2. HUKUM KAFAAH
Kafa’ah adalah hak perempuan dari walinya. Jika seseorang perempuan rela
menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sekufu, tetapi walinya tidak rela
maka walinya berhak mengajukan gugatan fasakh (batal). Demikian pula
sebaliknya, apabila gadis shalihah dinikahkan oleh walinya dengan laki-laki
yang tidak sekufu dengannya, ia berhak mengajukan gugatan fasakh.
E. SYARAT DAN RUKUN NIKAH
1. PENGERTIAN
Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus dipenuhi, hingga
pernikahan menjadi sah.
d. Dua orang saksi, syaratnya yaitu : Dua orang laki-laki, beragama Islam,
dewasa/baligh, berakal, merdeka dan adil, melihat dan mendengar,
memahami bahasa yang digunkan dalam akad, tidak sedang mengerjakan
ihram haji atau umrah, hadir dalam ijab qabul.
e. Ijab qabul, syaratnya yaitu : 1. Menggunakan kata yang bermakna menikah
( ) نكاحatau menikahkan ()التزویج, baik bahasa Arab, bahasa Indonesia,
atau bahasa daerah sang pengantin. 2. Lafaz ijab qabul diucapkan pelaku
akad nikah (pengantin laki-laki dan wali pengantin perempuan). 3. Antara
ijab dan qabul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau
perbuatan lain. 4. Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu
majelis (tempat) dan tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun. 5.
Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
F. WALI, SAKSI DAN IJAB QABUL
Wali dan saksi dalam pernikahan merupakan dua hal yang sangat menentukan sah
atau tidaknya pernikahan.
b. Jumlah dan syarat saksi, Saksi dalam pernikahan disyaratkan dua orang
laki-laki.
c. Syarat-syarat saksi dalam pernikahan
1) Laki-laki
2) Beragam Islam
3) Baligh
4) Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad
5) Bisa berbicara, melihat, berakal
6) Adil
G. IJAB QABUL
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerahan
kepada pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki
atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
1. Orang yang berakal sudah tamyiz (Memperjelas makna)
2. Ijab qabul diucapkan dalam satu majelis
3. Tidak ada pertentangan antara keduanya
4. Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya melakukan akad
5. Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau yang seperti
dengan kata-kata itu
6. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu misalnya setahun, sebulan dan sebagainya.
H. MAHAR
1. PENGERTIAN DAN HUKUM MAHAR
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri
karena sebab pernikahan.
2. UKURAN MAHAR
Kata taklik dari kata arab “ Allaqa yu‘alliqu ta‘lîqan “, yang berarti
menggantungkan. Sementara kata talak dari kata arab tallaqa yutalliqu
tatlîqan, yang berarti mentalak, menceraikan atau kata jadi ’perpisahan’.
Maka dari sisi bahasa, taklik talak berarti talak yang digantungkan.
Sedangkan talik talak disini, seperti apa yang dipraktikan di Indonesia,
taklik talak adalah terjadinya talak (perceraian) atau perpisahan antara
suami dan isteri yang digantungkan kepada sesuatu, dan sesuatu ini dibuat
dan disepakati pada waktu melakukan akad nikah. Maka pelanggaran
terhadap apa yang disepakati inilah yang menjadi dasar terjadinya
perceraian (talak) atau perpisahan.
a. Shigat talik talak (kata-kata yang diucapkan)
Mengucapkan sighat ta’lik atas istri saya itu sebagai berikut:
Sewaktu-waktu saya:
1. meninggalkan isri saya tersebut dua tahun berturut-turut.
2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu,
4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan
lamanya, kemudian istri saya tidak ridla dan mengadukan halnya kepada
Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan
pengaduan dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan
istri saya itu membayar uang sebesar R …sebagai i’wadl (pengganti) kepada
saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
J. MACAM-MACAM PERNIKAHAN TERLARANG
1. NIKAH MUT’AH
Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan
bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah mut’ah pernah diperbolehkan
oleh Nabi Muhammad Saw. akan tetapi pada perkembangan selanjutnya beliau
melarangnya untuk selamanya.