Kelompok: 1
Disusun Oleh:
1). Fara Nazhifah
2). Shenaz Azmi Khania
3). Istiqomah Nur Azizah
4). Andhika Mukhsinin
5). Surya Adi Nugroho
6). Bayu Setia Mukti
Tahun Ajaran
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan dalam profesi keguruan.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah dan pengalaman bagi
pembaca.
Bagi kami merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ I
KATA PENGANTAR..................................................................................................... II
DAFTAR ISI.................................................................................................................... III
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A. Pengertian Pernikahan........................................................2
B. Ketentuan Pernikahan dalam Islam...................................2
C. Hikmah Pernikahan dalam Islam.........................................2
D. Pernikahan dalam UUPRI........................................................2
A. Kesimpulan............................................................................................................ 3
B. Saran...................................................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................4
LAMPIRAN.....................................................................................................................5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Definisi pernikahan
2. Hikmah/manfaat pernikahan
3. Tujuan Pernikah dalam islam
4. Hukum nikah
5. Bagaimana bimbingan memilih jodoh menurut islam
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Dari pengertiannya menurut KBBI, nikah adalah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan
perempuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Secara istilah, pernikahan
adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya. Dari akad itu juga, muncul hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi masing-
masing pasangan.
Ketentuan mengenai pernikahan ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam Alquran
surah Ar-Rum ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia [juga] telah menjadikan
di antaramu [suami, istri] rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,” (Ar-Rum [30]: 21).
1. Hukum Nikah
a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga
dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti
dipenuhi.
b.Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia
akan terjerumus dalam perzinaan. Sabda Nabi Muhammad SAW. :“Hai golongan
pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah.
Karena sesungguhnya nikah itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh
agama) dan memelihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka
hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
Firman Allah SWT :“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh
(biaya) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An
Nur / 24:33).
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau
menyia – nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu
memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan
segera nikah atau yang mengharamkannya.
2. Rukun-rukun Nikah
terdapat lima rukun yang harus ada saat akad pernikahan berlangsung, yaitu:
a. Mempelai Laki-laki
Adanya mempelai laki-laki artinya calon suami yang sudah memenuhi syarat
menikah, sudah matang emosionalnya dan mampu memberi nafkah bagi
keluarganya. Pernikahan tanpa adanya mempelai laki-laki dianggap tidak sah.
Sebagai misal, pernikahan lesbian yang hanya ada dua mempelai perempuan tidak
diakui dalam Islam.
b. Mempelai perempuan
Mempelai perempuan di sini artinya calon istri yang akan dinikahi harus bukan
mahram dan bukan dari kategori perempuan yang haram dinikahi, seperti adanya
pertalian darah, hubungan kemertuaan, ataupun saudara sepersusuan. Selain ini,
tanpa adanya mempelai perempuan, pernikahan dianggap batal. Sebagai misal,
pernikahan homoseksual yang hanya ada dua mempelai laki-laki tidak diakui dalam
Islam.
c. Wali
Wali dalam rukun pernikahan adalah wali bagi mempelai perempuan, yaitu ayah,
kakek, paman, dan lain sebagainya. Orang yang berhak menjadi wali harus
ditentukan secara berurutan, mulai dari ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-
laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman, dan lain sebagainya.
d. Dua Saksi
Hadirnya dua saksi ini juga menentukan sah dan tidaknya pernikahan tersebut.
Selain itu, dua saksi ini juga mesti saksi yang adil dan terpercaya. Setidaknya
terdapat enam syarat untuk menjadi saksi pernikahan, yaitu Islam, balig, berakal,
merdeka, berjenis kelamin laki-laki, dan adil, sebagaimana dikutip dari Matan Al-
Ghayah wa At-Taqrib (2000) yang ditulis Abu Suja'.
e. Shigat
Shigat artinya ijab kabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan
mempelai laki-laki dalam akad pernikahan.
3. Syarat-syarat Nikah
a. Sepasang mempelai merupakan bukan mahram bagi yang lainnya. Bagi calon
suami atau istri, pasangan yang akan dinikahi bukan termasuk yang haram
dikawini, baik itu dari saudara sepersusuan, nasab, dan lain sebagainya.
b. Calon suami atau istri harus beridentitas jelas atau mu'ayyan. Bagi kedua
mempelai, harus ada kepastian identitas, mulai dari nama, sifat-sifatnya, dan
lain sebagainya.
d. Calon suami atau istri adalah orang yang dikehendaki mempelai. Artinya,
pernikahan bukan atas dasar pemaksaan.
Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwasanya Nabi
Muhammad SAW bersabda:
Secara umum, karena akad pernikahan, terdapat tiga konsekuensi kewajiban yang
muncul antara kedua mempelai, mencakup kewajiban timbal-balik suami istri,
kewajiban suami terhadap istrinya, dan kewajiban istri terhadap suaminya. Masing-
masing kewajiban dibahas secara rinci sebagai berikut:
1. Saling menikmati hubungan fisik dan kasih sayang antara suami istri,
termasuk hubungan badan antara keduanya.
3. Jika memiliki anak, nasab atau jalur keturunan dari keduanya dihubungkan
dengan suami.
4. Suami wajib menyediakan nafkah bagi istrinya sesuai dengan kebiasaan dan
kebutuhan masyarakat setempat. Nafkah ini dapat berupa kebutuhan
sandang, pangan, papan, dan lain sebagainya.
2. Istri juga berkewajiban untuk menjaga kehormatan diri dan rumah tangga.
Ia juga mesti menjaga kehormatan suaminya, terutama jika sang suami tidak
ada di rumah. Selain itu, istri juga tidak boleh keluar rumah tanpa seizin
suaminya.
3. Kendatipun kewajiban merawat dan mendidik anak itu merupakan hak dan
kewajiban suami dan istri sekaligus, tetapi istri mempunyai kewajiban besar
merawat dan mendidik anak. Terlebih lagi, istri pada umumnya lebih dekat
dengan anak, karena dia lebih banyak tinggal di rumah bersama anaknya. Ia
juga mengandung dan menyusui anaknya sehingga lazimnya ikatan
emosional anak lebih erat kepada ibu daripada ayahnya.
Hikmah pernikahan sangat erat kaitannya dengan tujuan diciptakannya manusia di muka
bumi. Allah menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana segala isi dan
ketentuan di dalamnya diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Ada begitu banyak hikmah pernikahan yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun
aqliyah. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan jenisnya. Laki-
laki tertarik dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan ini merupakan fitrah yang
telah Allah tetapkan kepada manusia.
Oleh karena itu, pernikahan disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan memenuhi fitrah
tersebut. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan ini, bahkan melarang
kehidupan umat Muslim yang menolak pernikahan ataupun bertahallul (membujang).
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya adalah fitrah
untuk berhubungan seksual. Namun, fitrah ini akan berakibat negatif jika tidak diberi
batasan yang dibenarkan dalam syariat.
Nafsunya akan berusaha untuk memenuhi fitrah tersebut dengan berbagai cara yang
dilarang agama. Hal ini bisa menimbulkan perusakan moral dan perilaku menyimpang
lainnya seperti perzinaan, dan lain-lain.
َ ِق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً و ََّرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل
ٍ ك اَل ٰ ٰي
َت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن َ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن َخل
4. Menyambung Keturunan
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan bertakwa. Anak
yang cerdas secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan untuk melanjutkan syiar
agama yang dibawa orangtuanya.
Dengan menikah, semua hal itu dapat terwujud. Sehingga keturunan dan generasi Islam
yang unggul pun dapat terus ada dan berkelanjutan.
Pasal 1 UU Perkawinan dalam penjelasan Pasal demi Pasal dijelaskan bahwa Perkawinan
sangat erat hubungannya dengan kerohanian dan agama. Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila,
dimana Sila yang pertamanya ialah ke Tuhanan Yang Mahaesa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan
bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai
peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan,
yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan
kewajiban orang tua.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahramnya. Dari akad itu juga, muncul hak dan kewajiban yang mesti
dipenuhi masing-masing pasangan.
2. Tujuan Pernikahan:
B. Saran
Menikah adalah sebuah proses menerima kekurangan pasangan yang tidak engkau temui
ketika ta’aruf dengannya dan menikah juga solusi terbaik seorang pemuda karena
dengannya sempurnalah separuh agama dan perjalanan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
https://aryandikaputera.blogspot.com/2016/09/makalah-tentang-indahnya-
membangun.html
https://bincangsyariah.com/kalam/indahnya-membangun-mahligai-rumah-tangga/
https://tirto.id/pernikahan-dalam-islam-rukun-syarat-dan-kewajiban-suami-istri-gaZG
https://kumparan.com/berita-hari-ini/hikmah-pernikahan-dalam-islam-yang-dijelaskan-
alquran-dan-hadist-1wWIYNJZc0O/full
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan