Anda di halaman 1dari 19

ORANG YANG HARAM DINIKAHI DAN WALI NIKAH

MAKALAH
Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuluah
FIQIH MUNAKAHAH,SIYASAH DAN JINAYAH
Dosen Pengampu
DRS. NURUL HIDAYAT,M.Ag.
NIP.196707151997031002

Di susun Oleh
Kelompok 3 PAI 4A

1. Asma Sukma Sari Azizah (126201211006)


2. Firda Zuliana (126201211024)
3. Mochamad Trisna Mustofa (126201211043)
4. Muhammad Abdullah Azzam Brilian (126201211048)

SEMESTER 4
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TRABIYYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
PRAKATA
Segala Puji dan Syukur senantiasa tercurah kepada Allah SWT. Berkat limpahan
rahmat-Nya kami diberi kelancaran untuk menyelesaikan tugas mata kuliah fiqih
munakahah,siyasah dan jinayah dengan judul makalah “pemilahan pasangan, syarat dan
rukun nikah“. Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Yang telah menuntun kita ke jalan yang terang benderang. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
terutama kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. Maftukhin, M. Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan dan menyediakan fasilitas demi kenyamanan
dan kelancaran perkuliahan kepada kami selaku mahasiswa.
2. Prof. Dr. Hj. Binti maunah, M. Pd. I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Ilmu
Keguruan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi kepada kami selaku mahasiswa.
3. Dr. Hj. Indah Komsiyah, M.Pd. selaku Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan arahan bagi kami
selaku mahasiswa.
4. Drs. Nurul Hidayat, M.Ag. selaku Dosen Pengampu mata kuliah fiqih
munakahah,siyasah dan jinayah yang telah memberikan bimbingan bagi kami
selaku mahasiswa.
5. Civitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, yang telah memberikan izin
dan fasilitas kepada penulis untuk mencari dan mendapatkan sumber tambahan
dalam menyelesaikan makalah ini.
6. Teman-teman PAI 4-A yang selalu memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa dengan kemampuan dan pengetahuan
yang masih terbatas sehingga mengakibatkan masih terdapat kekurangan dalam penulisan
ini makalah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak diharapkan dan makalah
yang jauh dari kata sempurna ini membawa manfaat bagi kita.

Tulungagung, 05 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
PRAKATA.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
a. Latar Belakang....................................................................................................1
b. Rumusan Masalah...............................................................................................1
c. Tujuan Masalah...................................................................................................1
d. Batasan Masalah.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
a. Orang yang haram dinikahi.................................................................................3
b. Pengertian wali nikah..........................................................................................6
c. Macam-macam wali nikah..................................................................................7
d. Syarat-syarat wali nikah......................................................................................10
BAB III...........................................................................................................................13
a. Kesimpulan.........................................................................................................13
b. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR RUJUKAN...................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau
”bertemu, berkumpul”. Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu
rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam.
Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa
perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan
ghalizhan untuk mentaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya
merupakan ritual ibadah. Sementara itu, menurut Undang-undang No.1
Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia
berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia. Hal itu berarti
sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah Swt. Setiap manusia
yang sudah dewasa dan sehat jasmani rohaninya pasti membutuhkan
teman hidup yang berlainan jenis. Teman hidup yang dapat memenuhi
kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat
mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk
mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah
tangga
B. Rumusan Masalah
1. Siapa orang yang haram di nikahi ?
2. Bagaimana pengertian wali nikah ?
3. Bagaimana macam-macam wali nikah ?
4. Bagaimana syarat-syarat wali nikah
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk mengetahui orang-orang yang haram di nikahi

1
2. Untuk mengetahui pengertian wali nikah
3. Untuk mengetahui macam-macam wali nikah
4. Untuk mengetahui syarat-syarat wali nikah
D. Batasan pembahasan masalah
Makalah ini hanya membahas tentang orang-orang yang harap di
nikahi, pengertian wali nikah, macam-macam wali nikah dan syarat-syarat
wali nikah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orang yang Haram Dinikahi
Dalam ilmu Fiqh Mahram (‫( محرم‬adalah semua orang yang haram
untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan
pernikahan dalam syariat Islam.1 Mahram menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak
saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan
sehingga tidak boleh menikah.
Para ulama’ berbeda pendapat dalam hal menerjemahkan mahram.
berikut pendapat para ulama mengenai mahram :
1. Menurut Ibn Qudamah ra. Mahram adalah semua orang yang
haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab,
persusuan dan pernikahan.
2. Menurut Imam Ibnu Atsir ra. Mahram adalah orang-orang yang
haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara,
paman, dan lain-lain.
3. Menurut Syaikh Sholeh Al-Fauzan, Mahram wanita adalah
suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya
karena sebab nasab atau seperti sebab-sebab mubah yang lain
seperti saudara sepersusuan, ayah ataupun anak tirinya.

Diantara halangan-halangan abadi yang telah disepakati dan


adapula yang masih diperselisihkan. halangan yang telah disepakati ada
tiga, yaitu:
1. Nasab (keturunan)
2. Pembebasan (karena pertalian kerabat semenda)
3. Sesusuan2

1
https://id.wikipedia.org/org/wiki/mahram (diakses pada 21 Januari 2016)
2
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013),p.63

3
Dilihat dari ayat Al-Qur’an surah An-Nisa dan juga beberapa
hadist Nabi Muhammad SAW, mahram disini terbagi menjadi dua macam
yaitu Mahram Muabbad dan Mahram Muaqqot.
1. Mahram muabbad artinya tidak boleh dinikahi selamanya, yang
dipengaruhi terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Mahram muabbad yang di pengaruhi oleh nasab diantaranya:
ibu, anak perempuan, bibi dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu,
anak perempuan dari saudara laki laki, anak perempuan dari
saudara perempuan.
Firman Allah ta’ala:3

‫ُح ِّر َم ْت َعَلْيُك ْم ُاَّمٰه ُتُك ْم َو َبٰن ُتُك ْم َو َاَخ ٰو ُتُك ْم َو َعّٰم ُتُك ْم َو ٰخ ٰل ُتُك ْم َو َبٰن ُت اَاْلِخ َو َبٰن ُت‬
‫اُاْل ِت‬
‫ْخ‬
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu
yang perempuan, sudara-saudaramu yang perempuan, saudara-
saudaramu bapakmu yang perempuan, saudarasaudaramu yang
perempuan, anak-anak perempuan dari saudara saudaramu yang
laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan. (QS. An-Nisa ayat 23)
b. Mahram Muabbad yang dipengaruhi oleh ikatan perkawinan,
diantaranya: istri dari ayah, ibu mertua, anak tiri dan menantu,
(termasuk pula menantu dari yang sepersusuan).

Firman Allah dalam Al-Qur’an surah An-Nisa:


‫ّٰل‬ ‫ِن‬ ‫ِة‬ ‫ّٰلِت‬
‫َو ُاَّمٰه ُتُك ُم ا َاْر َض ْع َنُك ْم َو َاَخ ٰو ُتُك ْم ِّم َن الَّر َض اَع َو ُاَّمٰه ُت َس ۤإِىُك ْم َو َرَبۤإِى ُبُك ُم ا ْيِت ْيِف‬
ۖ ‫ُحُجْو ِر ُك ْم ِّم ْن ِّنَس ۤإِىُك ُم اّٰلْيِت َدَخ ْلُتْم ِهِبَّۖن َفِاْن ْمَّل َتُك ْو ُنْو ا َدَخ ْلُتْم ِهِبَّن َفاَل ُج َناَح َعَلْيُك ْم‬

‫ۤاَلِٕى َا َنۤإِىُك اَّلِذ ِم َاْص اَل ِبُك ْۙم‬


‫َو َح ُل ْب ُم ْيَن ْن‬

3
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an dan Tarjamah. p.40

4
“Ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka
tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri
anak kandungmu (menantu)”. (QS. An-Nisa ayat 23).4
c. Mahram Muabbad yang disebabkan oleh persusuan,
diantaranya: wanita yang menyusui dan ibunya, anak
perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persususuan),
saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi
persusuan), anak perempuan dari anak perempuan dari wanita
yang menyusui (anak dari saudara persusuan), ibu dari suami
dari wanita yang menyusui, saudara dari suami dari wanita
yang menyusui, anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita
yang menyusui (anak dari saudara persusuan), anak perempuan
dari suami dari wanita yang menyusui, istri lain dari suami dari
wanita yang menyusui.5
2. Mahram Muaqqot artinya tidak boleh dinikahi dalam keadaan saja
dan jika kondisi ini hilang maka jadi halal kembali. Diantara yang
termasuk kedalam Mahram Muaqqat adalah:

a. Saudara perempuan istri (ipar), seorang laki-laki tidak boleh


menikahi saudara perempuan istrinya dalam satu waktu, hal ini
berdasarkan ijma para ulama. Akan tetapi, jika istrinya meninggal
atau talak, maka laki-laki tersebut boleh menika saudara
perempuan istrinya.

b. Bibi dari istri (baik dari jalur ayah atau ibu). Hal ini sesuai dengan
hadist Nabi SAW. “Tidak boleh seorang wanita dimadu dengan
bibi (dari ayah atau ibunya).” (HR. Muslim)

4
Ibid…
5
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh,...pp.63-64

5
6
B. Pengertian Wali Nikah
Perwalian dalam literatur fiqh Islam disebut dengan al-walayah (
‫)الواالية‬. Secara etimologi, memiliki beberapa arti. Di antaranya adalah cinta
(‫)المحّبة‬, pertolongan (‫ )نص^^رة‬atau juga kekuasaan/otoritas (‫) الس^^لطة والق^^درة‬
seperti dalam ungkapan al-wali (‫ )ال^^والى‬,yakni orang yang mempunyai
kekuasaan. Hakekat dari ( ‫ )الواالية‬adalah “‫ “تولي االمر‬mengurus/menguasai
sesuatu.6
Adapun yang dimaksud dengan perwalian dalam terminologi para
fuqaha (pakar hukum Islam) seperti yang dikemukakan Wahbah Al-
Zuhaili ialah: “Kemampuan untuk langsung bertindak tanpa bergantung
kepada izin seseorang”.7
Menurut Amir Syarifuddin, yang dimaksud dengan wali secara
umum adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk
bertindak terhadap dan atas nama orang lain. 8 Sedangkan, Wali nikah
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengasuh pengantin
perempuan ketika nikah, yaitu orang yang melakukan janji nikah dengan
laki-laki.9
Dalam perkawinan, wali nikah adalah seseorang yang bertindak
atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. 10 Akad nikah
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh
mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh
walinya. Wali nikah bertindak sebagai pengganti dari mempelai wanita
untuk menyerahkan dirinya dalam pernikahan.
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bawasannya Wali
nikah adalah seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa untuk
6
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), hal. 134
7
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhu Al-Islam Wa Adilatuhu Juz VII, (Beirut : Daar Al-Fikr, t,th),
hal. 186
8
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006),
hal. 69
9
Tim Penyusun Kamus Pusat Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 1007.
10
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Prenada
Media Grup, 2009), 69

7
mengadakan perjanjian (akad) pernikahan yang mewakili mempelai wanita
dalam proses akad pernikahan.
C. Macam-macam Wali Nikah
Adapun macam-macam wali dapat digolongkan berdasarkan sudut
pandang yang dipakai untuk itu, antara lain :
1. Melihat kedudukan pemangku perwalian
a. Wali Nasab
Wali nasab adalah anggota keluarga laki-laki dari calon
mempelai perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan
calon mempelai perempuan11. Wali nasab ini mempunyai
kewenangan perwalian, sesuai urutan kedudukannya yang tererat
dengan calon mempelai. Kewenangan yang mereka peroleh karena
kedudukan mereka sebagai keluarga terdekat.
Wali nasab terdiri dari empat kelompok. Urutan kedudukan
kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain
berdasarkan erat tidak susunan kekerabatan dengan calon
mempelai wanita :
a) Kelompok pertama adalah kerabat laki-laki garis lurus ke atas,
yakni ; Ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
b) Kelompok kedua adalah kerabat saudara laki-laki kandung atau
saudara laki-laki seayah dan keturunan anak laki-laki mereka.
c) Kelompok ketiga adalah kelompok kerabat paman, yakni
saudara laki-laki kandung ayah, saudara laki-laki seayah dan
keturunan anak laki-laki mereka.
d) Kelompok keempat adalah saudara laki-laki kandung kakek,
saudara laki- laki seayah kakek, keturunan anak laki-laki
mereka
Urutan kedudukan kelompok tersebut di atas dituruti.
Apabila dalam satu kelompok wali terdapat beberapa orang yang
sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak adalah

11
Drs, Abidin Slamet, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 1999), h. 89

8
yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai
wanita. Jika dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya
maka yang paling berhak menjadi wali adalah kerabat kandung
daripada kerabat selain kandung atau kerabat seayah. Kalau dalam
satu kelompok derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama
derajat kandung atau sama-sama kerabat seayah, maka mereka
sama-sama berhak menjadi wali dengan mengutamakan yang lebih
tua dan memenuhi syarat-syarat wali. Apabila yang paling berhak
urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali, misalnya wali itu
menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah uzur, maka hak
menjadi wali bergeser kepada wali yang lain menurut urutan
derajat berikutnya.
b. Wali Hakim
Wali hakim adalah penguasa atau petugas yang ditunjuk
langsung secara resmi menjadi wali dalam pernikahan. Wali hakim
ini baru bisa menikahkan seorang perempuan, apabila wali
perempuan tersebut enggan atau tidak mau menikahkannya dengan
laki-laki yang se-kufu atau sederajat dengan perempuan tersebut.
Dengan kata lain wali hakim hanya berfungsi sebagai wali
pengganti jika wali nasab tidak ada atau enggan menikahkan
perempuan yang ada di bawah perwaliannya.
2. Melihat objek perwaliannya
Para ulama fiqh sependapat bahwa wali dalam perkawinan
(wilayah tazwij) ditinjau dari segi objek perwaliannya dapat
digolongkan menjadi wali mujbir dan wali Ghairu mujbir.
a. Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali yang mempunyai wewenang langsung
untuk menikahkan orang yang berada di bawah perwaliannya
meskipun tanpa izin orang itu. Adapun orang yang boleh dipaksa
menikah oleh wali mujbir adalah sebagai berikut :

9
a) Orang yang tidak memiliki atau kehilangan kecakapan
bertindak hukum, seperti anak kecil dan orang gila. Dalam
beberapa hal, kalangan ulama fikih berbeda pendapat. Imam
Malik dan ulama lainnya, selain ulama mazhab Syafi’i, sepakat
menyatakan bahwa anak kecil yang belum akil baligh, baik ia
laki-laki atau perempuan, janda atau perawan, dan orang gila
boleh dipaksa menikah. Akan tetapi, ulama mazhab Syafi’i
mengemukakan satu pengecualian dari hal di atas, yaitu anak
perempuan kecil yang sudah tidak bersuami lagi. Menurut
mereka anak itu tidak boleh dipaksa kawin, sesuai dengan
hadits yang berbunyi :”... janda itu diminta pendapatnya (dalam
mengawinkan mereka)...”(HR. Bukhari dan Muslim)
b) Wanita yang masih perawan tetapi telah baligh dan berakal.
Menurut jumhur ulama, selain ulama Mazhab Hanafi, wanita
tersebut juga termasuk dalam wewenang wali mujbir. Mereka
sepakat mengatakan bahwa ‘illat- nya adalah masih perawan.
Ulama mazhab Hanafi tidak sependapat dengan jumhur ulama
karena menurut mereka, ‘illat-nya adalah masih kecil.
c) Wanita yang telah kehilangan keperawanannya, baik karena
sakit, dipukul, terjatuh atau berzina. Ulama mazhab Maliki
menetapkan, wanita tersebut termasuk dalam wewenang wali
mujbir. Menurut mereka, wanita itu boleh dipaksa menikah
karena status mereka masih sebagai al-bikr (belum pernah
menikah). Berbeda dengan jumhur ulama yang mengatakan
bahwa seorang wanita yang telah kehilangan keperawanannya,
apa pun sebabnya, tidak boleh dipaksa menikah karena status
mereka disamakan dengan wanita yang sudah tidak bersuami
lagi.
b. Wali Ghairu Mujbir

10
Wali ghairu mujbir adalah wali yang tidak memiliki kekuasaan
memaksa orang yang berada di bawah perwaliannya untuk
menikah.
D. Syarat-syarat Wali Nikah
Seorang wali nikah harus memiliki persyaratan tertentu demi
keabsahan suatu pernikahan. Karena syarat ialah sesuatu yang dapat
menyempurnakan sebab dan pengaruhnya dapat menghasilkan akibat.
Persyaratan wali nikah tersebut dapat diketahui dari penjelasan di bawah
ini.
1. Mukalaf
Wali haruslah orang yang mukalaf (dewasa), karena orang yang
mukalaf dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dalam arti
lain bahwa anak kecil tidak berhak menjadi wali karena anak kecil
belum bisa dikatakan orang yang mukalaf , semua amalan ibadahnya
belum bisa dia pertanggung jawabkan dalam urusan ibadah salah
satunya dalam urusan wali dalam pernikahan

11
2. Muslim
Disyaratkan wali nikah haruslah orang Islam apabila orang yang
menikah itu beragama Islam, maka tidak boleh yang menjadi wali dari
orang non Islam, kecuali orang Islam juga, hal ini didasarkan pada
firman Allah SWT dalam surat Al-Imran ayat 28 yang artinya :
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah”
3. Laki-laki
Wali nikah mesti orang laki-laki, maka perempuan tidak boleh menjadi
wali. Para ulama fiqh berbeda pendapat masalah wanita sebagai wali,
Imam Malik, Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa tidak sah suatu
pernikahan apabila wanita yang menjadi walinya dan tidak sah pula
pernikahan apabila wanita menikahkan dirinya sendiri (tanpa wali).
4. Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih.
Alasannya ialah bahwa orang yang berada di bawah pengampuan tidak
dapat berbuat hukum dengan sendirinya. Kedudukannya sebagai wali
merupakan suatu tindakan hukum.
5. Berpikiran baik
Orang yang terganggu pikirannya karena ketuaannya tidak boleh
menjadi wali, karena dikhawatirkan tidak akan mendatangkan
maslahat dalam perkawinan tersebut.
6. Rasyid
Wali disyaratkan harus orang yang rasyid (berakal, bijaksana, cerdik).
Artinya, ia harus mengetahui maksud tujuan dari pernikahan, karena
orang yang safih (bodoh, dungu) tidak mampu mengurus dirinya
sendiri dengan baik, apalagi mengurus diri orang lain. Dan mungkin
orang seperti ini akan menjodohkan perempuan perwaliannya dengan
orang yang bodoh sepertinya, dan ini akan menyia-nyiakan
kemaslahatan yang akan diperoleh perempuan itu apabila dia menikah
dengan orang yang tidak sesuai.

12
Menurut Imam Syafi’i syarat wali keseluruhannya yaitu
merdeka, laki-laki, kesamaan agama antara wali dengan orang dia
walikan, baligh, berakal, adil dan lurus. Sedangkan menurut Imam
Hanafi syarat wali keseluruhannya yaitu berakal, baligh, merdeka, dan
kesamaan agama. Keadilan dan kelurusan tidak menjadi syarat
menurut Imam Hanafi.12

12
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011) hal. 185-188

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahram (‫ ) محرم‬adalah semua orang yang haram untuk dinikahi
selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam
syariat Islam. Mahram menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak saudara dekat
karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak
boleh menikah.
Terdapat dua macam mahram (orang yang dilarang untuk dinikahi)
dilihat dari ayat Al-Qur’an surah An-Nisa dan juga beberapa hadist Nabi
Muhammad SAW, yaitu Mahram Muabbad dan Mahram Muaqqot.
1. Mahram muabbad artinya tidak boleh dinikahi selamanya, yang
dipengaruhi terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Mahram muabbad yang di pengaruhi oleh nasab
b. Mahram Muabbad yang dipengaruhi oleh ikatan perkawinan
c. Mahram Muabbad yang disebabkan oleh persusuan
2. Mahram Muaqqot artinya tidak boleh dinikahi dalam keadaan tertentu
saja dan jika kondisi ini hilang maka jadi halal kembali. Diantara yang
termasuk kedalam Mahram Muaqqat adalah:
a. Saudara perempuan istri (ipar)
b. Bibi dari istri (baik dari jalur ayah atau ibu).
Secara etimologi Wali berasal dari bahasa arab yaitu al-wali (
‫ )ال^^والى‬,yakni orang yang mempunyai kekuasaan. Sedangkan, secara
terminologi para fuqaha (pakar hukum Islam) seperti yang dikemukakan
Wahbah Al-Zuhaili ialah: “Kemampuan untuk langsung bertindak tanpa
bergantung kepada izin seseorang”.
Adapun macam-macam wali dapat digolongkan berdasarkan sudut
pandang yang dipakai, antara lain :
1.Melihat kedudukan pemangku perwalian
a. Wali Nasab

14
Wali nasab adalah anggota keluarga laki-laki dari calon
mempelai perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan
calon mempelai perempuan.
b. Wali Hakim
Wali hakim adalah penguasa atau petugas yang ditunjuk
langsung secara resmi menjadi wali dalam pernikahan.
2. Melihat objek perwaliannya
a. Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali yang mempunyai wewenang
langsung untuk menikahkan orang yang berada di bawah
perwaliannya meskipun tanpa izin orang itu.
b. Wali Ghairu Mujbir
Wali ghairu mujbir adalah wali yang tidak memiliki
kekuasaan memaksa orang yang berada di bawah perwaliannya
untuk menikah.
Syarat-syarat menjadi wali nikah, yaitu:
1. Mukalaf
2. Muslim
3. Laki-laki
4. Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih.
5. Berpikiran baik
6. Rasyid (berakal, bijaksana, cerdik)
B. Saran
Tiada yang sempurna di dunia ini begitupun dengan makalah yang
telah kami buat. Maka dari itu kritik dan saran (masukan) yang
membangun sangatlah kami harapkan. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

15
DAFTAR RUJUKAN

Az-Zuhaili , Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani,


2011)
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqhu Al-Islam Wa Adilatuhu Juz VII, Beirut : Daar
Al-Fikr.
https://id.wikipedia.org/org/wiki/mahram (diakses pada 21 Januari 2016)
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an dan Tarjamah. p.40
Slamet ,Drs. Abidin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Cv Pustaka Setia,
1999),
Suma, Muhammad Amin, 2005. Hukum Keluarga Islam Di Indonesia,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta :
Kencana
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2013).

16

Anda mungkin juga menyukai