Anda di halaman 1dari 4

PERAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA KERUKUNAN

ANTAR UMAT BERAGAMA

Oleh

Dewi Sartika (2281130450)

Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh – Pendidikan Agama Islam

Iain Syekh Nurjati Cirebon

Suku bangsa dan agama diindonesia sangat beragam, setiap wilayah atau daerah diindonesia
memiliki adat istiadat yang beranekaragam dan , tidak jarang didalam satu daerah memiliki
beberapa suku dan agama yang saling berdampingan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras namun juga dikenal sebagai
bangsa yang santun dan toleran dalam urusan kehidupan beragama. Pluralisme agama telah
berkembang di Indonesia sejak lama dan lebih awal dari negara-negara lain di dunia pada
umumnya. Baru beberapa tahun terakhir (terutama sebelum tahun 2014) terjadi beberapa
kejadian yang menunjukkan perilaku beragama sebagian masyarakat Indonesia yang intoleran
atau intoleran. Hal ini masih diselidiki oleh beberapa badan internasional seperti United
Nations Human Rights Council (UNHRC), Asian Human Rights Commission (AHRC) dan
Amerika Serikat. Komisi Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) dll.

Nyatanya, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara
demokrasi lainnya, termasuk negara-negara Barat yang masyarakatnya dikenal sangat toleran.
Secara sosiologis, merupakan ekses dari mobilitas sosial yang sangat dinamis sejalan dengan
proses globalisasi, sehingga para pendatang dan penduduk asli yang berbeda latar belakang
budaya dan kepercayaan saling berinteraksi dalam satu tempat. Dalam interaksi ini, hubungan
integrasi, perdamaian dan kerjasama dapat muncul, tetapi juga prasangka, ketegangan,
persaingan, intoleransi, konflik dan bahkan disintegrasi. Yang terakhir terjadi ketika interaksi
secara eksklusif menekankan politik identitas. Saat ini, politik identitas diekspresikan tidak
hanya sebagai perjuangan kelompok minoritas, sebagaimana istilah tersebut muncul pada awal
tahun 1970-an, tetapi juga sebagai perjuangan beberapa kelompok utama atau mayoritas untuk
mempertahankan identitasnya yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Toleransi mencakup sikap seseorang terhadap penerimaan perasaan, kebiasaan, pendapat, atau
keyakinan yang berbeda dengan dirinya sendiri. Namun, dalam bukunya Toleration and the
Limit of Liberalism, Susan Mendus membagi toleransi menjadi dua jenis: toleransi dengan
interpretasi negatif dan toleransi dengan interpretasi positif. Klaim pertama bahwa toleransi
hanya membutuhkan begitu banyak untuk memungkinkan dan tidak menyakiti orang /
kelompok lain. Yang lain mengatakan bahwa toleransi membutuhkan lebih dari itu, termasuk
dukungan dan kerja sama dengan kelompok lain. Konsep toleransi positif berkembang dalam
hubungan sosial negara ini dengan konsep kerukunan. Kerukunan umat beragama dengan
demikian adalah keadaan hubungan antar umat beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama dan kerjasama dalam
masyarakat. Keberadaan kerukunan ini sangat penting, bukan saja karena merupakan
kebutuhan yang berkaitan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi juga karena
kerukunan tersebut merupakan prasyarat tercapainya integrasi nasional dan integrasi tersebut
merupakan prasyarat keberhasilan. dari integrasi nasional. Perkembangan.

Kerukunan umat beragama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sikap dan perilaku umat beragama
dan kebijakan negara/pemerintah yang mengedepankan kerukunan. Semua agama
mengajarkan keharmonisan ini, sehingga agama idealnya berperan sebagai faktor pemersatu.
Dan memang, hubungan antar pemeluk agama di Indonesia sangat harmonis. Baru pada masa
reformasi yang justru mendukung kebebasan tersebut, muncul berbagai ekspresi kebebasan,
baik berupa gagasan, ideologi politik, keyakinan agama, maupun ekspresi hak asasi manusia.
Dalam suasana ini juga diekspresikan kelompok-kelompok yang berpandangan radikal atau
intoleran, yang meskipun jumlahnya sangat kecil, namun dalam beberapa hal justru
mengatasnamakan kelompok mayoritas.

Kebijakan lintas agama negara termasuk yang terbaik di dunia dan telah menjadi model.
Namun, beberapa pejabat pemerintah daerah, terkadang karena alasan politik, mendukung
intoleransi beberapa kelompok atas nama memenuhi keinginan kelompok mayoritas. Klaim
atas aspirasi kelompok mayoritas tidak selalu sesuai dengan kenyataan, karena seringkali
tindakan intoleransi hanya dilakukan oleh kelompok tertentu yang mengatasnamakan
mayoritas. Namun, masih banyak tindakan yang lebih bijaksana dan adil yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, termasuk dalam rangka menjaga kerukunan umat beragama, dibandingkan
tindakan yang dianggap mendukung intoleransi tersebut.
Konflik antar pemeluk suatu agama biasanya tidak hanya disebabkan oleh faktor agama, tetapi
juga oleh faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan dengan agama tersebut.
Bersamaan dengan munculnya sikap beragama yang radikal dan intoleran pada beberapa
kelompok agama, isu keagamaan juga dilatarbelakangi oleh isu terkait pendirian tempat ibadah
dan penyebaran agama, serta tuduhan penistaan agama. Pembangunan tempat ibadah
merupakan faktor yang paling mempengaruhi terjadinya perselisihan atau intoleransi.
Toleransi beragama berkembang lebih baik pada tahun 2014 dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya, namun terdapat beberapa interupsi atau gangguan dalam pembangunan tempat
ibadah yang sah secara hukum.

Pembangunan tempat ibadah yang belum rampung antara lain pembangunan Gereja GKI
Yasmin di Bogor, pembangunan Gereja HKBP Philadelphia di Bekasi dan pembangunan
Masjid Nur Musafir di Kupang. Padahal, masih banyak lagi kontroversi pembangunan rumah
ibadah yang bisa diselesaikan dengan bijak dan damai dibandingkan yang berkepanjangan atau
kemudian menjadi konflik. Namun, karena isu pembangunan tempat ibadah terkait dengan
perlindungan kebebasan beragama, organisasi hak asasi manusia dunia juga menaruh
perhatian.

Sedangkan masalah konflik dan ketegangan intra-agama, khususnya dalam Islam, biasanya
dipicu oleh perbedaan pemahaman agama dalam konsep yang sangat mendasar (prinsip ajaran
agama) dan munculnya sekte dan penistaan agama yang terkait dengan Islam seperti kasus
Ahmadiyah. . , Jamaah Salamullah dan Al-Qiyadah al-Islamiyyah. Sampai saat ini masalah
Ahmadiyah belum tuntas, bahkan di Mataram masih ada pengungsi Ahmadiyah yang
ditampung di Asrama Transito Mataram sejak tahun 2006. Selain itu, perselisihan yang
berujung kekerasan merupakan kejadian yang dihadapi oleh warga Syiah Sampang. yang
diungsikan ke rumah Puspo AgroSidoarjo sejak tahun 2012 hingga sekarang. Jika kejadian di
atas terus berlanjut, dikhawatirkan kondisi kerukunan umat beragama akan rusak. Oleh karena
itu, penguatan kerukunan dan toleransi harus terus dilaksanakan, terutama melalui sosialisasi
pemahaman agama yang moderat dan penekanan pada pentingnya toleransi dan perdamaian
dalam kehidupan masyarakat majemuk. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk memperkuat
wawasan kebangsaan dan integrasi nasional yang meliputi sosialisasi Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan kebhinekaan. Dan tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan kesadaran dan
penegakan hukum baik bagi aparatur negara maupun tokoh politik dan tokoh agama.
Selain upaya tersebut, perlu juga dilakukan upaya pencegahan konflik (conflict prevention)
melalui peningkatan dialog antar umat beragama yang melibatkan tokoh agama dan Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Oleh karena itu, potensi konflik atau ketegangan harus
diantisipasi tepat waktu, agar tidak berubah menjadi konflik dan kekerasan yang nyata. Cara
penyelesaian sengketa atau konflik melalui negosiasi atau mediasi dengan FKUB harus
dikesampingkan. Pada saat yang sama, Pemerintah (Pemda) memfasilitasi hal tersebut sebagai
bagian dari tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum dan ketertiban.

Bahkan kontradiksi dan perselisihan terkecil sekalipun tentu saja harus diselesaikan dengan
cepat dan cerdas. Namun yang lebih mendesak adalah penyelesaian kasus-kasus yang menarik
perhatian internasional namun tidak terselesaikan dengan baik, seperti persoalan Gereja GKI
Yasmin di Bogor, Gereja HKBP Philadelphia di Bekas, atau Masjid Nur Musafir di Kupang.
Juga penyelesaian kasus-kasus konflik internal agama, khususnya di pengungsian Ahmadiyah
di Mataram dan di pengungsian Syiah di Sampang, Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai