapat dimaknai sebagai seruan kepada
seseorang atau sekelompok manusia untuk mengimani suatu perkara, disertai
perintah untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan atas perkara
tersebut. Di dalam Islam, dakwah secara umum dimaknai di dalam dua
kerangka konseptual. Pertama, dakwah dipahami sebagai Islam itu sendiri,
atau dakwah sebagai risalah Islam. Pandangan ini sejalan dengan gagasan
bahwa dakwah terlahir di saat lahirnya aqidah, dan terlahir bersama keduanya
ibadah, akhlak dan nilai-nilai masyarakat yang luhur. Kedua, dakwah
dimaknai sebagai tindakan atau aktivitas penyebaran Islam dan penyampaian
risalah.
Sehubungan dengan pengertian dalam konsep pertama (dakwah
sebagai risalah Islam) tergambarkan dalam beberapa definisi sebagai berikut;
Bahwa Islam pada intinya adalah agama yang diturunkan kepada para Nabi
seluruhnya, yang disempurnakan pada risalah Muhammad Saw sebagai
penutup para Nabi, secara paripurna, untuk kemaslahatan duniawi dan

3
ukhrawi. Dikatakan bahwa Islam merupakan dien yang diridhai ‫ ﷻ‬0‫ ﷲ‬bagi
alam semesta; yang memberdayakan bagi keberlangsungannya, memfasilitasi
kebutuhan manusia, memenuhi hak-hak mereka, mengurus urusan mereka,
melindungi persatuan mereka, menghormati kemanusiaan mereka, dan
menyebarkan kebenaran dan keadilan di antara mereka.1
Sebelum membahas pengertian epistemologi dakwah terlebih dahulu
akan di uraikan pengertian ilmu dakwah. DR. Djalaluddin Rachmat 2 memberi
batasan ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari proses penerimaan,
pengelolaan, dan penyampaian ajaran Islam untuk mengubah prilaku
individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan
Amrullah Ahmad3 memberi pengertian bahwa ilmu dakwah merupakan
kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah yang dikembangkan umat
Islam dalam susunan yang sistematis dan terorganisir mengenai manhaj
melaksanakan kewajiban dakwah dengan tujuan berikhtiar mewujudkan
khoirul ummah.
Untuk mendapatkan suatu rumusan yang tepat tentang epistemologi
dakwah paling tidak ada dua macam pendekatan pembahasan filsafat
dakwah.4 Dengan istilah filsafat dakwah terdapat dua kemungkinan
pemahaman.
Pertama, filsafat dakwah dalam arti filsafat tentang dakwah
(Philosophy of Preaching), dalam hal ini dakwah menjadi bahan kajian dan
menempatkan fislafat sebagai titik tolah berpikir. Jadi di sini dakwah menjadi
genetivus objectivus, kontek filsafat lebih menonjol dari dakwah itu sendiri.
Dan kalau hal ini terjadi maka dakwah akan kehilangan sebagai sifat
hakikinya.

1
Daiel rusyad, suatu pengantar ilmu dakwah, (Bandung:El Abqari Digital, 2021),hlm.1-2.
2
Jalaluddin Rachmat, Seminar Nasional Pengembangan Ilmu Dakwah (Ilmu Dakwah dan
Kaitannya Dengan Ilmu Lain), IAIN Walisongo, Semarang 24 Maret 1990
3
Amrullah Ahmad, Sketsa Pemikiran Dakwah Sebagai Ilmu, Makalah Pengantar Diskusi
Panel Dakwah sebagai Ilmu pada acara silaturrahmi antara Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel
dan Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1998
4
Anton Baker, Metode-metode Filsafat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984

4
Kedua, filsafat dakwah dalam arti Preaching Philosophy yaitu
dakwah di kaji secara substansial di mana dakwah menjadi titik pusat dan
kajian epistemologi5.
Dengan demikian epistemologi dakwah adalah “sebagai usaha
manusia untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metologi, sumber
serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah
sebagai subyek bahasan (titik tolak berpikir).
Berbicara mengenai status epistemologi tentang ilmu dakwah pada
dasarnya meliputi pembahasan yang berkaitan dengan seluk beluk
pengetahuan ilmu dakwah, mulai dari hakikat dan asal-usul ilmu dakwah,
landasan atau sumber ilmu dakwah, metode membangun ilmu dakwah, unsur-
unsur ilmu dakwah, dan seterusnya. Secara garis besarnya epistemologi ilmu
dakwah membahas seluruh aspek yang terkait dengan pengetahuan ilmu
dakwah.6
a. Ilmu dakwah dan sumber asal-usul Keilmuan.
Dalam perspektif epistemologi Islam, khususnya dalam hal asal
usul dan sumber ilmu, tanpaknya ilmu dalam Islam bertentangan dengan
filsafat dan sains modern. Seorang muslim memandang bahwa penting
dan paling menonjol adalah; percobaan-percobaan ilmiah yang halus dan
teratur; renungan pikiran dan pemikiran akal, bacaan dan telaah-telaah
terhadap pengalaman-pengalaman orang dulu; perasaan, rasa hati;
bimbingan Illahi. Namun sumber-sumber ini, meskipun banyak dan
jenisnya dapat dikembalikan kepada lima sumber pokok, yaitu indera,
akal, intuisi, ilham dan wahyu. ilmu datang dari Allah SWT, dan
diperoleh melalui sejumlah saluran; indera yang sehat, laporan yang
benar yang disandarkan pada otoritas wahyu, akal yang sehat, dan intuisi.
Secara rinci, Islam mengakui, bahwa sumber atau saluran ilmu
lebih banyak dari sekedar yang diakui oleh Barat. Al-Syaibani misalnya

5
Ahmad Tafsir, Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah, Bandung,
1995
6
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, terj. Saiful Muzani, (Bandung:
Mizan, 1995), hal. 34.

5
mengatakan, bahwa pengalaman langsung, pemerhatian dan pengamatan
indera hanya sebagian dari sumber-sumber tersebut. Banyak lagi sumber
lain dan barang kali yang palingpenting dan paling menonjol adalah;
percobaan-percobaan ilmiah yang halus dan teratur; renungan pikiran dan
pemikiran akal, bacaan dan telaah-telaah terhadap pengalaman-
pengalaman orang dulu; perasaan, rasa hati; bimbingan Ilahi. Namun
sumber-sumber ini, meskipun banyak dan jenisnya dapat dikembalikan
kepada lima sumber pokok, yaitu indera, akal, intuisi, ilham dan wahyu.
Tiga sumber yang terakhir, yaitu intuisi, ilham dan wahyu,
kedatipun secara tajam bisa dibedakan, tetapi bisa saja intuisi dan ilham
secara substansi merupakan ‘wahyu‘ dalam pengertian yang luas, sebab,
baik intuisi maupun ilham merupakan pemberian dari kekuatan spiritual.
Oleh karena itu, A. Yusuf Ali cenderung meringkas sumber-sumber
pengetahuan dalam Islam itu menjadi tiga saja, yakni, wahyu, rasio dan
indera.7 Jika berpijak dari pendapat di atas, maka dalam kacamata
epistemologi Islam asal usul ilmu – maksudnya ilmu dakwah – itu
berasal dari Allah SWT., yang kemudian memberi kekuatan dan
kemampuan kepada manusia untuk mengetahuinya melalui beberapa
sumber atau saluran, yaitu melalui wahyu,8 rasio dan indera. Sumber
pengetahuan ilmu dakwah yang di dapat melalui wahyu, misalnya dapat
diketahui dan ditemukan melalui ayatayat al- Qur’an, seperti dalam surat
An Nahl ayat 125, Ali Imram ayat 104, 110, dan sebagainya.
Bahkan menurut Muhammad Fuad Abdul Baqi, dalam al-Qur’an
katakata dakwah dan kata-kata yang terbentuk darinya disebutkan tidak
kurang dari 213 kali. Suatu sebutan yang tidak sedikit berkaitan dengan
perintah ajakan kepada ajaran Islam, dan tentunya semua ini menjadi
sumber dari landasan pengembangan ilmu dakwah itu sendiri. Adapun
sumber-sumber pengetahuan dakwah yang ditemukan dalam hadits juga

7
A. Yusuf Ali, The Holy Qur’an: Text, Translation, Commentary, (Leiscerter: The Islamic
Foundation, 1975), hal. 1603.
8
Omar Muhammad al-Taomy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 247.

6
tidak sedikit, yang kesemuanya dapat dijadikan prinsip dan dapat
dirumuskan menjadi dalildali aqli (rasio) lebih lanjut sebagai sumber
yang kedua setelah wahyu (al-Qur’an dan hadits).
b. Ilmu Dakwah dan Pengembangan Keilmuan
Metode merupakan bagian integral dari epistemologi. Hal ini
merupakan di antara beberapa syarat dari adanya suatu disiplin ilmu,
sebagaimana pula dengan syarat-syarat lainnya seperti harus memiliki
objek, sumber, landasan, dan seterusnya. Metode berasal dari bahasa
Yunani dari kata methodos, yang berarti cara atau jalan yang harus
ditempuh. Secara terminologi metode diartikan sebagai cara atau
prosedur yang harus ditempuh dalam melaksanakan sesuatu untuk
mencapai tujuan.9 Pada syaratnya, setiap bidang keilmuan mempunyai
metode tersendiri sebagai ciri khusus dari disiplin ilmu yang
bersangkutan. Metode bukanlah dominasi dan hak milik disiplin ilmu
tertentu. Tapi setiap bidang keilmuan mempunyai metode tersendiri yang
sering berbeda dengan metode keilmuan lainnya. Sehubungan dengan
kajian dakwah sebagai sebuah disiplin ilmu, dalam kajian dakwah
dikenal dua metode, yaitu metode keilmuan dakwah dan metode
penyampaian dakwah. Dalam konteks ini yang akan dipaparkan adalah
metode keilmuan dakwah. 10 Hal ini disebabkan karena metode keilmuan
dakwah merupakan sebuah upaya guna memperoleh pengetahuan tentang
(teori-teori) dakwah yang biasanya berada pada tataran filosofis. Berbeda
dengan metode penyampaian dakwah yang berada pada tataran teknis
dan operasional.

2. Dakwah Secara Ontologis


Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ontos yang berarti
“ada”, dan logos yang artinya “ilmu”. Jadi, ontologi ialah ilmu tentang yang
ada. Ontologi sendiri adalah teori tentang ada dan realitas. Meninjau

9
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 99.
10
Amrullah Ahmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu, (Medan: Fakultas Dakwah IAIN Sumatera
Utara, 1996), hal. 42.

7
persoalan secara ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat
dan realitas. Jadi ontologi adalah bagian dari metafisika yang mempelajari
hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan.
Ontologi meliputi permasalahan apahakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran
dan kenyataan yang inbern dengan pengetahuan yang tidak terlepas dari
persepsi kita tentang apa dan bagaimana ilmu itu.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ontologi membahas apa yang ingin
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Aspek ontologi dalam ilmu dakwah
berkaitan dengan apa yang menjadi objek kajian pada ilmu tersebut. Obyek
kajian ilmu dakwah terbagi dua bagian, yaitu: obyek material dan obyek
formal.11
Amrullah Achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah
semua aspek ajaran Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah), hasil ijtihad serta
realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, ekonomi,
pendidikan dan lainnya, khususnya kelembagaan Islam. Sedangkan obyek
formalnya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada
fitrahnya sebagai muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
The Liang Gie membuat struktur pengetahuan filsafat yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu filsafat sistematis, filsafat khusus dan filsafat
keilmuan. Sebagian dari filsafat sistematis adalah metafisika. Dan ontologi
sendiri menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara-cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis yang
berlainan (seperti objek fisis, hal universal, abstraksi, bilangan dan lain-lain)
dapat dikatakan ada. Dalam kerangka tradisonal, ontologi dianggap sebagai
teori mengenai prinsip-prinsip umum mengenai hal “ada”, sedangkan dalam
pemakaiannya pada akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori
mengenai “apa yang ada”. Ontologi berusaha mengungkapkan makna
eksistensi, tidak termasuk mengenai persoalan asal mula perkembangan dan

11
Suriasumantri, Jujun S. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan), hal. 54

8
struktur kosmos (atau alam semesta) yang merupakan titik perhatian dari
kosmologi.12
Filsafat dakwah menurut sistematika filsafat yang dibuat The Liang
Gie termasuk dalam filsafat khusus, yaitu filsafat agama. Namun dalam
kaitannya dengan filsafat keilmuan, seperti yang diadaptasikan oleh
Buhtanuddin Agus, masalah ontologi dari filsafat dakwah berkaitan dengan
pandangan tentang hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah di sekitar persoalan
dakwah.13

3. Dakwah secara Aksiologis


Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari cara-cara yang
berbeda dimana sesuatu hal dapat baik atau buruk dan hubungan nilai dengan
menilai di satu pihak dan dengan fakta-fakta eksistensi objektif di pihak lain.
Aksiologi adalah perluasan dari cabang etika tradisional. Etika memusatkan
perhatiannya pada nilai-nilai moral, aksiologi memperluas diri dengan
memusatkan perhatiannya pada semua jenis nilai. Nilai dalam etika radisional
diartikan sama dengan baik dan jahat, sedangkan dalam aksiologi, nilai
memiliki arti lebih luas lagi meliputi baik dan buruk/jahat (dalam pengertian
etika), indah dan jelek (dalam pengertian estetika), serta benar atau salah
(dalam pengertian logika). Aksiologi adalah teori tentang nilai dalam
berbagai makna yang dikandungnya.14
Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, aksiologi dapat dipahami
sebagai bidang telaah terhadap ilmu yang mempertanyakan tujuan ilmu:
apakah teori ilmu itu hanya merupakan penjelasan objektif terhadap realitas
atau teori ilmu merupakan pengetahuan untuk mengatasi berbagai masalah
yang relevan dengan realitas bidang kajian ilmu yang bersangkutan.
Aksiologis berarti teori tentang nilai, dalam kaitannya dengan Ilmu
Dakwah yang secara etimologis berarti panggilan/ajakan untuk memahami
12
Hadi, Sofyan. (2011). Ilmu Dakwah dari Konsep Paradigma Hingga Metodologi. Jember:
CSS. Hal. 99
13
Saputra, Wahidin. (2011). Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada).
Hal, 59-60.
14
Hadi, Sofyan. (2011). Ilmu Dakwah dari Konsep Paradigma Hingga Metodologi.( Jember:
CSS), hal. 100

9
kebenaran (teologis) Islam, maka nilai kebenaran mendasar merupakan
landasan aksiologis bagi pengembangan dakwah. Kedudukan dakwah sebagai
ilmu, dapat ditemukan pada argumen yang dapat menjawab sejauh mana
dakwah memiliki kriteria sebagai ilmu. Kriteria tersebut mencakup: pertama,
menyampaikan dan mengajak orang untuk mengakui kebenaran teologis
tertentu 15
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan, bahwa yang menjadi
landasan aksiologi ilmu dakwah adalah nilai-nilai kebenaran teologis yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang harus diimplementasikan
dalam realitas kehidupan sosial, sehingga nilai-nilai tersebut menjelma
sebagai “rahmatan lil alamin”.

B. Unsur-unsur Dakwah
Di dalam unsur-unsur dakwah dapat dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu:
a. Da’i
Di dalam subjek dakwah ada yang disebut dengan (ulama, da’i,
mubaligh) subjek tersebut melaksanakan tugas-tugas dalam berdakwah.
Pelaksanaan tugas dakwah bisa dilakukan perorangan ataupun berkelompok,
seorang da’I menempati kedudukan yang terbaik dan terhormat dihadapan
Allah.
b. Mad’u
Secara etimologi kata mad’u berasal dari Bahasa Arab artinya objek
atau sasaran. Secara terminologi mad’u adalah orang atau kelompok yang
lazim disebut jamaah yang sedang menuntut ajaran dari seorang da’i.
c. Maddah
Materi dalam kegiatan dakwah meliputi akidah, ibadah, muamalah,
dan akhlak yang diajarkan Allah dalam Al-qur’an melalui Rasulnya. Ajaran
tersebut tidak hanya berupa teori akan tetapi juga perbuatan para da’i
sehingga audience akan menganggap bahwa da’I tersebut patut dicontoh.

15
Ibid. hal 130.

10
d. Wasilah
Media dakwah sebagai alat perantara bermanfaat untuk
menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak, sedangkan menurut Wardi
Bakhtiar media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah pada saat zaman modern seperti ini yang
berupa televisi, radio, internet, dan lain-lain.16
e. Thariqah
Metode dakwah adalah berasal dari Bahasa Yunani asal kata dari
methods berarti jalan. Secara istilah metode dakwah adalah segala cara
menegakkan syariat Islam untuk mencapai tujuan dakwah yang telah
ditentukan, yaitu terciptanya kehidupan baik di dunia maupun di akhirat
dengan menjalani syariat Islam secara murni dan konsekuen. Metode dakwah
adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’I kepada mad’u
untuk mencapai tujuan diatas dasar hikmah dan kasih sayang.17

BAB III
PENUTUP

16
Pehainanto, Internet Sebagai Media Dakwah Alternatif Pada Masyarakat Informasi,
Surabaya: Jurnal Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel.Vol.4 No. 2, 2001, hal 8.
17
MiraFauziyah, Urgensi Media Dan Dakwah, (Yogyakarta: AK Group, 2006),hal.102

11
A. Kesimpulan

Pada hakikatnya, ilmu dan pengetahuan manusia itu bermula dari rasa
ingin tahunya yang disusun secara sistematis, terstruktur, rasional dan metodis.
Dari sekedar pengetahuaan pada akhirnya melahirkan ilmu berdasarkan
pengamatan empirik, rasional dan intuisi. Dalam tradisi keilmuan keislaman
secara umum, setidaknya ada tiga bentuk epistemology yang berkembang, yakni
epistemology bayani, irfani dan burhani.
Sekali lagi penulis menyadari bahwa tulisan ini bukan untuk memuaskan
dari semua komponen, karena memang dalam pandangan penulis merasa terlalu
dini untuk menyimpulkan kerangka epistemologi ilmu dakwah, karena kajian
terbentur oleh berbagai kajian telaah yang sangat sederhana. Akan tetapi untuk
kelengkapan tulisan ini penulis akan mencoba mengambil kesimpulan dari apa
yang telah ditulis :
a. Untuk mengembangkan ilmu dakwah di perlukan landasan epistemologi
yang kuat;
b. Untuk mengembangkan epistimologi ilmu dakwah harus adanya
pemikiran tentang sumber-sumber pengetahuan dan metode pendekatan
ilmu dakwah;
c. Dalam pembahasan ilmu dakwah secara epistemologinya belum
merupakan hal yang fiskal, perlu ada studi ulang yang komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Filsafat Sains. terj. Saiful Muzani.
Bandung: Mizan, 1995.
Amrullah, Ahmad. Dakwah Islam Sebagai Kajian Epitimologi dan struktur
Keilmuan Dakwah. Medan: Fakultas Dakwah IAIN Sumatra Utara, 1996.
Baker, Anton. Metode-metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.

12
Hadi, Sofyan. Ilmu Dakwah dari Konsep Paradigma Hingga Metodologi. Jember:
CSS, 2011.
Rachmat, Jalaluddin. Seminar Nasional Pengembangan Ilmu Dakwah (Ilmu
Dakwah dan Kaitannya Dengan Ilmu Lain). IAIN Walisongo. Semarang,
1990.
Rusyad, Daiel. Suatu Pengantar Iilmu Dakwah. Bandung: El Abqari Digital,
2021.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2011.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. 2007.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas,
1983.
Tafsir, Ahmad. Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah.
Bandung, 1995.

13

Anda mungkin juga menyukai