Anda di halaman 1dari 14

MUNAKAHAT

I. PENGERTIAN
 Menurut bahasa berarti berkumpul
 Menurut istilah pernikahan adalah akad antara seorang laki-laki dan
perempuan sebagai suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya
menurut yang diatur oleh syariat.
 Menurut UU No.1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir-bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

II. TUJUAN PERNIKAHAN


 Tujuan pernikahan ialah untuk membentuk dan membina keluarga
yang kekal dan bahagia dan mendapatkan keturunan yang harus
dibina atau dipelihara dan dididik dengan baik agar kebahagiaan itu
tercapai.
 Atau tujuan pernikahan adalah terbentuknya keluarga sakinah,
mawadah wa rahmah.
 Sakinah adalah kondisi perkawinan dan berkeluarga yang tentram,
damai, sejahtera, lahir dan bathin atas dasar kasih sayang.
III. PRA-NIKAH/LAMARAN/MEMINANG

 Lamaran atau pertunangan adalah saat untuk mengenal calon


pasangan agar setelah terjadi pernikahan tidak ada yang
dikecewakan.
Mengenal calon pasangan merupakan bentuk pencarian dan
pertimbangan untuk memilih dan menetapkan siapa yang akan
menjadi suami atau steri.
Tuntunan Nabi dalam memilih pasangan :
Perempuan dinikah karena empat hal, karena cantiknya, hartanya, keturunannya,
dan agamanya. Pilihlah karena agamanya niscaya engkau mendapat keuntungan.
HR. Bukhori-Muslim.

 Pada masa pra nikah Nabi memberikan batasanagar menghindarkan


2 hal :
 Tidak melamar perempuan yang sudah dilamar laki-laki lain sampai
statusnya jelas diizinkan atau ditinggalkan oleh pelamarnya.
Janganlah salah seorang diantaramu meminang pinangan saudaranya kecuali
pinangan sebelumnya meninggalkan pinangan itu atau memberikan ijin
kepadanya. HR. Bukhari-Muslim.
 Calon pasangan tidak boleh tinggal ditempat sepi dengan seorang
perempuan karena memungkinkan untuk berbuat zina. Sabda Nabi:
Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang perempuan kecuali yang
ketiganya adalah syaitan. HR. Tirmidzi.
IV. KESIAPAN UNTUK MENIKAH
 Seseorang yang sudah memiliki kemampuan untuk
menikah dan telah menemukan calon pasangannya
dianjurkan untuk segera menikah, sebagaimana
sabda Nabi :
Dari Abdullah bin Masud ia berkata Rosulullah bersabda kepada kami : hai kaum
muda apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin sebab kawin
itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barang siapa tidak kuasa
hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu jadi penjaga baginya. HR. Bukhori-Muslim
 
 Kuasa atau kemampuan untuk menikah itu dapat
dilihat dari beberapa hal antara lain :
1. Kesiapan biologis
2. Kesiapan psikologis
3. Kesiapan ekonomis
4. Kesiapan social
5. Kesiapan agama
V. SAHNYA PERNIKAHAN
Pernikahan dinyatakan sah menurut syariat islam apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
A. Adanya calon pasangan sebagai suami isteri.
Ada beberapa kelompok perempuan yang haram untuk dinikah :
1. Haram karena keturunan, yaitu perempuan yang memiliki
hubungan darah/ keturunan :
a) Ibu, nenek terus ke atas
b) Anak perempuan dan seterusnya ke bawah
c) Saudara perempuan kandung, seayah, atau seibu.
d) Saudara ibu baik kandung maupun perantaraan ayah atau ibu
e) Saudara ayah baik kandung maupun perantaraan ayah atau
ibu
f) Anak perempuan dari saudara laki-laki terus ke bawah
g) Anak perempuan dari saudara perempuan terus kebawah.

B. Haram karena sepersusuan, yaitu ibu yang menyusui dan


saudara perempuan yang mempunyai hubungan susuan.
 
 
C. Haram karena perkawinan, yaitu :
1. Ibu isteri/mertua terus ke atas
2. Anak tiri yang ibunya sudah dicampuri
3. Isteri ayah terus ke atas
4. Wanita-wanita yang pernah dikawini ayah, kakek terus ke
atas
5. Isteri anak laki-laki/menantu
 
D. Haram untuk sementara
6. Pertalian nikah, yaitu wanita yang masih dalam ikatan nikah,
jika sudah bercerai dan habis masa iddahnya maka boleh
menikah.
7. Thalak bain kubra
8. Menghimpun dua perempuan bersaudara, apabila salah satu
dicerai atau meninggal maka yang lainnya boleh dinikah.
9. Menghimpun perempuan lebih dari empat
10.Berlainan agama
2. Wali dari pihak pengantin perempuan
Wali yaitu laki-laki yang bertanggung jawab untuk menikahkan calon
pengantin perempuan. Yang dapat menjadi wali :
1. Ayah kandung
2. Kakek dari ayah
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki se ayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki kandung dari ayah
8. Saudara laki-laki seayah/Paman dari ayah
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah/paman dari ayah.
10.Wali hakim, yaitu wali yang diangkat untuk menikahkan
perempuan yang tidak memiliki wali nasab.
 
Syarat-syarat menjadi wali :
a. Islam f. laki-laki
b. Baligh g. Adil
c. Berakal
d. Merdeka
3. Dua orang saksi, yaitu dua orang laki-laki muslim, dewasa yang
memberikan kesaksian akan terjadinya pernikahan.
 
 
Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi. HR. ahmad

4.Mahar/maskawin, yaitu barang atau uang yang diberikan calon


suami kepada calon isterinya pada saat pernikahan.
5. Ijab-Kabul
Ijab adalah pernyataan wali pengantin perempuan, seperti :
saya nikahkan engkau dengan anak saya yang bernama …dengan
mahar…dibayar tunai
Ijab dap dilakukan oleh naibul wali.
Kabul adalah jawaban dari mempelai laki-laki, misalnya :
“saya terima nikahnya si…..binti……dengan mahar ….dibayar tunai.
F. HUKUM PERNIKAHAN

Hukum nikah itu ada lima dikaitkan dengan kondisi dan niat dari
tiap-tiap orang yang akan melakukannya, yaitu :
1. Mubah, yaitu hokum asal bagi orang yang akan menikah,
artinya setiap orang yang telah memenuhi syarat nikah maka
boleh untuk menikah.
2. Sunnah, bagi mereka yang sudah dewasa, terdorong untuk
kawin dan mempunyai bekal / pekerjaan untuk biaya hidup
berkeluarga.
3. Wajib, bagi orang yang sudah dewasa, memiliki biaya hidup
yang cukup dan bila tidak segera menikah akan jatuh kepada
perbuatan zina.
4. Makruh, bagi orang yang sudah dewasa, sudah layak untuk
menikah akan tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal
hidup rumah tangganya.
5. Haram, bagi orang yang menikah dengan tujuan menyakiti,
menganiaya atau mempermainkannya.
G. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
1. Harus bergaul menurut cara yang ma’ruf yaitu saling mencintai,
setia dan member bantuan lahir dan bathin.
2. Suami wajib member nafkah kepada istri dan anak-anaknya
menurut kadar kemampuannya.
3. Suami adalah pemimpin terhadap rumah tangganya, akan tetapi
tidak memberikan hak istimewa baginya daripada istrinya.
4. Suami harus memberikan kebebasan istrinya untuk belajarmencari
ilmu pengetahuan yang bermanfaat diri dan keluarganya.
5. Suami istri wajib memelihara kehormatan dan menyimpan rahasia
rumah tangganya.

H. THALAK
 Thalak menurut bahasa berarti melepaskan.
 Menurut istilah thalak adalah melepaskan seorang perempuan/istri
dari ikatan perkawinan.
 Sebelum thalak diucapkan hendaklah dipertimbangkan manfaat dan
madharatnya, baik untuk dirinya, istri dan anak-anaknya.
 Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah thalak. HR. Abu
Dawud, Ibnu Mjah dan Al-Hakim.
I. HUKUM THALAK
Dengan mempertimbangkan maslahah dan madharat hokum thalak
dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Makruh, yaitu hukum asal dari thalak
2. Haram, yaitu menjatuhkan thalak pada saat istri dalam keadaan suci
dan sudah dikumpuli.
3. Sunat, yaitu apabila suami sudah tidak sanggup lagi menunaikan
kewajibannya/nafkah dengan cukup atau istri tidak dapat menjaga
kehormatan dirinya.
4. Wajib, jika terjadi perselisihan antara suami istri dan menurut hakim
dipandang perlu keduanya bercerai.
 
UCAPAN THALAK
Kalimat yang dipakai untuk thalak ada dua macam, yaitu :
5. Sharih (terang), yaitu kalimat yang tidak diragukan bahwa suami
memutuskan ikatan perkawinan. Seperti : ‘saya ceraikan engkau…’
6. Kinayah (sindiran), yaitu dengan kalimat yang masih diragukan/bisa
diartikan cerai atau arti lain. Contoh : ‘pulanglah kamu ke rumah
orang tuamu’
Untuk kalimat ini tergantung niatnya, jika diniatkan perceraian maka
thalak jatuh, jika tidak maka tidak jatuh thalak.
J. MACAM-MACAM THALAK
1. Thalak Raj’I, yaitu thalak satu dan dua. Adalah thalak yang
membolehkan suami untuk rujuk kembali tanpa memerlukan
akad nikah baru.
2. Thalak Ba’in, yaitu thalak yang dijatuhkan kepada istri
dimana suami tidak boleh rujuk kembali kecuali dengan
persyaratan tertentu.
Thalak Ba’in dibagi menjadi dua macam :
3. Thalak Bain Sughra, yaitu thalak yang dijatuhkan kepada
istri yang belum dicampuri. Dalam hal ini suami tidak boleh
rujuk tetapi boleh nikah kembali baik dalam masa iddah
maupun sudah habis masa iddahnya.
4. Thalak Bain Kubra, adalah thalak tiga, yaitu suami tidak
boleh rujuk kecuali telah memenuhi syarat :
 Bekas istri telah menikah dengan laki-laki lain dan telah
bercampur.
 Telah diceraikan oleh suami yang ke dua dan telah habis
masa iddahnya.
Sebagaimana QS. Al-Baqarah ayat 230.
K. RUJUK
 Rujuk adalah kembalinya suami istri kepada ikatan
perkawinan setelah terjadi thalak raj’i dan selama masih
dalam masa iddah.
 Rujuk merupakan perbuatan terpuji karena setelah suami-istri
bercerai keduanya kembali lagi secara utuh dalam ikatan
perkawinan.
 Sebagaimana QS. Al-Baqarah : 231

SYARAT RUJUK
1. Kehendak suami sendiri dan bukan karena terpaksa.
2. Istri yang dirujuk dalam keadaan thalak raj’I, masih dalam
iddah dan telah dicampuri.

Sighat rujuk/ucapan rujuk.


3. Sharih : aku kembalikan engkau kepada nikahku.
4. Kinayah : akau nikahi engkau. (tergantung niat).
5. Ada saksi
 
M. IDDAH
 Perempuan yang dithalak suaminya memiliki masa
iddah yaitu masa menunggu sampai ia boleh
menikah kembali dengan laki-laki lain. Lamanya
masa iddah adalah sebagai berikut :
1. Tiga kali suci, yaitu bagi perempuan yang
mengalami haid secara normal.
2. Tiga bulan, yaitu bagi wanita yang monopouse
atau belum mengalami haid sama sekali.
3. Perempuan yang sedang hamil iddahnya sampai
melahirkan. QS. Athalak : 4
4. Empat bulan sepuluh hari, yaitu cerai mati.
QS. Al-Baqarah : 234
N. HIKMAH PERNIKAHAN
1. Memelihara ketinggian derajat manusia.
2. Melalui pernikahan manusia dapat menjaga
kemuliaan dirinya yang membedakannya dengan
binatang.
3. Memelihara garis keturunan
4. Menikah merupakan jalan yang sah yang dapat
memelihara dan mengembangkan keturunan yang
jelas dan legal yang dapat berimplikasi pada
hukum pernikahan dan pewarisan.
5. Mengembangkan kasih saying
6. Setiap manusia membutuhkan rasa kasih-sayang
baik dari orang lain kepada dirinya atau
sebaliknya. Pernikahan menjadi tempat untuk
saling memberikan dan mengembangkan kasih
sayang secara bebas.

Anda mungkin juga menyukai