I. PENGERTIAN
Menurut bahasa berarti berkumpul
Menurut istilah pernikahan adalah akad antara seorang laki-laki dan
perempuan sebagai suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya
menurut yang diatur oleh syariat.
Menurut UU No.1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir-bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hukum nikah itu ada lima dikaitkan dengan kondisi dan niat dari
tiap-tiap orang yang akan melakukannya, yaitu :
1. Mubah, yaitu hokum asal bagi orang yang akan menikah,
artinya setiap orang yang telah memenuhi syarat nikah maka
boleh untuk menikah.
2. Sunnah, bagi mereka yang sudah dewasa, terdorong untuk
kawin dan mempunyai bekal / pekerjaan untuk biaya hidup
berkeluarga.
3. Wajib, bagi orang yang sudah dewasa, memiliki biaya hidup
yang cukup dan bila tidak segera menikah akan jatuh kepada
perbuatan zina.
4. Makruh, bagi orang yang sudah dewasa, sudah layak untuk
menikah akan tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal
hidup rumah tangganya.
5. Haram, bagi orang yang menikah dengan tujuan menyakiti,
menganiaya atau mempermainkannya.
G. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
1. Harus bergaul menurut cara yang ma’ruf yaitu saling mencintai,
setia dan member bantuan lahir dan bathin.
2. Suami wajib member nafkah kepada istri dan anak-anaknya
menurut kadar kemampuannya.
3. Suami adalah pemimpin terhadap rumah tangganya, akan tetapi
tidak memberikan hak istimewa baginya daripada istrinya.
4. Suami harus memberikan kebebasan istrinya untuk belajarmencari
ilmu pengetahuan yang bermanfaat diri dan keluarganya.
5. Suami istri wajib memelihara kehormatan dan menyimpan rahasia
rumah tangganya.
H. THALAK
Thalak menurut bahasa berarti melepaskan.
Menurut istilah thalak adalah melepaskan seorang perempuan/istri
dari ikatan perkawinan.
Sebelum thalak diucapkan hendaklah dipertimbangkan manfaat dan
madharatnya, baik untuk dirinya, istri dan anak-anaknya.
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah thalak. HR. Abu
Dawud, Ibnu Mjah dan Al-Hakim.
I. HUKUM THALAK
Dengan mempertimbangkan maslahah dan madharat hokum thalak
dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Makruh, yaitu hukum asal dari thalak
2. Haram, yaitu menjatuhkan thalak pada saat istri dalam keadaan suci
dan sudah dikumpuli.
3. Sunat, yaitu apabila suami sudah tidak sanggup lagi menunaikan
kewajibannya/nafkah dengan cukup atau istri tidak dapat menjaga
kehormatan dirinya.
4. Wajib, jika terjadi perselisihan antara suami istri dan menurut hakim
dipandang perlu keduanya bercerai.
UCAPAN THALAK
Kalimat yang dipakai untuk thalak ada dua macam, yaitu :
5. Sharih (terang), yaitu kalimat yang tidak diragukan bahwa suami
memutuskan ikatan perkawinan. Seperti : ‘saya ceraikan engkau…’
6. Kinayah (sindiran), yaitu dengan kalimat yang masih diragukan/bisa
diartikan cerai atau arti lain. Contoh : ‘pulanglah kamu ke rumah
orang tuamu’
Untuk kalimat ini tergantung niatnya, jika diniatkan perceraian maka
thalak jatuh, jika tidak maka tidak jatuh thalak.
J. MACAM-MACAM THALAK
1. Thalak Raj’I, yaitu thalak satu dan dua. Adalah thalak yang
membolehkan suami untuk rujuk kembali tanpa memerlukan
akad nikah baru.
2. Thalak Ba’in, yaitu thalak yang dijatuhkan kepada istri
dimana suami tidak boleh rujuk kembali kecuali dengan
persyaratan tertentu.
Thalak Ba’in dibagi menjadi dua macam :
3. Thalak Bain Sughra, yaitu thalak yang dijatuhkan kepada
istri yang belum dicampuri. Dalam hal ini suami tidak boleh
rujuk tetapi boleh nikah kembali baik dalam masa iddah
maupun sudah habis masa iddahnya.
4. Thalak Bain Kubra, adalah thalak tiga, yaitu suami tidak
boleh rujuk kecuali telah memenuhi syarat :
Bekas istri telah menikah dengan laki-laki lain dan telah
bercampur.
Telah diceraikan oleh suami yang ke dua dan telah habis
masa iddahnya.
Sebagaimana QS. Al-Baqarah ayat 230.
K. RUJUK
Rujuk adalah kembalinya suami istri kepada ikatan
perkawinan setelah terjadi thalak raj’i dan selama masih
dalam masa iddah.
Rujuk merupakan perbuatan terpuji karena setelah suami-istri
bercerai keduanya kembali lagi secara utuh dalam ikatan
perkawinan.
Sebagaimana QS. Al-Baqarah : 231
SYARAT RUJUK
1. Kehendak suami sendiri dan bukan karena terpaksa.
2. Istri yang dirujuk dalam keadaan thalak raj’I, masih dalam
iddah dan telah dicampuri.