Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FASAKH
( Pengertian, Pelaksanaan, dan Akibat Hukumnya)
Makalah ini disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahat. B

Dosen Pengajar
Dr. H. Maslan, S.Pd.I, M.HI

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Muhammad Nor Ifansyah : 2021110859

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang senantiasa melimpah kan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw yang
membawa kita dari zaman kegelapan menuju cahaya Islam.
Makalah yang berjudul “ Fasakh” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Fiqih Munakahat. B. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Fiqih Munakahat. B. Bapak Dr.
H. Maslan, S.Pd. I, MHI selaku dosen pengajar
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna
dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Kandangan, 01 Maret 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................


B. Rumusan Masalah .........................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................

A. Pengertian Fasakh .........................................................................


B. Pelaksanaan. ..................................................................................
C. Akibat Hukumnya .........................................................................
BAB III PENUTUP .......................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam memandang perkawinan sebagai suatu cita-cita yang baik yang tidak
hanya mempersatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan, tetapi ia merupakan
suatu kontra sosial yang baik dalam rumah tangga. Perkawinan merupakan salah satu
bagian terpenting dalam menciptakan keluarga yang sakinah mawadah warohmah
yang diridhoi Allah SWT. Maka dalam memilih pasangan hidup Islam sangat
menganjurkan segala sesuatunya berdasarkan norma-norma agama agar pendamping
hidup nantinya mempunyai akhlak yang terpuji. Hal ini dilakukan agar kedua calon
tersebut kelak dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga dapat berjalan
tentram dan damai. Sehingga dapat tercapai keluarga yang harmonis. 1

Menurut KHI tujuanperkawinan dijelaskan pada pasal 3 KHI Yaitu perkawinan


bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah, dan wa rohmah.
Perkawina bertujuan bukan saja untuk hidupdalam pergaulan yang sempurna dalam
mengatur rumah tangga yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan cinta, tetapi terutama
sebagai suatu tali yang amat teguh dalam memperkokoh tali persaudaraan antara
kerabat si suami dan kaum kerabat si istri. 2

Menurut hukum islam dikenal dengan istilah “fasakh”, yag artinya merusak atau
membatalkan. Fasakh dapat terjadi karena terdapat hal-hal yang membatalkan akad
nikah yag dilakukan dan dapat pula terjadi karena sesuatu hal yang dialami atau
sesudah akad nikah dilakukan dan perkawinan sudah berlangsung. 3

1
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, ( Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008
Cet. 3), h. 96.
2
Amir Naruddin, dkk, Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2004), h. 38.
3
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang, (Jakarta: Liberty, 1982), h.
113.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fasakh ?
2. Bagaimana pelaksanaannya?
3. Bagaimana akibat hukumnya?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari masalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian fasakh
2. Untuk mengetahui pelaksanaannya
3. Untuk mengetahui akibat hukumnya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fasakh

Fasakh artinya merusak atau melepaskan tali ikatan perkawinan. Fasakh dapat
terjadi karena sebab yang berkenaan dengan akad sah atau tidaknya, atau dengan sebab
yang datang setelah berlakunya akad. 4 Berbeda dengan talak yang bisa dijatuhkan
secara lisan, fasakh hanya bisa diputuskan oleh hakim pengadilan. Selain itu,
perceraian dengan cara fasakh tidak dapat rujuk, melainkan harus melangsungkan
akad baru..

Fasakh berasal dari bahasa arab dari akar kata fa-sa-kha yang secara etimologi
berarti membatalkan. atau juga fasakh berarti mencabut atau menghapuskan atau
membatalkan akad nikah dan melepaskan hubungan yang terjalin antara suami isteri.
Manakala, menurut kamus besar Bahasa Indonesia fasakh adalah hak pembatalan
ikatan pernikahan olehpengadilan agama berdasarkan dakwaan (tuntutan) istri atau
suami ygdapat dibenarkan oleh pengadilan agama, atau karena pernikahan yang telah
terlanjur menyalahi hukum pernikahan.

Fasakh dalam arti terminology terdapat beberapa rumusan diantaranya :

1. Fasakh ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal hal yang dianggap
berat oleh suami atau isteri atau keduanya sehingga mereka tidak sanggup
untuk melaksanakan kehidupan suami isteri dalam mencapai tujuannya.
2. Fasakh nikah yaitu pembatalan perkawinan oleh isteri karena antara suami istri
terdapat cacat atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau si suami tidak
dapat memberi belanja/nafkah, menganiaya, murtad dan sebagainya.

4
Agus Salim, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : Pustaka Amani Jakarta,
2016), h. 50.
3. Menurut Imam Asy - Syafi’i pemutusan hubungan pernikahan (fasakh) adalah
semua pemutusan ikatan suami isteri yang tidak disertai dengan thalak, baik
thalak satu, dua, ataupun tiga.
4. Fuqaha dari kalangan Hanafiyyah tidak membedakan antara cerai dengan
thalak dan cerai dengan fasakh. Mereka berkata :semua perceraian yang datang
dari pihak suami dan tidak ada tanda-tanda datang dari perempuan, maka
perceraian dinamakan thalak, dan semua perceraian yang asalnya dari pihak
istri dinamakan fasakh.5

B. Pelaksanaan

Fasakh yang berkenaan dengan akad misalnya :

1. Bila akad sudah sempurna tetapi ternyata perempuan yang dinikahi itu saudara
perempuannya sendiri maka akadnya rusak.
2. Perkawinan anak yang masih kanak-kanak yang dilakukan oleh wali selain
ayah atau kakek. Setelah anak tersebut baliq maka si anak laki-laki atau
perempuan berhak memilih untuk meneruskan perkawinannya atau
membatalkan nya. Pemilihan ini dinamakan “KhiyarulBuluq”, memilih setelah
dewasa. Apabila salah satu pihak memilih untuk mengakhiri perkawinan maka
akadnya dirusak, fasakh.

Fuqaka dari kalangan Hanafiyah tidak membedakan antara cerai dengan talak
dan cerai dengan fasakh. Mereka berkata semua perkara yang yang datang dari pihak
suami dan tidak ada tanda-tanda datang dari perempuan maka perceraian nya
dinamakan thalaq, dan semua perceraian yang asalnya dari pihak istri dinamakan
fasakh.

Ada beberapa hal yang menyebabkan perkawinan dapat dirusak atau


difasakhkan dengan fasakh tersebut akad perkawinannya tidak berlaku lagi. Sebab-
sebab itu antara lain:

1. Apabila seorang laki-laki menipu seorang perempuan atau perempuan menipu


seorang laki-laki misalnya seorang laki-laki mandul yang tidak dapat
memberikan keturunan maka si perempuan berhak mengajukan fasakh

5 Tihami, Fiqih Munakahat, (Jakarta : rajawali Press, 2009), h. 195-196.


manakala ia tahu, kecuali bila ia memilih untuk tetap menjadi istrinya dan
Ridha di pergauli suaminya. Umar Bin Khattab berkata kepada laki-laki yang
mandul yang akan mengawini seorang perempuan " beritahukan padanya
bahwa kamu mandul, biarkan dia memilih ".
2. Apabila seorang laki-laki mengawini seorang perempuan yang mengaku
sebagai orang baik-baik, kemudian ternyata fasik, Maka si perempuan berhak
mengajukan fasakh untuk membatalkannya.
3. Seorang laki-laki kawin dengan seorang perempuan yang mengaku perawan
tetapi ternyata janda, maka laki-laki itu berhak meminta ganti rugi maharnya
sebanyak sekitar mahar seorang gadis atau janda
4. Seorang laki-laki mengawini seorang perempuan, kemudian kedapatan bahwa
si istri itu cacat tidak dapat dicampuri. Misalnya selalu beristihadat, selalu
keluar dari rahimnya, istihadah adalah aib karena itu dapat menyebabkan
fasakh dan merusakkan nikah.
5. Seorang laki-laki mengawini seorang perempuan tetapi di tubuh perempuan
itu ada penghalang yang menyebabkan si istri tidak dapat dipergauli, misalnya
kemaluannya tersumbat, tumbuh daging atau robek atau ada tulangnya, suami
boleh mengajukan fasakh dan membatalkan perkawinannya.
6. Seorang laki-laki mengawini seorang perempuan tetapi perempuan itu
mengidap penyakit atau cacat seperti supak, kusta atau gila .

Demikianlah hal-hal yang bertalian dengan cacat yang menyebabkan laki-laki


atau perempuan berhak membatalkan akadnya apabila salah satu pihak mempunyai
cacat yang tidak diketahui pada waktu akad dilangsungkan. Apabila suami berhak
mengajukan fasakh dan membatalkan perkawinannya, maka si perempuan juga berhak
mengajukan fasakh apabila ternyata suaminya mempunyai cacat yang menyebabkan
ia lari dari suaminya, misalnya suami gila, berpenyakit belang dan supak atau
penyakit-penyakit serupa itu seperti sipilis atau penyakit yang menyebabkan suami
tidak dapat bersetubuh dengan istrinya misalnya impotent, dzakarnya terlalu kecil dan
sebagainya.6

Suami memiliki hak menalak, sedangkan pihak istri disediakan lembaga fasakh.
Dengan demikian, keduanya memiliki hak yang sama dalam upaya menghapus atau

6 Ibid, h. 51-52.
mencabut ikatan rumah tangga karena adanya penyebab tertentu yang dibenarkan
menurut hukum

Berbagai penyebab dapat berlakunya fasakh adalah sebagai berikut :.

1. Suaminya mengalami impoten atau Hiperseksual ( nafsu seksual yang


berlebihan). Dalam hal ini tidak termasuk cacat. apabila dengan seringnya
melakukan segama pihak suami istri tidak menderita, tidak perlu melakukan
fasakh. Apabila hiperseksualnya menjadi penyebab salah satu pihak
mengalami gangguan fisik dan membahayakan, dapat dilakukan fasakh.
2. Suami miskin, hal ini Apabila suami keadaannya miskin dan tidak memiliki
kesanggupan untuk menghidupi keluarganya bahkan menimbulkan kesusahan
dan penderitaan yang tidak lazim bagi rumah tangga, pihak istri berhak
melakukan fasakh. Suami tidak sanggup menyediakan kebutuhan sandang,
pangan, dan papan meskipun dalam ukuran yang minimal. Menurut Imam
mazhab yang 4 pihak istri lebih baik melakukan fasakah.
3. Suami gaib atau hilang dan selama hilangnya tidak jelas beritanya, bahkan
tidak lagi memberi nafkah keluarga. Menurut kebanyakan ulama Fiqih, pihak
istri boleh melakukan fasakh.
4. Salah satu pihak telah gila apabila suami atau istrinya yang gila kedua belah
pihak memiliki hak fasakh yang sama. 7

Istri yang hendak melakukan fasakh dengan sebab-sebab di atas harus


mengajukan perkaranya ke pengadilan, sehingga pihak pengadilan akan memeriksa
dengan teliti berkaitan dengan alasan-alasan istri mengajukan fasakh atau
perkawinannya. Apabila alasannya disebabkan suami yang miskin menurut Al jaziri
Jika suami tidak mampu memberi satu mud atau 5 sampai 6 liter beras sehari kepada
istrinya alasan fasakh nikahnya dapat dikabulkan.

Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan berpisah karena talak. Talak
raji'i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika, sedangkan talak ba’in
mengakhirinya dengan seketika. Adapun fasakh baik karena hal-hal yang terjadi
belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, ia mengakhiri

7 H. Boedi Abdullah, Perkawinan dan Pereraian Keluarga Muslim, (Bandung : CV Pustaka

Setia, 2013), h. 113-114.


ikatan perkawinan dengan seketika. Selain itu pisahnya suami istri karena talak dapat
mengurangi bilangan talak. Jika suami mentalak istrinya dengan talak raj'i lalu rujuk
lagi semasa iddahnya, atau akad lagi sehabis masa iddahnya dengan akad yang baru,
perbuatannya dihitung satu kali talak, dan ia masih ada kesempatan melakukan talak
dua kali lagi.

Adapun bisanya suami istri karena fasakh tidak mengurangi bilangan talak,
meskipun terjadinya fasakh karena Khiyar Baliq. Jika keduanya rujuk kembali suami
istri masih memiliki tiga kali talak.

Jika kondisi penyebab fasakh jelas, tidak perlu pada putusan pengadilan seperti
terbukti bahwa antara suami dan istri masih saudara sesusuan. Dalam keadaan
tersebut, suami istri wajib memfasakh akad nikah dengan kemauannya. Jika kondisi
penyebab fasakh masih samar-samar perlu diputuskan oleh pengadilan dan bergantung
pada putusan tersebut, seperti fasakh karena istri musyrik atau murtad tidak mau
masuk Islam. Sebab mungkin istri musyrik tersebut mau masuk Islam kembali setelah
ada putusan pengadilan sehingga akad nikahnya tidak perlu di fasakh.

Syarat-syarat berlakunya fasakh karena tidak terpenuhi persyaratan dalam akad


nikah, yaitu:

1. Suami istri masih kecil diakadkan oleh selain ayahnya atau datuknya. Setelah
dewasa, ia berhak meneruskan ikatan pernikahannya yang dahulu atau
mengakhirinya. Dalam perkawinan seperti ini berlaku khiyarBaliq jika yang
dipilih mengakhiri ikatan perkawinannya hal itu disebut fasakh akad.
2. Setelah akad nikah berlangsung ternyata istri atau suaminya adalah saudara
sesusuan.
Adapun cerai fasakh tidak mengurangi bilang thalaq. Seandainya suatu akad
dirusak dengan khiyarbuluq ( menentukan pilihan setelah baliq ) kemudian laki-laki
dan wanita itu hidup bersama kembali dengan satu ikatan perkawinan maka
perkawinan itu masih mempunyai tiga talak.
Syarat fasakh karena hal-hal yang terjadi setelah akad nikah adalah sebagai
berikut :
1. Salah seorang dari suami atau istri murtad dari Islam, dan tidak mau kembali
kepada Islam, akadnya fasakh (batal) disebabkan oleh kemurtadan.
2. Suami kafir masuk Islam, tetapi istri tetap dalam kekafirannya, akadnya batal
atau fasakh. Berbeda dengan istri yang ahli kitab, akadnya tetap sah
sebagaimana awalnya karena akad nikah dengan istri dari kalangan ahli kitab
oleh hukum Islam dipandang sah.

Murtad, artinya kembali pada kafir atau meninggalkan agama Islam dan
menjadi Penganut Agama selain Islam. Apabila orang yang melakukan kemurtadan
itu telah balik dan berakal atau mukallaf, hal tersebut sudah mutlak disebut dengan
murtad. Orang yang murtad harus ditanya alasannya jika karena tidak memahami
ajaran Islam dengan benar semua umat Islam berkewajiban melakukan dakwah
dengan menjelaskan berbagai ajaran Islam yang belum dipahaminya. Selama 3 hari
kemurtadannya harus dipulihkan dan menyuruhnya untuk bertobat dengan
bersyahadat kembali. Jika tidak bertaubat berarti dia benar-benar telah murtad. Dalam
hukum Islam sanksi hukumnya dipenggal atau dibunuh. Jika yang murtad seorang
wanita, harus dipenjarakan dan dipaksa untuk kembali bersyahadat dengan dipukul
setiap 3 hari sekali. Menurut Hasbi as siddiqi, Abu Yusuf dan Abu Hanifah
mengatakan bahwa Ibnu Abbas berkata " untuk para wanita yang murtad tidak boleh
dibunuh, tetapi harus dipenjara dan dipaksa kembali untuk masuk Islam Walaupun
demikian, apabila wanita itu dibunuh oleh seseorang pembunuhnya itu tidak
diperkenankan qishos”.

Dalam konsepsi hukum Islam seorang suami atau istri yang murtad menurut
kesepakatan ulama perkawinannya telah fasakh, bahkan dinyatakan dengan mutlak
bahwa kemurtadan membatalkan akad nikah yang telah terjadi di antara keduanya,
kemurtadan menjadi salah satu penyebab perceraian.

Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat mengenal waktu terjadinya


perceraian dan terfasakahnya akad nikah. Abdurrahman Al jaziri mengemukakan
pendapat ulama Habilah bahwa apabila suami murtad bersama-sama setelah dukhul
atau sebelum dukhul nikahnya batal dan harus diceraikan. Tidak putus nikahnya
Sebelum masa iddahnya habis, sehingga diantara keduanya masih ada waktu untuk
bertaubat. Apabila tetap dalam kemurrataan, pernikahannya fasakh.

Ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah menurut Hasbi asshiddiqi dalam


suatu riwayat mengatakan bahwa jika salah seorang suami atau istri murtad,
perceraiannya harus disegerakan demi menjaga tauhid salah satunya, apalagi yang
murtad adalah suaminya yang lebih kuat mengajak istrinya ikut murtad. Perceraiannya
disebabkan oleh alasan kemerataan tersebut dan bukan alasan yang lain.

Perceraian yang terjadi karena suaminya murtad, menurut Imam Malik telah
dipandang sebagai talak yang disebut dengan fasakh. Hal itu disamakan dengan
perceraian disebabkan suaminya impoten, karena impoten dan murtad disebabkan oleh
pihak suami. Fasakah karena suaminya murtad sama dengan suami yang menetapkan
talak atas istrinya.

Dalam proses penyelesaian masalah fasakh terdapat persyaratan tertentu, yaitu:

1. Mengajukan perkara kepada hakim atau pengadilan.


2. Keadaan suami istri sudah mukallaf.
3. Pihak istri keberatan dengan keadaan suaminya yang mengalami impoten atau
murtad demikian pula pihak suami merasa keberatan dengan kemurtadan istri
dan berbagai penyakit yang dideritanya.8

C. Akibat Hukumnya

Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh dan
tidak pula di larang. Dasar pokok dari hukum fasakh ialah seorang atau kedua suami
isteri merasa dirugikan oleh pihak yang lain dalam perkawinannya karena ia tidak
memperoleh hak-hak yang telah ditentukan oleh syarak sebagai seorang suami atau
sebagai seoarngisteri. Akibatnya salah seorang atau kedua suami isteri tidak sanggup
lagi melanjutkan perkawinannya atau kalaupun perkawinan itu dilanjutkan juga
keadaan kehidupan rumah tangga diduga akan bertambah buruk, pihak yang dirugikan
bertambah buruk keadaannya, sedang Allah tidak menginginkan terjadinya keadaan
yang demikian.

Firman Allah S.W.T :

8
Ibid, h. 129-130.
‫ِض ًإرُإ‬ َ ِّ ‫س ُحوه َُُّن ِّب َم ْع ُروفُُۚ َو َُل تُ ْم ِّس ُكوه َُُّن‬ ِّ َ ‫َوإ َذإ َطلَّ ْق ُُُت ٱلنِّ َسآَُء فَبَلَغ َُْن ٱَ َجلَه َُُّن فَأَم ِّْس ُكوه َُُّن ِّب َم ْع ُروفُ ٱَ ُْو‬
ِ
‫ّلل عَلَ ْي ُُْك‬ ْ
ُِّ َّ ‫ّلل ه ُُز ًوإُۚ َوٱذ ُك ُروإُ ِّن ْع َمتَُ ٱ‬ ُِّ َٰ َ‫ِّل َت ْع َتدُ وإُُۚ َو َمن يَ ْف َع ُْل َ َٰذ ِّ َلُ فَقَدُْ َظ ََُل ن َُْف َسهُۥُۚ َو َُل تَ َّت ِّخ ُذ ٓوإُ َءإي‬
ُِّ َّ ‫ت ٱ‬
‫َشءُ عَ ِّل مُي‬ ُِّ ُ ‫ّلل ب‬
ْ َ ‫ِّك‬ ُِّ َٰ َ‫َو َمُآ ٱَ َنز َُل عَلَ ْي ُُك ِّم َُن ٱلْ ِّكت‬
َُ َّ ‫ب َوٱلْ ِّح ْ َْك ُِّة يَ ِّع ُظ ُُك ِّب ِّهۦُۚ َوٱتَّ ُقوإُ ٱ‬
َُ َّ ‫ّلل َوٱعْلَ ُم ٓوإُ ٱَ َُّن ٱ‬

Artinya :

“ Apabila kamu mentalakisteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir


iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka
dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa
berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah
padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah
(As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya
itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” ( Surah Al Baqarah ; 231 )

Sabda Rasulullah S.A.W :

‫لِضرولِضإرُإ‬

" Tidak boleh ada kemudharatan dan tidak boleh saling menimbulkan Kemudharatan”

Manakala Kaidah Fiqh Islam :

‫إلرضريزإل‬

“ Kemudharatan itu wajib dihilangkan”

Berdasarkan Firman Allah, Al Hadits dan kaedah tersebut di atas para fuqaha
menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami isteri terjadi keadaan sifat atau sikap
yang menimbulkan kemudharatan pada salah satu pihak, maka pihak yang menderita
mudharat dapat mengambil prakarsa untuk memutuskan perkawinan, kemudian hakim
menfasakhkan perkawinan atau dasar pengaduan pihak yang menderita tersebut 9

9
Syafie, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), h. 481.
1. Kedudukan perkawinan yang fasakh karena murtad menurut hukum
perkawinan Indonesia
Dari pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang nomor 3 tahun 1974
dan kompilasi hukum Islam dapat disimpulkan bahwa kedudukan perkawinan
yang fasakh karena murtad adalah sebagai berikut:
a. Perkawinan tersebut harus dibatalkan
b. Perkawinan tersebut harus dicegah
c. Perkawinan tersebut otomatis rusak dan batal
d. Bila terus dilanjutkan rumah tangganya hubungan suami istri sama
dengan berzina
e. Pihak suami atau istri berhak mengajukan permohonan talak atau gugat
cerai ke pengadilan agama agar diproses secara hukum yang
keputusannya berupa talak bukan fasakh, sehingga bagi suami atau istri
yang murtad memiliki kesempatan untuk bertaubat dan Rujuk selama
ada dalam masa iddah atau dengan akad yang baru apabila masih
tergolong talak raj'i
f. Perkawinan yang putus karena murtad tidak mengenal hitungan talak
karena berkaitan dengan pelanggaran syarat yang paling utama dalam
Islam.10
2. Akibat hukum relevansi antara undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan
hukum perkawinan Islam tentang fasakh nikah karena murtad.
Dalam hukum perkawinan Islami di Indonesia yang termuat dalam
undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan komplikasi hukum Islam tidak terdapat
konsep fasakh perkawinan karena murtad, hanya ada pasal-pasal yang
menjelaskan pembatalan nikah, pencegahan nikah, dan larangan nikah. Ketiga
konsep yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan pasal-pasal yang
memberikan pemahaman bahwa apabila terdapat perkawinan yang melanggar
pasal-pasal tersebut perkawinan tersebut fasakh dan harus dibatalkan.
Misalnya dalam KHI Pasal 43 berbunyi, “ dilarang melangsungkan
perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak

10 Ibid, h. 138.
tiga kali dan dengan seorang wanita bekas istrinya apabila hal tersebut dilakukan
fasakhlah perkawinannya. “
Demikian pula dalam KHI pasal 44 dikatakan bahwa seorang wanita Islam
dilarang melangsungkan perkawinannya dengan seorang pria yang tidak
beragama Islam. Pasal ini melarang terjadinya pernikahan antara manusia yang
berbeda agama, larangan perkawinan wanita muslim dengan pria kafir. Apabila
telah terjadi perkawinan antara Muslimah dengan muslim, lalu di perjalanan
rumah tangganya salah satu dari istri atau suaminya murtad, perkawinannya
fasakh. Hal tersebut beralasan bahwa perkawinan bertujuan untuk membangun
rumah tangga yang abadi sehingga kaum muslimin suami istri pun harus Abadi.
Demikian pula pada pasal sebelumnya, yakbi KHI pasal 40 huruf c yang
berbunyi "dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan
seorang wanita yang tidak beragama Islam". Pasal ini menjelaskan bahwa dalam
hukum perkawinan Islam kedua mempelai harus beragama Islam. Jika prianya
muslim wanitanya non muslimah atau sebaliknya perkawinannya tersebut
terlarang. Apabila telah terjadi perkawinan lalu salah satunya keluar dari Islam
atau murtad perkawinannya fasakh.
Apabila salah seorang dari suami istri itu murtad sebelum dukhul, menurut
Imam Ahmad terjadi fasakh karena perceraian tersebut dihasilkan oleh hakikat
kemurtadan. Dengan demikian para ulama Hanabilah berpendapat bahwa
kemurtadan adalah salah seorang suami istri sebelum dukhul menjadikan fasakh
perkawinannya dan tidak mengenal hitungan talak. Kaitanya dengan pendapat
tersebut Allah SWT berfirman dalam Alquran surat al-mumtahanah ayat 10:

ُُ َّ ‫ين َءإ َمنُ ٓوإُ إ َذإ َجآ َء ُُُك ٱلْ ُمؤْ ِّمنَ َٰ تُُ ُمهَ َٰ جِّ َ َٰرتُ فَأ ْمتَ ِّح ُنوه َُُّنُۖ ٱ‬
ُ‫ّلل ٱَعْ َُُل ِِّبي َ َٰ ِنِّ ِّ َُّنُۖ فَا ُْن عَ ِّل ْم ُت ُُموه َُّن‬ َُ ‫يَ َٰ ٓأَُّيه َا ٱ َّ َِّّل‬
ِ ِ ِ
َُ َ‫ُوه َّمُآ ٱَنفَ ُقوإُُۚ َو َُل ُجن‬
‫اح‬ ُُ ‫ون لَه َُُّنُۖ َو َءإت‬ َُ ‫مُؤْ ِّمنَ َٰ تُ فَ َ ُل تَ ْرجِّ ُعوه َُُّن إ َ ُل ٱلْ ُكفَّا ُِّرُۖ َُل ه َُُّن ِّح ُل لَّهُ ُْم َو َُل ُُْه َ َِّيله‬
ِ
ْ
ٓ‫عَلَ ْي ُُْك ٱَن تَن ِّك ُحوه َُُّن إ َذُإٓ َءإتَيْتُ ُموه َُُّن ٱُ ُج َوره َُُّنُۚ َو َُل ُت ْم ِّس ُكوُإ ِّب ِّع َص ُِّم ٱلكَ َوإ ِّف ُِّر َو ْسـَلُوإُ َمُآ ٱَنفَ ْق ُُْت َولْي َْسـَلُوإُ َمُا‬
ِ
ُُ َّ ‫ّللُۖ َ َْي ُُُك بَيْنَ ُُْكُۚ َوٱ‬
‫ّلل عَ ِّل مُي َح ِّك مُي‬ ُِّ َّ ‫ٱَنفَ ُقوإُُۚ َ َٰذ ِّل ُُْك ُح ُُْك ٱ‬

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui
bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka
kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang
kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah
kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir;
dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka
meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-
Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Ayat tersebut dapat dipahami bahwa perbedaan agama mencegah terjadinya


kelayakan. Dengan demikian fasakh nikah menjadi wajib sebagaimana seorang Istri
masuk Islam di bawah kekuasaan suami yang kafir. Keharusan fasakh disamakan
dengan terlarangnya perkawinan suami kafir dengan istri muslim, dan sebaliknya istri
muslim kepada suami yang kafir.

Dalam hukum Islam tidak dibenarkan wanita muslim melakukan ikatan


perjanjian apapun dengan pria kafir dan sebaliknya sebagaimana terlarangnya suami
istri yang telah melakukan perjanjian suci dalam ikatan perkawinan kemudian salah
satunya murtad. Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan teologis yang
membahayakan akidah dan ketahui tentang salah satunya sehingga perkawinannya
batal kecuali salah satu yang murtad kembali bertaubat.

Hubungan yang terdapat pada undang-undang nomor 1 1974 dan komplikasi


hukum Islam dengan fiqih munakahat kaitannya dengan fasakh Nikah karena murtad
merupakan hubungan fungsional yang saling menjelaskan titik adapun hubungan
tersebut adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang nomor 1 1974 dan komplikasi hukum Islam tidak menjelaskan


tentang fasakh nikah, artinya tidak ada namanya fasakh nikah. Ada pasal-pasal
yang mencegah terjadinya fasakh nikah dengan konsep pembatalan
perkawinan pencegahan perkawinan dan larangan terjadinya perkawinan.
b. Dalam fiqih munakahat dijelaskan tentang fasakh nikah dan akibat hukumnya
terhadap perkawinan suami istri.
c. Dalam undang-undang perkawinan dijelaskan bentuk-bentuk perkawinan yang
terlarang jika dilakukan akan fasakh dan harus dibatalkan oleh pihak-pihak
yang berwenang melakukannya. Sebelum terjadinya perkawinan yang akan
mengakibatkan fasakh harus dicegah, dan undang-undang perkawinan
menetapkan pihak-pihak yang memiliki wewenang mencegahnya.
d. Dalam fiqih munakahat tidak secara terperinci menyebutkan pihak-pihak yang
berhak dan berwenang mencegah atau membatalkan pernikahan yang
berakibat fasakh.
e. Dalam undang-undang perkawinan tidak ada fasakh karena murtad, yang ada
larangan seorang pria melangsungkan pernikahannya dengan seorang wanita
yang tidak beragama Islam dan sebaliknya tidak larangan ini dapat dipahami
apabila dilakukan, harus dijaga atau dibatalkan, dan apabila keluarganya
muslim salah seorang suaminya murtad fasakh nikahnya.
f. Dalam undang-undang perkawinan lebih menekankan pada perceraian bukan
karena adanya kemurtadan melainkan karena adanya alasan-alasan perceraian
sebagaimana terdapat dalam PP 9 tahun 1975 pasal 19. Ketika suami atau istri
murtad salah satu pihak dapat menghancurkan permohonan talak atau gugat
cerai ke pengadilan agama. Jika suaminya murtad tanpa tobat kembali
meskipun masih masa iddah tidak dibenarkan merujuk, karena terjadinya
perkawinan salah satunya harus kedua mempelai beragama Islam.
g. Dalam pikiran munakahat suami yang murtad otomatis fasakh. Demikian pula
jika istrinya yang murtad jika murtadnya setelah dukhul, fasakhnya berlaku.
Hanya, bagi keduanya diberi kesempatan untuk bertaubat selama 3 bulan atau
selama masa iddah

Relevansi antara hukum perkawinan Islam di Indonesia dengan fiqih munakahat


terletak pada fungsi penjelasannya. Fiqih munakahat menjelaskan akibat hukum dalam
perkawinan jika terjadi pemurtadan sedangkan undang-undang perkawinan lebih
mengedepankan pencegahan terjadinya perkawinan yang dapat mengakibatkan
fasakh.

Dengan demikian konsep dan penerapan fasakh nikah menurut hukum Islam dan
undang-undang perkawinannya adalah sebagai berikut:
a. Konsep fasakh perkawinan karena murtad menurut hukum perkawinan Islam
di Indonesia adalah batalnya akad nikah disebabkan melakukan perkawinan
yang dilarang oleh undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan komplikasi
hukum Islam. Undang-undang perkawinan mengedepankan prinsip
pencegahan atau antisipasi agar tidak terjadi perkawinan antara seorang pria
non muslim dengan wanita muslim atau sebaliknya sehingga apabila suami
istri yang muslim kemudian salah satunya atau keduanya murtad sehingga
perkawinannya fasakh.
b. Kedudukan perkawinan yang fasakh karena murtad menurut hukum
perkawinan Islam di Indonesia sebagaimana dijelaskan oleh undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam sama dengan bekalnya
ikatan perkawinan tetapi pembatalannya harus diajukan oleh pihak yang
berwenang dari pihak istri atau suami atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku kepada pengadilan agama. Keputusan
pengadilan agama tidak menetapkan fasakh perkawinan, tetapi telah terjadinya
perceraian. Sehingga berlaku masa iddah bagi istri dan suami memiliki
kesempatan untuk rujuk jika kembali ke dalam Islam.
c. Relevansi antara hukum perkawinan Islam di Indonesia dengan fiqih
munakahat menitikberatkan pada fungsinya. Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 dan kompilasi hukum Islam mengedepankan pencegahan terjadinya
perkawinan yang akan mengakibatkan fasakh serta melarang terjadinya
perkawinan karena perbedaan agama. Kemurtadan suami atau istri tidak secara
tekstual dikatakan sebagai fasakh nikah, tetapi harus melalui pengajuan gugat
cerai dari salah satu pihak ke pengadilan agama Sehingga dengan alasan salah
seorang suami istri murtad Pengadilan Agama menetapkan talak. Dalam fikih
munakahat, konsep fasakh nikah karena murtad sangat jelas, sehingga
fungsinya memberikan penjelasan bahwa apabila suami atau istri murtad
terjadi fasakh baik murtad istrinya maupun suaminya, atau bersama-sama
sebelum dukhul atau sesudah dukhul. Fasakh berlaku otomatis dan tidak sama
dengan talak. Akan tetapi karena fasakh, terjadilah talak yang apabila sampai
masa iddah istrinya belum bertaubat tidak diperintahkan rujuk kembali atau
menikah dengan akad yang baru.11

11
Ibid, h. 139-144.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fasakh artinya merusak atau melepaskan tali ikatan perkawinan. Fasakh
dapat terjadi karena sebab yang berkenaan dengan akad sah atau tidaknya, atau
dengan sebab yang datang setelah berlakunya akad.
Penyebab dapat berlakunya fasakh adalah sebagai berikut :.
1. Suaminya mengalami Hiperseksual,
2. Suami miskin,
3. Suami gaib atau hilang
4. Salah satu pihak telah gila

Hukum perkawinan Islam di Indonesia dengan fiqih munakahat terletak


pada fungsi penjelasannya. Fiqih munakahat menjelaskan akibat hukum dalam
perkawinan jika terjadi pemurtadan sedangkan undang-undang perkawinan
lebih mengedepankan pencegahan terjadinya perkawinan yang dapat
mengakibatkan fasakh.

B. Saran
Jika penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu
kami mengharap kritik dan saran. Dengan berakhirnya makalah yang kami susun
ini, kami menyadari bahwa didalamnya bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
khususnya bagi para pemakalah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Boedi. Perkawinan dan Pereraian Keluarga Muslim, Bandung : CV


Pustaka Setia, 2013.

Ghazali, Abdul Rahman. Fiqih Munakahat, Jakarta : Kencana Pranada Media Group,
2008.

Naruddin, Amir. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004,

Syafie. Ringkasan Kitab Al Umm, Jakarta : Pustaka Azzam, 2007.

Salim, Agus. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : Pustaka Amani
Jakarta, 2016.

Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang, Jakarta: Liberty, 1982.

Tihami. Fiqih Munakahat, Jakarta : rajawali Press, 2009.

Anda mungkin juga menyukai