Anda di halaman 1dari 3

Essay Toleransi Beragama

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak keberagaman dimulai dari
suku, agama, ras, hingga adat istiadat. Keberagamannya tersebut membuat Indonesia disebut
sebagai bangsa yang majemuk. Menurut Kamal (2013), bangsa yang majemuk (plural
society) merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama dan kepercayaan
yang berbeda, serta corak sosial budaya yang tidak sama dengan satu sama lain. Salah satu
faktor yang menyebabkan adanya keberagaman di Indonesia adalah karena proses migrasi
yang terjadi pada suatu suku bangsa. Kemajemukan di Inonesia bukan hanya ada pada suku
bangsa saja, tetapi terdapat pada agama juga. Di Indonesia sendiri hanya terdapat enam
agama resmi yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha,
dan Konghucu. Terlepas dari beragamnya agama di Indonesia, agama-agama tersebut
merupakan pondasi sekaligus pengarah dalam kehidupan bagi setiap pemeluknya. Pondasi
pemahaman agama yang kuat akan melahirkan keimanan yang kuat (Fitriani, 2020). Selain
menjadi pondasi bagi pemeluknya, agama juga menjadi petunjuk untuk menentukan tujuan
serta arah dalam hidup untuk para pemeluknya.
Pluralisme beragama (religious pluralisme) menampilkan menampilkan berbagai
varian tradisi dan pluralitas tradisi mengenai sejarah suatu agama secara fenomenologis. Jika
ditinjau secara filosofis, pluralisme beragama menghubungkan suatu teori konsepsi, persepsi,
dan respon mengenai realitas ketuhanan. Pluralisme dalam bahasa inggris berasal dari kata
plural yang artinya keanekaragaman dalam masyarakat. Pengertian pluralisme secara istilah
ialah sikap mengakui, menghargai, menghormati, memelihara, dan mengembangkan keadaan
menjadi plural atau beragam. Pluralisme sendiri merupakan suatu bentuk usaha untuk
menciptakan dalam hubungan sosial umat beragama. Adanya pluralisme beragama bukan
semata-semata dijadikan sebagai ajang untuk saling menjatuhkan, meredahkan, atau
mencampur adukkan antar agama yang satu dengan yang lainnya, melainkan adalah untuk
saling menghormati, mengakui, dan bekerja sama. Oleh karena itu, pluralisme agama diakui
sebagai dasar pijakkkan pengakuan suatu eksistensial pluralitas agama dalam mencari titik
temu antar agama berdasarkan kesamaan melalui nilai kemanusiaan yang universal dalam
masing-masng agama.
Indonesia merupakan negara yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi umat
beragama karena adanya keragaman agama Indonesia. Namun di dalam penerapannya di
kehidupan sehari-hari, masih sering terjadi perpecahan dan konflik yang disebabkan oleh
agama. Terlebih lagi, apabila alasan dari terjadinya perpecahan dan konflik hanya karena
masalah sepele. Contoh kasus yang menyebabkan konflik antar umat agama adalah persoalan
mengenai pendirian rumah ibadah, penyiaraan agama, serta tuduhan penodaan agama. Kasus-
kasus tersebut merupakan contoh kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia. Salah
satunya adalah permasalahan mengenai pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor, gereja HKBP
Filadelfia di Bekasi, dan masjid Nur Musafir di Kupang. Permasalahan tersebut sebenarnya
dapat diselasaikan secara damai tanpa harus berlarut-larut dalam konflik. Apabila kasus-
kasus yang memicu perpecahan antar umat agama tersebut terus berlangsung, dikhawtirkan
nantinya melemahkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Oleh karena itu,
diperlukan adanya penguatan dan toleransi dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang majemuk. Toleransi antar umat beragama dibutuhkan karena merupakan
suatu mekanisme sosial yang dilakukan oleh manusia dalam menyikapi keragaman dan
pluralitas agama (Fitriani, 2020). Toleransi dapat ditemui di kehidupan sehari-hari melalui
aktivitas-aktivitas sosial seperti gotong royong.
Pengertian toleransi secara etimologis berasal dari bahasa inggris yaitu toleration
yang artinya merupakan toleransi dan dari bahasa arab yaitu al-tassamuh. Sedangkan untuk
pengertian toleransi secara terminologis adalah memperbolehkan orang lain dalam
melakukan sesuatu yang sesuai dengan kepentingan masing-masing. Toleransi dalam konteks
sosial budaya merupakan sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap
pihak yang berbeda dalam suatu masyarakat. Adanya toleransi dalam kehidupan masyarakat
yang majemuk menjadi sebuah perwujudan untuk saling menghormati sesama dan tidak
memaksakan kehendak. Manusia yang memiliki sifat arogan dan selalu menganggap dirinya
lebih baik cenderung akan menyebabkan sikap yang anti toleran. Sikap yang anti toleran
tersebut akan menimbulkan konflik. Konflik menjadi hal yang tidak dapat dihindari dan
sifatnya kreatif. Seharusnya konflik dapat diselesaikan tanpa adanya kekerasan dan
melibatkan masing-masing pihak. Konflik dibutuhkan untuk menyadarkan akan adanya
masalah, mendorong ke arah yang lebih baik, serta memperbaiki solusi sehingga
menghasilkan kepekaan sosial. Toleransi dibutuhkan untuk mebangun kerukunan dalam
kehidupan bermasyarakat. Toleransi memiliki hakikat sebagai usaha dalam hal kebaikan,
khususnya dalam hal kemajemukan agama yang bertujuan untuk mencapai kerukunan antar
agama. Menurut Jurhanuddin dalam Amirulloh Syarbini menyatakan bahwa terdapat empat
tujuan kerukunan antar umat beragama. Tujuan-tujuan tersebut antara lain adalah sebagai
peningkat iman dan takwa bagi masing-masing agama, perwujudan stabilitas nasional,
menyuseksaskan pembangunan, dan memelihara serta mempererat tali persaudaraan antar
umat beragama.
Hal-hal yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang mencakup masalah-
masalah keyakinan dalam diri manusia merupakan bagian dari toleransi agama. Pada
hakikatnya, setiap orang diberikan kebebasan untuk memeluk agama yang dipilih dengan
melaksanakan ajaran-ajaran yang dianut atau diyakini. Toleransi beragama juga dapat
dikategorikan sebagai bentuk interaksi sosial yang mana di dalam praktiknya, manusia
sebagai makhluk sosial tidak bisa menolak fakta bahwa mereka harus berinteraksi dengan
kelompok agama lainnya. Toleransi beragama memiliki dua tipe yaitu toleransi beragama
yang sifatnya pasif dan toleransi beragama yang sifatnya aktif. Toleransi beragama yang pasif
merupakan sifat toleransi yang menerima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual.
Sedangkan, toleransi yang bersifat aktif merupakan toleransi yang melibatkan diri di tengah
perbedaan dan keagamaan. Selain tipe toleransi, terdapat juga faktor-faktor yang
mempengaruhi toleransi. Faktor-faktor tersebut diantaranya merupakan faktor kultural-
teologis, institusional, dan psikologis.
Toleransi umat beragama adalah bagaimana masing-masing umat beragama
membiarkan atau memperbolehkan serta menjaga suasana agar kondusif, aman, dan tentram
bagi umat agama lain untuk melaksanakan ibadah dan ajaran agamanya tanpa dihalang-
halangi oleh pihak lain. Toleransi beragama merupakan pilar utama terwujudnya kerukunan
antar umat beragama. Perwujudan dari sifat toleransi dapat dilakukan dengan saling
menghormati dan mennghargai pemuluk agama lain yang hidup berdampingan. Penerapan
toleransi yang benar adalah dengan tidak mencampuri ibadah agama yang satu dengan yang
lainnya. Toleransi dapat tercipta apabila adanya harmonisasi hubungan sosial antar umat
beragama dan interaksi sosial yang dinamis. Setiap manusia memiliki nilai-nilai yang
diyakini, dipatuhi, dan dilaksanakan demi menjaga keharmonisan dan kerukunan antar
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dikenal sebagai kearifan lokal (local wisdom) yang
merupakan bentuk dari pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun manusia agar memiliki hubungan baik sesama manusia
dan lingkungannya. Hal tersebut sesuai dengan prinsip toleransi yaitu tidak memaksa dalam
hal beragama baik berupa paksaan halus atau kasar, manusia memiliki hak untuk memilih dan
memeluk agama yang diyakininya dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing,
serta tidak memiliki manfaat jika memaksa seseorang untuk mengikuti keyakinan tertentu.
Dalam melaksanakan toleransi hendaknya didasari sikap kelapangan dada terhadap orang lain
dengan memperhatikan prinsip-prinsip toleransi.
Keberagaman agama di Indonesia mengharuskan masyarakat untuk saling menghargai
setiap perbedaan yang ada di dalam kehidupan karena biar bagaimanapun setiap umat
beragama hidup secara berdampingan. Selain itu, masyarakatkan diharuskan untuk menjaga
suasana yang kondusif, aman, dan tentram bagi umat agama lain untuk melaksanakan ibadah
dalam ajaran agamanya tanpa dihalang-halangi atau dipandang rendah oleh siapapun.
Toleransi antar umat beragama dapat dilakukan melalui hubungan sosial seperti gotong
royong dan kerja bakti di lingkungan masyarakat serta kegiatan keagamaan dari masing-
masing masyarakat antar umat beragama.

Anda mungkin juga menyukai