tentang
INDAHNYA MEMBANGUN MAGHLIGAI RUMAH TANGGA
DISUSUN
O
L
E
H
NAMA : STELA NURLIZA
KELAS : XII.a Ast.Keperawatan
Tahun pembelajaran
2020/2021
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
> Pengertian Nikah Menurut Bahasa :
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
dengan Kawin / perkawinan, Nikah menurut bahasa mempunyai arti mengumpulkan,
menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath’i).
> Pengertian Nikah Menurut Istilah
Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki
– laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi
hak dan kewajiban antara kedua insan.
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau
menyia – nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu
memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan
segera nikah atau yang mengharamkannya.
b. Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar – benar perempuan
3) Tidak dipaksa
4) Halal bagi calon suami / Tidak Sedang Bersuami
5) Tidak sedang dalam masa iddah
6) Bukan mahram calon suami
7) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
8) Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun
c. Wali
Wali Nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :
1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki – laki
Wanita manapun yang kawin tanpa seizing walinya, maka pernikahannya batal,
pernikahannya batal. Bila (telah kawin dengan syah dan) telah disetubuhi, maka ia berhak
menerima maskawin (mahar) karena ia telah dinikmati kemaluannya dengan halal. Namun bila
terjadi pertengkaran diantara para wali, maka pemerintah yang menjadi wali yang tidak
mempunyai wali.Wali dapat di pindah oleh hakim bila jika terjadi pertentangan antar wali. Jika
tidak adanya wali, ketidak adaannya di sini yang dimaksud adalah benar-benar tidak ada satu
kerabat pun, atau karena jauhnya tempat sang wali sedangkan wanita sudah mendapatkan suami
yang kufu’.
> Jenis-jenis wali nikah :
1) Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan
pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya
perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
2) Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
3) Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab
berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah
seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
4) Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada
negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.
Didalam Lima Unsur diatas penulis akan mencoba memberikan penjelasan khusus yaitu
unsur pertama dan yang kedua sehingga akan jelas pemahamannya :
1. Ikatan lahir batin.
Yang dimaksud dengan ikatan lahir batin adalah, bahwa ikatan itu tidak hanya cukup
dengan ikatan lahir saja atau batin saja, Akan tetapi kedua-duanya harus terpadu erat. Suatu
ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum
antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, dengan kata
lain hal itu disebut dengan hubungan formal, hubungan formal ini nyata baik bagi prihal
mengikatkan dirinya maupun bagi pihak ketiga, sebaliknya suatu ikatan batin merupakan
hubungan yang tidak formal, suatu ikatan yang tidak nampak, tidak nyata yang hanya dirasakan
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, ikatan batin ini merupakan dasar ikatan lahir. Ikatan batin
ini yang dapat dijadikan dasar pundasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia.
Dalam membina keluarga yang bahagia sangatlah perlu usaha yang sungguh-sungguh
untuk meletakkan perkawinan sebagai ikatan Suami- Istri atau calon Suami- Istri dalam
kedudukan mereka yang semestinya dan suci seperti yang disejajarkan oleh Agama yang kita
anut masing dalam Negara yang berdasarkan Pancasila. Perkawinan bukan hanya menyangkut
unsur lahir akan tetapi juga menyangkut unsur bathiniah.