Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HADITS MUNAKAHAT

NIKAH MUHALLIL

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. H. Zikri Darussamin, S.Ag, M.Ag

Disusun Oleh :

Afrina Gustari (12030425571)

Nur Hadhirah binti Ahmad Ramzi (12030426115)

PROGRAM STUDI ILMU HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji beserta syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT.
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, dengan izin Allah, makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Shalawat dan salam senantiasa kita kirimkan kepada junjungan alam baginda Nabi
Muhammad SAW. semoga kita menjadi bagian dari umat yang mendapatkan syafa’at beliau di
Yaumil Akhirat kelak. Aamiin.
Makalah Hadis Munakahat yang berjudul Nikah Muhallil ini merupakan makalah yang
membahas hadis-hadis terkait usia minimal menikah. Makalah ini diperuntukkan untuk memenuhi
tugas perkuliahan semester 6 yang diberikan oleh dosen kami, Ustadz Prof. Dr. H. Zikri
Darussamin, S.Ag, M.Ag untuk membuat makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari adanya kekurangan dan
kesalahan. Maka oleh sebab itu, kritik dan saran kiranya kami harapkan apabila terdapat kesalahan
dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini, agar dapat menjadi bahan evaluasi bagi kami untuk
perbaikan ke depannya.

Pekanbaru 19 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

MAKALAH HADITS MUNAKAHAT ....................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 5
A. Pengertian Muhallil .......................................................................................................... 5
B. Hadits Tentang Nikah Muhallil ........................................................................................ 6
C. Takhrij Hadits Nikah muhallil ......................................................................................... 6
D. Iktibar Sanad .................................................................................................................... 8
E. Analisis Kuantitas dan Kualitas Hadis ............................................................................... 11
F. Syarah Hadits ..................................................................................................................... 11
G. Kosa kata Hadits............................................................................................................. 12
H. Pendapat Para Ulama Terkait Nikah Muhallil ............................................................... 12
1. Imam Syafi’i ................................................................................................................... 12
2. Imam Hanafi ................................................................................................................... 13
3. Imam Malik .................................................................................................................... 13
4. Imam Hanbali ................................................................................................................. 13
BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkahwinan adalah merupakan tujuan syari,at yang dibawa Rasulullah Saw., yaitu
penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dengan pengamatan
sepintas lalu, pada batang tubuh fikih, dapat dilihat adanya empat garis dari penataan itu
yakni: a). Rub’al-ibadat, yang menata hubungan manusia selaku makhluk dengan
khaliknya.b). Rub ,al-muamalat, yang menata hubungan manusia dalam lalu lintas
pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari. c). Rub ,al-
munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia dalam lingkungan keluarga dan, d). Rub
,aljinayat, yang menata pengamanannya dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin
ketentramannya.

Dari tujuan pernikahan tersebut diatas, bahwa pernikahan bukan hanya untuk
kepentingan dunia saja, melainkan dipertanggungjawabkan sampai akhirat nanti. Apabila
penikahannya haram maka apakah yang akan terjadi sampai akhirat nanti. Maka dari itu,
kami sedikit membahas pernikahan yang diharamkan atau dilaknat yaitu nikah muhallil.
Nikah muḥallil ialah seorang laki-laki yang mengahwini perempuan yang ditalak tiga
dengan tujuan supaya laki-laki pertama itu bisa kembali lagi dengannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nikah Muhallil?
2. Bagaimana status Hadits Nikah Muhallil?
3. Bagaimana pendapat para ulama tentang Nikah Muhallil?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Memahami Pengertian Nikah Muhallil.
2. Untuk Mengetahui Status Hadits Nikah Muhallil.

4
3. Untuk Mengetahui Pendapat Para Ulama tentang Nikah Muhallil.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhallil

Muhallil secara bahasa berarti yang menjadikan halal. Nikah Muhallil adalah
pernikahan di mana seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sudah ditalak tiga
kemudian ia mentalaknya dengan maksud agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh
suaminya yang pertama yang telah mentalak tiga. Pernikahan ini biasanya terjadi ketika si
mantan suami yang telah mentalak isterinya tiga kali bermaksud untuk kembali lagi kepada
isterinya, namun karena sudah ditalak tiga, ia tidak boleh langsung menikahi mantan
isterinya itu kecuali si isteri tadi menikah dahulu dengan laki-laki lain. Untuk tujuan agar
dapat menikah kembali dengan mantan istrinya.

Maka yang dimaksud dengan nikah muḥallil adalah nikah untuk menghalalkan mantan
istri yang telah ditalak tiga kali. Menurut Ibnu Rusyd, nikah muḥallil adalah nikah yang
dimaksudkan untuk menghalalkan bekas istri yang telah ditalak tiga kali. Secara etimologi
taḥlil berarti menghalalkan sesuatu yang hukumnya adalah haram. Kalau dikaitkan kepada
nikah akan berarti perbuatan yang menyebabkan seseorang yang semula haram
melangsungkan nikah menjadi boleh atau halal. Orang yang dapat menyebabkan halalnya
orang lain melakukan nikah itu disebut muḥallil, sedangkan orang yang telah halal
melakukan nikah disebabkan oleh nikah yang dilakukan muḥallil dinamai muḥallallah.

Dasar Hukum Nikah Muhallil

Nikah muḥallil sangat dicela dalam Islam dan hukumnya adalah haram dan batal
menurut jumhur ulama, Islam menghendaki agar hubungan suami istri dalam bahtera
perkawinan itu kekal dan langgeng selama-lamanya, sampai tiba saatnya hanya ajal yang
memisahkan. Syari’at Islam tidak menghendaki adanya perceraian sekalipun talaq

5
dibenarkan. Karena pekerjaan talaq itu sendiri sangat dibenci oleh Allah Swt. Nikah
muḥallil hanya merupakan perkawinan semu dan mempunyai jangka waktu, sehingga
tujuan perkawinan yang dikehendaki Islam tidak tercapai. Oleh karena itu para pelaku
rekayasa perkawinan tahlil ini mendapat kecaman keras dari Rasulullah SAW.

B. Hadits Tentang Nikah Muhallil

‫ رواه أمحد‬. ُ‫ لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم امل َحلِّ َل َوالْ ُم َحلَّ َل لَه‬: ‫عن بن مسعود رضي هللا عنه قال‬
ُ
. ‫ ويف الباب عن علي رضي هللا عنه أنه صلى هللا عليه وسلم لعن احمللل واحمللله‬. ‫وصححه‬ َّ ‫والنَّسائِّ ُي والرتمذي‬
‫أخرجه األربعة إالَّ النسائي‬

Artinya : dari Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata : “Rasulullah SAW melaknat muhallil”1 dan
muhallal lahu.2” (HR. Ahmad, An-Nasa’I dan At-Tirmidzi, hadits ini shahih menurut At-
Tirmidzi. Dalam masalah ini ada hadits dari Ali r.a bahwa Nabi SAW melaknat muhallil
dan muhallal lahu. Diriwayatkan Al-Arba’ah kecuali An-Nasa’i). 3

C. Takhrij Hadits Nikah muhallil

Untuk melacak keberadaan hadits tersebut didalam kitab asli hadits, maka pertama
pencarian hadits dilakukan menggunakan kitab Mu’jam Mufahras li Alfazh Al-Hadits An-
Nabawi karya A.J Wensink. Kata kunci yang digunakan untuk mencari hadits tersebut
adalah kata ‫ لعن المحلل‬berikut hasil pencarian hadits tersebut :

1 Muhallil adalah seorang laki-laki yang menikahi seorang pr yang telah ditalak oleh suaminya dengan talak
ba’in (talak tiga) agar perempuan tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami yang telah menceraikan.
2 Muhallal lahu adalah seorang laki-laki yang menuruh kepada muhallil untuk menikahi mantan istrinya agar
mantan istrinya tersebut halal (boleh) untuk dinikahi lagi.
3 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan'ani , Subulussalam syarah Bulughul Maram , hal 301

6
‫‪Berdasarkan pencarian, matan hadits yang dimaksud terdapat didalam kitab‬‬
‫‪Mu’jam Al-mufahras jilid 6 halaman 123. Adapun informasi yang diberikan dalam kitab‬‬
‫‪tersebut adalah bahwasanya hadits tersebut terdapat dalam‬‬

‫‪1. Sunan Abu Dawud kitab Nikah bab 15‬‬

‫ث عن علي ‪ -‬قال إسماعيل‪:‬‬ ‫‪ 2076 -‬حدَّثنا أحمد ُ بنُ يونس‪ ،‬حدَّثنا زهير‪ ،‬حدثني إسماعيلُ‪ ،‬عن عامر‪ ،‬عن الحار ِ‬
‫ي ‪ -‬صلَّى هللا عليه وسلم ‪ -‬قال‪" :‬لُعِنَ ال ُم ِح ُّل وال ُم َحلَّ ُل لَه‬ ‫وأُراه قد رفعَه إلى النب َّ‬
‫ي ‪ -‬صلَّى هللا عليه وسلم ‪ -‬أن النب َّ‬

‫‪2. pada sunan Imam Tirmidzi kitab Nikah bab ke 27,‬‬

‫ي قَالَ‪َ :‬حدَّثَنَا ُم َجا ِلد ٌ‪َ ،‬ع ْن ال َّ‬


‫ش ْعبِيِ‪،‬‬ ‫ام ُّ‬ ‫الرحْ َم ِن ب ِْن ُزبَيْد األَيَ ِ‬
‫ث ْبنُ َع ْب ِد َّ‬‫ش ُّج قَالَ‪َ :‬حدَّثَنَا أ َ ْشعَ ُ‬
‫س ِعيد األ َ َ‬
‫‪َ 1119 -‬حدَّثَنَا أَبُو َ‬
‫سلَّ َم لَعَنَ ال ُم ِح َّل َوال ُم َحلَّ َل لَهُ»‬ ‫صلَّى َّ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫سو َل َّ ِ‬
‫ّللا َ‬ ‫ارثِ‪َ ،‬ع ْن َع ِلي قَ َاَل‪« :‬إِ َّن َر ُ‬ ‫ّللاِ‪َ ،‬و َع ْن ال َح ِ‬
‫َع ْن َجابِ ِر ب ِْن َع ْب ِد َّ‬
‫ِيث َم ْعلُو ٌل»‪،‬‬
‫ِيث َع ِلي َو َجابِر َحد ٌ‬ ‫َوفِي البَاب َع ْن اب ِْن َم ْسعُود‪َ ،‬وأ َ ِبي ه َُري َْرة َ‪َ ،‬و ُ‬
‫ع ْقبَةَ ب ِْن َع ِ‬
‫امر‪َ ،‬واب ِْن َعبَّاس‪َ « :.‬حد ُ‬
‫امر‪َ ،‬ع ْن َجابِ ِر‬‫ع ْن َع ِلي‪َ ،‬و َع ِ‬
‫ارثِ‪َ ،‬‬ ‫ي‪َ ،‬ع ِن ال َح ِ‬ ‫امر ه َُو ال َّ‬
‫ش ْعبِ ُّ‬ ‫الرحْ َم ِن‪َ ،‬ع ْن ُم َجا ِلد‪َ ،‬ع ْن َع ِ‬ ‫ث ْبنُ َع ْب ِد َّ‬ ‫َو َه َكذَا َر َوى أ َ ْشعَ ُ‬
‫ض‬ ‫ْس ِإ ْسنَادُهُ ِبال َقائِ ِم‪ِ ،‬أل َ َّن ُم َجا ِلدَ بْنَ َ‬
‫س ِعيد َقدْ َ‬
‫ضعَّفَهُ بَ ْع ُ‬ ‫س َّل َم " َو َهذَا َحد ٌ‬
‫ِيث َلي َ‬ ‫ص َّلى َّ‬
‫ّللاُ َع َل ْي ِه َو َ‬ ‫ّللاِ‪َ ،‬ع ِن النَّ ِبي ِ َ‬
‫ب ِْن َع ْب ِد َّ‬
‫امر‪َ ،‬ع ْن َجا ِب ِر ب ِْن َع ْب ِد‬ ‫ِيث‪َ ،‬ع ْن ُم َجا ِلد‪َ ،‬ع ْن َع ِ‬ ‫ّللاِ ْبنُ نُ َميْر َهذَا ال َحد َ‬ ‫أ َ ْه ِل ال ِع ْل ِم ِم ْن ُه ْم‪ :‬أَحْ َمد ُ ْبنُ َح ْن َبل "‪َ ،‬و َر َوى َع ْبد ُ َّ‬
‫احد‪َ ،‬ع ِن‬ ‫يرةُ‪َ ،‬وا ْبنُ أَبِي خَا ِلد‪َ ،‬و َغي ُْر َو ِ‬ ‫ِيث األ َ َّو ُل أَ َ‬
‫ص ُّح َوقَدْ َر َواهُ ُم ِغ َ‬ ‫ّللاِ‪َ ،‬ع ْن َع ِلي َو َهذَا قَدْ َوه َِم فِي ِه ا ْبنُ نُ َميْر‪َ ،‬وال َحد ُ‬ ‫َّ‬
‫ارثِ‪َ ،‬ع ْن َع ِلي‬ ‫ال َّ‬
‫ش ْعبِيِ‪َ ،‬ع ِن ال َح ِ‬

‫س ْفيَانُ ‪َ ،‬ع ْن أ َ ِبي قَيْس‪َ ،‬ع ْن هُزَ ْي ِل ب ِْن ُ‬


‫ش َرحْ ِبيلَ‪،‬‬ ‫‪َ 1120 -‬حدَّثَنَا َمحْ ُمود ُ ْبنُ َغي ََْلنَ قَالَ‪َ :‬حدَّثَنَا أَبُو أَحْ َمدَ قَالَ‪َ :‬حدَّثَنَا ُ‬
‫ص ِحي ٌح»‬ ‫س ٌن َ‬ ‫سلَّ َم ال ُم ِح َّل َوال ُم َحلَّ َل لَهُ»‪َ « :‬هذَا َحد ٌ‬
‫ِيث َح َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫ّللاِ َ‬ ‫سو ُل َّ‬ ‫ّللاِ ب ِْن َم ْسعُود قَالَ‪َ « :‬ل َعنَ َر ُ‬
‫َع ْن َع ْب ِد َّ‬
‫س َّل َم ِم ْن َغي ِْر‬ ‫ص َّلى َّ‬
‫ّللاُ َع َل ْي ِه َو َ‬ ‫ي َهذَا ال َحد ُ‬
‫ِيث َع ِن النَّ ِبي ِ َ‬ ‫الرحْ َم ِن ْبنُ ث َ ْر َوانَ ‪َ ،‬و َقدْ ُر ِو َ‬ ‫َوأَبُو قَيْس األ َ ْو ِد ُّ‬
‫ي‪ :‬ا ْس ُمهُ َع ْبدُ َّ‬
‫ب‪،‬‬ ‫ع َم ُر ْبنُ ال َخ َّ‬
‫طا ِ‬ ‫سلَّ َم ِم ْن ُه ْم‪ُ :‬‬ ‫صلَّى َّ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫ب النَّبِي ِ َ‬ ‫ث ِع ْندَ أ َ ْه ِل ال ِع ْل ِم ِم ْن أ َ ْ‬
‫ص َحا ِ‬ ‫َوجْ ه " َوالعَ َم ُل َعلَى َهذَا ال َحدِي ِ‬
‫ي‪َ ،‬وا ْبنُ‬‫س ْفيَانُ الث َّ ْو ِر ُّ‬
‫اء ِمنَ التَّابِعِينَ ‪َ ،‬وبِ ِه يَقُو ُل ُ‬ ‫عثْ َمانُ ْبنُ َعفَّانَ ‪َ ،‬و َع ْبد ُ َّ‬
‫ّللاِ ْبنُ َع ْمرو‪َ ،‬و َغي ُْر ُه ْم‪َ ،‬وه َُو قَ ْو ُل الفُقَ َه ِ‬ ‫َو ُ‬
‫ارودَ يَذْ ُك ُر‪َ ،‬ع ْن َو ِكيع أَنَّهُ قَا َل بِ َهذَا‪ ،‬وقَالَ‪َ « :‬ي ْنبَ ِغي أ َ ْن ي ُْر َمى‬ ‫س ِم ْعتُ ال َج ُ‬ ‫ي‪َ ،‬وأَحْ َمد ُ‪َ ،‬وإِ ْس َح ُ‬
‫اق " َو َ‬ ‫ار ِك‪َ ،‬وال َّ‬
‫شافِ ِع ُّ‬ ‫ال ُمبَ َ‬

‫‪7‬‬
‫الر ُج ُل ال َم ْرأَةَ ِليُ َح ِللَ َها‪ ،‬ث ُ َّم َبدَا‬
‫س ْف َيانُ ‪ِ « :‬إذَا ت َزَ َّو َج َّ‬
‫ارود ُ‪ :‬قَا َل َو ِكي ٌع‪َ :‬وقَا َل ُ‬‫الرأْي ِ»‪ .‬قَا َل َج ُ‬ ‫ب َّ‬ ‫ص َحا ِ‬ ‫ب ِم ْن قَ ْو ِل أَ ْ‬ ‫ِب َهذَا ال َبا ِ‬
‫لَهُ أ َ ْن يُ ْم ِس َك َها فَ ََل َي ِح ُّل لَهُ أ َ ْن يُ ْم ِس َك َها َحتَّى َيت َزَ َّو َج َها ِب ِنكَاح َجدِيد‬

‫‪3. pada Sunan Ibnu Majah kitab Nikah bab 33‬‬

‫ام‪َ ،‬ع ْن ِع ْك ِر َمةَ‪َ ،‬‬


‫ع ِن‬ ‫سلَ َمةَ ب ِْن َو ْه َر َ‬
‫ع ْن َ‬
‫صا ِلح‪َ ،‬‬ ‫ع ْن زَ ْمعَةَ ب ِْن َ‬ ‫امر‪َ ،‬‬ ‫شار قَالَ‪َ :‬حدَّثَنَا أَبُو َع ِ‬ ‫‪َ 1934 -‬حدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْبنُ بَ َّ‬
‫سلَّ َم ْال ُم َح ِللَ‪َ ،‬و ْال ُم َحلَّ َل لَه ُ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫سو ُل َّ ِ‬
‫ّللا َ‬ ‫اب ِْن َعبَّاس‪ ،‬قَالَ‪« :‬لَعَنَ َر ُ‬

‫‪4. pada sunan Ad-Darimi kitab nikah bab 53‬‬

‫صلَّى هللاُ‬ ‫ّللاِ‪ ،‬قَالَ‪« :‬لَعَنَ َر ُ‬


‫سو ُل َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫ع ِن ْال ُهزَ ْي ِل‪َ ،‬‬
‫ع ْن َع ْب ِد َّ‬ ‫س ْفيَانُ ‪َ ،‬ع ْن أ َبِي قَيْس‪َ ،‬‬
‫‪2304 -‬أ َ ْخبَ َرنَا أَبُو نُعَيْم‪َ ،‬حدَّثَنَا ُ‬
‫سلَّ َم ْال ُم ِحلَّ‪َ ،‬و ْال ُم َحلَّ َل لَهُ»‬
‫َعلَ ْي ِه َو َ‬

‫‪5. pada Musnad imam Ahmad jilid 1 halaman 450-451 dan jilid 2 halaman 322.‬‬

‫ع ِن اب ِْن َم ْسعُود‪َ ،‬ع ْن‬ ‫ع َب ْيد ُ هللاِ‪َ ،‬ع ْن َع ْب ِد ْالك َِر ِيم‪َ ،‬ع ْن أ َ ِبي ْال َو ِ‬
‫اص ِل‪َ ،‬‬ ‫‪َ 4308 -‬حدَّثَنَا زَ ك َِريَّا ْبنُ َعدِي‪َ ،‬قالَ‪َ :‬حدَّثَنَا ُ‬
‫سلَّ َم‪ ،‬قَالَ‪ " :‬لُعِنَ ْال ُم ِح ُّل (‪َ ، )1‬و ْال ُم َحلَّ ُل لَهُ)‪" (2‬‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫سو ِل هللاِ َ‬
‫َر ُ‬

‫عثْ َمانَ ب ِْن ُم َح َّمد‪َ ،‬ع ِن ْال َم ْقب ُِريِ‪َ ،‬ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ‪ ،‬قَالَ‪ " :‬لَعَنَ َر ُ‬
‫سو ُل‬ ‫‪َ - 8287‬حدَّثَنَا أَبُو َع ِ‬
‫امر‪َ ،‬حدَّثَنَا َع ْبد ُ هللاِ‪َ ،‬ع ْن ُ‬
‫هللاِ ْال ُم ِحلَّ‪َ ،‬و ْال ُم َحلَّ َل لَهُ " (‪)3‬‬

‫‪D. Iktibar Sanad‬‬

‫‪Setelah dilakukan proses mentakhrij hadis tentang usia minimal menikah, maka‬‬
‫‪dibuat I’tibar sanad hadis tentang usia minimal menikah. Berikut ini I’tibar sanad dari‬‬
‫‪hadis tersebut‬‬

‫‪8‬‬
9
‫رسول هللا‬

‫اب ِْن َعبَّاس‬ ‫َع ِلي‬ ‫َع ْب ِد َّ‬


‫ّللاِ ب ِْن َم ْسعُود‬ ‫أَبِي ه َُري َْرة َ‬ ‫ع ْقبَةُ ْبنُ َع ِ‬
‫امر‬ ‫ُ‬

‫ِع ْك ِر َم َةَ‬ ‫َجابِ ِر‬ ‫ث‬ ‫ْال َح ِ‬


‫ار ِ‬ ‫هُزَ ْي ِل‬ ‫أ َ ِبي ْال َو ِ‬
‫اص ِل‬ ‫ْال َم ْقب ُِري ِ‬ ‫أَبُو ُم ْ‬
‫ص َعب‬

‫سلَ َمةَ‬
‫َ‬ ‫ال َّ‬
‫ش ْع ِبي ِ‬ ‫عامر‬ ‫أ َ ِبي قَيْس‬ ‫َع ْب ِد ْالك َِر ِيم‬ ‫عثْ َمانَ‬
‫ُ‬ ‫اللَّي َ‬
‫ْث‬

‫زَ ْمعَةَ‬ ‫اب ِْن َع ْون‬ ‫ُم َجا ِلد ٌ‬ ‫إسماعي ُل‬ ‫س ْفيَانُ‬
‫ُ‬ ‫ع َب ْيد ُ هللاِ‬
‫ُ‬ ‫َع ْبد ُ هللاِ‬ ‫عثْ َمانَ‬
‫ُ‬

‫أَبُو َع ِ‬
‫امر‬ ‫أَبُو‬ ‫أ َ ْش َع ُ‬
‫ث‬ ‫زهير‬ ‫أَبُو نُ َعيْم‬ ‫أَبُو أَحْ َمدَ‬ ‫زَ ك َِريَّا‬ ‫أَبُو َع ِ‬
‫امر‬ ‫يَحْ يَى‬
‫أُ َ‬
‫سا َمةَ‬
‫أَحْ َمد ُ‬
‫أَبُو َ‬
‫س ِعيد‬ ‫َمحْ ُمودُ‬ ‫ُم َح َّمدُ‬
‫ُم َح َّمدُ‬

‫أَحْ َمد ُ‬ ‫ابو داود‬ ‫الدَ ِار ِمي‬ ‫ال ِت ْر ِمذْ ُّ‬
‫ي‬ ‫إِ ْبنُ َما َجه‬
E. Analisis Kuantitas dan Kualitas Hadis

Berdasarkan hasil proses takhrij hadis dengan menggunakan kitab Mu’jam Mufahras serta
mencari informasi hadis tersebut di dalam kitab-kitab asli hadis serta I’tibar sanad yang
telah dibuat, bahwasanya dari segi kuantitasnya,hadis ini termasuk hadis masyhur
walaupun jumlahnya 5 orang dalam satu thabaqat , disini ada minimal 5perawi dalam satu
thabaqat . Jadi dapat disimpulkan disini ia merupakan hadis masyhur. Selain itu, hadis ini
merupakan sanad nazil . Hal ini karena perawinya lebih banyak untuk sampai kepada
Rasulullah saw.

Dari segi kualitas :

“dari ibnu mas’ud r.a, ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat muhallil dan muhallal
lahu.”(HR. Ahmad, An-Nasa’I dan At-Tirmidzi, hadits ini shahih menurut At-Tirmidzi.
Dalam masalah ini ada hadits dari Ali r.a bahwa Nabi SAW melaknat muhallil dan muhallal
lahu. Diriwayatkan Al-Arba’ah kecuali An-Nasa’i. (Hadits riwaya Ibnu Mas’ud
dishahihkan ibnu Al-Qathan, Ibnu Daqiq Al-Id atas syarat Bukahri. At tirmidzi berkata,
“Hadits hasan shahih dan diamalkan ahli ilmu, diantaranya : Umar, Utsman, Ibnu Umar,
dan itulah pendapat para fuqaha dan generasi tabiin).”

F. Syarah Hadits

Hadits ini merupakan dalil yang mengharamkan pernikahan rekayasa sebagaimana


yang dilakukan oleh muhallil dan muhallal lahu. Pelakunya akan dilaknat oleh Allah.
Sesungguhnya laknat tidak akan diberikan kecuali kepada pelaku perbuatan haram, dan
setiap yang diharamkan dilarang untuk dilakukan. Larangan dalam hadits ini menunjukkan
tidak sahnya akad nikah tersebut, walaupun laknat itu diperuntukkan bagi pelakunya saja,
namun bisa dijadikan sebagai alasan untuk memberikan hukum. Diantara bentuk nikah
seperti itu adalah, dikatakan kepadanya ketika hendak akad nikah, “Bila kamu telah nikah
tahlil maka itu sebenarnya tidak menikah, ini seperti nikah mut’ah karena hanya sementara
waktu,” yang lainnya, dikatakan kepadanya ketika akad, “Bila kamu nikah tahlil maka
kamu harus menceraikannya,” dan ada juga bentuknya, tidak dilafadzkan ketika akad nikah
pada semua bentuk-bentuk nikah tahlil, walaupun masih ada perselisihan hukum pada
beberapa bentuk nikah tersebut, namun perbedaan itu tidak didasar dengan dalil yang kuat,
dan janganlah disibukkan dengan hal tersebut.4

G. Kosa kata Hadits

‫ لعن رسول هللا احمللل واحمللل له‬: rasulullah SAW telah melaknat Al-Muhallil dan Al-Muhallal

lahu, maksudnya Rasulullah mendoakan agar tidak mendapat rahmat kepada orang yang
menikahi wanita yang telah ditalak (mantan) suaminya dengan talak ba’in kubra dengan
maksud untuk menghalalkan wanita tersebut bagi suami pertamanya. Demikian pula beliau
mendoakan agar tidak mendapat rahmat kepada orang yang telah mentalak istrinya dengan
talak bain kubra, lalu dia memberikan kerelaan kepada orang lain untuk menikahi mantan
istrinya hanya sekedar bertujuan menghalalkan mantan istrinya untuk dirinya. Maka suami
yang kedua mentalaknya lalu suami yang pertama menikahinya lagi. Dan dalam hadits ini
diriwayatkan juga dari Ali : maksudnya dalam bab tentang terkutuknya Al-Muhallil dan
Muhallal lahu yang disebutkan dalam hadits ibnu mas’ud juga ada riwyaat dari Ali r.a.5

H. Pendapat Para Ulama Terkait Nikah Muhallil

1. Imam Syafi’i
Dalam perspektif Imam Syafi’i apabila seorang suami menceraikan istrinya dengan
talak yang sudah berjumlah tiga, kemudian istri itu menikah lagi dengan pria lain. niat
keduanya untuk menghalalkan kembalinya istri itu pada suami pertama, maka jika
hanya sekedar niat tanpa diucapkan syarat itu dalam akad nikah, maka pernikahan yang
demikian dianggap halal. Yang penting telah melakukan layaknya hubungan suami

4 Imam Al Mawardi, “Sumber : Https://Islamiques.Net/” (2000).


5 Abdul Qadir Syaibah Al-Hamd “syarah Bulughul Maram” jilid 6, Jakarta, januari 2012. Hal. 378

12
istri, maka jika terjadi perceraian lagi dan istri ingin menikah lagi dengan suami
pertama, maka nikahnya halal.

2. Imam Hanafi
Menurut Imam Abu Hanifah, jika yang kedua menikahinya dengan maksud untuk
menghalalkannya bagi yang pertama, maka pernikahannya dinyatakan sah dengan
syarat-syarat:

syarat pertama: suami kedua menikahinya dengan akad nikah yang sah. Jika akadnya
rusak lantaran tidak memenuhi syarat-syaratnya, maka dia tidak halal. Demikian pula
jika akad yang kedua bergantung pada persetujuan orang lain, maka dia tidak halal.

syarat kedua: suami kedua telah menggauli dan menyetubuhinya..6

3. Imam Malik
Madzhab Malikiyah menyatakan bahwa apabila seorang laki-laki kawin dengan
seorang wanita yang sudah ditalak tiga dengan maksud untuk menghalalkan wanita itu
kembali bagi suaminya yang pertama, maka akad nikahnya fasiq dan tidak boleh
dukhul, tetapi nikah itu sendiri jadi batal seluruhnya. Demikian juga kalau seseorang
mensyaratkan nikah itu nikah tahlil, maka nikahnya menjadi fasakh tanpa talak.
Demikian juga apabila dia mengikrarkan syarat tersebut sebelum akad, maka akad
nikahnya juga menjadi fasakh. sebagaimana halnya dia mensyaratkan tahlil di dalam
akad.

4. Imam Hanbali
Berpendapat, sesungguhnya pernikahan tahlil walaupun tanpa disertai syarat, yaitu
pernikahan yang dilakukan untuk membuatnya kembali halal untuk dinikahi oleh
suami pertamanya, adalah sebuah pernikahan yang haram, batil, dan batal, maka
pernikahan ini tidak sah, dan tidak meenjadi halal untuk suami pertamanya dengan
pernikahan ini.

6 Syaikh Abdurrahman Al Juzairi, “Terjemah Fikih Empat Mazhab, Jilid 5,” Journal of Chemical
Information and Modeling 53, no. 9 (1981): 1689–1699.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Nikah Muhallil adalah pernikahan di mana seorang laki-laki menikahi seorang wanita
yang sudah ditalak tiga kemudian ia mentalaknya dengan maksud agar wanita tersebut
dapat dinikahi kembali oleh suaminya yang pertama yang telah mentalak tiga.
Pernikahan ini biasanya terjadi ketika si mantan suami yang telah mentalak isterinya
tiga kali bermaksud untuk kembali lagi kepada isterinya, namun karena sudah ditalak
tiga, ia tidak boleh langsung menikahi mantan isterinya itu kecuali si isteri tadi menikah
dahulu dengan laki-laki lain. Untuk tujuan agar dapat menikah kembali dengan mantan
istrinya. Maka yang dimaksud dengan nikah muḥallil adalah nikah untuk menghalalkan
mantan istri yang telah ditalak tiga kali.
2. Status hadits nya adalah
3. Adapun pendapat para ulama terkait Nikah Muhallil sebagai berikut :
a. Dalam perspektif Imam Syafi’i apabila seorang suami menceraikan istrinya dengan
talak yang sudah berjumlah tiga, kemudian istri itu menikah lagi dengan pria lain.
niat keduanya untuk menghalalkan kembalinya istri itu pada suami pertama, maka
jika hanya sekedar niat tanpa diucapkan syarat itu dalam akad nikah, maka
pernikahan yang demikian dianggap halal.
b. jika yang kedua menikahinya dengan maksud untuk menghalalkannya bagi yang
pertama, maka pernikahannya dinyatakan sah.
c. apabila seorang laki-laki kawin dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga
dengan maksud untuk menghalalkan wanita itu kembali bagi suaminya yang
pertama, maka akad nikahnya fasiq dan tidak boleh dukhul, tetapi nikah itu sendiri
jadi batal seluruhnya.
d. pernikahan yang dilakukan untuk membuatnya kembali halal untuk dinikahi oleh
suami pertamanya, adalah sebuah pernikahan yang haram, batil, dan batal, maka
pernikahan ini tidak sah, dan tidak meenjadi halal untuk suami pertamanya dengan
pernikahan ini.

14
B. Saran
Demikian makalah ini dibuat. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam makalah
ini demi pengembangan dan perbaikan makalah ini di masa mendatang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Syaibah Al-Hamd “syarah Bulughul Maram” jilid 6, Jakarta, januari 2012.

Al Juzairi, Syaikh Abdurrahman. “Terjemah Fikih Empat Mazhab, Jilid 5.” Journal of Chemical
Information and Modeling 53, no. 9 (1981): 1689–1699.

https://tafaaneuknanggroe.blogspot.com/2018/02/makalah-hukum-perkawinan-di-indonesia.html

Maloko, M Thahir. “NIKAH MUHALLIL (Analisis Pendapat Empat Imam Mazhab) Oleh : M.
Thahir Maloko | Maloko | Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab” 1 (n.d.): 234–241.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/mjpm/article/view/10627/7443.

Muhammad Bin Ismail "Subulussalam syarah Bulughul maram " jilid 3

Mawardi, Imam Al. “Sumber : Https://Islamiques.Net/” (2000).

Zarkasyi, Ahmad, Fakultas Syari, A H Dan, and Ilmu Hukum. “Nikah Muhalil Menurut Imam
Hanafi Skripsi Program S1 Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah Universitas Islam Negeri” (2011).

16

Anda mungkin juga menyukai