Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang.

Indonesia adalah negara hukum yang mewajibkan warga negaranya memilih satu dari
5 agama resmi di Indonesia. Namun kerukunan antar umat beragama di Indonesia dinilai
masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait masalah kerukunan
beragama pun belum bias terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, forum-forum
islam ekstrimis dan lainnya menyisakan masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu
siap membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemahaman masyarakat tentang kerukunan atar umat beragama perlu ditinjau ulang.
Dikarenakan banyaknya ditemukan ketidak adanya kerukunan antar agama, yang menjadikan
adanya saling permusuhan, saling merasa ketidak adilan. Dalam perjalanan sejarah bangsa,
Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat
Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis.
Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya
reformasi.
Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan
banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi
kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan
kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan,
pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam
masyarakat.Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan
dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan
hingga konflik agama. Di Indonesia sendiri saja ada beberapa agama seperti agama Kristen,
Konghucu, Hindu, Budha, Khatolik dan islam. Dan setiap agama pasti mempunyai aturan
masing – masing dalam beribadah. Dengan perbedaan agama tersebut kita harus bisa
menghormati agama lain. Jika kita mampu meningkatkan sikap saling menghormati maka
setidaknya kita dapat melakukan proses komunikasi antar individu sebaik –
baiknya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam
agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu mempunyai
kecenderungan kuat terhadap identitas agama masing- masing dan berpotensi konflik.
Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural
masyarakat Indonesia tidak sauja kerena keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga
dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama islam,
Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah
perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia.
Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan
konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang
mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong
menolong. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama yang
sejati, harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok
sosial yang berbeda agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat beragama yang
terjadi tiba-tiba”.Makalah ini akan membahas tentang pentingnya menciptakan kerukunan
antar umat beragama dilingkungan masyarakat. Kerukunan beragama di tengah
keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang
paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah
suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah
lenyap seiring dengan berlangsungny . Jadi, dapat disimpulkan makna kerukunan hidup umat
beragama adalah perihal hidup rukun yakni hidup dalam suasana baik dan damai, tidak
bertengkar, bersatu hati dan bersepakat antar umat yang berbeda-beda agamanya, atau antara
umat dalam satu agama. Kerukunan juga tidak hanya suasana yang tidak memiliki konflik,
akan tetapi kerukunan juga merupakan keadaan damai dan diselesaikan dengan musyawarah
jika terdapat masalah-masalah yang dapat menimbulkan ketidak-rukunan umat beragama,
sehingga tercipta dan terpeliharalah kerukunan hidup umat beragama. Kerukunan adalah
istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam
masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan
dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka
“kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Untuk itu,
diperlukan kesepakatan dan kesamaan pandangan tentang pentingnya toleransi, saling
pengertian, kejujuran dalam pikiran dan tindakkan.

1.2,Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Apa itu arti kerukunan umat beragama?
2. Apa itu pengertian masyarakat pluralism ?
2. Apa kendala yg dihadapi dalam kerukunan umat beragama ?
3. Bagaimana cara menjaga kerukunan umat beragama ?

1.3.Landasan Teori.
Kerukunan Hidup beragama ( Drs.I Gusti Made Ngurah ) ,Kerukunan hidup beragama dalam
negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila ,serta menjunjung tinggi sila Iyaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa merupakan tugas dan kewajiban kita bersama.Sebagai umat kerukunan hidup
umat beragama ,yang menjadi tugas pada departemen agama selaku Pembina dan
pngawasnya.
Tri kerukunan hidup umat beragama meliputi :
1. Kerukunan intern umat beragama
2. Kerukunan antar umat beragama,dan
3. Kerukunan antara uamat beragama dan pemerintah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kerukunan Umat Beragama.


Kata kerukunan berasal dari kata rukun artinya baik dan damai, tidak bertentangan.
Sedangkan merukunkan berarti mendamaikan, menjadikan bersatu hati. Kata rukun berarti
perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan persahabatan, rukun tani artinya
perkumpulan kaum tani, rukun tetangga, artinya perkumpulan antara orang-orang yang
bertetangga, rukun warga atau rukun kampung artinya perkumpulan antara kampung-
kampung yang berdekatan (bertetangga, dalam suatu kelurahan atau desa).Kerukunan umat
beragama sangat penting dalam suatu masyarakat, Kerukunan umat bragama yaitu hubungan
sesame umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja
sama dalam kehidupan masyarakat. Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak
dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang
untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran
akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan
Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga,
kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang
kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan
semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.Mungkin faktor yang
paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi
sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi
lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah
mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama
terhadap agama lain sangat penting.Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik,
bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang
paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika
kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma
dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori
terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain
yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian.Di masa lampau, kita berusaha
menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan
yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita
lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain Dalam
perkembangannya kata rukun dalam bahasa Indonesia berarti, mengatasi perbedaan-
perbedaan, bekerjasama, saling menerima, hati tenang, dan hidup harmonis. Sedangkan
berlaku rukun sebagaimana menurut Franz Magnis Suseno, berarti menghilangkan tanda-
tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi, sehingga hubungan sosial
tetap kelihatan selaras dan baik-baik. Sedangkan kata umat beragama berasal dari dua suku
kata, yakni umat dan beragama.Umat adalah para penganut suatu agama atau nabi. Dan
beragama artinya memeluk (menjalankan) agama. Yang dimaksud dengan agama adalah
kepercayaan kepada Tuhan, acara berbakti kepada Tuhan, beragama, memeluk agama.Dari
pengertian ini, dapat dipahami bahwa seseorang yang menganut agama atau kepercayaan
yang telah diyakini, harus siap untuk menjalankan setiap amalan yang telah diajarkan oleh
agamanya masing-masing tanpa ada paksaan dan saling memaksa antar umat yang satu
dengan lainnya. Sedangkan arti dari kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Negara Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.Kerukunan juga mengandung arti adanya kesadaran di dalam diri manusia untuk
saling menerima perbedaan-perbedaan yang ada, dan saling menghargai masing-masing
potensi yang ada dalam diri manusia. Tanpa mencela apalagi sampai menimbulkan konflik
yang berakibatkan pada ketidak-rukunan dalam kehidupan umat beragama. Selain itu,
kerukunan hidup umat beragama juga mengandung tiga unsur penting: Pertama, kesediaan
untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok
lain.Kedua, kesediaan memberikan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya.
Dan Ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan selanjutnya menikmati suasana
kesahduan yang dirasakan orang lain sewaktu mereka mengamalkan ajaran agamanya.
Konsep dasar kerukunan dimaksud bukan agamanya, akan tetapi umat dari masing-
masing pemeluk agama. Oleh karena itu, kerukunan umat beragama merupakan hubungan
semua umat yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemahaman terhadap kerukunan dimaksud bukan
mencampuradukkan beberapa keyakinan ke dalam satu keyakinan, akan tetapi masing-
masing keyakinan tetap dijalankan dengan tidak mengusik keyakinan lain, dengan penuh
persahabatan dan kedamaian dalam keyakinan yang berbeda. Mengingat keyakinan dari
penganut agama yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan, maka masalah keyakinan
antar agama tidak bisa diperdebatkan dan disinkronkan.Rasa penghargaan yang tinggi dan
penuh pengertian akan keyakinan masing-masing inilah yang dimaknai sebagai toleransi.
Toleransi dibangun atas kesadaran dan pemahaman akan kebutuhan dan keyakinan orang
lain. Perbedaan yang terjadi adalah suatu realitas atas dasar keyakinan yang tidak dapat
diperdebatkan, hanya dengan memahami dan menghargai atas perbedaan keyakinan tersebut,
maka kerukunan dan kedamaian sesama umat beragama akan terwujud dan mampu hidup
rukun dan damai di alam ciptaan Tuhan. Hakekat dan makna kerukunan hidup beragama
berarti hidup berdampingan tanpa terjadi konflik atau perselisihan.
Jadi, dapat disimpulkan makna kerukunan hidup umat beragama adalah perihal hidup
rukun yakni hidup dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu hati dan
bersepakat antar umat yang berbeda-beda agamanya, atau antara umat dalam satu agama.
Kerukunan juga tidak hanya suasana yang tidak memiliki konflik, akan tetapi kerukunan juga
merupakan keadaan damai dan diselesaikan dengan musyawarah jika terdapat masalah-
masalah yang dapat menimbulkan ketidak-rukunan umat beragama, sehingga tercipta dan
terpeliharalah kerukunan hidup umat beragama. Kerukunan merupakan kebutuhan bersama
yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan
penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan
Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga,
kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang
kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan
semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.
Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti
dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang
agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling
mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi,
keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita
sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha
memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama
sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam
pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain.
Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya
mendorong terjadinya saling pengertian. Kerukunan adalah kata yang sering sekali dipakai
untuk kampanye perdamaian di tengah ancaman kerusuhan dan kekerasan sosial. Sepintas
banyak yang mempertukarkan atau menganggap sama antara kata rukun dan damai
(kerukunan dan kedamaian). Sebenarnya, kerukunan memiliki makna yang jauh lebih dalam
dan karenanya sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan konflik dan kekerasan.
Seperti yang ada di Indonesia, dimana di negara ini terdiri banyak agama, yaitu agama
Islam, Kristen, Potestan, Katolik, Hindu, dan Budha. Sebagaimana yang tercermin dalam
Keputusan Menteri Agama Nomor 35 Tahun 1980 tentang Wadah Musyawarah Antar Umat
Beragama. Dengan bermacam-macamnya agama yang ada di Indonesia kita di tuntut untuk
mengormati agama lain. Maka dari itu, untuk menghormati agama tersebut diperlukan
adanya kerukunan antar umat beragama disini. Agar kehidupan ini bisa berjalan dengan baik
tanpa ada sengketa/konflik atau perselihan yang berkepanjangan.
Apalagi mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Melihat hal tersebut
maka dari itu untuk menghargai agama lain itu sangat dibutuhkan. Sebagian mereka
menganggap bahwa agama yang mereka yakini itu adalah yang paling benar dan yang bagi
yang menganut agama lain adalah kafir itulah pemahaman mereka yang selama ini salah.
Yang mana dalam hal ini, dalam agama Islam sangat dianjurkan bahkan pada masa
kepemimpin Rasulullah kerukunan antar umat beragama ini juga sudah tercipta. Dimana
Rasulullah memberikan kebebasan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing
selama orang tersebut tidak mengganggu ibadahnya orang Muslim.
Kalau kita melihat dari segi sosiologi apabila kita ingin memehami kebudayaan orang
lain maka kita memahami perseptif mereka, dan tidak melanggar aturan-aturan kepercayaan
yang sudah dianutnya. Maksudnya yaitu apabila ingin hidup dalam suatu masyarakat dengan
tentram dan damai maka kita juga harus menggunakan persepsi mereka juga akan tetapi
persepsi yang kita punya tidak boleh dihilangkan.
Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah
Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun.
Istilah lainnya adalah “trikerukunan”.Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas
puluhan etnis , budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan
terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat
beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan
kekacauan di masyarakat.
Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi konflik antar umat beragama. Berbagai
kebijakan pemerintah telah diterbitkan untuk memperbaiki keadaan. Berbagai rambu
peraturan telah disahkan agar meminimalisir bentrokan-bentrokan kepentingan antar umat
beragama. Seluruh peraturan pemerintah yang membahas tentang kerukunan hidup antar
umat beragama di Indonesia. Mencakup pada empat pokok masalah, yakni sebagai berikut.
1. Pendirian Rumah Ibadah .
2. Penyiaran Agama.
3. Bantuan Keagamaan dari Luar Negeri.
4. Tenaga Asing Bidang Keagamaan.

Konsep Tri Kerukunan


Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam
kebersamaan, sekali pun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak
agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan
kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya.Trikerukunan ini meliputi tiga
kerukunan, yaitu: Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama, dan
Kerukunan antara umat beragama dan pemerintah :
Pertama:
Kerukunan intern umat beragama
Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama
itu sendiri. Perbedaan madzhab adalah salah satu perbedaan yang nampak dan nyata.
Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, yakni aqidah
Islam, perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap Al-Quran dan
As-Sunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama.Konsep ukhuwwah
islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang
menyebabkan peristiwa konflik . Konsep pertama ini mengupayakan berbagai cara agar tidak
saling klain kebenaran. Menghindari permusuhan karena perbedaan madzhab dalam Islam.
Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, dan penuh
kebersamaan.

Kedua:
Kerukunan antar umat beragama
Konsep kedua dari trikerukunan memiliki pengertian kehidupan beragama yang tentram antar
masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai
dan selalu menghormati agama masing-masing.Berbagai kebijakan dilakukan oleh
pemerintah, agar tidak terjadi saling mengganggu umat beragama lainnya. Semaksimal
mungkin menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama. Semua lapisan
masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun dan damai di Negara
Republik Indonesia.

Ketiga:
Kerukunan antara umat beragama dan pemerintah
Pemerintah ikut andil dalam menciptakan suasana tentram, termasuk kerukunan antara umat
beragama dengan pemerintah sendiri. Semua umat beragama yang diwakili para pemuka dari
tiap-tiap agama dapat sinergis dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra dengan
pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa.Trikerukunan umat
beragama diharapkan menjadi menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat
beragama yang damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan
menghargai dalam perbedaan.

Macam-Macam Kerukunan Umat Beragama di Indonesia:


1. Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang
terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau
kerukunan sesama penganut Kristen..
2. Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar
masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan
Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh
semua agama.

Bagaimana Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.

3. Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesama antar pemeluk
agama yang sama maupun yang berbeda.
Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misal, perijinan pembangunan
tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain, atau
memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting
demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia.
4. Selalu siap membantu sesama. Jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu
agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan.
Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya
adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas
untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama.
5. Selalu jagalah rasa hormat pada orang lain tanpa memandang agama apa yang
mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan tidak sinis. Hal ini tentu akan
mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
6. Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin
tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah
sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak
manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak. Dalam ajaran Kitab suci Veda,
masalah kerukunan dijelaskan secara gamblang dalam ajaran: tattwam asi, karma phala, dan
ahimsa.
Tatwam asi adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu, dan
sebaliknya kamu adalah saya, dan segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain
berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri
(Upadesa, 2002: 42). Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara. Hakekat atman yang
menjadikan hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman
yangb menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan percikan terkecil dari Tuhan. Kita
sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan. Sesungguhnya filsafat tattwam asi ini mengandung
makna yang sangat dalam. Tatwam asi mengajarkan agar kita senantiasa mengasihi orang
lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa
bedanya dengan orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain.
Dan sebaliknya bantulah orang lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya
semua tindakan kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengnan baik, maka
akan tyerwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma atma aikhyam”, yang
artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama.
. Pandangan ini mengkristal dalam upaya membina terwujudnya kerukunan hidup
beragama yang berlandaskan pada prinsip kebenaran ajaran tattwam asi. Oleh karena itu,
tiada alasan untuk menjelek-jelekkan/ menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah
kepada orang lain/ agama lain, bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka bumi
ini, tanpa terkecuali.
Ajaran tattwam asi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut merasakan apa yang
sedang dirasakan orang lain. Seseorang bila menyakiti orang lain sebenarnya ia telah
bertindak menyakiti/menyikasa dirinya sendiri, dan sebaliknya bila telah membuat orang lain
menjadi senang dan bahagia, maka sesungguhnya dirinya sendirilah yang ikut merasakan
kebahagiaan itu juga.
1. Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalinnya hubungan yang
serasi atas dasar “asah, asih, asuh” di antara sesama hidup. “Orang arif bijaksana melihat
semuanya sama, baik kepada brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap
makhluk hidup lainnya, orang yang hina papa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang
dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti orang sadhu hendaknya sebagai
balasanmu. Jangnanlah sekali-kali membalas dengan perbuatan jahat, sebab oprang yang
berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya akan menghancurkan dirinya sendiri”
(Sarasamuscaya 317).
2. Karma phala merupakan suatu hukum sebab akibat (causalitas) atau aksi reaksi. Umat
Hindu sangat menyakini akan kebenaran hukum ini. Apapun yang dilakukan sengaja maupun
tidak sengaja akan menimbulkan dampak. “Setiap sebab akan membawa akibat. Segala sebab
yang berupa perbuatan akan membawa akibat hasil perbuatan. Segala karma (perbuatan) akan
mengakibatkan karma phala (hasil atau phala perbuatan). Hukum rantai sebab dan akibat
perbuatan (karma) dan phala perbuatan (Karma phala) ini disebut Hukum Karma” (Panca
Sradha, 2002;54). Jadi setiap akibat yang timbul tentu ada penyebabnya. Tidak mungkin ada
akibat tanpa sebab. Demikian juga sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan sudah pasti
akan menerima akibat, baik atau buruk, cepat maupun lambat mau tidak mau hasil akan
selalu mengikutinya. Ini merupakan dalil yang logis, yaitu setiap sebab pasti menimbulkan
akibat dan setiap akibat yang ada pasti ada penyebabnya. Antara sebab dan akibat tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya, diibaratkan diri kita dengan bayangannya, bayangan akan
selalu mengikuti kemanapun kita akan pergi.
Karma phala adalah merupakan sradha (keimanan) ke tiga Panca Sradha. Karma
berarti perbuatan, dan phala berarti hasil/ buah. Perbuatan yang baik yang dilakukan akan
mendatangkan hasil yang baik, demikian juga perbuatan yang buruk pasti akan
mendatangakan hasil yang buruk pula. Batu dengan batu, atau kayu dengan kayu bila
digosok-gosok menimbulkan akibat yaitu panas. Hukum ini berlakum pada semua makhluk
hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama tidak perlu disangsikan
lagi dampak yang akan ditimbulkannya, cuman waktu untuk menerima hasil perbuatan
berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang lambat, dan bahkan bisa pula diterima dalam
penjelmaan berikutnya. Oleh karena itu, berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam
memupuk kerukunan hidup beragama senantiasa berbuat baik berlandaskan dharma. Yang
dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah
perbuatannya yang baik, dan sebaliknya yang menjadikan orang berkeadaan buruk adalah
perbuatannya yang buruk. Seseorang akan menjadi baik, hanya dengan berbuat kebaikan,
seseorang menjadi papa karena perbuatan jahatnya. “Subha asubha prawrtti yaitu baik buruk
atau amal dosa dari suatu perbuatan yang merupakan dasar dari pada karma phala dharma
yang juga disebut subha karma akan membuahkan kebahagiaan hidup lahir bathin dan karma
yang jahat hina dan adharma yang juga dinamakan asubha karma akan mendapatkan pahala
berupa penderitaan dan kesengsaraan lahir bathin” (PancaSradha,2002:60).
3.Ahimsa juga merupakan landasan penerapan kerukunan hidup beragama. Ahimsa adalah
perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang hukum alam. Jika melanggar hukum
alam maka akan mengundang reaksi keras. Jadi ahimsa, mengandung pengertian tidak
melakukankekerasan dalam bentuk tidak membunuh-bunuh makhluk hidup apapun, ahimsa
juga dimaksudkan tidak melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain.
Bertentangan dengan ahimsa karma, perbuatan membunuh-bunuh adalah adharma,
bertentangan dengan agama. Tan sayogya prihen, tidak pantas dilakukan oleh orang yang
sedang mencoba mengamalkan ajaran dharma. “Ahimsa ngaranya tan pamati-mati sarwa
prani, nguniweh janma manusa….” (Ahimsa berarti tidak membunuh-bunuh makhluk hidup,
terlebih lagi manusia).
Bersahabat adalah merupakan suatu kebutuhan sosiologis bagi manusia. Tidak ada
manusia normal yamg tidak membutuhkan persahabatn. Ciri-ciri kemanusiaan seseorang baru
akan nampak apabila dia berada di tengah-tengah manusia lainnya. Jiwa manusia
membutuhkan untuk diterima minimal oleh lingkungannya terdekat. Ada semacam anjuran
yang perlu mendapatkan perhatian dalam membina hubungan erat dalam pergaulan hidup.
Kalau merasa diri kurang kuat, bersahabatlah dengan yang kuat, dengan demikian tidak akan
ada rasa cemas. Jika ajaran brata ahimsa tidak dipelihara, maka ia akan menyebabkan
berkembangnya sifat-sifat kemarahan, kebingungan, iri hati, dan bahkan dapat menumbuh
suburnya hawa nafsu yang menggebu-gebu, sebagai musuh di dalam diri kita yang paling
sulit diatasi

Pengertian masyarakat pluralisme

Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok


yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain.
Pluralisme juga sering diartikan sebagai paham yang mentoleransikan adanya ragam
pemikiran,agama,kebudayaan,peradaban ,dan lain-lain.

2.2 Kendala Yang Dihadapi Dalam Kerukunan Umat Beragama.


1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan
teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan
masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena
baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-
masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain
bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah
perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan
sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang
dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik.
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan
yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama
telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh
tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul
kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-
porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan
dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita
tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang
mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan
diterima di sisi-Nya.
Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun
sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat
dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang
menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa
Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika
orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim,
menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing aliran
dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak
aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja,
dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis,
misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya
untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-
pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang
berlebihan.
Solusi Dari Kendala yang Dihadapi

1. Dialog Antar Pemeluk Agama


Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir
keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam
perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada
politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan
mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang
disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political
history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut
kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling
pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara
damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.Hampir bisa
dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus meningkat
di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi
dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala
intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu
komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas
umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan
dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang
sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang secara keagamaan
paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami kecenderungan
yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu,
khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu tertentu
ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang memunculkan krisis
pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya
tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama.
Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran
(exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat
disebut sebagai “non-agama.”
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan
keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di
Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai
tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan,
pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
2. Bersikap Optimis
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya
yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara lebih baik dalam bentuk :
A. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
B. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan
pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi
pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari
seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama
dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya
dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan
yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta
suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena
kehidupan beragama.
8. Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni :
A. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal
yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan
kerukunan antar umat beragama.
B. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan
sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar
tidak menjurus ke sikap primordial.
C. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu
dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan
demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun
oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat
beragama.
D. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat
beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap
pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam
menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat
membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam
maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari
misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat
Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi
pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran
dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama,
seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam
menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya
perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan
pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat
dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini.
Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi
juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah
antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-
bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan
kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan
mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan,
baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah
bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi
agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni
pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di
negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar
teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai
kawan dan mitra daripada sebagai lawan.

2.3.Cara Menjaga Kerukunan Umat Beragama.


Menjaga kerukunan antar umat beragama sangat penting karena dengan adanya
kerukunan umat beragama diharapkan akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Dibawah ini merupak cara untuk menjaga kerukunan umat beragama
1. Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesame antar pemeluk agama
yang sama maupun yanag berbeda.
2. Selalu siap membantu sesame.
3. Menghormati orang lain.
4. Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.
Selain itu Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama
adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang
hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus
mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain:
1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain.
2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan
orangnya.
3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang
beribadah.
4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain.

Pentingnya hidup dalam kerukunan beragama


Agama adalah tuntunan hidup yang kita terima sebagai sebuah kepastian hidup.
Dengan beragama, maka kehidupan kita menjadi lebih nyaman dan terarah serta teratur.
Tidak ada lagi tindakan-tindakan anarkis yang mengatasnamakan kemanusiaan.
Dengan agama, maka kita jadi mengetahui segala hal yang baik, begitu juga segala
hal yang buruk bagi kehidupan kita dan masyarakat kita. Kehidupan kita menjadi lebih baik
sebab banyak tuntunan yang kita dapatkan dan banyak larangan yang menjadikan kita
mengetahui apa yang harus dikerjakan dan yang tidak harus dikerjakan. Kita harus
menciptakan kerukunan umat beragama dalam kehidupan kita sehingga masyarakat kita
menjadi masyarakat yang tenang dan aman.
Kerukunan umat beragama sangat menentukan kondisi kehidupan kita dimasyarakat.
Jika kita masing-masing memegang teguh kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat, maka
masyarakat akan menjadi satu komunitas terbaik dan mendukung peningkatan eksisitensi diri.
Masyarakat rukun adalah masyarakat yang memungkinkan terjadinya atau terciptanya
sebuah komunikasi antar personal sebaik-baiknya dan menghindarkan berbagai keburukan
yang mungkin dapat tercipta.
BAB III
PEBNUTUP

3.1 Kesimpulan.
Mayoritas penduduk di Indonesia memeluk agama islam membuat minoritas pemeluk
agama lain dikucilkan. Secara tidak langsung unsur SARA masih sangat kental di negara ini
sehingga dengan mudahnya dijadikan ladang keuntungan demi kepentingan politik.
Kerukunan umat antar beragama di Indonesia tidak 100% nyata. Di sekolah dasar pun guru
agama akan mengajarkan kebenaran agama islam dengan bumbu penyedap lawakan tentang
betapa bodohnya agama lain. terwujudnya kerukunan hidup beragama dalam wadah negara
kesatuan Republik Indonesia mutlak diperlukan, karena kondisi masyarakatnya yang
majemuk. Melalui wadah FKPA (Forum Komunikasi antar Pemuka Umat Agama)
memungkinkan terakomodasi kepentingan semua umat beragama untuk berdialog.
Konsep kerukunan hidup beragama menurut Hindu mencakup: ajaran tattwam asi,
karma phala dan ahimsa. Tattwam asi mengajarkan kesosialan tanpa batas, menyadari
hakekat dirinya bersumber dari yang satu yaitu Sanghyang Widhi Wasa berupa atman yang
menghidupkan setiap tubuh makhluk hidup. Hukum karma phala memotivasi umat agar
senantiasa berbuat baik kepada orang lain/umat beragama lain. Dan ahimsa menolak berbagai
bentuk kekerasan yang akan dapat merusak terwujudnya sendi-sendi kerukunan antar umat
beragama.
Adapun upaya untuk membina kearah terwujudnya kerukunan hidup beragama dapat
ditempuh dengan pendekatan secara manusiawi, melalui musyawarah, berdialog, temu muka
antar pemuka agama, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran akan hidup bersama, saling
membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lainnya.
3.2.Saran.
Saran yang dapat di berikan untuk semua masyarakat Indonesia supaya menanamkan
sejak dini prilaku yang baik yakni menjaga kerukunan hidup beragama, baik antar umat
seagama maupun umat yang bebeda agama ,guna terciptanya kurukunan hidup antar sesama .
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI.1996.”Kebijakan Departemen Agama dari Masa Ke Masa, Dalam


Kurun Setengah Abad”.Jakarta.Badan Litbang Keagamaan Depag.
Yusuf Fuad Choirul dan Muchtamil.2000.”Berbagai Aspek Penelitian Keagamaan Di
Indonesia, Kumpulan Sinopsis Hasil Penelitian”. Jakarta.Badan Litbang Keagamaan Depag.
Ngurah Made.1998.”Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi”.Surabaya.Paramita Surabay

Anda mungkin juga menyukai