Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM PENIKAHAN ISLAM

Nama: Zulfikar Firdaus

Kelas: XII A2

SMK FARMAKO MEDIKA PLUS

TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

Assallamualaikum Wr Wb

Alhamdullilah, segala puji bagi allah SWT yang memberi rahmat dan hidayah kepada seluruh
mahluknya, karena berkat rahmat dan hidayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa pula shalawat serta salam selalu kita
limpahkan kepada junjungan kita yakni nabi Muhammad saw.

Penulisan makalah ini berjudul “hukum pernikahan dalam islam (munakat)”. Pada
penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan masalah, tetapi setelah mendapat
bimbingan, dorongan, arahan. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan sangat penulis harapkan.
Bogor, Desember 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mengingat pernikahan merupakan sesuatu yang sangat saklar. Namun didalam


pernikahan tidak boleh bermain-main karena akan berkaitan langsung dengan Allah. Yaitu
menghalal kan pernikahan dan mengharamkan zina. Namun, di dalam pernikahan memiliki
hukum dan syarat. Didalam pernikahan juga terdapat sesuatu yang penting yaitu Ijab Qobul
(akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh
kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam.

1.2 permasalahan
1.2.1 Masalah umum:

Bagaimanakah hukum pernikahan dalam islam?

Dari masalah umum diatas dapat dirumuskan beberapa sub masalahi sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengertian dan ketentuan pernikahan dalam islam?

2. Apa sajakah yang menjadi penyebab putusnya pernikahan dan hikmah nya dalam i
slam?

3. Apa saja ketentuan penikahan menurut UUD di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dan ketentuan pernikahan dalam islam.

2. Untuk mengetahui penyebab putusnya pernikan dalam islam.

3. Untuk mengetahui dan memperoleh informasi ketentuan pernikahan menurut UUD di


Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian dan Ketentuan Pernikahan dalam Islam

2.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain
juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya
adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai
pernikahan,Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan
pernikahan dan mengharamkan zina. Dengan perkawinan orang dapat memnuhi tuntutan nasu
seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir
dan batin. Firman Allah SWT :

“Dan diantara tanda – tanda kekuasaaN-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari
jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21).

2.2 Hukum Pernikahan

Pernikah itu terkadang bisa mejadi sunnah(mandub), terkadang bisa menjadi wajib atau
terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi
makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan.

Semua akan sangat tergantung dari kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya. Apa
dan bagaimana hal itu bisa terjadi. mari kita bedah satu persatu.

2.2.1 Hukum Pernikahan Yang Wajib

Menikah itu wjib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga
sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina
adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah
bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.

2.2.2 Hukum Pernikahan Yang Sunnah

Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu
namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang
masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. Orang yang punya
kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab
masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang
diharamkan Allah SWT. Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih
dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan
anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.

2 .2.3 Hukum Pernikahan Yang Haram

Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah.
Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual.
Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan
menerima keadaannya. Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara
umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan
menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada
persetujuan dari calon pasangannya.Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana bila
dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit.
Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan
siap menerima resikonya.

2.2.4 Hukum Pernikahan Yang Makruh

Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk
berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan
punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk
menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan
nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh
hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian
berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat
kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

2.2.5 Hukum Pernikahan Yang Mubah

Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya
untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum
menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga
tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti
ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.

2.3. Rukun Nikah

1. Pengantin lelaki (Suami)

2. Pengantin perempuan (Isteri)

3. ada wali yang menikahkan

4. Dua orang saksi lelaki

5. Ijab dan kabul (akad nikah)

2.4 Syarat Pernikahan Syarat bakal suami

• Islam

• Lelaki yang tertentu

• Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri

• Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut


• Bukan dalam ihram haji atau umrah

• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

• Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa

• Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri

Syarat bakal isteri

• Islam

• Perempuan yang tertentu

• Bukan perempuan mahram dengan bakal suami

• Bukan seorang khunsa

• Bukan dalam ihram haji atau umrah

• Tidak dalam idah

• Bukan isteri orang

Syarat wali

• Islam, bukan kafir dan murtad

• Lelaki dan bukannya perempuan

• Baligh

• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

• Bukan dalam ihram haji atau umrah

• Tidak fasik

• Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya

• Merdeka

• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya


* Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya syarat
wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai seorang
mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak
di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.

Syarat-syarat saksi

• Sekurang-kurangya dua orang

• Islam

• Berakal

• Baligh

• Lelaki

• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul

• Dapat mendengar, melihat dan bercakap

• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa
kecil)

• Merdeka

Syarat ijab

• Pernikahan nikah ini hendaklah tepat

• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran

• Diucapkan oleh wali atau wakilnya

• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(nikah kontrak


e.g.perkahwinan(ikatan suami isteri) yang sah dalam tempoh tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)

• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)


* Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".

Syarat qabul

• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab

• Tiada perkataan sindiran

• Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)

• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)

• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)

• Menyebut nama bakal isteri

• Tidak diselangi dengan perkataan lain

* Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku


dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM
3000 tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai isteriku".

2.5 Hikmah Pernikahan

• Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat
perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.

• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman

• Memelihara kesucian diri

• Melaksanakan tuntutan syariat

• Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

• Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat
untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan
memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh
karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit
serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab

• Dapat mengeratkan silaturahim

B. Penyebab Putusnya Pernikahan dan Hikmahnya

Perkawinan dapat putus karena tiga hal yaitu karena (a) kematian, (b) perceraian dan
(c) putusan pengadilan.

Putusnya perkawinan karena perceraian.

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah tidak
berhasil didamaikan. Adapun alasan-alasan yang dapat dipergunakan untuk melakukan
perceraian adalah :

a) Berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar
disembubkan;
b) Pergi selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah
c) Setelah perkawinan mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih
berat;
d) Melakukan kekejaman atau penganiayaan berat;
e) Mendapat cacad badan atau penyakit lain yang menyebabkan tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami atau isteri;
f) Terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus.

Catatan : Alasan perceraian dalam Pasal 116 KHI mencantumkan 6 hal yang tersebut
dalam UUP, tetapi ada dua alasan tambahan yaitu: Suami melanggar talak dan peralihan
agama (murtad yang menyebabkan terjadinya percekcokan).

2. Hikah Talak dan Rujuk


a. Sebagai bukti keluwesan hukum Islam.
b. sebagai bahan perenungan untuk berbuat lebih baik pada masa yang akan datang,
karena dengan adanya perceraian pasangan suami istri dapat belajar banyak hal.
c. hak kebebasan memilih benar-benar dihormati dalam islam, artinya ketika pasangan
suami istri sudah tidak merasa cocok lagi, seseorang memiliki hak untuk berpisah.
C. Ketentuan Pernikahan Menurut Undang Undang di Indonesia

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN

Pasal 6

1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.

(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk
menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau
keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama
mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang dalam ayat (2), (3) dan (4),
pasal ini atau salah seorang atau. di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang
¬tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ¬berlaku sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
lain.

BATALNYA PERKAWINAN

Pasal 22

Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi, syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan

Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;

b. suami atau isteri

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinanan belum di¬putuskan;

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang
mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya
setelah perkawinan itu putus.

PERJANJIAN PERKAWINAN

Pasal 29

(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga
tersangkut.

(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama
dan kesusilaan.

(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilang¬sungkan

(4) Selama perkawinan berlangsung tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua
belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI

Pasal 30

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31

(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan ke¬dudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk mlelakukan perbuatan hukum.

(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA

Pasal 38

Perkawinan dapat putus karena : a. kematian, b. perceraian c. atas keputusan Pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai