Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGERTIAN, DASAR HUKUM,

TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN SERTA


SYARAT DAN RUKUN PERNIKAHAN

Disusun Oleh :
Yuli Miswanto

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI NU PACITAN
2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................iii
1.3 Tujuan ........................................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 1
2.1 Pengertian Pernikahan .............................................................................................. 1
2.2 Dasar Hukum Pernikahan ........................................................................................ 1
2.3 Tujuan Pernikahan .................................................................................................... 3
2.4 Hikmah Pernikahan .................................................................................................. 5
2.5 Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................................................. 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 11
3.2 Saran ......................................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa makhluk
yang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-laki maupun perempuan
(Q.S.Dzariat :49). “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu
mengingat akan kebesaran allah”.

Pernikahan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Dengan adanya pernikahan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai
dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.

Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan
yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka
disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan
pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi
laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat
yang berada disekeliling kedua insan tersebut.

Dalam agama samawi, masalah pernikahan mendapat tempat yang sangat terhormat
dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci. Negara
Indonesia misalnya, masalah pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat serius dalam hal
pernikahan ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian pernikahan?
2. Bagaimana dasar hukum pernikahan?
3. Apa Tujuan dan Hikmah pernikahan?
4. Bagaimana syarat dan rukun pernikahan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pernikahan.
2. Untuk mengetahui dasar hukum pernikahan.
3. Untuk mengetahui tujuan dan hikmah pernikahan.
4. Untuk mengetahui syarat dan rukun pernikahan
iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan


Pernikahan dalam fiqih berbahasa arab ada dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kata
na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti kawin yang berarti
bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad.

Secara bahasa nikah adalah hubungan intim dan mengumpuli. Sedangkan arti nikah
menurut istilah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara
seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menghalalkan suatu hubungan kelamin
antara keduanya sebagai dasar suka rela atau keridhaan hidup keluarga yang diliputi rasa
kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT.

Menurut ulama Syafi’iyah adalah suatu akad dengan menggunakan lafal nikah atau
zawj yang menyimpan arti wati’ (hubungan intim). Artinya dengan pernikahan seseorang
dapat memiliki atau dapat kesenangan dari pasangannya.

Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan antara suatu kaum dengan
kaum yang lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah


ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum pernikahan masing-


masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut
perundang-undangan yang berlaku.

2.2 Dasar Hukum Pernikahan


1. Menurut Fiqh Munakahat
a. Dalil Al-Qur’an
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :

1
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.”(QS. An-Nisa’ : 3)
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki-laki yang sudah mampu
untuk melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah
adil didalam memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain -
lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam
memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.
Menurut Al-Qur’an, Surat Al A’raaf ayat 189 berbunyi :

“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia
menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah
dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat,
keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata:
"Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami
terraasuk orang-orang yang bersyukur".
Sehingga pernikahan adalah menciptakan kehidupan keluarga anatar
suami istri dan anak-anak serta orang tua agar tercapai suatu kehidupan yang
aman dan tenteram (Sakinah), pergaulan yang saling mencintai (Mawaddah) dan
saling menyantuni (Rohmah).

2
b. Dalil As-Sunnah
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Rasulullah yang bersabda,
“Wahai para pemuda, barangsiapa dioantara kalian memiliki kemampuan,
maka nikahilah, karena itu dapat lebih baik menahan pandangan dan menjaga
kehormatan. Dan siapa yang tidak memiiki kemampuan itu, hendaklah ia selalu
berpuasa, sebab puasa itu merupakan kendali baginya. (H.R.Bukhari-Muslim).

“Nikahilah wanita yang sangat cinta dan subur. Karena aku akan berbangga
dengan kalian dihadapan umat yang lain” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

2.3 Tujuan Pernikahan


1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan
cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang
telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah
untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Wahai para pemuda !
Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena
nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq
(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah,
sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut : “Artinya : Thalaq (yang dapat
dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan

3
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah,
maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.” (QS. Al-Baqarah : 229) Yakni
keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua),
maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang
lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS. Al-Baqarah :
230) Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan
syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah
salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-
amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika kalian bersetubuh


dengan istri-istri kalian termasuk sedekah.. Mendengar sabda Rasulullah para
shahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika mereka
(para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab
para shahabat:”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi:“Begitu pula kalau mereka
bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh
pahala” .

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih


Tujuan pernikahan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani
Adam, Allah berfirman : “Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu
4
pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari
anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak
akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

2.4 Hikmah Pernikahan


Allah SWT berfirman : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.”(QS. Ar-ruum : 21)

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini


berlanjut, darigenerasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui
hubungan suami istri serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan
juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas
saling menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban
untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik
anak, dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan
kewajibannya dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat.

Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :

a) Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b) Mampu
c) menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang
syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
d) Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
e) Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan
yang diciptakan.

5
2.5 Rukun dan Syarat Pernikahan
Dalam perkawinan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal itu adalah syarat
dan rukun yang harus dipenuhi. Adapun syarat dan rukun merupakan perbuatan hukum
yang sangat dominan menyangkut sah atau tidaknya perbuatan tertentu dari segi hukum.
Kedua kata tersebut mengandung yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan
sesuatu yang harus diadakan. Diantaranya adalah persetujuan para pihak. Menurut hukum
Islam akad (perjanjian) yang didasarkan pada kesukarelaan kedua belah pihak calon
suami isteri. Karena pihak wanita tidak langsung melaksanakan hak ijab (penawaran
tanggung jawab), disyaratkan izin atau meminta persetujuan sebelum perkawinan
dilangsungkan, adanya syarat ini berarti bahwa tidak boleh ada pihak ketiga (yang
melaksanakan ijab) memaksa kemauannya tanpa persetujuan yang punya diri (calon
wanita pengantin bersangkutan). Di masa lampau banyak gadis yang merana kawin paksa
dibawah umur.

1) Syarat Sah Perkawinan


Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila
syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka sah perkawinan tersebut dan dalam
perkawinan ini akan menimbulkan kewajiban dan hak bagi suami isteri. Dan
mereka akan dapat meraih kehidupan dengan bahagia dalam jalinan kehidupan
rumah tangga. Perkawinan dalam ajaran Islam ada aturan yang perlu dipatuhi oleh
calon mempelai serta keluarganya agar perkawinan yang dilakukan sah secara
agama sehinga mendapatkan rida dari Allah SWT.
a. Syarat calon suami
1. Islam
2. Baligh
3. Dalam pasal 7 UUP di Indonesia usia calon Isteri minimal 19 tahun
4. Bukan lelaki mahram dengan calon isteri. Artinya kedua calon pengantin
adalah orang yang bukan haram dinikahi, baik karena haram untuk
sementara maupun untuk selama-lamanya.
b. Syarat calon istri
1. Islam
2. Baligh
3. Bukan perempuan mahram dengan calon suami
Seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ 23
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang

6
perempuan,saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara sesusuan,
ibu-ibu isterimu (mertua) ank-anak isterimu yang ada dalam
pemeliharaanmu, dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi bila kamu
belum menyampuri isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak
berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak
kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawina) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dari ayat
tersebut kita dapat memilih bahwa pada ayat tersebut terbagi menjadi tiga
hal: karena ada hubungan nasab (larangan ini untuk selama lamanya),
larangan perkawinan karena ada hubungan musaharah (perkawinan),
larangan perkawinan karena susuan.
4. Bukan seorang khunsa (diragukan jenis kelaminnya/ mempunyai kelamin
ganda)
5. Bukan dalam ihram haji atau umrah
6. Tidak dalam iddah
7. Bukan isteri orang
8. Dalam pasal 7 UUP di Indonesia usia calon istri minimal 16 tahun
c. Syarat Wali
1. Islam, bukan kafir dan murtad
2. Lelaki
3. Baligh
4. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
5. Bukan dalam ihram haji atau unrah
6. Tidak fasik
7. Tidak cacat akal pikiran
8. Merdeka
9. Adil
d. Syarat Saksi
1. Sekurang-kurangnya dua orang
2. Islam
3. Berakal
7
4. Baligh
5. Laki-laki
6. Memahami kandungan lafal ijab dan qabul
7. Dapat melihat, mendengar dan bercakap
8. Adil
9. Merdeka
Jika yang menjadi saksi itu anak-anak atau orang gila atau orang bisu, atau
yang sedang mabuk, maka perkawinan tidak sah, sebab mereka dipandang
seperti tidak ada. Bagi orang yang buta, tuli atau bisu bisa menjadi saksi asalkan
mereka benarbenar mampu mengenali dan membedakan suara-suara pelaku-
pelaku akad, secara yakin dan pasti.
e. Syarat Ijab
1. Pernikahan ini hendaklah tepat
2. Tidak boleh menggunakan sindiran
3. Diucapkan wali atau wakilnya
4. Tidak dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah (nikah kontrak)
5. Tidak dikatakan taklit (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafadzkan)
6. Harus dilafalkan dengan jelas
f. Syarat Kabul
1. Ucapan mestilah seperti ucapan ijab
2. Diucapkan setelah ijab tanpa terputus sesaat pun.
3. Tidak berkata sindiran
4. Dilafalkan oleh calon suaminya
5. Tidak dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah
6. Tidak dikatakan taklit (tiada sebutan prasyaratsewaktu ijab dilafadzkan
7. Menyebut nama calon isteri
8. Harus dilafalkan dengan jelas
2) Rukun Pernikahan
Adapun rukun perkawinan itu ada lima, yang terdiri dari :
1. Calon Isteri
Calon mempelai wanita, yang dalam hal ini isteri tersebut boleh dinikahi dan
sah secara syar’i karena tidak ada penyebab-penyebab tertentu yang menjadikan
pernikahan terlarang atau dilarang.
2. Calon Suami
Calon mempelai pria yang dalam hal ini harus memenuhi syarat yang ada diatas.
8
3. Wali
Wali ialah ayah dari mempelai wanita. Mengenai wali bagi calon mempelai
wanita ini terbagi menjadi dua, yaitu wali aqrab (dekat) dan wali ab’ad (jauh)
Karena perkawinan itu tidak sah tanpa ada izin dari walinya. Hal ini
dikarenakan ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
“Telah menceritakan Muhammad bin Katsir, telah mengkabarkan kepada kita
sufyan, telah menceritakan kepada kita ibn Juraij dari Sulaiman bin Musa dari
Azzuhri dari Urwah dari Aisyah, Aisyah berkata: Rasulullah telah bersabda
“Siapapun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya itu
batal (diucapkan tiga kali).
Menurut Imam Nawawi seperti yang telah dinukil oleh imam Mawardi
apabila seorang wanita tersebut tidak mempunyai wali dan orang yang dapat
menjadi hakim maka ada tiga cara:
1. Dia tetap tidak dapat menikahkan dirinya tanpa adanya wali.
2. Ia boleh menikahkan dirinya sendiri karena darurat.
3. Dia menyuruh kepada seorang untuk menjadi wali bagi dirinya, dan
diceritakan dari Imam Asyayis bagi mereka yang tidak ada wali baginya
harus mengangkat seorang wali (hakim) yang ahli dan mujtahid.
Imam Syafi’i pernah menyatakan, “Apabila dalam suatu rombongan (dalam
perjalanan jauh) ada seorang perempuan yang tidak ada walinya, lalu ia
memperwalikan seseorang laki-laki untuk menikahkannya, maka yang demikian
itu diperbolehkan. Hal ini dapat disamakan dengan memperwalikan seseorang
hakim (penguasa Negara atau pejabat yang mewakilinya) dikala tidak terdapat
seorang wali nikah yang sah.”
Dan apabila terjadi perpisahan antara wali nasab dengan wanita yang akan
dinikahinya, izin wali nasab itu dapat diganti dengan izin wali hakim. Wali
menurut hukum Islam terbagi menjadi dua. Wali nasab yaitu anggota keluarga
laki-laki calon pengantin perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan
calon pengantin wanita. Wali nasab ini digolongkan menjadi dua yaitu wali
mujbir (wali yang berhak menikahkan orang yang diwalikan tanpa meminta izin
pendapat wanita)dan wali nasab biasa (wali yang tidak memiliki kewenangan
untuk memaksa menikahkan tanpa persetujuan wanita). Wali hakim adalah
penguasa atau wakil penguasa dalam bidang perkawinan.
4. Dua orang saksi
Menurut juhur ulama’ perkawinan yang tidak dihdiri oleh para saksi yang
9
menyaksikan, sekalipun diumumkan kepada orang ramai dengan cara lain,
perkawinannya tetap tidak sah. Karena saksi merupakana syarat sahnya
pernikahan, bahwa Imam Syafi’i menyatakan bahwa saksi dalam akad nikah itu
termasuk rukun.
Rasulullah bersabda : Telah menceritakan Muhammad bin Qadamah bin “Ayun,
menceritakan Abu ‘Ubaidah al-Haddad dari Yunus dan Israil dari Abi Ishaq
dari Abi Bardah dari Abi Musa, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda
“Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali”
5. Sighat (Ijab Qobul)
Pengucapan: sigat (yakni pengucapan “ijab” yang mengandung menyerahkan
dari pihak wali si perempuan, dan “qabul” yang mengandung penerimaan dari
pihak wali calon suami).

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara
seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menghalalkan suatu hubungan kelamin
antara keduanya sebagai dasar suka rela atau keridhaan hidup keluarga yang diliputi rasa
kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT. Dasar hukum
pernikahan banyak tercantum dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits, dan pernikahan
merupakan Sunnah Rasulullah. Hikmah dalam pernikahan yaitu : Mampu menjaga
kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan, mampu
menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat
seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan, mampu menenangkan dan
menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya,
mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.

Tujuan pernikahan : Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi, untuk
Membentengi Ahlak Yang Luhur, untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami, untuk
Meningkatkan Ibadah Kepada Allah, untuk Mencari Keturunan Yang Shalih. syarat dan
rukun merupakan perbuatan hukum yang sangat dominan menyangkut sah atau tidaknya
perbuatan tertentu dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung yang sama dalam
hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Rukun pernikahan ada lima
yaitu, calon suami, calon itri, wali nikah, saksi dan sighat (Ijab dan Qobul).

3.2 Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik
disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki
segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

11

Anda mungkin juga menyukai