Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ILMU FIQIH

(Pengertian Fiqih Munakahat, Hukum dan Tujuan Perkawinan)

Dosen Pengampu: Ahmad Danawir S.Ag., M.Ag.

Oleh Kelompok 10:

Nur Hajarrahma (30300122096)

Nur Izzatul Jannah (30300122098)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun Tema dari Makalah ini adalah “pengertian Fiqih
Munakahat serta Hukum dan Tujuan Perkawinan”. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada baginda Nabi Muhammad saw. yang telah
memberikan penerang dan ilmu pengetahuan kepada Umatnya.

Tiada keberhasilan yang diperoleh penulis tanpa adanya bantuan dari pihak
lain. Karena itu, pada kesempatan kali ini izinkan penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada Ustadz Ahmad Danawir S.Ag., M.Ag. selaku dosen
pengampu kuliah Ilmu Fiqih.

Namun dengan keterbatasan penulis, maka penulisan Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan serta mutu yang diharapkan, meskipun semua itu telah
penulis upayakan secara maksimal. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca selalu penulis harapkan.

Harapan penulis semoga amal baik yang telah diberikan oleh pihak-pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini
memperoleh balasan yang berlipat ganda dari Allah swt. penulis berdo’a
semoga Makalah ini diridhai Allah dan dapat bermanfaat bagi penulis dan
semua pihak yang membacanya.

Samata, 17 Maret 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. Latar Belakang ....................................................................................................


B. Rumusan Masalah .............................................................................................
C. Tujuan Penulisan ...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................

A. Pengertian Fiqih Munakahat ........................................................................


B. Hukum Perkawinan ..........................................................................................
C. Tujuan Perkawinan ..........................................................................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................................

A. Kesimpulan ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqih merupakan aturan yang berfungsi untuk mengarahkan umat


muslim dalam menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Islam. Dalam
pelaksanaannya, Fiqih terbagi menjadi beberapa macam, salah satunya
adalah Fiqih Munakahat. Yaitu Fiqih yang membahas mengenai perkawinan,
talak, dll.

Perkawinan merupakan salah satu ibadah yang pasti akan dilewati


oleh setiap orang Islam, dan tujuan utama di dalam perkawinan selain
sebagai pelengkap keislaman seseorang di dalam ibadah ialah juga agar dapat
membangun keluarga yang sakinah, sehingga membuahkan keluarga yanh
Sakinah, Mawaddah wa Rahmah serta dapat mewariskan keindahan islam
kepada keturunannya yang tak lain agar islam tetap eksis dan berjaya. Namun
disamping itu, sudah tidak asing lagi bagi kita khususnya kaum Muslim
bahwa setiap kali membangun rumah tangga seperti yang dicita-citakan oleh
Rasulullah sering kali menghadapi problematika-problematika hidup, baik itu
dari segi bathiniyah maupun dzahiriyah yang dewasa ini sering kita kenal
dengan factor internal dan eksternal. Dan putusnya perkawinan ada juga atas
kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan
kematian itu, dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. Oleh
karena itu kita harus membahas mengenai Fiqih Munakahat yang merupakan
penjelasan mengenai perkawinan yang telah ditentukan oleh Agama.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian Fiqih Munakahat
2. Menjelaskan Hukum Perkawinan
3. Menjelaskan Tujuan Perkawinan
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan pengertian Fiqih Munakahat
2. Dapat menjelaskan Hukum Perkawinan
3. Dapat menjelaskan Tujuan dari Perkawinan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih Munakahat

Fiqih merupakan aturan yang berfungsi untuk mengarahkan umat


muslim dalam menjalani hidup sesuai dengan tuntunan islam. Dalam
pelaksanaannya, Fiqih terbagi menjadi beberapa macam, salah satunya
adalah Fiqih Munakahat. Mengutip buku fiqh keluarga terlengkap oleh Rizem
Aizid (2018), munakahat berasal dari kata “nakaha” yang berarti kawin atau
perkawinan. Jadi, Fiqih Munakahat adalah hukum yang mengatur tata cara
perkawinan atau pernikahan dan segala hal yang berkaitan dengannya. Fiqih
Munakahat harus diikuti dan diamalkan oleh umat muslim sebagai landasan
dalam melakukan perkawinan demi mewujudkan pernikahan yang Sakinah,
Mawaddah wa Rahmah.

Fiqh Munakahat terdiri dari dua kata, yaitu Fiqh dan Munakahat.

Fiqh Al-Fiqh secara bahasa adalah AL-Fahmu (faham yang mendalam). Al-
Fiqh diartikan juga sebagai pengetahuan terhadap sesuatu dan
memahaminya secara mendalam, al-Fiqh pada umumnya pengetahuan
tentang ilmu agama karena keagungannya, kemuliaannya dan keutamaannya
diatas segala macam pengetahuan.1

Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata Nikah menurut bahasa
Indonesia berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah Syariat, nikah
artinya perjanjian (akad) antara seorang lali-laki dan perempuan yang bukan
Muhrimnya untuk membangun rumah tangga dan dengan pernikahan dapat
menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela
demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah swt.

Ruang lingkup yang menjadi pokok bahasan dalam Fiqih Munakahat adalah
Talak, Meminang dan Menikah serta seluruh akibat yang disebabkan oleh
Ketiganya.

1. Meminang
Meminang atau Khitbah adalah langkah awal dalam pernikahan, yaitu
tahap di mana seorang lelaki menyampaikan kehendak, maksud, dan
tujuannya untuk menikahi jodoh yang telah didapatkan, lalu
menjadikannya Istri sah dan halal.
2. Menikah
1
Muhammad Ibn Abi Bakr Ibn Abdulqodir Al-Razi, Mukhtar Al-Shiyakh, Bairut : Maktabah
Libanon Nasyirun, 1995, Juz. 1. h. 213, Ibn Mandzur Muhammad Ibn Makrum Al-Afriki Al-
Misri, Lisan Al-Arab, Darushodir, t.t, juz. 13, h. 522
Setelah Meminang, Menikah adalah langkah selanjutnya sebagai
pembukaan nyata dari Khitbah yang sudah dilaksanakan.
3. Talak
Kehidupan rumah tangga tak selamanya bahagia, ada kalanya terjadi
suatu hal yang tidak terhindarkan dan membuat pernikahan tidak bisa
dipertahankan. Pemutusan hubungan ikatan pernikahan itulah yang
disebut Talak

B. Hukum Pernikahan

Secara umum, hukum nikah adalah Sunnah. Orang yang menikah akan
mendapat pahala, tapi jika tidak melakukannya pun tidak akan mendatangkan
dosa. Dalam Fiqih Islam, hukum Nikah dibagi berdasarkan kondisi dan faktor
pelakunya. Menurut Abdurahman al-Jaziri dalam fiqh ala madzab al-Arba’ah
bahwa hukum nikah dikembalikan ke hukum syarah yang lima yaitu wajib, haram,
sunnah, mubah dan makruh.2 Abdurrahman menguraikannya:

1. Wajib

Perkawinan hukumnya Wajib bagi orang yang mempunyai kemampuan


untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan
serta ada kekhawatiran apabila tidak kawin maka akan mudah untuk melakukan
Zina. Menjaga diri dari perbuatan Zina melakukan perkawinan hukumnya Wajib.

2. Sunnah

Perkawinan hukumnya Sunnah bagi orang yang berkeinginan kuat untuk


perkawinan dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan
memikul kewajiabn-kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak melakukan
perkawinan juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat Zina.

3. Haram

Perkawinan hukumnya Haram bagi orang yang belum berkeinginan serta


tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-
kewajiban hidup perkawinan atau punya tujuan menyengsarakan Istrinya,
apabila perkawinan akan akan menyusahkan istrinya dengan demikian
perkawinan merupakan jembatan baginya untuk berbuat Dzalim. Islam melarang
berbuat dzalim kepada siapapun, maka alat untuk berbuat dzalim dilarangnya
juga.

2
Abdurrahman al-Jaziri, op.cit, juz 4, h.10
4. Makruh
Perkawinan menjadi Makruh bagi seseorang yang mampu dari segi
Materiil, cukup mempunyai daya tahan mental sehingga tidak akan
khawatir terseret dalam perbuatan Zina. Tetapi mempunyai kekhawatiran
tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap istri. Meskipun
tidak berakibat menyusahkan pihak istri misalnya, pihak istri tergolong
orang yang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk
perkawinan.
5. Mubah
Perkawinan hukumnya Mubah bagi orang-orang yang mempunyai harta
benda tetapi apabila tidak kawin tidak akan merasa khawatir berbuat zina
dan tidak akan merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajibannya
terhadap istri. Perkawinan dilakukan hanya sekedar memenuhi
kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga
keselamatan hidup beragama.3

C. Tujuan Pernikahan
Tujuan-tujuan pernikahan dalam Islam, yaitu:
1. Ibadah kepada Allah SWT

Di dalam pernikahan terdapat penuh dengan ibadah jika


dilakukan dengan tulus, ikhlas karena Allah dan sesuai syariat-Nya.
Sebab nikah adalah perintah Allah. Perintah tersebut, terdapat dalam
QS. Al-Nisa: 3, yang artinya:

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki,
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
2. Menjalankan Sunnah Rasul

Nikah adalah ajaran para nabi dan rasul. Hal ini menunjukkan,
pernikahan bukan semata-mata urusan kemanusiaan semata, namun
ada sisi Ketuhanan yang sangat kuat. Oleh karena itulah menikah
dicontohkan oleh para Rasul dan menjadi bagian dari ajaran mereka,
untuk dicontoh oleh umat manusia. Hal ini didasarkan pada Firman
Allah dalam QS. Ar-Ra’dua: 38, yang artinya:

3
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ala al-Madhahibi Al-Arba’ah, 15.
Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum
kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan
keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan
sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap
masa ada kitab (yang tertentu).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa para Rasul itu menikah dan
memiliki keturunan. Rasulullah saw. bersabda, “Empat perkara
yang termasuk sunnah para Rasul, yaitu sifat malu, memakai
wewangian, bersiwak dan menikah” (HARI. Tirmidzi dan Ahmad).
3. Membangun Keluarga Sakinah, Mawaddah wa Rahmah

Tujuan pernikahan dalam Islam adalah membangun keluarga


Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Sebagaimana Firman Allah SWT
dalam QS. Al-Rum: 21, yang artinya:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
Kasih dan Sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
4. Untuk Menjaga Diri dari Perbuatan Zina

Salah satu tujuan dari pernikahan adalah supaya terhindar dari


perbuatan dosa, karena semua manusia memiliki insting dan
kecenderungan kepada pasangan jenisnya yang menuntut secara
biologis disalurkan secara benar. Apabila tidak disalurkan secara
benar, yang muncul adalah penyimpangan dan kehinaan. Banyaknya
pergaulan bebas, fenomena Aborsi di kalangan Mahasiswa dan Pelajar,
kehamilan diluar pernikahan, perselingkuhan, dan lain sebagainya,
menjadi bukti bahwa kecenderungan Syahwat ini sangat alami
sifatnya. Untuk itu harus disalurkan secara benar dan bermartabat,
dengan pernikahan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi SAW,
yang artinya:

“hai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah sanggup


untuk kawin maka hendaklah ia kawin. Maka kawin itu
menghalangi pandangan (kepada yang dilarang oleh agama) dan
lebih menjaga kemaluan, dan barang siapa tidak sanggup,
hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu merupakan
perisai baginya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut memiliki makna yaitu kemampuan untuk membayar


mahar dan nafkah serta tempat tinggal, dan barangsiapa yang tidak
mampu maka hendaknya ia berpuasa jika ia berkeinginan untuk
menikah, maka puasanya itu berpahala dan melemahkan syahwatnya,
hingga Allah memudahkannya untuk menikah.

5. Untuk Mendapatkan Keturunan

Semua orang memiliki kecenderungan dan perasaan senang


dengan anak. Bahkan Nabi menuntutkan agar menikahi perempuan
yang penuh kasih sayang serta bisa melahirkan banyak keturunan.
Dengan memiliki anak keturunan, akan memberikan jalan bagi
kelanjutan generasi kemanusiaan di muka bumi. Jenis kemanusiaan
akan terjaga dan tidak punah, yang akan melaksanakan misi
kemanusiaan dalam kehidupannya. Allah swt. berfirman dalam QS.
An-Nahl: 72, yang artinya:

“Allah menjadikan bagi kamu Istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-
cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?”
6. Investasi Akhirat

Anak-anak adalah investasi akhirat, bukan semata-mata


kesenangan dunia. Karena dengan memiliki anak yang Shalih dan
Shalihah, akan memberikan kesempatan kepada kedua orang tua
untuk mendapatkan surga di Akhirat kelak. Rasulullah saw. bersabda,

“Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke dalam Surga,


namun mereka berkata: Wahai Tuhan kami, kami akan masuk
setelah ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan
ibu mereka datang. Maka Allah berfirman: kenapa mereka masih
belum masuk ke dalam Surga, masuklah kamu semua ke dalam
Surga. Mereka menjawab: Wahai Tuhan Kami, bagaimana nasib
ayah dan Ibu kami? Kemudian Allah menjawab: masuklah kamu dan
orang tuamu ke dalam surga.”4
7. Menyalurkan Fitrah

Di antara Fitrah manusia adalah berpasangan, bahwa laki-laki


dan perempuan diciptakan untuk menjadi pasangan agar saling
melengkapi, saling mengisi, dan saling berbagi. Kesendririan
merupakan persoalan yang membuat ketidakseimbangan dalam

4
HR. Imam Ahmad dalam musnadnya
kehidupan. Semua orang ingin berbagi, ingin mendapatkan kasih
sayang dan menyalurkan kasih sayang kepada pasangannya.

Manusia juga memiliki fitrah kebapakan dan keibuan. Laki-laki perlu


menyalurkan fitrah kebapakan, perempuan perlu menyalurkan fitrah
keibuan dengan jalan yang benar, yaitu menikah dan memiliki
keturunan. Menikah adalah jalan yang terhormat dan tepat umtuk
menyalurkan berbagai fitrah kemanusiaan tersebut.5

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fiqih Munakahat adalah sekumpulan peraturan atau hukum yang


mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Pernikahan
atau dalam bahasa Arab Munakahat adalah suatu peristiwa atau momen
sakral dimana dua orang manusia yang berlawanan jenis membuat suatu janji
suci untuk bisa hidup berdampingan sampai ajal menjemput dan
memisahkan mereka. Janji tersebut harus disertai dengan tanggung jawab,
komiymen dan kasih sayang di dalamnya, agar tercipta keluarga yang
harmonis dan saling menyayangi serta menghargau satu sama lain.

Pada Hakikatnya, pernikahan adalah salah satunya jalan keluar untuk


pemenuhan kebutuhan biologis manusia yang dihalalkan oleh Allah SWT.
selain itu, salah satu tujuan dari pernikahan adalah melanjutkan keturunan
yang sudah ada serta membangun rumah tangga yang seluruh anggota di
dalamnya mendapatkan rahmat serta barokah dari Allah SWT.

5
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, Cairoh : Dar al-Fathu, 1995 M, h. 108
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri Abdurrahman, Al-Fiqhu ala al-Madhahibi Al-Arba’ah, 15.

HR. Imam Ahmad dalam musnadnya

Muhammad Ibn Abi Bakr Abdulqodir Al-Razi, Mukhtar Al-Shiyakh,


Bairut : Maktabah Libanon Nasyirun, 1995. Ibn Mandzur
Muhammad Ibn Makrum Al-Afriki Al-Misri, Lisan Al-Arab,
Darushodir.

Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, Cairoh : Dar al-Fathu, 1995.

Anda mungkin juga menyukai