Anda di halaman 1dari 28

TUGAS AGAMA ISLAM

MACAM PERILAKU LUHUR ANTAR UMAT BERAGAMA

Disusun oleh :

Dewi Fatimah (201940168)

Yesika Ayu .W (201940540)

Tasya Aisyah .A .R (201940580)

Kelas : 19 A2

Prodi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Duta Bangsa Surakarta


Manusia merupakan makhluk yang berbeda dengan makhluk hidup lain, mempunyai pikiran,
akal, dan perasaan.  Namun, dengan segala pikiran, akal, dan perasaannya manusia tidak
dapat hidup sendiri.  Manusia membutuhkan orang lain atau manusia lain dalam hidupnya. 
Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial.  Dan akibat dari pergaulannya
dengan manusia lain, maka kehidupannya tidak selalu berjalan mulus.  Beberapa di
antaranya akan timbul persinggungan dan gesekan dengan manusia lain.  Karena setiap
manusia pada dasarnya unik, dan tidak bisa disamakan.

Untuk menghindari persinggungan atau gesekan dengan manusia lain atau kelompok
masyarakat lain, maka dikembangkan sikap hidup toleransi.  Sikap yang harus dimiliki setiap
manusia bila ingin hidupnya berhasil di tengah-tengah masyarakat.  Sikap tolerasni ini juga
hadir karena keanekaragaman manusia, baik secara fisik, akal, perasaan, pendapat, hingga
perbedaan suku, warna kulit, ras, dan agama.

Makna Toleransi

Tidak banyak dibahas, toleransi berasal dari bahasa latin “tolerare” yang artinya sabar dan
menahan diri atau membiarkan terhadap sesuatu yang terjadi.  Dari arti kata tersebut, maka
makna fungsi toleransi dalam kehidupan dikembangkan menjadi beberapa bagian sebagai
berikut:

 Toleransi adalah sikap atau perilaku yang saling menghormati dan menghargai semua
tindakan orang lain selama tindakan tersebut sesuai aturan dan norma dalam
masyarakat yang ada.
 Toleransi adalah sikap terbuka dan menghargai suatu individu atau masyarakat terhadap
segala bentuk keanekaragaman yang ada.
 Toleransi juga dapat berarti saling menghormati dan menghargai perbedaan dengan
orang lain, sehingga antar individu dapat saling belajar dan menolak kesenjangan
budaya sekaligus menolak segala bentuk stereotif yang tidak adil terhadap seseorang
atau sekelompok orang.
 Toleransi juga berarti sikap dan perbuatan yang tidak diskriminasi terhadap kelompok
yang berbeda, selama orang tersebut tidak melanggar aturan dan norma yang ada.

Toleransi dalam Beragama


Ada berbagai bentuk toleransi di dunia ini, sesuai dengan berbagai bentuk keragaman yang
ada.  Ada toleransi beragama, toleransi antar suku, toleransi dalam berpolitik, dan lain-lain. 
Sesuai judul dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang toleransi beragama.
Contoh sikap tolerasi antar umat beragama ialah : sikap diri kita sebagai individu atau
sebagai kelompok yang dengan keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Esa terhadap
individu atau kelompok yang berbeda. 

Toleransi tersebut dikembangkan dalam bentuk saling menghormati dan saling menghargai
atar sesame umat beragama. Toleransi yang tidak mengijinkan perbuatan diskriminatif
terhadap pemeluk agama lain. 

Yosef Lalu, pada tahun 2010 mengemukakan bahwa toleransi beragama terbagi atas 3 jenis,
sebagai berikut:

1. Toleransi Negatif
Toleransi individu atau kelompok terhadap keyakinan individu atau kelompok lain yang
berbeda, di mana isi atau ajaran serta penganutnya tidak dihargai namun dibiarkan saja.
Berbeda dengan masyarakat yang tidak menghargai isi dan umat yang berkeyakinan berbeda
karena tidak sesuai dengan aturan negara dan norma. Pada keyakinan yang tidak sesuai
dengan aturan dan norma, biasanya akan ditegakkan dengan pembubaran atau pengusiran
terhadap umat yang meyakininya.  Sedangkan pada toleransi negatif, isi dan umatnya tidak
dihargai namun dibiarkan selama masih menguntungkan kelompok agama lain yang ada. 

Contoh toleransi negatif adalah masyarakat Indonesia membiarkan komunis dan ajarannya di
zaman awal-awal merdeka. Karena dianggap pada saat itu, komunis menguntungkan posisi
Indonesia yang saat itu bersebrangan dengan Barat atau anti Amerika, dengan berdirinya
poros Indonesia – Peking.

2. Toleransi Positif
Contoh sikap toleransi antar umat beragama yang banyak diimplementasikan oleh berbagai
agama dan berbagai masyarakat di dunia. Toleransi ini tidak menghargai isi atau ajaran
agama lain yang berbeda, namun menghargai pemeluk atau penganutnya. 

Contoh pelaksanaan toleransi ini ada di hampir setiap agama yaitu meyakini hanya agama
yang dianutnya saja yang paling benar. Namun, dalam hubungannya dengan penganut agama
lain tetap saling menghargai dan saling mengormati, karena agama adalah sifat-sifat hak
asasi manusia.

3. Toleransi Ekumenis
Toleransi Ekumenis adalah Toleransi yang menghargai semua bentuk perbedaan, baik
toleransi terhadap isi/ajaran keyakinan individu lain dan toleransi pada setiap umat yang
memeluknya. Toleransi jenis ini umumnya meyakini bahwa agama dan keyakinan yang
berbeda, sama-sama benar, dan mempunyai tujuan yang sama. 

Contoh toleransi jenis ini adalah toleransi terhadap sesama pemeluk agama yang sama
dengan aliran atau paham yang berbeda.

Toleransi dalam Beragama di Indonesia

Indonesia mengakui adanya 5 agama yang dianut masyarakatnya, yaitu Islam, Kristen,
Katholik, Budha dan Hindu dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.  Sungguh suatu
keberagaman yang cukup banyak. Apalagi bila ditambah dengan berbagai agama lain yang
dianut oleh warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Agama yang dianut warga negara
asing selama sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia juga harus dihargai. Sesuai
dengan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang menjadi dasar negara, yaitu Pancasila, maka
toleransi beragama di Indonesia dikembangkan.

Nilai-nilai luhur pancasila tersebut sesuai dengan sila yang tercantum dalam Pancasila,
Ketuhanan Yang Maha Esa. UUD 1945 pasal 29 ayat 2, menguatkan tentang perlunya
toleransi beragama yang harus dilaksanakan di Indonesia “negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”. Tidak mudah menjalankan toleransi dalam beragama di
Indonesia yang bercampur dengan perbedaan suku, dan perbedaan-perbedaan lain yang
menjadikannya semakin beragam. Beberapa kali terdengar pergesekan antar umat beragama
di Indonesia. Yang dengan semangat persatuan dan kesatuan masih bisa diatasi. Beberapa
penyebab munculnya pergesekan dan ketegangan antar umat beragama antara lain, sebagai
berikut:

 Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pemeluk agama tentang agamanya sendiri
dan agama orang lain, sehingga yang sering adalah salah mengambil sikap.
 Tidak adanya pemahaman yang jelas tentang memegang teguh keyakinan beragama dan
toleransi. Misalnya, pemahaman toleransi dalam beribadah adalah membiarkan orang
yang beragama berbeda menjalankan ibadahnya, tidak termasuk ikut serta dalam ibadah
satu perayaan agama orang lain.
 Sifat dari setiap agama yang mengandung misi dakwah dan tugas dakwah, berarti dapat
mengajak orang lain atau menasehatinya untuk memeluk agama yang dianutnya. 
Selama hal tersebut tidak dilakukan dengan memaksa dan tidak dengan menghina
agama lain dan penjelasan yang sesuai logika, maka tidak akan menimbulkan
ketegangan.
 Kurangnya saling menghargai dalam perbedaan pendapat, sehingga terkadang emosi
ikut terbawa dalam perdebatan yang tidak sehat. Saling mencurigai antar contoh sikap
toleransi antar umat beragama yang berlebihan.
 Para pemeluk agama yang tidak dapat mengontrol diri sehingga dapat memandang
rendah agama orang lain. Misalnya, ketidaksetujuan atas ajaran agama orang lain yang
dilakukan dengan cara mencaci maki.

Untuk menghindari hal-hal di atas maka wujud toleransi harus lebih nyata dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia. Setiap umat beragama hendaknya dapat memahami
agamanya lebih baik, sehingga akan lebih baik pula bersikap terhadap orang yang berbeda
agama.  Persatuan di atas perbedaaan atau pluralitas hanya dapat tercapai jika masing-
masing kelompok yang berbeda dapat saling berlapang dada. Manfaatnya pun untuk
kehidupan diri kita sendiri. Manfaat tersebut antara lain:

Setelah secara rinci kita memahami makna toleransi, sebab-sebab terjadinya pergesekan
antar contoh sikap toleransi antar umat beragama di Indonesia, dan manfaat toleransi
beragama secara umum, sebaiknya kita mengetahui wujud nyata toleransi dalam beragama.
Hal ini diperlukan, agar kita lebih mengetahui dan dapat melaksanakan toleransi beragama
dengan lebih mudah.  Wujud nyata tersebut tercermin dalam contoh sikap toleransi dalam
beragama di masyarakat. Contoh-contohnya, sebagai berikut:

1. Menghormati Hak dan Kewajiban Antar Umat Beragama

Hak dan kewajiban umat beragama di Indonesia pada dasarnya sama, yaitu hak dan
kewajiban  warga negara Indonesia. Oleh karena itu, saling menghormati merupakan
contoh pertama sikap toleransi beragama.
2. Membangun dan Memperbaiki Sarana Umum

Membangun jembatan di suatu desa, memperbaiki jalan kampung bersama-sama dapat


dilakukan bersama-sama tanpa membedakan perbedaan agama yang dianut.

3. Membantu Korban Kecelakaan dan Bencana Alam

Membantu korban bencana alam dan korban kecelakaan juga merupakan bentuk
toleransi dalam beragama.  Ketika membantu dan menolong sesama, seseorang tidak
ditanyakan apa agamanya terlebih dahulu baru dibantu. Atau sebaliknya, orang yang
mau membantu tidak akan ditanyakan apa agama yang dianutnya.

4. Gotong Royong Membersihkan Kampung

Secara bersama-sama masyarakat dapat membersihkan kampung atau desanya.


Kampung adalah milik bersama yang harus dipelihara kebersihannya tanpa
membedakan agama dan kepercayaan yang diyakini seseorang.

5. Menghormati Ibadah Orang Lain

Saling menghormati orang yang sedang melakukan ibadah menjadi faktor yang penting
toleransi beragama. Contohnya, jika hari raya Nyepi di Bali, maka seluruh
masyarakatnya ikut menghormati dengan berdiam diri di rumah masing-masing tanpa
membedakan agamanya. Begitu pula jika hari Raya Idul Fitri, umat Islam tidak
diganggu kegiatan ibadah sholat Iednya yang memang akan lebih ramai dari sholat
biasa.

6. Tidak Memaksakan Agama Kepada Orang Lain

Meskipun tiap agama pada dasarnya mempunyai misi dakwah atau mengajak orang lain,
tetap perlu disadari misi dakwah tidak bersifat memaksa. Apalagi orang tersebut sudah
memiliki agama yang diyakininya.

7. Saling Menyayangi

Meskipun berbeda agama, dengan tetangga atau teman tetap saling menyayangi.  Karena
kita sama Bangsa Indonesia. Dengan saling menyayangi, kita juga dapat memperluas
pergaulan dan pengetahuan dengan tidak terbatas ruang dan waktu. Selama teman
tersebut tidak bertentangan dengan aturan di negara Indonesia.

Pentingnya Menumbuhkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi merupakan hal yang sering digaungkan dan diimpikan oleh banyak orang dari
berbagai pihak, baik pemerintah, tokoh agama, aparat keamanan, bahkan seluruh masyarakat
Indonesia, khususnya diri kita sendiri. Namun, toleransi akan menjadi mimpi belaka jika kita
tak mau berusaha untuk mewujudkannya.

Langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan atau menumbuhkan sikap
toleransi pada diri sendiri adalah kita mengetahui serta memahami apa itu toleransi.
Toleransi secara luas adalah sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari nilai
atau norma-norma agama, hukum, budaya, di mana seseorang menghargai atau menghormati
setiap yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan dalam istilah konteks sosial
budaya dan agama yang berarti sikap dan perilaku yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam
suatu masyarakat..

Dari definisi di atas kita tahu bahwa sikap toleransi merupakan sikap yang mampu dan mau
menerima serta menghargai segala perbedaan yang ada. Dalam hal ini juga sikap menerima
dan menghargai akan keragaman agama.

Terdapat sebuah hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah SAW.
“Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: Al-Hanifiyyah
As-Samhah (yang lurus lagi toleran).” Makna As-Samhah dalam konteks ini mengandung
afinitas linguistik dengan tasamuh atau samaha, sebuah terminologi arab modern untuk
merujuk pada toleransi. Hadits ini seringkali dipakai sebagai rujukan islam untuk
mendukung toleransi atas agama-agama lain. di mana beliau diutus Allah SWT, untuk
menyebarkan ajaran toleransi tersebut.

Selain itu, dalam kitab suci Umat Islam terdapat Quran Surat Al-Kafirun ayat 6, yang
berbunyi “Lakum diinukum wa liyadiin,” yang artinya adalah “Untukmu agamamu, dan
untukku agamaku.” Dalam surat ini sudah cukup untuk menunjukkan bagaimana toleransi
dalam beragama. Ini mencerminkan bagaimana untuk menghormati hak berkeyakinan
sesama manusia. Tidak memaksakan kehendak, pun tidak memkasakan seseorang untuk
memeluk suatu agama tertentu dan tidak mendeskreditkan agama lainnya. 

Menumbuhkan Rasa Nasionalisme

Selanjutnya, setelah memahami apa itu toleransi, perlu kiranya kita menumbuhkan rasa
nasionalisme dalam diri. Sebagai bagian dari warga Negara Indonesia, baiknya kita tidak
hanya sekadar tahu dan hapal isi pancasila, namun juga paham makna dari setiap silanya.
Seperti dalam sila pertama Pancasila, aspek agama disebut pertama kali. Hal ini merupakan
pertanda bahwa agama merupakan salah satu kebebasan manusia untuk meyakini apa yang
diyakininya.

Selain itu, kita sebagai warga Negara Indonesia harus berpegang teguh pada nilai-nilai
Pancasila di setiap kegiatan yang kita lakukan. Mengingat bahwa Pancasila merupakan dasar
dan ideologi negara. Selain memahami Pancasila, mengingat semboyan Negara Indonesia
yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika” itu juga dirasa sangatlah perlu. Semboyan tersebut
bermakna bahwa dengan segala perbedaan yang ada tak lantas membuat kita terpecah-belah
begitu saja. Berbeda-beda namun tetap satu.

Perlu kita ketahui pula  bahwa tak hanya Pancasila yang turut mengatur soal agama, negara
pun turut mengatur tentang agama ke dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI pasal 29
ayat (1) dan ayat (2). Pasal 1 berbunyi, “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dan pasal 2 berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Dari
situ jelas sudah bahwa Undang-Undang yang dibuat oleh negara kita tak hanya sekadar
dibuat, tetapi juga untuk dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dan tujuan dari
dibuatnya Undang-Undang tersebut juga sudah jelas bahwa Negara Indonesia memberi
jaminan kemerdekaan atau kebebasan untuk setiap warganya menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinan masing-masing.

Bijak dalam Bermedia

Bijak dalam bermedia pun perlu, tidak mudah menyerap segala informasi dan isu-isu yang
beredar sebelum ditelisik kebenarannya. Apalagi berita hoax masih marak terjadi dan beredar
di mana-mana. Terkadang ada saja berita atau isu-isu yang mengandung ujaran kebencian,
menyulut amarah masyarakat, serta memojokkan atau menuduh kelompok atau oknum
tertentu. Menanggapi hal ini, Faris Khairul Anam dalam bukunya yang berjudul Fikih
Jurnalistik; Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam (2009) menyampaikan beberapa hal
yang bisa kita lakukan ketika menerima sebuah berita.

Hal pertama yang kita lakukan ketika mendapat berita adalah menelisik apakah berita itu
benar? Jika tidak atau belum pasti benar, maka jangan disebarkan. Faris Khairul Anam
mendasari hal ini berdasarkan sebuah hadits yang berbunyi :

 “Barangsiapa tergesa, akan salah.” (THR. Al-Hakim). 

“Cukup seseorang dinilai berbohong, dengan mengatakan setiap yang ia dengar.” (THR.
Muslim). 

Jika benar, langkah selanjutnya adalah memastikan apakah berita tersebut bermanfaat? Jika
tidak, maka jangan disebarkan. Jika berita itu bermanfaat, maka barulah kita menyebarkan
berita tersebut. Dalam hal ini, Faris Khairul Anam juga melandasinya dari sebuah hadits
yang berbunyi :

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah kebaikan atau diamlah.”
(THR. Bukhari-Muslim). 

Menjalin Silaturahmi Antar Umat Beragama

Selanjutnya, perlulah kiranya kita untuk saling menjaga silaturahmi antar umat beragama
supaya tidak saling curiga. Saling berkomunikasi anatar satu umat Bergama satu dengan
umat beragama lainnya. Berdiskusi juga penting. Supaya kita tahu seperti apa ajaran dari
agama-agama lainnya. Dari situ wawasan dan pikiran kita terbuka luas. Dengan begitu, rasa
saling curiga, perilaku menghakimi orang atau kelompok lain, serta sikap intoleransi tak
terjadi.

Masih banyak hal baik lainnya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi.
Menumbuhkan sikap toleransi sangatlah diperlukan oleh umat beragama. Jika tidak, maka
yang terjadi adalah timbulnya perpecahan dan permusuhan. Jangan sampai karena adanya
perbedaan, Indonesia menjadi terpecah belah. Karena pada hakikatnya negara Indonesia
adalah negara yang tidak hanya memiliki banyak sekali keragaman agama, namun juga
budaya, bahasa, suku, dan ras.

Ayat Al-Qur’an tentang Toleransi

Surah Al-Kafirun :

َ‫ َوال‬# ‫ن َما اَ ْعبُ ُد‬Tَ ‫ َوالَ َأ ْنتُ ْم َعابِ ُد ْو‬# ‫ الَ اَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُد ْو َن‬# ‫قُلْ يَاَأيُّهَا ْال َكافِر ُْون‬
‫ لَ ُك ْم ِد ْينُ ُك ْم َولِ َي ِدي ِْن‬# ‫ َوالَ َأ ْنتُ ْم َعابِ ُد ْو َن َما اَ ْعبُ ُد‬# ‫َأنَا َعابِ ُد َما َعبَ ْدتُ ْم‬
Artinya: Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Q.S.
al-Kafirun: 1-6).

Ayat ini turun saat orang-orang kafir Quraisy mencari-cari cara untuk menghentikan dakwah
Rasulullah saw.. Setelah mereka gagal membujuk Rasulullah saw. dengan tahta, wanita, dan
harta, maka mereka pun sekarang hendak membujuknya dengan berkompromi (bertoleransi)
untuk saling menyembah Tuhan satu dengan Tuhan yang lain. Artinya, kaum kafir Quraisy
hendak meminta Rasulullah untuk menyembah Tuhan mereka pada tahun tertentu dan
mereka akan menyembah Allah pada tahun lainnya (bergantian). Maka ayat ini menjawab
ajakan itu dengan menolaknya dengan tegas, bahwa toleransi yang seperti ini tidaklah tepat.

Kesimpulan:

Islam tegas untuk hanya menyembah dan patuh pada perintah Allah, tidak akan
menyekutukannya dengan lainNya.

Islam tidak memaksa kaum lain untuk menyembah Allah karena kewajiban umat Islam
hanya menyampaikan dakwah, tidak untuk memaksa masuk Islam.

Yunus 40-41 :

‫ َواِ ۡن‬.‫َو ِم ۡنهُمۡ َّم ۡن ي ُّۡؤ ِم ُن ِب ٖه َو ِم ۡنهُمۡ َّم ۡن اَّل ي ُۡؤ ِم ُن بِ ٖه‌ؕ َو َرب َُّك اَ ۡعلَ ُم بِ ۡال ُم ۡف ِس ِد ۡي َن‬
‫ى ٌء ِّم َّما‬ ٓ ۡ ‫ك فَقُلْ لِّ ۡى َع َملِ ۡى َولَـ ُكمۡ َع َملُ ُك ۚمۡ‌ اَ ۡنـتُمۡ بَ ِر ۡ ٓيــ ُۡٔو َن ِم َّم ۤا اَ ۡع َم ُل َواَنَا بَ ِر‬
َ ‫َك َّذب ُۡو‬
‫تَ ۡع َملُ ۡو َن‬

Artinya: Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur’an, dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui
tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka
Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap
apa yang Aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
Yunus: 40-41)

Kesimpulan :

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy
ada yang beriman dan ada juga yang tidak. Allah SWT mengetahui orang-orang yang
berbuat kerusakan di bumi, yaitu mereka yang musyrik dan berbuat zalim serta aniaya.

Bentuk toleransi yang ada pada ayat ini adalah jika mendapati orang-orang yang
mendustakan agama Islam, maka umat Islam tidak perlu marah, namun katakan kepadanya
“Atasmu amalmu dan atasku amalku karena setiap amal akan dipertanggungjawabkan.”

Al Kahfi : 29

‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم ۖ فَ َم ْن َشا َء فَ ْليُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُرْ ۚ ِإنَّا َأ ْعتَ ْدنَا‬


ُّ ‫َوقُ ِل ْال َح‬
‫ين نَارًا َأ َحاطَ بِ ِه ْم س َُرا ِدقُهَا ۚ َوِإ ْن يَ ْستَ ِغيثُوا يُ َغاثُوا بِ َما ٍء َك ْال ُمه ِْل يَ ْش ِوي‬ Tَ ‫لِلظَّالِ ِم‬
‫ت ُمرْ تَفَقًا‬ َ ‫ْال ُوجُوهَ ۚ بِْئ‬
ْ ‫س ال َّش َرابُ َو َسا َء‬
Artinya : Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Q.S. al-Kahfi: 29)

Kesimpulan:

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy
ada yang beriman dan ada juga yang tidak. Hidayah ada di Allah, maka tugas umat Islam
hanya menyampaikan dakwah. Jika dakwah diterima ataupun ditolak, maka hal yang musti
dilakukan adalah menyerahkan segala urusan kepadaNya.

Bentuk toleransi dalam ayat ini adalah tidak memaksakan hidayah atas seseorang, namun
hanya menyampaikan bahwa atas orang-orang yang zalim (yaitu mengingkari dakwah),
maka Allah mengancam atasnya neraka.

Surat Al-Baqarah 256 :

ِ ‫ين قَ ْد تَبَي ََّن الرُّ ْش ُد ِم َن ْال َغ ِّي فَ َم ْن يَ ْكفُرْ ِبالطَّا ُغو‬


‫ت َويُْؤ ِم ْن‬ ِ ‫ال ِإ ْك َراهَ فِي ال ِّد‬
َ ِ‫ك بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَى ال ا ْنف‬
‫صا َم لَهَا َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ‫بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َس‬

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat
Kuat (Islam) yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ayat ini berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin ‘Auf yang
mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang ia sendiri seorang Muslim. Ia
bertanya kepada Nabi Saw: “Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat
kepadaku, dan tetap ingin beragama Nasrani?.” Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat
tersebut bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.

Kesimpulan
Tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah
kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan nasihat-
nasihat yang wajar sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan
mereka sendiri.

Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian tetapi mereka
tidak juga mau beriman itu bukanlah urusan kita melainkan urusan Allah swt..

Telah jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. Maka barangsiapa yang mengikuti
kebenaran, atasnya kebaikan. Namun jika mengikuti hawa nafsunya, maka atasnya
penyesalan di kemudian hari.

Surat Yunus ayat 99 :

‫اس َحتَّى‬ َ ‫ض ُكلُّهُ ْم َج ِميعًا َأفََأ ْن‬


َ َّ‫ت تُ ْك ِرهُ الن‬ ِ ْ‫َولَ ْو َشا َء َرب َُّك آل َم َن َم ْن فِي األر‬
َ ِ‫ ُمْؤ ِمن‬T‫يَ ُكونُوا‬
‫ين‬
Artinya : Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya. (QS. Yunus (10) : 99).

Kesimpulan :

Ayat ini menerangkan bahwa jika Allah berkehendak agar seluruh manusia beriman kepada-
Nya, maka hal ini akan terlaksana, karena untuk yang melakukan yang demikian adalah
mudah bagi-Nya. Sesungguhnya, andaikan Tuhanmu menghendaki untuk tidak menciptakan
manusia dalam keadaan siap menurut fitrahnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan,
dan untuk beriman atau kafir dan dengan pilihannya sendiri dia lebih suka kepada salah satu
diantara perkara-perkara yang mungkin dilakukan, dengan meninggalkan kebalikannya
melalui kehendak dan kemauannya sendiri, tentu semua itu Allah lakukan. Namun,
kebijaksanaan Allah tetap untuk menciptakan manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
mempertimbangkan sendiri dengan pilihannya, apakah akan beriman atau kafir, sehingga ada
sebagian manusia yang beriman dan adapula yang kafir.

Hadis tentang toleransi :


ُّ‫ان َأ َحب‬
ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأيُّ اَْأل ْدي‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫يل لِ َرس‬ َ ِ‫ال ق‬ َ َ‫س ق‬ ٍ ‫َع ِن اب ِْن َعبَّا‬
ُ‫ال ْال َحنِيفِيَّةُ ال َّس ْم َحة‬
َ َ‫ِإلَى هَّللا ِ ق‬.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang
paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus
lagi toleran)”

‫ال َر ِح َم هَّللا ُ َر ُجاًل َس ْمحًا ِإ َذا بَا َع َوِإ َذا‬


َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ َ‫ا ْشتَ َرى َوِإ َذا ا ْقت‬.
‫ضى‬
Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Allah merahmati orang yang memudahkan ketika
menjual dan ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara”.

Wallahu a’lam

Ayat Tentang Toleransi ‫ون َما َأ ْعبُ ُد‬


َ ‫ َواَل َأ ْنتُ ْم َعابِ ُد‬Arab-Latin: wa lā antum 'ābidụna
mā a'bud Terjemah Arti: dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah.

Surat Al-Kafirun Ayat 5 Terjemahan Tafsir Bahasa Indonesia (Isi Kandungan)

Kalian juga tidak akan pernah menyembah apa yang aku sembah,” Ayat ini turun berkaitan
dengan orang orang musyrik tertentu yang Allah telah mengetahui bahwa mereka tidak akan
beriman selamanya, (Tafsir al-Muyassar) 5. Kalian pun tidak menyembah apa yang aku
sembah, yaitu Allah semata. (Tafsir al-Mukhtashar) 5. Dan kalian bukanlah penyembah
Tuhanku di waktu yang sama ketika Aku menyembahNya. Kalian tidak beribadah sesuai

peribadatanku yang benar. (Tafsir al-Wajiz) 5 . ‫( َو اَل ۤ اَ ۡنـتُمۡ ٰعبِ ُد ۡو َن َم ۤا اَ ۡعبُ ُد‬dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah) Yakni dan kalian di masa
mendatang tidak akan menyembah Allah selama kalian tetap pada kekafiran dan
penyembahan kepada berhala-berhala itu. sebab ibadah orang kafir dan musyrik tidak akan
diterima. Pendapat lain mengatakan bahwa pengulangan ayat ini adalah untuk memberi
penekanan untuk menghilangkan keinginan orang-orang kafir agar Rasulullah menerima
permintaan mereka menyembah tuhan-tuhan mereka. (Zubdatut Tafsir)

ِ ‫“ لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي ِد‬Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".


‫ين‬
Surat Al-Kafirun Ayat 6 Bagi kalian agama kalian yang kalian bersikukuh
mempertahankannya, dan bagiku agamaku yang aku tidak akan mencari selainnya. (Tafsir
al-Muyassar) 6. Bagi kalian agama kalian yang telah kalian buat untuk diri kalian sendiri dan
bagiku agamaku yang diturunkan Allah q kepadaku. (Tafsir al-Mukhtashar) 6. Bagi kalianlah
agama kalian, yaitu kemusyrikan yang kalian yakini. Dan bagiku agamaku yaitu tauhid dan
Islam yang Aku yakini dan tidak akan Aku ingkari. Kesimpulannya yaitu bahwa Tuhan yang
kita sembah tidak sama, dan peribadatan kita juga tidak sama. Bagi kalian agama kalian dan
kalian bertanggung jawab atas hal itu, dan bagiku agamaku dan aku bertanggung jawab atas

hal itu. (Tafsir al-Wajiz) 6. ‫( لَـ ُكمۡ ِد ۡينُ ُكمۡ َولِ َى ِد ۡي ِن‬Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku) Yakni jika kalian telah rela dengan agama kalian, maka aku juga telah rela dengan
agamaku. Dan agama kemusyrikan kalian itu hanya bagi kalian dan tidak akan
mempengaruhiku; begitu pula agama ketauhidanku hanya bagiku dan tidak akan sampai
kepada kalian pahalanya. (Zubdatut Tafsir)

‫ب يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ۗ ِإ َّن هَّللا َ لَ ُذو فَضْ ٍل َعلَى‬


َ ‫ُون َعلَى هَّللا ِ ْال َك ِذ‬
َ ‫ين يَ ْفتَر‬ Tَ ‫َو َما ظَ ُّن الَّ ِذ‬
َ ‫اس َو ٰلَ ِك َّن َأ ْكثَ َرهُ ْم اَل يَ ْش ُكر‬
‫ُون‬ ِ َّ‫الن‬
Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari
kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas
manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).

Surat Yunus Ayat 60 :

Dan apakah prasangka orang-orang yang mengada-adakan kedustaan atas nama Allah pada
hari perhitungan amal,dimana mereka menambahkan kepadanya pengharaman apa yang
tidak Allah haramkan dari macam-macam rizki dan bahan makanan sehari-hari, tentang apa
yang akan diperbuat Allah terhadap mereka pada hari kiamat akibat kedustaan dan
kebohongan mereka terhadap Allah? apakah mereka mengira bahwa Dia sesungguhnya akan
meberikan toleransi dan mengampuni mereka? sesungguhnya Allah memiliki karunia atas
makhlukNya; dengan tidak menyegerakan hukuman bagi orang yang mengadakan kedustaan
atas namaNya di dunia dan menangguhkan waktu baginya. Akan tetapi,kebanyakan orang
tidak bersyukur kepada Allah atas kemurahanNya pada mereka dengan memberikan semua
itu. (Tafsir al-Muyassar) 60. Apa gerangan yang dibayangkan oleh orang-orang yang
membuat kebohongan atas nama Allah tentang apa yang akan menimpa mereka di hari
Kiamat? Apakah mereka menyangka bahwa Allah akan mengampuni mereka? Mana
mungkin?! Sesungguhnya Allah benar-benar bermurah hati kepada manusia dengan memberi
mereka tenggang waktu dan tidak menyegerakan hukuman mereka. Akan tetapi kebanyakan
dari mereka mengingkari nikmat yang Allah berikan kepada mereka dan tidak mau
mensyukurinya. (Tafsir al-Mukhtashar) 60 Apa sebenarnya yang diduga oleh orang-orang
yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah
benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, tetapi kebanyakan mereka

tidak mensyukurinya (Tafsir al-Wajiz) 60 َ ‫ُون َعلَى هللاِ ْال َك ِذ‬


. ‫ب‬ Tَ ‫َو َما ظَ ُّن الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْفتَر‬
‫( يَ ْو َم ْالقِ ٰي َم ِة‬Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah pada hari kiamat?) Yakni menurut sangkaan mereka, apa yang Allah akan lakukan
kepada mereka di hari kiamat? (Zubdatut Tafsir)

‫ار ُك ْم َأ ْن‬ Tَ ‫اَل يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذ‬


ِ ‫ين لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي ال ِّد‬
ِ َ‫ين َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُك ْم ِم ْن ِدي‬
َ ‫تَبَرُّ وهُ ْم َوتُ ْق ِسطُوا ِإلَ ْي ِه ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط‬
‫ين‬
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Surat Al-Mumtahanah Ayat 8.

Allah tidak melarang kalian (wahai orang-orang beriman) untuk menghormati dan berlaku
adil dengan berbuat baik dan melakukan kebajikan kepada orang-orang kafir yang tidak
memerangi kalian disebabkan oleh agama dan mereka tidak mengusir kalian dari negeri
kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil dalam perkataan dan perbuatan
mereka. (Tafsir al-Muyassar) 8. Allah tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak
memerangi kalian karena keislaman kalian dan tidak mengusir kalian dari rumah-rumah
kalian untuk berbuat baik kepada mereka dan adil di antara mereka dengan cara memberikan
kepada mereka apa yang menjadi hak mereka atas kalian. Sebagaimana yang dilakukan
Asma` binti Abu Bakar aṣ-Ṣiddiq terhadap ibunya ketika ia mengunjunginya setelah minta
izin dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memerintahkannya untuk
menyambung silaturrahim dengannya. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
adil, yang berbuat adil terhadap diri mereka sendiri, keluarga mereka dan orang-orang yang
berada dibawah tanggung jawabnya. (Tafsir al-Mukhtashar) 8. Allah tidak akan
melarang kalian untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi agama kalian
dan tidak mengusir kalian dari kampong halaman kalian. Kalian diperbolehkan
bersilaturrahim dengan mereka atau saling mengasihi sesama tetangga. Allah juga tidak
melarang kalian memperlakukan mereka dengan adil. Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil dan membersihkan jiwa mereka. Maksudnya adalah Allah tidak melarang untuk
mencintai mereka dan memperlakukan mereka dengan adil. (Tafsir al-Wajiz) 8.

ِ ‫ين لَ ْم ي ُٰقتِلُو ُك ْم فِى ال ِّد‬


‫ين َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُكم ِّمن ِد ٰي ِر ُك ْم‬ Tَ ‫اَّل يَ ْنهَ ٰى ُك ُم هللاُ َع ِن الَّ ِذ‬
(Allah tidak melarang kamu terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu) Yakni Allah tidak melarang kalian dari
mereka. ‫(َأن تَبَرُّ وهُ ْم‬untuk berbuat baik) Yakni melakukan kebaikan kepada mereka, seperti
melakukan silaturrahim, menghormati tetangga, dan menjamu tamu.

‫ۚ وتُ ْق ِسطُ ٓو ۟ا ِإلَ ْي ِه ْم‬


َ
(dan berlaku adil) Yakni berbuat adil antara kalian dan mereka dengan menunaikan hak
mereka, seperti menepati janji, dan menyampaikan amanat, memenuhi pembayaran dengan
sempurna jika memberi dari mereka.

َ ‫ِإ َّن هللاَ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط‬


‫ين‬
(Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil) Makna ayat ini adalah Allah
tidak melarang kalian dari orang-orang yang kafir yang memiliki perjanjian dengan orang-
orang beriman untuk tidak saling berperang dan tidak membantu orang kafir lain dalam
memerangi mereka. Dan Allah tidak melarang untuk berinteraksi dengan mereka secara adil.

(Zubdatut Tafsir)
‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ۖ ْالحُرُّ بِ ْالحُرِّ َو ْال َع ْب ُد‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬َ ِ‫ين آ َمنُوا ُكت‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
ِ ‫ع بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬ ٌ ‫بِ ْال َع ْب ِد َواُأْل ْنثَ ٰى بِاُأْل ْنثَ ٰى ۚ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن َأ ِخي ِه َش ْي ٌء فَاتِّبَا‬
َ ِ‫يف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ ۗ فَ َم ِن ا ْعتَ َد ٰى بَ ْع َد ٰ َذل‬
ُ‫ك فَلَه‬ ٌ ِ‫ك تَ ْخف‬ َ ِ‫ان ۗ ٰ َذل‬
ٍ ‫َوَأ َدا ٌء ِإلَ ْي ِه بِِإحْ َس‬
‫َع َذابٌ َألِي ٌم‬
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. —

Surat Al-Baqarah Ayat 178

Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul Nya, serta mengerjakan amal
sesuai dengan syariat Nya, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk memberlakukan hukum
qisas terhadap pembunuhan dengan sengaja membunuh, dengan syarat adanya kesetaraan
dan persamaan status; yaitu orang merdeka dibunuh dengan orang merdeka, hamba sahaya
dibunuh dengan hamba sahaya, dan wanita dibunuh dengan wanita. Maka barangsiapa
mendapatkan toleransi dari wali yang terbunuh dengan pemberian pengampunan dari hukum
qisas, dan mau menerima dengan cukup mengambil diyatnya (nominal uang tertentu yang
dibayarkan oleh pelaku pembunuhan sebagai pengganti atas pengampunan bagi dirinya)
maka hendaknya kedua belah pihak tetap berkomitmen untuk berlaku baik, maka wali
korban meminta diyat tanpa kekerasan, dan sang pembunuh membayarkan diatnya kepada
wali korban dengan baik,tanpa penundaan dan pengurangan. Pemberian maaf beserta
pengambilan diyat itu merupakan bentuk keringanan dari Tuhan kalian dan rahmat terhadap
kalian, dimana didalamnya ada unsur kemudahan dan kemanfaatan yang dicapai. Maka
barangsiapa yang membunuh si pelaku pembunuhan setelah dimaafkan dan mengambil
diyatnya, maka baginya siksaan yang pedih dengan dibunuh sebagian hukum qishash di
dunia atau dengan api neraka di akhirat kelak. (Tafsir al-Muyassar) 178. Wahai orang-orang
yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, diwajibkan kepada kalian
menghukum orang yang membunuh orang lain secara sengaja dan karena permusuhan
dengan hukuman yang sama dengan kejahatan yang dilakukannya. Maka orang yang
merdeka harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh orang yang merdeka. Seorang
budak harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang budak. Seorang wanita harus
dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang wanita. Apabila si korban -sebelum
menghembuskan nafas terakhirnya- atau keluarganya memaafkan si pelaku dengan imbalan
diat (sejumlah harta yang dibayarkan oleh pembunuh sebagai kompensasi bagi pengampunan
atas kejahatannya), maka pihak yang memaafkan harus memperlakukan si pembunuh dalam
menuntut pembayaran diat itu secara wajar, bukan dengan menyebut-nyebut kebaikannya
sendiri dan meyakiti hati si pelaku. Dan pihak pelaku pun harus membayar diat tersebut
dengan cara yang baik, tanpa menunda-nunda. Pemberian maaf dan pembayaran diat itu
adalah keringanan yang Allah berikan kepada kalian, dan merupakan rahmat yang Dia
berikan kepada umat ini. Maka barangsiapa menyerang si pembunuh setelah ada pemberian
maaf dan pembayaran diat itu, niscaya baginya azab yang menyakitkan dari Allah -Ta'ālā-.
(Tafsir al-Mukhtashar) 178. Wahai orang-orang mukmin, telah diwajibkan atas kalian
hukum qishash atas pembunuhan yang dilakukan sengaja, bukan pembunuhan yang lainnya,
yang mana qishash itu dilakukan oleh wali perkara tersebut berdasarkan kaidah persamaan,
yang mana orang yang merdeka dibunuh karena membunuh orang merdeka, dan hamba
dibunuh karena membunuh hamba. Jadi tidak boleh orang yang merdeka dibunuh karena
membunuh hamba. Jumhur ulama’ selain mazhab hanafi tidak memperbolehkan membunuh
orang muslim karena membunuh orang kafir berdasarkan sunnah yang telah ditetapkan. Dan
wanita itu dibunuh wanita karena membunuh wanita begitu juga laki-laki. Dan laki-laki itu
dibunuh karena membunuh wanita sebagai penerapan hadits “Wa innarrajula yuqtalu bil
mar’ah” Maka ketika pembunuh itu diampuni oleh walinya agar tidak diqishash secara
cuma-cuma atau dengan diyat, maka tuntutan terhadap pembunuh harus dilakukan dengan
baik. Dan tidak diwajibkan bagi pembunuh untuk membayar diyat sekaligus jika dalam
keadaan sulit. Dan wajib baginya untuk membayar diyat kepada wali orang yang terbunuh
dengan baik tanpa menunda-nunda, mengingkarinya atau menyakitinya dalam bentuk
ucapan. Hukum terkait pemberian maaf atau diyat itu adalah salah satu syariat untuk
meringankan kalian wahai orang-orang mukmin. Dan pemaafan itu adalah sebagai gantinya
baik secara cuma-cuma atau dengan tebusan (diyat). Ketika hal ini dihubungkan dengan
hukum taurat yang terbatas hukumannya pada qishash saja, maka hal ini adalah rahmat bagi
kalian. Maka barangsiapa melanggarnya setelah adanya pemaafan atau pembayaran diyat
dengan membalas dendam kepada pembunuh maka baginya itu azab yang pedih di akhirat.
Dan qishash itu dilakukan di dunia. Ayat ini turun (sebagaimana yang disebutkan oleh
Qatadah, Asy-Sya’biy dan lainnya) untuk menghindari tindakan melampaui batas dan
kesewenang-wenangan orang-orang Jahiliyyah yang memperbolehkan orang yang merdeka
membunuh hamba, laki-laki membunuh perempuan, serta membunuh orang lain selain
pembunuh. (Tafsir al-Wajiz) 178.

َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬


ُ‫صاص‬ َ ِ‫ُكت‬
(diwajibkan atas kamu qishaash) Yakni barang siapa yang membunuh seorang muslim
dengan sengaja dan karena permusuhan maka dia wajib dibunuh sebagai hak dari pihak
keluarga terbunuh sebagai balasan atas perbuatannya.

‫د ِب ْال َع ْب ِد‬Tُ ‫ْالحُرُّ بِ ْالحُرِّ َو ْال َع ْب‬


(orang merdeka dengan orang merdeka) Dipahami dari potongan ayat ini bahwa orang
merdeka harus dibunuh jika membunuh orang merdeka dan hamba sahaya harus dibunuh
jika membunuh hamba sahaya. Namun apabila orang merdeka membunuh hamba sahaya
maka dia tidak dijatuhi hukuman mati. Jumhur ulama berpendapat apabila orang muslim
membunuh orang kafir maka dia tidak dijatuhi hukuman mati, mereka berdalil dengan hadist

Nabi: (‫“ )ال يقتل مسلم بكافر‬tidak dibunuh orang muslim sebab membunuh orang
kafir”.

‫ۚ واُأْلنثَ ٰى بِاُأْلنثَ ٰى‬


َ (dan wanita dengan wanita)
Yakni perempuan ini harus dibunuh karena membunuh perempuan lain, terlebih lagi apabila
membunuh laki-laki. Begitupun laki-laki harus dibunuh karena membunuh perempuan,

dengan dalil dari sabda Nabi: (‫“ )وإن الرجل يقتل بالمرأة‬dan sesungguhnya laki-laki
harus dibunuh karena membunuh perempuan”. ‫فَ َم ْن ُعفِ َى لَهۥُ ِم ْن َأ ِخي ِه َش ْى ٌء‬
(Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya) Yakni apabila
pembunuh atau pelaku kejahatan dimaafkan oleh korban, wali korban, atau orang yang
berhak membalasnya maka mereka berhak mendapatkan diyah (tebusan) ataupun ganti rugi.
ٌ ‫( فَاتِّبَا‬hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik) Yakni hendaklah
‫ع‬
yang memiliki hak menuntut haknya dengan cara yang baik, seperti memberi tenggang

waktu kepada yang mempunyai kesulitan untuk membayar. ‫ۗ وَأ َدآ ٌء ِإلَ ْي ِه بِِإحْ ٰس ٍن‬
َ (dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik (pula) ) Yakni dengan tidak menunda-nunda, mengingkari, atau membalas dengan

perkataan yang buruk. ‫يف‬ َ ِ‫( ٰذل‬Yang demikian itu adalah suatu keringanan)
ٌ ِ‫ك تَ ْخف‬
Yakni berupa pemberian maaf namun mendapatkan ganti berupa diyah. Allah
mensyari’atkan untuk umat ini qishash dan pemberian maaf tanpa diyah atau dengan diyah;
hal ini agar tidak memberatkan umat ini. Tidak sebagaimana telah memberatkan orang-orang
Yahudi yang mewajibkan qishash atau pemberian maaf tanpa diyah. Tidak pula sebagaimana
telah memberatkan orang-orang Nasrani yang mewajibkan pemberian maaf tanpa diyah.

‫( فَ َم ِن ا ْعتَ َد ٰى بَ ْع َد ٰذلِك‬Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu)


Yakni setelah pemberian maaf, semisal setelah mengambil diyah kemudian tetap membunuh
si pembunuh atau telah memaafkan namun kemudian mengqishash. (Zubdatut Tafsir

َ ‫ون الَّ ِذ‬


‫ين‬ َ ‫ف يَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ون َم َع هَّللا ِ ِإ ٰلَهًا‬
َ ‫آخ َر ۚ فَ َس ْو‬ َ ُ‫يَجْ َعل‬
(Yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah; maka
mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). —

Surat Al-Hijr Ayat 96. Sesungguhnya Kami telah memelihara kamu dari orang-orang yang
mengolok-ngolok lagi menertawakanmu, dari para pembesar suku quraisy yang mengadakan
sekutu bersama Allah dari patung-patung dan lainnya. Maka mereka akan mengetahui
kesudahan nasib mereka di dunia dan di akhirat. (Tafsir al-Muyassar) 96. Orang-orang yang
mengangkat sesembahan tandingan bersama Allah, mereka akan mengetahui akibat buruk
dari kesyirikan mereka. (Tafsir al-Mukhtashar) 96.Mereka pengolok-olok adalah orang-
orang yang menganggap adanya tuhan yang lain selain Allah; maka mereka kelak akan
mengetahui akibat-akibatnya baik di dunia maupun di akhirat. Ayat ini turun untuk para
pengolok Nabi yang bermain mata atas olokan itu, ini adalah janji untuk mereka untuk
balasan di akhirat atas olok-olok dan kesyirikan (Tafsir al-Wajiz) 96.
َ ‫هللا ِإ ٰلهًا َء‬
‫اخ َر‬ َ ‫ۚ الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يَجْ َعل‬
ِ ‫ون َم َع‬
(Yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah) Yakni dosa
mereka tidak hanya karena mengolok-olok Rasulullah, namun mereka juga memiliki dosa

lain yaitu menyekutukan Allah. َ ‫ف يَ ْعلَ ُم‬


‫ون‬ َ ‫( فَ َس ْو‬maka mereka kelak akan mengetahui)
Mengetahui bagaimana kesudahan mereka di akhirat. (Zubdatut Tafsir)

ِ ‫ َربُّنَا هَّللا ُ ۗ َولَ ْواَل َد ْف ُع هَّللا‬T‫ق ِإاَّل َأ ْن يَقُولُوا‬ ‫الَّ ِذ َ ُأ‬


ِ َ‫ين ْخ ِرجُوا ِم ْن ِدي‬
ٍّ ‫ار ِه ْم ِب َغي ِْر َح‬
‫اج ُد ي ُْذ َك ُر فِيهَا‬ ِ ‫ات َو َم َس‬ ٌ ‫صلَ َو‬ َ ‫ص َوا ِم ُع َوبِيَ ٌع َو‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ْض لَهُ ِّد َم‬
ٍ ‫ْضهُ ْم بِبَع‬
َ ‫اس بَع‬ َ َّ‫الن‬
‫ص ُرهُ ۗ ِإ َّن هَّللا َ لَقَ ِويٌّ َع ِزي ٌز‬
ُ ‫ا ْس ُم هَّللا ِ َكثِيرًا ۗ َولَيَ ْنص َُر َّن هَّللا ُ َم ْن يَ ْن‬
Artinya : (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan
yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya
Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan
masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti
menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat
lagi Maha Perkasa, —

Surat Al-Hajj Ayat 40 : Yaitu, orang-orang yang terpaksa keluar meninggalkan kampung
halaman mereka, bukan karena sesuatu (kesalahan) yang mereka perbuat selain karena
mereka memeluk agama Islam dan mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah semata.”
Seandainya bukan karena ketetapan yang sudah Allah syariatkan, untuk menolak kezhaliman
yang mengambil manfaat darinya oleh setiap pengikut agama yang diturunkan dan menolak
kebatilan dengan jihad yang dizinkan pastilah kebenaran akan terpecundangi pada setiap
ummat, dan tentulah bumi akan rusak, dan robohlah tempat-tempat ibadah di muka bumi,
seperti biara-biara para rahib, gereja-gereja umat Nasrani dan tempat-tempat penyembahan
kaum Yahudi, serta masjid-masjid yang kaum Muslimin mengerjakan shalat di dalamnya
dan mengingat Nama Allah di sana dengan sebanyak-banyaknya. Barangsiapa bersungguh-
sungguh untuk membela agama Allah, maka sesungguhnya Allah menjadi penolongnya
terhadap musuhnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, tidak terkalahkan, lagi Maha perkasa,
yang tidak dapat terjamah; Dia telah menundukkan semua makhluk dan menggenggam
ubun-ubun mereka. (Tafsir al-Muyassar) 40. Yaitu orang-orang yang diusir oleh orang-orang
kafir dari kampung halaman mereka secara zalim, tanpa memiliki dosa apapun, melainkan
hanya karena menyatakan, "Tuhan kami adalah Allah, tiada Tuhan kami selain-Nya," Dan
seandainya Allah tidak mensyariatkan kepada para Nabi dan orang-orang beriman syariat
perang terhadap musuh-musuh mereka, niscaya mereka akan membinasakan tempat-tempat
ibadah, mereka pasti akan merobohkan biara-biara para rahib, gereja-gereja Nasrani, rumah-
rumah ibadah Yahudi, dan masjid-masjid umat islam yang dibangun untuk tempat ibadah,
padahal di dalamnya kaum muslimin banyak menyebut nama Allah, dan Allah pasti akan
menolong orang yang menolong agama dan nabi-Nya, sungguh Dia Maha Kuat untuk
menolong orang yang menolong agama-Nya, lagi Maha Perkasa yang tidak akan dikalahkan
oleh siapa pun. (Tafsir al-Mukhtashar) 40. Orang yang diizinkan untuk berperang adalah
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka Makkah dan diambil harta
mereka tanpa alasan yang benar, karena mereka tidak berbuat kesalahan apapun. Namun
mereka diusir karena mengatakan: "Tuhan kami hanyalah Allah. Dan sekiranya Allah tidak
menolak keganasan sebagian manusia kepada yang lain, maka pasti biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, orang muslim yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah telah dirobohkan. Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat, Maha
Kuasa lagi Maha Perkasa, Maha tidak terkalahkan dan tidak bisa terkalahkan (Tafsir al-
Wajiz) 40.

۟ ‫ين ُأ ْخرج‬
ٍّ ‫ُوا ِمن ِد ٰي ِر ِهم ِب َغي ِْر َح‬
‫ق‬ َ ‫الَّ ِذ‬
ِ
yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar)
Yakni dari rumah-rumah milik kaum Muhajirin yang mereka tinggalkan di Makkah

T۟ ُ‫ۗ ِإآَّل َأن يَقُول‬


. ُ‫وا َربُّنَا هللا‬
(namun hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”) Mereka diusir hanya
karena mereka mengatakan “Tuhan kami adalah Allah”

ِ ‫َولَ ْواَل َد ْف ُع‬


َ َّ‫هللا الن‬
‫اس‬
(Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia) Yakni seandainya Allah
tidak mensyariatkan perang bagi para Nabi dan orang-orang beriman melawan musuh
mereka niscaya orang-orang musyrik akan berkuasa dan tempat-tempat ibadah di bumi akan
musnah. Makna (‫ )الصوامع‬adalah kuil-kuil milik para rahib. Makna (‫ )البيع‬adalah gereja-gereja
orang Nasrani. Makna (‫ )الصلوات‬adalah gereja-gereja orang Yahudi. Dan (‫ )المساجد‬adalah
masjid-masjid orang Islam. Pendapat lain mengatakan makna ayat ini adalah seandainya
bukan karena perlindungan Allah niscaya gereja-gereja orang Yahudi akan hancur di zaman
Musa, kuil-kuil dan gereja-gereja orang Nasrani di zaman Isa, dan masjid-masjid di zaman
Muhammad.

‫ۗ ي ُْذ َك ُر فِيهَا ا ْس ُم هللاِ َكثِيرًا‬


(yang di dalamnya banyak disebut nama Allah) Yakni perangilah mereka agar kalian dapat
menegakkan penyebutan Allah

ُ ‫ۗ ولَيَنص َُر َّن هللاُ َمن يَن‬


ُ‫ص ُر ٓۥه‬ َ
(Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya) Yang dimaksud
dengan menolong Allah adalah menolong agama dan para kekasih-Nya. (Zubdatut Tafsir)

َ ‫َع َسى هَّللا ُ َأ ْن يَجْ َع َل بَ ْينَ ُك ْم َوبَي َْن الَّ ِذ‬


ُ ‫ين َعا َد ْيتُ ْم ِم ْنهُ ْم َم َو َّدةً ۚ َوهَّللا ُ قَ ِدي ٌر ۚ َوهَّللا‬
‫َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu
musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. —

Surat Al-Mumtahanah Ayat 7.

Semoga Allah menjadikan di antara kalian (wahai orang-orang beriman) dengan orang-orang
yang kalian musuhi dari para kerabat kalian yang musyrik kecintaan sesudah kebencian,
kasih sayang sesudah permusuhan dengan membuat dada mereka lapang menerima Islam.
Allah Maha Pengampun bagi hamba-hambaNya, juga Maha Penyayang kepada mereka.
(Tafsir al-Muyassar) 7. Semoga Allah menjadikan rasa cinta di antara kalian -wahai orang-
orang yang beriman- dan orang-orang kafir yang kalian musuhi, di mana Allah memberi
petunjuk kepada mereka untuk masuk Islam, sehingga mereka menjadi saudara-saudara
kalian seagama. Dan Allah Mahakuasa, mampu membalik hati mereka menjadi beriman.
Sungguh Allah Maha Pengampun bagi orang yang bertobat dari hamba-hamba-Nya serta
Maha Penyayang terhadap mereka. (Tafsir al-Mukhtashar) 7.Mudah-mudahan Allah
menumbuhkan cinta diantara kalian wahai orang mukmin dengan orang musyrik. Barangkali
dengan begitu mereka hendak masuk Islam dan menjadi saudara seiman kalian.Allah maha
kuasa untuk membalikkan hati dan menancapkan hidayah menuju keimanan. Allah Maha
Luas dalam memberi ampunan bagi siapa saja yang bertaubat, dan pengasih kepada orang-
orang yang beriman. Ketika turun ayat sebelumnya, orang-orang mukmin mengajak para
kerabatnya uyang musyrik kepada Allah. Maka Allah menurunkan ayat Mudah-mudahan
Allah kemudian mereka melaksanakan perintah itu dan berimanlah sebagian besar kerabat
mereka yang musyrik. Sehingga mereka menjadi sahabat atau kekasih mereka, dan mereka
hidup berdampingan (Tafsir al-Wajiz) 7.

َ ‫ۚ َع َسى هللاُ َأن يَجْ َع َل بَ ْينَ ُك ْم َوبَي َْن الَّ ِذ‬


ً‫ين َعا َد ْيتُم ِّم ْنهُم َّم َو َّدة‬
(Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang
kamu musuhi di antara mereka) Yakni antara kalian dengan orang-orang musyrik Makkah,
yaitu apabila mereka masuk Islam dan menjadi pemeluk agama kalian. Dan sebagian mereka
masuk Islam setelah penakhlukan kota Makkah dan mereka sangat baik dalam keislamannya,
sehingga antara mereka dan orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam tumbuh rasa kasih
sayang, dan mereka juga ikut berjihad dan menjalankan perbuatan-perbuatan yang dapat
mendekatkan kepada Allah. Rasulullah menikahi Ummu Habibah, putri Abu Sufyan, namun
tidak terjalin kasih sayang antara Ummu habibah dengan Abu Sufyan kecuali setelah ia
masuk Islam saat penakhlukan kota Makkah dan setelah ia tidak lagi memerangi Rasulullah.
Ibnu Mar’dawaih meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: “orang pertama yang
memerangi orang-orang yang murtad untuk menegakkan agama Allah adalah Abu Sufyan
bin Harb, dan untuknya-lah ayat ini diturunkan :

َ ‫ۚ َع َسى هللاُ َأن يَجْ َع َل بَ ْينَ ُك ْم َوبَي َْن الَّ ِذ‬


‫ين َعا َد ْيتُم ِّم ْنهُم َّم َو َّدةً َوهللاُ قَ ِدي ٌر‬
(Dan Allah adalah Maha Kuasa) Yakni Maha Kuasa yang mampu menerima hati orang-
orang yang mendurhakai-Nya untuk memasukkan mereka ke dalam ampunan dan rahmat-
Nya. (Zubdatut Tafsir)

ِ ْ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوْأ ُمرْ بِ ْالعُر‬


Tَ ِ‫ف َوَأ ْع ِرضْ َع ِن ْال َجا ِهل‬
‫ين‬
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari
pada orang-orang yang bodoh. —

Surat Al-A’raf Ayat 199 :

Terimalah (wahai rasul kamu juga umatmu), apa yang berlebih dari perilaku-perilaku
manusia dan tindak-tanduk mereka, dan janganlah kamu menuntut dari mereka hal-hal yang
memberatkan mereka agar mereka tidak menjauh. Dan perintahlah (orang) untuk bertutur
kata yang baik dan perbuatan yang indah, dan berpalinglah dari setiap penentangan orang-
orang yang bodoh dan duduk-duduk bersama orang-orang bodoh lagi dungu. (Tafsir al-
Muyassar) 199. Terimalah -wahai Rasul- perbuatan dan perangai yang mampu dan mudah
dilakukan oleh manusia. Jangan membebani mereka dengan sesuatu yang sulit diterima oleh
tabiat mereka, karena hal itu akan membuat mereka menjauh darimu. Berikanlah mereka
perintah dengan kata-kata yang sangat lembut dan tindakan yang baik. Dan abaikanlah
orang-orang yang bodoh. Jangan membalas kebodohan mereka dengan tindakan serupa.
Siapa yang menyakitimu jangan kamu balas dengan menyakitinya. Dan siapa yang kikir
kepadamu jangan kamu balas dengan kikir kepadanya. (Tafsir al-Mukhtashar) 199 Jadilah
engkau pemaaf atas perangai-perangai manusia, jangan bebani mereka dengan sesuatu yang
berat, dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan. Ma’ruf adalah perbuatan atau perkataan
baik yang sesuai secara akal dan syariat. Serta berpalinglah dari pada orang-orang yang
bodoh. Maka jangan kamu perlakukan mereka sebagaimana perlakuab mereka dengan
keburukan, perdebatan dengan batil. (Tafsir al-Wajiz) 199.

‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو‬


(Jadilah engkau pemaaf) Atas perilaku orang lain dan sedekah mereka. Maka janganlah
kamu membebankan mereka dengan sesuatu yang memberatkan mereka, kemudian setelah
itu mereka dibebani lagi dengan penegakan had dan pembayaran zakat. Rasulullah pernah
bersabda: “mudahkanlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan
membuat kabur.

ِ ْ‫َوْأ ُمرْ بِ ْالعُر‬


‫ف‬
(dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf) Perbuatan ma’ruf adalah semua bentuk
kebaikan yang dapat diterima oleh akal dan menenangkan hati.
َ ِ‫َوَأ ْع ِرضْ َع ِن ْال ٰج ِهل‬
‫ين‬
(serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh) Jika kamu telah menegakkan hujjah
atas mereka dengan menyuruh mereka berbuat ma’ruf lalu mereka tidak mengerjakannya,
maka berpalinglah dari mereka dan janganlah kamu mendebat dan membodoh-bodohkan
mereka sebagai balasan atas perdebatan dan pembodohan mereka kepadamu, karena mereka
memang merupakan orang-orang yang bodoh. (Zubdatut Tafsir)

ِ َ‫ين َوَأ ْخ َرجُو ُك ْم ِم ْن ِدي‬


‫ار ُك ْم‬ َ ‫ِإنَّ َما يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذ‬
ِ ‫ين قَاتَلُو ُك ْم فِي ال ِّد‬
‫َوظَاهَرُو‬

‫ون‬ َ ‫اج ُك ْم َأ ْن تَ َولَّ ْوهُ ْم ۚ َو َم ْن يَتَ َولَّهُ ْم فَُأو ٰلَِئ‬


َ ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُم‬ ِ ‫َعلَ ٰى ِإ ْخ َر‬
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain)
untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim. —

Surat Al-Mumtahanah Ayat 9.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian memberikan loyalitas, dukungan dan kaish
sayang kepada orang-orang kafir yang memerangi kalian disebabkan oleh agama, mengusir
kalian dari negeri kalian, dan membantu orang-orang kafir untuk mengusir kalian, dan
barangsiapa mengangkat mereka sebagai penolong-penolong dan rekan-rekan dekat atas
orang-orang beriman, maka mereka adalah orang-orang yang zholim terhadap diri mereka
sendiri, yang keluar dari batasan-batasan Allah. (Tafsir al-Muyassar) 9. Sesungguhnya Allah
hanyalah melarang kalian dari orang-orang yang memerangi kalian karena keimanan kalian
dan mengusir kalian dari rumah-rumah kalian dan membantu untuk mengusir kalian, Allah
melarang kalian untuk menjadikan mereka sebagai teman setia. Barangsiapa di antara kalian
menjadikan mereka teman setia maka mereka adalah orang-orang yang menganiaya diri
mereka sendiri dengan meletakkan dirinya pada sumber-sumber kehancuran disebabkan
karena membangkang kepada perintah Allah. (Tafsir al-Mukhtashar) 9. Allah hanya
melarang kalian wahai orang mukmin untuk berbuat baik kepada orang-orang yang
memerangi agama kalian dan mereka yang mengusir kalian dari kampong halaman. Mereka
adalah para pembesar kafir Quraiys. Kalian dilarang untuk memberi pertolongan kepada
mereka yang telah mengusir kalian dari kampung halaman kalian, yaitu semua penduduk
Makkah dan sekutu mereka. Jangan kalian jadikan mereka penolong dan sekutu kalian.
Barang siapa yang tetap begitu maka mereka adalah orang yang mendholimi diri mereka
sendiri dengan memusuhi Allah, rasul-Nya dan kitab suci Alquran (Tafsir al-Wajiz) 9.

ِ ‫ين ٰقتَلُو ُك ْم فِى ال ِّد‬


‫ين َوَأ ْخ َرجُو ُكم ِّمن ِد ٰي ِر ُك ْم‬ Tَ ‫ِإنَّ َما يَ ْنهَ ٰى ُك ُم هللاُ َع ِن الَّ ِذ‬
(Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu terhadap orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu) Mereka adalah pemimpin-pemimpin kafir
Quraisy dan semisalnya yang memerangi kaum muslimin.

۟ ‫َو ٰظهَر‬
ِ ‫ُوا َعلَ ٰ ٓى ِإ ْخ َر‬
‫اج ُك ْم‬
(dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu) Yakni membantu orang-orang yang
memerangi dan mengusir kalian, yaitu para penduduk Makkah seluruhnya dan orang-orang

yang memiliki perjanjian dengan mereka. ‫ۚ َأن تَ َولَّ ْوهُ ْم‬


(untuk kamu jadikan sebagai kawanmu) Yakni untuk kalian jadikan sebagai sekutu dan
untuk kalian tolong.

ٰ ‫ك هُم‬ ٓ
َ ‫الظّلِ ُم‬
‫ون‬ ُ َ ‫َو َمن يَتَ َولَّهُ ْم فَُأ ۟و ٰلِئ‬
(Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim) Sebab mereka bersekutu dengan orang yang layak untuk diperangi karena ia adalah
musuh Allah, Rasulullah, dan kitab-Nya. (Zubdatut Tafsir) Related: Sepuluh (10) Ayat
Pertama Surat al-Kahfi Arab-Latin, Ayat Tentang Nikah Bahasa Indonesia, Terjemah Arti
Ayat Tentang Dakwah, Terjemahan Tafsir Ayat Tentang Kepemimpinan, Isi Kandungan
Ayat Tentang Isra’ Mi’raj, Makna Ayat Tentang Akhlak

Referensi: https://tafsirweb.com/38730-ayat-tentang-toleransi.html

Anda mungkin juga menyukai