Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

‘’NIKAH’’
Makalah ini ditulis dalam Rangka Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :

Kelompok 3 :

Tasya Zulfi Koto (18451089) (.....................)

Rizki Irawan (18451077) (.....................)

David (18451051) (.....................)

Prody : Teknik Informatika


Dosen : Afrudi Azinur, S.Ag.,MA

STMIK KAPUTAMA BINJAI


2019
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu.
Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan
antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan
kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang
dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan
manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

B. HUKUM PERNIKAHAN

Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya
boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika
tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah
Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah
berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan
dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang
akan menikah tersebut.

 Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah.
Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka
hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih
dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah,
hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

 Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan
berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak

1
 Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut,
baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C. PEMINANGAN (KHITBAH)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan
perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua
pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh
Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah
harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan
bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan
merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang
laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka
hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan
dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan
terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk
seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata
lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin
kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

D. SYARAT PERNIKAHAN

1. Rukun nikah

 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)

2
2. Syarat calon suami

 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3. Syarat calon istri

 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang

4. Syarat wali

 Islam, bukan kafir dan murtad


 Lelaki dan bukannya perempuan
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat
wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin
yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita
hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.

5. Jenis-jenis wali

 Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai
hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan
persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak
dinikahkan)
 Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak
menjadi wali
 Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau
wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad

3
lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang
terdekat lagi.
 Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak
berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini
dengan sebab-sebab tertentu.

6. Syarat-syarat saksi

 Sekurang-kurangya dua orang


 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-
dosa kecil)
 Merdeka

7. Syarat ijab

 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat


 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau
pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda
dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".

8. Syarat qobul

 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab


 Tidak ada perkataan sindiran
 Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
 Menyebut nama calon istri
 Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan
Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar
tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".

4
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan
lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu
kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan
selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda
dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini
diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan
Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk
berwudhu terlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil
masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran
atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

E. TUJUAN PERNIKAHAN
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor
dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo,
melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan
oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan

Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan
keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan.

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika
suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman
Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:

‫ْري ٌح بِِإحْ َسا ٍن ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم َأ ْن تَْأ ُخ ُذوا ِم َّما آتَ ْيتُ ُموه َُّن َش ْيًئا ِإاَّل َأ ْن يَخَافَا َأاَّل يُقِي َما حُ دُو َد‬ ِ ‫ُوف َأوْ تَس‬
ٍ ‫ك بِ َم ْعر‬ ُ ‫الطَّاَل‬
ٌ ‫ق َم َّرتَا ِن ۖ فَِإ ْم َسا‬
‫َت بِ ِه ۗ تِ ْلكَ ُحدُو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْعتَدُوهَا ۚ َو َم ْن يَتَ َع َّد ُح„ دُو َد هَّللا ِ فَُأو ٰلَِئكَ هُ ُم ال‬ْ ‫هَّللا ِ ۖ فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَد‬
َ‫ظَّالِ ُمون‬

5
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik,
atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus)
diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-
orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah
‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah
tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan
amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih

Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

ِ ‫ت ۚ َأفَبِ ْالبَا ِط ِل يُْؤ ِمنُونَ َوبِنِ ْع َم‬


ُ‫ت هَّللا ِ ه‬ ِ ‫َوهَّللا ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ْز َواجًا َو َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْز َوا ِج ُك ْم بَنِينَ َو َحفَ َدةً َو َر َزقَ ُك ْم ِمنَ الطَّيِّبَا‬
َ‫ْم يَ ْكفُ„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„„رُون‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl :
72]

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-
kata secara lisan, sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam.
Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Rasulullah:

“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.

Hadis lain Rasulullah Bersabda:

“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang


mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan
yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat
sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat
membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang
menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci menjelaskan
mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai
fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

B. KRITIK DAN SARAN

Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti
ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam.
Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah
ini baik dari segi penulisan, materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis
mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.

7
DAFTAR PUSTAKA

http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp

Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian
Putih,2006

Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011

http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp

http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79

Suhaimi.Diktat Pendidikan Agama Islam. Banda Aceh: Unsyiah,2013

Nurcahya. Pernikahan secara Umum. Bandung: Husaini Bandung,1999

Ais, Chatamarrasjid,dkk. Proses Pernikahan.Solo: PT. Anugerah,2000

Anda mungkin juga menyukai