Kelas: XII A2
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Assallamualaikum Wr Wb
Alhamdullilah, segala puji bagi allah SWT yang memberi rahmat dan hidayah kepada seluruh
mahluknya, karena berkat rahmat dan hidayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa pula shalawat serta salam selalu kita
limpahkan kepada junjungan kita yakni nabi Muhammad saw.
Penulisan makalah ini berjudul “hukum pernikahan dalam islam (munakat)”. Pada
penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan masalah, tetapi setelah mendapat
bimbingan, dorongan, arahan. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan sangat penulis harapkan.
Bogor, Desember 2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 permasalahan
1.2.1 Masalah umum:
Dari masalah umum diatas dapat dirumuskan beberapa sub masalahi sebagai berikut:
2. Apa sajakah yang menjadi penyebab putusnya pernikahan dan hikmah nya dalam i
slam?
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain
juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya
adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai
pernikahan,Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan
pernikahan dan mengharamkan zina. Dengan perkawinan orang dapat memnuhi tuntutan nasu
seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir
dan batin. Firman Allah SWT :
“Dan diantara tanda – tanda kekuasaaN-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari
jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21).
Pernikah itu terkadang bisa mejadi sunnah(mandub), terkadang bisa menjadi wajib atau
terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi
makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan.
Semua akan sangat tergantung dari kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya. Apa
dan bagaimana hal itu bisa terjadi. mari kita bedah satu persatu.
Menikah itu wjib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga
sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina
adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah
bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu
namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang
masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. Orang yang punya
kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab
masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang
diharamkan Allah SWT. Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih
dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan
anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah.
Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual.
Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan
menerima keadaannya. Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara
umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan
menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada
persetujuan dari calon pasangannya.Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana bila
dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit.
Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan
siap menerima resikonya.
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk
berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan
punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk
menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan
nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh
hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian
berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat
kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya
untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum
menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga
tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti
ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.
• Islam
• Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
• Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri
• Islam
Syarat wali
• Baligh
• Tidak fasik
• Merdeka
Syarat-syarat saksi
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa
kecil)
• Merdeka
Syarat ijab
Syarat qabul
• Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat
perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.
• Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat
untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan
memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh
karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit
serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
Perkawinan dapat putus karena tiga hal yaitu karena (a) kematian, (b) perceraian dan
(c) putusan pengadilan.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah tidak
berhasil didamaikan. Adapun alasan-alasan yang dapat dipergunakan untuk melakukan
perceraian adalah :
a) Berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar
disembubkan;
b) Pergi selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah
c) Setelah perkawinan mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih
berat;
d) Melakukan kekejaman atau penganiayaan berat;
e) Mendapat cacad badan atau penyakit lain yang menyebabkan tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami atau isteri;
f) Terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus.
Catatan : Alasan perceraian dalam Pasal 116 KHI mencantumkan 6 hal yang tersebut
dalam UUP, tetapi ada dua alasan tambahan yaitu: Suami melanggar talak dan peralihan
agama (murtad yang menyebabkan terjadinya percekcokan).
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk
menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau
keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama
mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang dalam ayat (2), (3) dan (4),
pasal ini atau salah seorang atau. di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang
¬tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ¬berlaku sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
lain.
BATALNYA PERKAWINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi, syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan
Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang
mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya
setelah perkawinan itu putus.
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga
tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama
dan kesusilaan.
(4) Selama perkawinan berlangsung tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua
belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
Pasal 30
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan ke¬dudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 38