Anda di halaman 1dari 36

DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.

Si, MH
Dosen Pengampuh Mata Kuliah :

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


“ TERORISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA “

Makalah
Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
Pancasila Dan Kewarganegaraan Serta Sebagai Tugas Final Semester II

OLEH :
NUR ANNISA SUCI ASKIN ( 20400121072 )

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR


TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
2022/2023

1
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH
DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2022

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat


rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “TERORISME
AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM “ini dapat selesai. Tak lupa kita kirimkan
salam serta sholawat kepada suri tauladan kita yaitu Nabiullah Muhammad SAW.

Terima kasih kepada Bapak DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH
selaku dosen pengampuh kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
yang membimbing dan membina saya dalam menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang diberikan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
dari Bapak DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH, pada mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selain itu makalah ini bertujuan
menambah wawasan kepada pembaca tentang “TERORISME AGAMA DALAM
PERSPEKTIF ISLAM “.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini


masilh banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Gowa, 28 Juni 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 3

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 5

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 5

B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 6

C. TUJUAN.............................................................................................................. 6

BAB II ........................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN ............................................................................................................ 7

A. PENGERTIAN TERORISME ............................................................................... 7

B. SEJARAH PERKEMBANGAN TERORISME ...................................................... 8

C. HUBUNGAN TERORISME DAN AJARAN AGAMA ......................................... 11

D. FAKTOR PENYEBAB TERORISME ................................................................. 14

E. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MENGHADAPI AKSI


TERORISME ..................................................................................................... 20

F. PANDANGAN ISLAM TERHADAP TERORISME............................................. 23

G. TINDAKAN TERORISME YANG PERNAH TERJADI DI INDONESIA ............. 26

H. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GERAKAN TERORISME DI


INDONESIA ...................................................................................................... 32

BAB III ........................................................................................................................ 35

PENUTUP .................................................................................................................. 35

A. KESIMPULAN................................................................................................... 35

B. SARAN ............................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 36

4
BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan


membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti
waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta
seringkali merupakan warga sipil. Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme
dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan
bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata
tersebut.

Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serangan teroris yang


dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh
karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang
kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan
"terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain.

Tetapi dalam pembenaran dimata terorisme: "Makna sebenarnya dari


jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk
sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering
tampak dengan mengatas namakan agama.

Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan “teror” dan


“terorisme”, para terorisme umumnya menyebut dirinya sebagai separatis,
pejuang pembebasan, dll. Kegiatan terorisme mempunyai tujuan untuk membuat
orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian
orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan terror digunakan
apabila tidak ada jalan lain yang ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya.

5
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa itu terorisme?
b. Bagaimana sejarah perkembangan terorisme?
c. Bagaimana hubungan terorisme dengan ajaran agama?
d. Apa saja penyebab terjadinya terorisme?
e. Bagaimana implementasi nilai-nilai pancasila dalam menghadapi aksi
terorisme?
f. Bagaimana pandangan islam terhadap terorisme?
g. Apa saja tindakan terorisme yang pernah terjadi di indonesia?
h. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan gerakan terorisme di
indonesia?

C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa itu terorisme
b. Untuk mengetahui sejarah perkembangan terorisme
c. Untuk mengetahui hubungan terorisme dengan ajaran agama
d. Untuk mengetahui penyebab terjadinya terorisme
e. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pancasila dalam menghadapi
aksi terorisme
f. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap terorisme
g. Untuk mengetahui tindakan terorisme yang pernah terjadi di indonesia
h. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan gerakan
terorisme di indonesia

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TERORISME
Definisi terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan,
sehingga sampai saat ini belum ada definisi terorisme yang diterima secara
universal. meskipun sudah ada ahli yang merumuskannya, baik dalam literature
maupun dalam peraturan perundang-undangan dirumuskan. Akan tetapi
ketiadaan definisi yang seragam menurut hukum internasional mengenai
terorisme tidak serta-merta meniadakan definisi hukum terorisme itu. Masing-
masing negara mendefinisikan menurut hukum nasionalnya untuk mengatur,
mencegah dan menanggulangi terorisme. Kata “teroris” dan terorisme berasal
dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau
menggetarkan. Kata teror juga bisa menimbulkan kengerian.

Pada dasarnya istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki


konotasi yang sensitif karena terorisme mengakibatkan timbulnya korban warga
sipil yang tidak berdosa. Terorisme sebagai suatu fenomena sosial mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Proses
globalisasi dan budaya masyarakat (modern) menjadi lahan subur
perkembangan terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi
tinggi dan perkembangan informasi melalui media yang luas, membuat jaringan
dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuannya.

Menurut T. P. Thornton dalam Terror as a Weapon of Political


Agitation (1964) terorisme didefinisikan sebagai tindakan simbolis yang
dirancang untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan
cara-cara ekstra ketat, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman
kekerasan.

7
Pengertian terorisme dalam rumusan yang panjang oleh James Adams
dijelaskan, bahwa Terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik
oleh individu-individu atau kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik
untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, apabila tindakan-
tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan atau
mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar daripada korban-
korban langsungnya. Terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha
untuk menumbangkan rezim-rezim tertentu untuk mengoreksi keluhan kelompok
nasional, atau untuk menggerogoti tata politik internasional yang ada.

Dari sekian banyak pendapat tentang definisi terorisme, maka secara


umum dapat disimpulkan bahwa teroreisme adalah sebuah gerakan kejahatan
terorganisir yang memiliki jaringan kerja ( network ) dalam berbagai bentuk dan
jenis, yang dilatar belakangi berbagai motivasi dan tujuan tertentu yang telah
direncanakan ( secara rahasia) dengan menggunakan alat atau sarana yang
telah dirancang sedemikian rupa sehingga obyek-obyek ( manusia, gedung dan
fasilitas umum lainnya) yang menjadi sasaran kejahatan terror dapat terlaksana
dengan tepat dan terukur.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN TERORISME


Berdasarkan beberapa literature, bahwa sesungguhnya sejarah terorisme
telah ada sejak beberapa abad yang lalu, seiring dengan sejarah kehidupan
manusia. Lembaran sejarah manusia telah diwarnai oleh tindakan-tindakan teror
mulai perang psikologis yang ditulis oleh Xenophon (431-350 SM), Kaisar
Tiberius (14-37 SM) dan Caligula (37-41 SM) dari Romawi telah
mempraktekkan terorisme dalam penyingkiran atau pembuangan, perampasan
harta benda dan menghukum lawan-lawan politiknya. Roberspierre (1758-
1794) meneror musuh-musuhnya dalam masa Revolusi Perancis. Setelah
perang sipil Amerika terikat, muncul kelompok teroris rasialis yang dikenal
dengan nama Ku Klux Klan.

8
Demikian pula dengan Hitler dan Joseph Stalin.Pada era Perang Dunia
I, terorisme masih tetap memiliki konotasi revolusioner. Pada dekade tahun
1880-an dan 1890-an, gerakan nasionalis Armenia militan di Turki Timur
melancarkan strategi teroris untuk melawan kekuasaan Ottoman. Taktik inilah
yang kemudian diadopsi oleh gerakan-gerakan separatis pada pasca Perang
Dunia II.

Pada dekade tahun 1930-an, makna “terorisme” kembali berubah.


Terorisme pada era ini tidak banyak lagi dipakai untuk menyebut gerakan-
gerakan revolusioner dan kekerasan yang ditujukan kepada pemerintah, dan
lebih banyak digunakan untuk mendeskripsikan praktek-praktek represi massa
oleh negara-negara totalitarian terhadap rakyatnya. Terorisme dengan demikian
dimaknai lagi sebagai pelanggaran kekuasaan oleh pemerintah, dan diterapkan
secara khusus pada rezim otoritatian seperti yang muncul dalam Fasisme Italia,
Nazi Jerman dan Stalinis Rusia.

Pada pasca Perang Dunia II, terorisme kembali mengalami perubahan


makna dan mengandung konotasi revolusioner. Terorisme dipakai untuk
menyebut revolusi dengan kekerasan oleh kelompok nasionalis anti kolonialis di
Asia, Afrika dan Timur Tengah selama kurun dekade 1940-an dan 1950-an.
Istilah “pejuang kemerdekaan” yang secara politis dapat dibenarkan muncul pada
era ini. Negara-negara Dunia Ketiga mengadopsi istilah tersebut, dan bersepakat
bahwa setiap perjuangan melawan kolonial bukanlah terorisme. Selama akhir
1960-an dan 1970-an, terorisme masih terus dipandang dalam konteks
revolusioner. Namun cakupannya diperluas hingga meliputi kelompok separatis
etnis dan organisasi ideologis radikal.

9
Kelompok-kelompok semacam PLO, separatis Quebec FLQ (Front de
liberation du Quebec), Basque ETA (Euskadi ta Askatasuna) mengadopsi
terorisme sebagai cara untuk menarik perhatian dunia, simpati dan dukungan
internasional. namun belakangan ini terorisme digunakan untuk merujuk pada
fenomena yang lebih luas.

Philips Jusario Vermonte mengemukakan bahwa, pada perkembangan


selanjutnya, terorisme kemudian meluas dan melibatkan juga
kelompokkelompok subnasional dan kelompok primordial dengan membawa
elemen radikalisme (seperti agama atau agenda politik lain), yang menciptakan
rasa tidak aman (insecure) tidak hanya pada lingkup domestik, tetapi juga
melampaui batas-batas wilayah kedaulatan. Hal ini antara lain disebabkan
karena terorisme semakin melibatkan dukungan dan keterlibatan jaringan pihak-
pihak yang sifatnya lintas batas suatu negara. Dari berbagai aksi teror yang
terjadi tampak jelas bahwa teror merupakan senjata tak langsung untuk tujuan
politik. Meski seringkali dampak materialnya tidak terlalu besar tetapi dampak
politik dan psikologisnya sangat luas.

Gema aksi terorisme ini bertambah besar karena pengaruh media massa,
terutama televisi. Media massa merupakan sarana ampuh untuk penyebaran
aksi teror. Dalam sejarahnya yang panjang, masih terdapat ketidaksepakatan
mengeani batasan sebuah gerakan teroris. Masalahnya, reaksi teror itu sangat
subyektif. Reaksi setiap individu atau kelompok bahkan pemerintahan akan
berbeda. Meski demikian ada beberapa bentuk teror yang dikenal dan banyak
dilakukan, antara lain teror kriminal dan teror politik. Teror kriminal biasanya
hanya untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri. Teroris kriminal biasanya
menggunakan cara pemerasan dan intimidasi. Mereka menggunakan kata-kata
yang dapat menimbulkan ketakukan atau teror psikis.

10
Terorisme juga tidak selalu identik dengan gerakan pembebasan nasional
dan ideologi politik, karena yang dinilai adalah aksi-aksi kekerasan mereka yang
menyerang sasaran sipil (non-combatant), dan di pihak lain tidak selalu terkait
dengan simbol-simbol negara dan kekuasaan seperti elit politik, militer dan
sebagainya. Adapun aksi-aksi kekerasan yang dilakukan, baik oleh individu,
suatu kekuatan atau kelompok terhadap pihak sipil yang tidak berdosa dipakai
dalam mencapai tujuan tertentu sebagai bentuk resistensi terhadap sistem yang
ada. Sebagai konsekuensinya, baik kelompok seperti negara, organisasi politik,
ataupun organisasi yang berbasis ideologi dan nilai-nilai primordial, bahkan
individu dapat saja dikategorikan telah melakukan suatu aksi terorisme.

Walaupun aksi-aksi terorisme dapat dilakukan secara individual, namun


biasanya kaum teroris tidak berdiri sendiri melainkan mempunyai suatu jaringan
kerja (network) dan satuan kerja organisasi. Bahkan belakangan diketahui
terdapat indikasi adanya jalinan kerjasama di antara kelompok yang berbeda
latar belakang ideologis namun serupa kepentingannya, yakni melakukan
perlawanan frontal dan tidak kenal kompromi terhadap sistem kekuasaan yang
eksis. Jadi pada tingkat tertentu dalam menjalankan aksi di lapangan, terorisme
bisa saja dilakukan oleh individu yang terpisah dan tidak mengenal satu dengan
lainnya, namun sesungguhnya masih berada dalam suatu jaringan dengan
pemimpin yang sama. Hal ini sering disebut sebagai pengaplikasian sistem sel,
sebagaimana yang dipergunakan oleh organisasi-organisasi bawah tanah, baik
yang mempunyai tujuan politik ataupun kriminal.

C. HUBUNGAN TERORISME DAN AJARAN AGAMA


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam masalah terorisme pernah
mengemukakan terorisme tidak ada hubungannya dengan agama manapun,
termasuk dalam ajaran agama Islam. Teorisme akhir-akhir ini tumbuh subur
ditengah-tengah masyarakat dalam berbangsa dan bernegara serta melintasi
batas-batas negara, dari Timur tengah, Amerika, Malaysia sampai ke Indonesia

11
bahkan terorisme telah mengahantui seluruh dunia entah Barat sampai Timur,
Entah Islam maupun Kristen dan apapun agamanya. Pemahaman pemikiran
(baca ideologi) untuk meneror atas nama agama berkembang pesat sebagai
pandangan yang tersembunyi (latend).

Agama Islam sering kali dijadikan topeng bagi kepentingan orang atau
sekelompok orang tertentu untuk melakukan kekerasan atas nama agama Islam.
Walaupun sebenarnya sikap menteror bukan hanya pada umat Islam tetapi juga
dapat juga pada agama lain. Hal itu karena, dalam setiap ajaran agama manapun
rawan disalahgunakan untuk dan atas nama agama itu sendiri untuk melegalkan
kekerasan. Padahal di dalam ajaran agama tidak ajaran yang melegalkan atau
menganjurkan kekerasan. Untuk yang terakhir ini, bisa jadi peristiwa kekerasan
oleh blok barat dibelahan dunia manapun juga merupakan aksi teroris.

Tetapi dari kekerasan demi kekerasan tersebut sekedar menggambarkan


bahwa aksi teror (terorisme) bergerak dan berkembang dari kepentingan pribadi
sampai kepentingan bangsa dan negara bahkan sampai pada kawasan
Internasional. Tetapi sejatinya yang lebih hakiki dari ajaran agama manapun
secara subtansi tidak mengajarkan kerusakan, apalagi sampai pembunuhan
dalam jumlah banyak terhadap ummat agama dan dengan alasan apapun
apalagi alasannya adalah balas dendam.

Menyimak aksi terorisme di Indonesia sepuluh tahun terakhir membuat


kita terhenyak. ada beberapa hal yang berkaitan dengan pemahaman ajaran
agama terutama Islam dan terorisme.

Pertama, teorisme ada pada semua agama, termasuk Islam. Dalam setiap
agama yang memiliki wahyu dari langit ada sekelompok kecil (jumlahnya) yang
berpandangan keras (ekstrim atau radikal) dan meyakini ajarannya adalah paling
benar dan yakin benar. Sebagai contoh di Kelompok Agama Yahudi pun terdapat
para Rabi (pendeta Yahudi/Yahudi ortodok) yang sebagian berpandangan

12
sangat keras bahwa ajaran yang paling benar adalah ajaran orang Yahudi dan
itu sama dengan Kelompok kecil dalam dalam Islam yang berpandangan bahwa
ajaran Islam adalah yang paling benar dan diyakini benar, demikian pula dengan
Agama Kristen beranggaban demikian, bahwa Ajaran Kristen adalah paling
benar dan diyakini sebagai yang paling benar.

Kedua, lebih jauh dengan ajaran Islam, Ajaran Islam tidak mengajarkan
kekerasan, Islam mengajarkan anti kekerasan, hidup dalam kedamaian,
berdampingan dengan harmonis, dan tidak memaksakan pendapat. Ajaran itu
ditujukan baik dengan orang yang seagama maupun agama lain dan harus saling
menghormati (Surat Al-Kafirun). Dengan demikian melakukan kekerasan
disamping tidak diperbolehkan juga tidak sesuai dengan kodrat manusia sebagai
manusia yang dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan
sendiri adalah kodrat sebagai manusia yang beradab dan melintasi ajaran agama
manapun.

Oleh karena itu, melakukan kekerasan terhadap sesama bukanlah ajaran


Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan kemanfaatan bagi sesama
manusia (rahmatan lil alamin) dan tidak boleh melakukan kerusakan dimuka
bumi. Bila ada yang melakukan kekerasan dengan atas nama agama Islam pasti
itu tidak benar, yang terjadi adalah orang atau sekelompok orang yang
menyalagunakan agama Islam, orang Islam yang memakai ‘topeng’ Islam (bukan
orang Islam yang sesungguhnya), dan atau orang ‘berpura-pura’ meyakini dan
memahami ajaran Islam padahal dalam kenyataannya tidak. Hal itu akan
semakin parah terutama bila bertemu dengan tipe orang yang tidak mau tahu,
tidak mau memahami dan tidak mau mengerti ditambah merasa benar sendiri
(yang lain salah).

Ketiga, ajaran Islam menegaskan tidak boleh melakukan kerusakan di


muka bumi ini. Islam menegaskan kehidupan didunia sudah ditegaskan harus
bermanfaat pada seluruh alam. Kebahagiaan yang ingin dicapai pun

13
kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mencapai itu semua diperlukan kesalehan
sosial, kebermanfaatan untuk sesama (Islam dan ummat lain). Orang yang
melakukan kerusakan dimuka bumi merupakan orang yang kufur nikmat serta
keberadaannya tidak sesuai dengan ajarann Islam itu sendiri.

Akibat pemahaman keagamaan yang tidak selesai dan tidak menyeluruh


tersebut sering mengakibatkan permasalahan dan baru disadari dibelakang atau
bahkan tidak dipahami atau sulit dipahami orang yang mengaku paham itu sendiri
apalagi orangnya bersifat tertutup. Dan yang terakhir inilah yang semakin
mempersubur adanya terorisme, orang yang terkadang sudah tidak mau tahu
dengan yang lainnya atau orang yang tidak bisa memahami adanya pemahaman
lain yang bisa jadi sebenarnya lebih baik.

D. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TERORISME


Sebagai bangsa yang telah memiliki konsensus dasar nasional, sering
disebut dengan “empat pilar kebangsaan”, Indonesia harus tetap memegang
teguh Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila
adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk bangsa Indonesia sebagai
perekat bangsa, fondasi negara, dan ideologi negara. Keistimewaan Indonesia
dari bangsa-bangsa lain adalah bahwa bangsa Indonesia memiliki Pancasila,
yang itu tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia, dimana hanya Indonesia
pemilik Pancasila, dan itulah keistimewaan dan keunikan bangsa Indonesia.

Pancasila merupakan identitas dan jati diri bangsa Indonesia. setiap


upaya untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain selain Pancasila adalah
perbuatan yang mengingkari terbentuknya Indonesia sebagai negara bangsa,
dan untuk itu harus disingkirkan dari bumi Indonesia. Pengalaman menunjukkan
bahwa Pancasila telah mengalami berbagai ancaman dan pengkhianatan yang
dilakukan oleh sekelompok orang, namun sampai saat ini Pancasila masih berdiri
kokoh sebagai dasar negara dan ideologi negara.

14
Saat ini, Pancasila juga tengah menghadapi ancaman serius dimana
terdapat beberapa Ormas Anti Pancasila sedang menginginkan Pancasila diganti
dengan ideologi lain, NKRI ingin dirubah menjadi negara khilafah, Pancasila
dianggap sebagai kafir, serta penganut Pancasila sebagai thogut. Mendefinisikan
terorisme tidak mudah dan akan membawa kita kepada diskusi istilah dan
pengertian yang tiada habisnya. Namun, dalam rangka melakukan usaha
pencegahan tindakan terorisme tersebut, mau tidak mau harus berangkat dari
pembuatan definisi. Kalau tahapan ini tidak dilakukan, kita tidak akan tahu apa
yang harus kita lakukan. Terorisme dalam kaitan ini diartikan sebagai, tindakan
kekerasan atau ancaman untuk melakukan tindakan kekerasan yang ditujukan
kepada sasaran acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang
berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan
keputusasaan massal. Tindakan terorisme tersebut dilakukan dalam rangka
memaksakan kehendak kepada pihak yang dianggap lawan oleh kelompok
teroris, agar kepentingankepentingan mereka diakui dan dihargai.

Teror yang berarti sebuah ancaman harus dihancurkan, karena


berbahaya bagi kehidupan umat manusia. Ideologi teroris itu terus yang justru
membuat umat manusia Indonesia semakin goyah. Teroris merupakan musuh
bersama kemanusiaan, karena tindakan mereka yang membuat orang lain tidak
aman, tidak nyaman, selalu diselimuti rasa ketakutan dan mengacaukan sistem
sosial, dan hukum yang sudah mapan dianut bangsa Indonesia. Pancasila
sebagai pilar bangsa Indonesia sejatinya harus mampu dipahami oleh seluruh
bangsa Indonesia dan umat Islam di Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia ini tentunya, diharapkan


mampu menyelesaikan persoalan terorisme di Indonesia. Pancasila adalah
petunjuk, pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbuat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelaku teroris di Indonesia sejatinya
tidak mampu memahami nilai-nilai pancasila secara komprehensif, mereka

15
cenderung mengagungkan ideologinya dengan cara menebar teror. Cara teror
atau kekerasan itulah yang menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia yang
sudah semestinya harus dihancurkan dan dimusnahkan dalam masyarakat
Indonesia.

Persoalan munculnya terorisme di Indonesia dapat pula disebabkan


karena bangsa Indonesia melupakan nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika, yang sesungguhnya mempunyai nilai moral positif sebagai upaya
pencegahan terhadap aksi terorisme. Pancasila tidak pernah diamalkan secara
praksis sehingga menumbuh suburkan terorisme. Kalau bangsa Indonesia ini
mampu memahami secara komprehensif nilai-nilai pancasila, maka tidak
mungkin tercipta terorisme. Pancasila adalah penyelamat dan pemersatu bangsa
Indonesia. Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya aksi terorisme:

a. Pemahaman Agama Yang Kurang Lengkap


Semua agama dan keyakinan perlu pemahaman secara menyeluruh.
Ajaran agama dan kepercayaan kepada sang pencipta perlu dimaknai dengan
benar dan ditafsirkan secara tepat, namun pada kenyataannya seringkali yang
terjadi ada sekelompok orang yang tidak paham dan tidak mengerti tetapi yakin
bahwa dirinya benar. Pemahaman keagamaan sebenarnya tidak bersifat tertutup
tetapi terbuka bagi kebenaran. Hal tersebut dimungkinkan karena manusia
merupakan tempat salah dan dosa, serta tidak mungkin manusia sempurna.
Ketidaksempurnaan manusia tersebut mengakibatkan pemahaman
terhadap Keagamaan dan kepercayaan semata-mata sarat dengan kepentingan
pribadi yang tidak objektif. Ketidak objektifan karena syarat kepentingan pribadi
mengakibatkan pemahaman keagamaan dan keyakinan kepercayaan dan
keagamaan menjadi syarat kepentingan. Kasus terorisme yang terjadi di
Indonesia sebagian besar terjadi karena mengatasnamakan agama untuk
kepentingan pembenar bagi aktivitas yang bisa jadi tidak benar.

16
b. Kemiskinan
Dalam ajaran agama Islam ditegaskan kemiskinan atau kata lainnya
adalah kufur akan mendatangkan ingkar terhadap nikmat. Kemiskinan dapat
berakibat orang ingkar terhadap kebenaran. Kemiskinan itu pula yang
menimbulkan banyak masalah dalam kehidupan keagamaan, kepercayaan,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan agama terkadang
timbul penyimpangan seperti terorisme yang bila ditilik awal sesungguhnya
adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan mengakibatkan seseorang
berpendidikan rendah, berpendidikan rendah berpengaruh luas ke pemahaman
agama yang rendah, sepotong-potong dan akhirnya semakin menyuburkan
terorisme.
Pemahaman keagamaan dan keyakinan yang benar, baik dan subtansial
maupun formal akan mengeliminasi adanya kegiatan terorisme. Oleh karena itu,
terorisme akan muncul dengan subur dan sulit diberantas bila masih banyak
kemiskinan. Kemiskinan yang berbungkus pemahaman keagamaan yang
dangkal adalah awal mula terorisme. Terorisme akan tumbuh subur pada
masyarakat di mana kemiskinan meluas. Kemiskinan didalam kehidupan
bermasyarakat juga akan menimbulkan berbagai penyimpangan seperti berbagai
bentuk kriminal, kekerasan dan pemaksaan. Terorisme sendiri sebenarnya
adalah kriminal yang mengatasnamakan agama. Masyarakat akan sulit
mencapai harmoni bila di dalamnya terdapat dan merebak luas kemiskinan.

c. Masalah Israel dan Palestina


Dasar dari kegitan terorisme bila disimak adalah masalah di Timur tengah.
di sebagian masyarakat muslim berkembang pandangan bahwa akar dari
masalah terorisme adalah keserakahan dan ketidakadilan Israel dan Barat
(terutama yang dipelopori Amerika Serikat). Sebagian kelompok Islam keras
dasar dari teorisme adalah masalah tanah Palestina.

17
Di dalam kubah-kubah kelompok Islam keras sering menyinggung
masalah Palestina dan Israel secara mengebu-gebu dan terkadang sangat
kelihatan emosional. Ajakan untuk berjuang membebaskan Palestina sering
berujung pada perlawanan terhadap Amerika dan sekutunya serta tentunya
kepentingan. Dari situlah terlihat adanya kebencian kelompok Islam keras
terhadap Barat.

d. Ketidakadilan dan Ketimpangan


Ketidakadilan dan ketimpangan menjadi salah satu hal yang turut
menyumbang adanya terorisme. Ketidakadilan dalam pengertian internasional,
regional dan nasional. Ketidak adilan merupakan faktor yang tersembunyi dan
latend yang keberadaannya sangat penting dan menentukan bagi tumbuh dan
suburnya kegiatan terorisme. Kegiatan terorisme mengunakan tema-tema
ketidak adilan menjadi faktor sentral. Ketidakadilan Barat terutama Amerika
Serikat dalam memberlakukan Israel dalam forum Internasional dibanding
Palestina menjadi pertanyaan mendasar dan melahirkan berbagai bentu upaya
terorisme baru.

e. Penyalahgunaan Ajaran Agama dan Ketidaktahuan Massa


Ajaran Agama sangat agung dan mulya, objektif dan sebetulnya jelas.
Ajaran agama dan kepercayaan yang agung dan mulya tersebut, dalam
pelaksanaanya sering kali disalahgunakan dan disalahpahami. Agama terkadang
hanya menjadi alat legitimasi dari aktivitas manusia, bila itu memang benar tidak
masalah tetapi kalau yang dilegitimasi adalah perilaku yang tidak benar dan tidak
layak akan menjadi masalah bagi umat manusia. Penyalagunaan agama atau
perilaku yang membawa nama agama adalah tidak salah tetapi kalau membawa-
bawa agama untuk tindakan meneror sangat jauh dari ajaran agama itu sendiri.
Pada kenyataannya perilaku teror, teroris dan terorisme adalah merugikan
agama itu sendiri, terlebih ummat manusia.

18
Diperlukan adanya upaya untuk mengatasi permasalahan tentang
terorisme ini, baik itu upaya dari pemerintah maupun dari masyarakat. Aksi
terorisme dikhawatirkan akan menjalar pada generasi muda bangsa. Untuk
menciptakan generasi muda anti terorisme diperlukan penerapan Pendidikan
Pancasila sejak usia dini. Dalam Pancasila mengandung nilai-nilai yang sesuai
dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Pendidikan Pancasila perlu
dipelajari, dihayati, dan diterapkan bagi para generasi muda agar tidak
terjerumus dalam aksi terorisme. Oleh karena itu, dalam artikel ini dibahas
mengenai penerapan Pendidikan Pancasila untuk menciptakan generasi anti
terorisme.

Apabila tidak ada upaya yang nyata untuk menghilangkan terorisme,


maka tindakan terorisme akan semakin meningkat dan akan menimbulkan
dampak yang luar biasa dalam suatu negara. Dampak tersebut dapat berupa
rusaknya sendi-sendi politik dalam suatu negara. Selain berdampak pada
tatanan perplitika, aksi terorisme juga berdampak pada kehidupan masyarakat.
Masyarakat menajdi tertekan, merasa tidak aman dan merasa khawatir. Selain
mengganggu psikis dari masyarakat, terorisme juga mengganggu kehidupan
ekonomi serta mengikis nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat. Terorisme
yang mengatasnamakan agama dalam menjalankan aksinya akan membuat
agama menjadi bayang-bayang kekuasaan dan ketertindasan.

19
E. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MENGHADAPI AKSI
TERORISME
Dalam sejarah panjang Indonesia, Pancasila merupakan nilai-nilai dasar
kebangsaan yang disepakati sebagai pengikat dan perekat bagi persatuan dan
kesatuan Indonesia yang multikultur. Bangsa Indonesia juga memiliki pandangan
hidup, filsafat hidup, dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang dibentuk berdasarkan suatu
asas kultural yang dimiliki dan melekat pada diri bangsa Indonesia sendiri.
Norma-norma dasar yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara
dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, bermakna:


a. Dasar kehidupan bernegara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa;
b. Jaminan memeluk dan beribadat menurut agama dan
kepercayaan;
c. Toleransi antar pemeluk agama dan aliran kepercayaan;
d. Hak dan kebebasan mengembangkan agama dan kepercayaan,
tanpa melanggar kebebasan yang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, bermakna:
a. Pengakuan negara terhadap hak tiap bangsa menentukan
nasibnya sendiri;
b. Perlakuan tiap manusia secara adil, sama, dan sederajat;
c. Jaminan negara terhadap hukum dan pemerintah secara sama,
dengan kewajiban menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
3. Persatuan Indonesia, bermakna:
a. Perlindungan negara terhadap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

20
b. Peran negara mengatasi segala paham golongan dan paham
perseorangan;
c. Pengakuan negara terhadap Bineka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, bermakna:
a. Kedaulatan di tangan rakyat;
b. Keputusan dengan asas musyawarah mufakat, dengan
pengecualian suara terbanyak jika tidak tercapai mufakat;
c. Negara berdasar atas hukum (rechstaat), bukan kekuasaan belaka
(machstaat);
d. NKRI berdasarkan konstitusi tidak bersifat absolutism (kekuasaan
yang tidak terbatas).
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bermakna:
a. Perekonomian disusun dengan asas demokrasi ekonomi;
b. Penguasaan negara terhadap cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak;
c. Kekayaan Indonesia untuk kemakmuran rakyat;
d. Perlakuan adil terhadap setiap orang Indonesia di segala bidang;
e. Hak pendidikan bagi setiap warga negara. Terhadap sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Aksi terorisme dan bom bunuh diri melanggar toleransi umat beragama
yang hancur karena paham ideologi teroris sendiri. Oleh karena itu, pada pidato
Soekarno pada 1 Juni 1945 menjelaskan bahwa betapa pentingnya kita untuk
memaham Ketuhanan dalam Kebudayaan. Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia tentunya diharapkan mampu menyelesaikan persoalan terorisme di
Indonesia. Pancasila adalah petunjuk, pandangan hidup masyarakat Indonesia
dalam bertindak dan berbuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

21
Cara teror atau kekerasan itulah yang menimbulkan disintegrasi bangsa
Indonesia yang sudah semestinya harus dihancurkan dan dimusnahkan dalam
masyarakat Indonesia.Persoalan munculnya terorisme di Indonesia dapat pula
disebabkan karena bangsa Indonesia melupakan nilai-nilai luhur Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika, yang mempunyai nilai moral positif sebagai upaya
pencegahan terhadap aksi terorisme. Eksistensi manusia harus berdialog dalam
hidup bersama melalui nilai-nilai pancasila yang pada nantinya akan membawa
kedamaiaan, ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar sesama manusia,
dengan tujuan agar Tuhan pun mencintai manusia.

Jika sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa ini mampu dilaksanakan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Tentunya, aksi terorisme dapat
dihindari sejak dini. Pancasila memuat makna keberagamaan dan kebersamaan
yang dapat mencegah aksi terorisme.

Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini
menekankan bahwa setiap warga negara harus selalu menghargai harkat dan
martabat orang lain, tidak boleh berbuat tercela menghina atau bahkan
melakukan ancaman atau teror. Harkat dan martabat manusia harus dijunjung
dengan cara yang adil dan beradab. Pengakuan atas harkat dan martabat
kemanusiaan yakni kedudukan dan derajat yang sama. Saling mencintai sesama
manusia.

Sila ketiga, upaya merajut rasa kebangsaan dan cara mengatasi


persoalan terorisme harus dipererat kembali dengan mengimplementasikan sila
ketiga atas pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga aksi
terorisme dapat diatasi dengan menggunakan pemahaman atas sila ketiga, yakni
mengedepankan rasa kebangsaan bersama untuk persatuan dan kesatuan di
antara warga negara Indonesia.

22
Dengan demikian, di tengah merebaknya tindakan terorisme dan
radikalisme, pemerintah dan kepolisian harus bisa mencegah pelaku bom bunuh
diri. Karena itu, pada saat ini bangsa Indonesia harus banyak melakukan banyak
sosialisasi serta penghayatan dan pengamalan nilai-nilai pancasila,
menumbuhkan nilai-nilai rasa kebangsaan dan rasa kewarganegaraan Indonesa
harus dijadikan sebagai jalan memutus mata rantai aksi terorisme.

F. PANDANGAN ISLAM TERHADAP TERORISME


Akhir-akhir ini citra Islam dan Ummat Islam sedang dipertaruhkan, akibat
ulah segelintir orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan
aksi terror dimana-mana, intimidasi, menakut-nakuti, menjadikan orang Islam
identik dengan teroris. Padahal dengan tegas dinayatakan bahwa tidak ada
sepotong ayat maupun hadis yang membenarkan akasi-aksi terror seperti yang
dilakukan oleh gembong teroris sekarang ini. Terorisme adalah salah satu bentuk
kejahatan yang diorganisir dengan baik dan rapi serta terampil, bersifat
transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa, yang tidak
mebeda-bedakan sasaran.

Sebenarnya seseorang dianggap sebagai teroris bila ia melancarkan aksi-


aksi ancaman dengan menggunakan kekerasan sebagai bagian dari bentuk cirri
dan gerakannya. Bila jihad diidentikkan dengan aksi terorisme sangat tidak benar
jika seorang muslim berjihad atas nama agama dan kemudian melakukan
kekerasan atau membnuh orang lain atas nama agama tanpa alasan yang
dibenarkan dalam syareat Islam. Bila dilihat kasus Bom Bali misalnya, aksi
pemboman yang dilakukan oleh Amrozi Cs, semata-mata dendam dan Amarah
kepada Amerika dan sekutunya yang menindas para pejuang muslim di
Palestina, Afghanistan dan lain-lainnya. Pemboman yang dilakukan Amrozi Cs
bukan atas nama agama Islam, hanya kebetulan ia sorang muslim.

23
Sehubungan dengan uraian di atas, KH. Ma’ruf Amin (Ketua Komisi Fatwa
MUI Pusat) menyatakan mendukung aksi “bom syahid” atau amaliyatul istisyhad
sebagai bagian dari jihad yang dilakukan di daerah perang (darul harb) dan
bukan negara damai (darus salam) atau negara dakwah (darud da'wah). “Seperti
yang terjadi di Palestina atau lrak dan Afghanistan, kami dukung karena
merupakan bentuk perlawanan di daerah yang dilanda perang. Tetapi bukan
Indonesia sini. Indonesia adalah negara dakwah.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar yang memiliki pemerintah yang


sah dan diakui oleh rakyatnya yang mayoritas muslim adalah negara dalam
keadaan damai dan negara yang diwajibkan atasnya dakwah atau seruan
kepada kebaikan. Indonesia tidak sedang dijajah atau diserang negara lain, jadi
tidak bisa perang. Fatwa MUI menegaskan bahwa Bom bunuh diri sudah harus
dibedakan antara bom bunuh diri dengan amaliyatul istisyhad (tindakan mencari
kesyahidan). Dengan demikian logikanya, kalau mau perang, tempatnya di
Palestina, bukan di Indonesia.

Selanjutnya MUI menegaskan bom bunuh diri yang dilakukan di negara


damai seperti Indonesia hukumnya haram karena merupakan bentuk tindakan
keputusasaan (al ya’su) dan mencelakakan diri sendiri dan orang lain (ihlak an
nafs).” Jadi dosanya dobel,". Selain MUI, para ulama Ahlussunnah, dan juga
beberapa pakar ilmu di tanah air, menyoroti masalah terorisme, baik di Indonesia
maupun di negara-negara asing tentang hukum bom bunuh diri atau yang
diistilahkan oleh sebagian kalangan pergerakan sebagai istisyhad alias bom
syahid.

Mereka menyimpulkan bahwa bom syahid yang dilakukan di medan-


medan perang memiliki nilai kontroversi di kalangan para ulama. Sebagian
menganggapnya haram, namun sebagian memperbolehkan bila memunculkan
maslahat besar, seperti masuknya banyak kalangan ke dalam agama Allah
dengan aksi tersebut. Ada juga yang menetapkan syarat bahwa pihak musuh

24
harus banyak terbunuh, dan pihak pelaku terobos maut yang kemungkinannya
tetap hidup. Intinya, masih kontroversial. Namun ulama Ahlussunnah sama sekali
tidak memasukkan model bombing yang bukan di wilayah peperangan -seperti
gaya Amrozi cs-, apalagi yang dilakukan di lokasi-lokasi hiburan, lebih lagi
dengan resiko membunuh sesama muslim, sebagai bom syahid atau bom jihad.
Masalah “bom syahid dengan bunuh diri “yang dilakukan oleh pejuang Palestina
dan disejumlah

Negara muslim yang lain, terdapat perbedaan pendapat diantara para


Ulama. Di satu sisi para ulama di Arab Saudi berpendapat bahwa aksi bom
syahid khususnya di Palestina adalah bunuh diri, diantara mereka juga banyak
yang mengatakan dengan tegas bahwa aksi bom syahid adalah jihad, dan
pelakunya adalah mati syahid.

Dr. Nawal Haif Takruri mengatakan bahwa bom syahid yang dipraktikkan
oleh para mujahidin disejumlah Negara muslim adalah jihad, maka matinya
adalah mati syahid, namun demikian tidak semua aksi meledekkan diri dengan
bom adalah aksi bom syahid. Hal itu perlu kajian lebih lanjut, mana diantara aksi
yang jihad yang otomatis pelakunya mati syahid, dan mana pula yang merupakan
bom bunuh diri, termasuk sebab dan tujuan dari aksi mereka, seperti kasus Irak,
terutama pasca jatuhnya Saddan Husain, sebahagian ulama bersikap menahan
diri untuk mengatakan apakah aksi meledakkan diri yang dilakukan oleh
sebahagian rakyat Iraq itu aksi “ Bom Syahid ataukah bom bunuh diri.36 Dengan
demikian dapat disimpulakan bahwa gerakan- gerakan yang dilakukan oleh para
teroris internasional yang meledakkan diri dengan bom, tidak semuanya dapat
dikatakan sebagai bom bunuh diri ( mati konyol ), bahkan boleh jadi mereka itu
sebahagiannya adalah bon syahid yang otomatis pelakunya adalah mati syahid.

25
G. TINDAKAN TERORISME YANG PERNAH TERJADI DI INDONESIA
Salah satu bentuk terorisme adalah aksi peledakan bom. Selain itu, ada
juga berbagai aksi teror lain yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya,
seperti perampokan dan lain-lain. Di Indonesia, berbagai aksi bom, termasuk
bom bunuh diri, marak terjadi sejak tahun 2000.

a. Bom Gereja serentak di malam Natal


Ledakan bom terjadi di gereja-gereja di 13 kota di Indonesia pada
malam Natal tahun 2000. Mulai dari Medan, Pekanbaru, Jakarta,
Mojokerto, Mataram, dan kota lainnya. Serangan yang terjadi secara
serentak ini menyebabkan 16 orang meninggal dan 96 orang terluka.
Serangan-serangan bom tersebut dikomandoi oleh Encep Nurjaman alias
Ridwan Isamuddin alias Hambali, salah satu pemimpin Jama'ah
Islamiyah, kelompok afiliasi Al-Qaida di Asia Tenggara. Saat ini, Hambali
berada dibawah penahanan militer Amerika Serikat di pangkalan militer
Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba. Ia ditetapkan sebagai kombatan
dan akan menjalani persidangan militer Amerika atas tuduhan
bertanggung jawab dalam beberapa serangan teroris.
b. Bom Bali I
Tiga bom meledak di Bali pada 12 Oktober 2002. Ledakan ini
menewaskan 202 orang dan ratusan orang menderita luka. Ledakan
pertama terjadi di depan Diskotek Sari Club, Jalan Legian, Kuta. Tidak
berselang lama, ledakan kedua terjadi Diskotek Paddy’s yang berada di
seberang Sari Club. Setelah itu, ledakan ketiga terjadi tak jauh dari
Konsulat Amerika Serikat di wilayah Renon, Denpasar. Selain korban jiwa,
ledakan bom ini juga merusak bangunan-bangunan di sekitar lokasi
kejadian.

26
Polisi kemudian menangkap Amrozi, Imam Samudra alias Abdul
Aziz, Ali Ghufron, Ali Imron, Mubarok alias Utomo Pamungkas, dan
Suranto Abdul Gani. Tersangka lain, Dulmatin, tewas saat penangkapan.
Mereka terbukti bersalah melakukan pengeboman tersebut. Dalam
persidangan, terungkap bahwa para pelaku merupakan anggota Jamaah
Islamiyah (JI). Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron divonis mati dan
telah dieksekusi pada November 2008. Sedangkan Ali Imron, Mubarok
dan Suranto Abdul Gani divonis penjara seumur hidup. Terbaru,
Koordinator Bom Bali I, Arif Sunarso alias Zulkarnaen alias Daud alias
Abdullah Abdurrohman divonis 15 tahun penjara pada Januari 2022. Ia
ditangkap Densus 88 Antiteror Polri pada 10 Desember 2020 setelah
buron 18 tahun.
c. Bom Bali II
Bom kembali meledak di Bali pada 1 Oktober 2005. Tiga ledakan
bom terjadi di R.AJA’s Bar and Restaurant, Kuta, serta Menega Cafe dan
Nyoman Cafe, Jimbaran. Dalam aksi teror ini, 23 orang tewas termasuk
pelaku dan ratusan luka-luka. Ledakan ini juga merusak bangunan-
bangunan di sekitar lokasi. Pelaku diketahui merupakan jaringan JI yang
didalangi Noordin M. Top. Para pelaku yang terlibat telah divonis delapan
sampai 18 tahun penjara.
d. Bom JW Marriot dan Ritz Carlton
Ledakan bom terjadi di dua hotel berbintang lima yang merupakan
jaringan hotel Amerika, JW Marriot dan Ritz Carlton, di kawasan Mega
Kuningan, Jakarta, 17 Juli 2009 pagi. Jumlah yang tewas dalam dua
kejadian ini sembilan orang, enam di antaranya warga negara asing, dan
lebih dari 40 orang luka-luka. Dua di antara yang tewas merupakan pelaku
bom bunuh diri. Kejadian ini merupakan bagian dari aksi kelompok JI yang
didalangi Noordin M. Top. Para pelaku yang terlibat dalam teror ini telah
divonis enam tahun tahun hingga seumur hidup. Sementara dua bulan
kemudian, Noordin M. Top tewas dalam baku tembak di Solo.

27
e. Perampokan Bank CIMB Niaga di Medan
Perampokan bersenjata terjadi di Medan pada 18 Agustus 2010.
Dalam kejadian ini, seorang polisi yang bertugas di bank tersebut tewas
ditembak dan dua petugas keamanan terluka. Kawanan perampokan
berhasil menggasak uang sekitar Rp200 juta. Tak hanya CIMB Niaga,
mereka juga diketahui merampok sejumlah tempat lain, seperti Bank
Sumut, money changer di Belawan, Medan, Bank BRI, dan sebagainya.
Belakangan terungkap bahwa kawanan ini berkaitan dengan jaringan
teroris Aceh-Banten-Jabar yang termasuk di antaranya kelompok JI. Dana
hasil perampokan akan digunakan untuk mendanai sejumlah aksi
terorisme, termasuk membeli senjata api dan granat. Sebanyak 16 orang
ditangkap terkait kasus ini. Tiga di antaranya meninggal karena melawan
saat ditangkap. Para pelaku yang terlibat telah divonis mulai dari lima
hingga 12 tahun penjara.
f. Bom Masjid Polres Cirebon Kota
Ledakan bom bunuh diri terjadi saat solat Jumat di Masjid Polres
Cirebon Kota pada 15 April 2011. Dalam kejadian ini, pelaku bom bunuh
diri tewas di tempat dan lebih dari 20 orang menderita luka, satu di
antaranya Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco. Para pelaku dari
kelompok Cirebon yang terlibat dalam aksi ini telah divonis lima hingga
sembilan tahun penjara.
g. Bom Thamrin
Setidaknya terdapat enam ledakan dan baku tembak antara teroris
dan polisi di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016.
Ledakan terjadi di dua tempat, yaitu di halaman parkir Menara Cakrawala
dan di pos polisi di depan gedung tersebut. Delapan orang dinyatakan
tewas, yang terdiri empat pelaku dan empat warga sipil. Sementara 24
lainnya luka-luka akibat serangan tersebut.

28
h. Bom Mapolresta Solo, Jawa Tengah
Tepatnya pada Selasa 5 Juli 2016, terjadi serangan bom bunuh diri
di halaman Mapolresta Solo, Jawa Tengah. Akibatnya seorang anggota
polisi mengalami luka ringan karena mencegah pelaku memaksa masuk.
Ledakan itu terjadi hanya satu hari sebelum Idul Fitri yang jatuh pada
Rabu, 6 Juli 2016.
i. Bom Molotov di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat
Tepatnya pada 13 November sekira pukul 10:10 Wita, terjadi
ledakan bom molotov di di depan Gereja Oikumene, Jalan Cipto
Mangunkusumo, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Satu orang
meninggal dan empat orang anak mengalami luka bakar di sekujur
tubuhnya akibat peristiwa itu. Beberapa jam setelahnya, pada 14
November 2016, sebuah bom molotov meledak di Vihara Budi Dharma,
Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Beruntung tidak ada korban jiwa
maupun korban luka-luka dalam peristiwa yang terjadi sekira 02:30 WIB
dini hari karena saat kejadian tidak ada kegiatan di vihara tersebut.
j. Bom Terminal Bus Kampung Melayu
Setidaknya ada dua ledakan terjadi di sekitar Terminal Bus
Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Rabu malam, 24 Mei 2017.
Ledakan pertama terjadi sebelum pukul 21:00 WIB, sementara ledakan
kedua tepat pukul 21:00 WIB, dengan jarak sekitar 10 meter dari lokasi
pertama. Ledakan itu menewaskan setidaknya 5 orang dan 10 orang
lainnya luka-luka. Korban tewas juga termasuk tiga anggota polisi yang
sedang menjaga pawai obor menyambut bulan Ramadan pada malam itu.
Sementara dua orang lainnya adalah pelaku bom bunuh diri.

29
k. Penyerangan terhadap tokoh agama
Rentetan penyerangan terhadap tokoh agama terjadi secara
beruntun pada 2018. Dua kasus yang menarik perhatian publik adalah
penganiayaan terhadap Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah di
Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri, dan tokoh organisasi
keagamaan dari Persis (Persatuan Islam), Ustaz Prawoto. Umar Basri
dianiaya seseorang usai solat Subuh, 27 Januari 2018. Akibat dipukul
kayu, Umar mengalami luka parah. Namun, pelaku Asep Ukin yang
dinyatakan bersalah tidak bisa dipidana karena menderita gangguan jiwa.
Kasus kedua adalah penganiayaan yang menyebakan tewasnya tokoh
Persis, organisasi massa Islam terbesar di Jawa Barat, Prawoto. Pelaku,
Asep Maftuh, telah divonis tujuh tahun penjara. Ia dinyatakan tidak
menderita gangguan jiwa seperti yang disebut sebelumnya. Berbagai
kasus penyerangan terhadap tokoh agama juga terjadi setelah itu.
Sebagian besar pelaku dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
l. Tragedi Mako Brimob
Pada Selasa malam 8 Mei 2018 terjadi kericuhan antara
narapidana teroris (napiter) dengan polisi di Rutan Mako Brimob, Kelapa
Dua, Depok, Jawa Barat. Ada lima polisi dibunuh secara sadis oleh para
nepiter, mereka yakni Bripda Wahyu Catur Pamungkas, Bripda Syukron
Fadhli Idensos, Ipda Rospuji, Bripka Denny Setiadi dan Briptu Fandi.
Kemudian, satu napi juga tewas dalam peristiwa itu. Peristiwa itu juga
disertai penyanderaan terhadap satu anggota polisi atas nama Bripka
Irwan Sarjana. Butuh waktu 36 jam polisi membebaskan sandera hingga
akhirnya para napi teroris yang berjumlah 155 menyerah tanpa syarat.

30
m. Bom di Gereja Surabaya
Selang lima hari kemudian pasca-tragedi mencekam di Mako
Brimob, tepatnya pada Minggu, 13 Mei disusul peristiwa bom bunuh diri di
tiga gereja sekaligus di Surabaya, Jawa Timur. Ledakan terjadi di depan
Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Utara, GKI Diponegoro
Surabaya, dan GPPS Sawahan di Jalan Arjuno. Setidaknya, ada
sebanyak 13 orang tewas dan 43 orang dikabarkan luka-luka akibat
peristiwa tersebut. Pelaku diketahui terdiri dari enam orang dan satu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan empat anaknya. Dua anak masih
balita.
n. Bom Sidoarjo
Pada malam harinya, Minggu 13 Mei terjadi ledakan bom di Blok B
lantai 5 Rumah Susun (Rusun) Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur. Tiga
orang tewas dalam peristiwa itu yakni Anton Febryanto (47), Puspita Sari
(47) istri Anton dan Rita Aulia Rahman remaja 17 tahun yang merupakan
anak pasangan Anton-Puspita. Tiga lainnya selamat yakni Ainur Rahman
(15) yang membawa kedua adik perempuannya, masing-masing Faizah
Putri (11) dan Garida Huda Akbar (10). Ketiganya sudah dirujuk untuk
dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara.
o. Teror Kelompok Separatis Teroris Papua
Berbagai teror terus dilancarkan kelompok separatis teroris (KST)
di Papua hingga kini. Salah satu yang menarik atensi adalah baku tembak
antara prajurit TNI dan KST di distrik Kiwirok pada 13 September 2021.
Tak hanya itu, kelompok tersebut juga membakar fasilitas umum di kantor
kas Bank Papua, pasar, gedung Sekolah Dasar, dan bahkan puskesmas.
Seorang tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok bernama Gabriela Meilan
meninggal dalam kejadian ini. Sementara tiga tenaga medis lainnya
beserta satu prajurit mengalami luka-luka.

31
Teror lain yang berhasil menyedot perhatian publik adalah
tewasnya Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI Gusti Putu
Danny Nugraha akibat ditembak KST di distrik Beoga, Puncak, Papua, 25
April 2021. Saat kejadian, korban sedang berkendara bersama dengan
tujuh anggota lainnya. Penyerangan ini terjadi di kampung Dambet yang
sebelumnya juga pernah diserang KST pada 17 April 2021. Saat itu,
kelompok teroris tersebut membakar rumah warga serta fasilitas
pendidikan termasuk perumahan guru. Salah satu rumah yang dibakar
adalah milik Kepala Suku Eber Tinal.

H. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GERAKAN TERORISME DI


INDONESIA
Gerakan terorisme di Indonesia adalah merupakan bahagian dari gerakan
terorisme secara internasional, yang kian jelas menjadi momok bagi peradaban
modern. Tujuan, strategis, motivasi, target dan metode terorisme kini semakin
luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan
bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan
kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against
peace and security of mankind).

Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, jauh


sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk
Terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta
pelbagai negara, termasuk Indonesia telah berusaha melakukan kebijakan
kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan
komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme.

32
Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan tindak
Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat
Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban pemerintah
untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan
memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi
prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan,
diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme.
Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus
serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme.

Dari beberapa kejadian yang memprihatinkan sebagai akibat kejahatan


terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk
UndangUndang Pembrantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan
menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1
tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang
dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Selai pengesahan Undang-undang tersebut, pencegahan dan penanggulangan
aksi teror merupakan agenda pemerintah yang akan dilaksanakan secara
berkelanjutan.

Di samping melakukan peningkatan kemampuan aparat keamanan dan


peningkatan intensitas kegiatan penanggulangan terorisme, upaya pencegahan
dan penanggulangan terorisme dilakukan melalui peran serta masyarakat.
Upaya pemerintah itu sudah dapat dirasakan, hal ini ditandai oleh situasi
keamanan yang kondusif dan tidak adanya aksi teror yang berskala
internasional, seperti bom Bali pada tahun 2002, bom di JW Marriot pada tahun
2003, bom di depan kedutaan besar Australia pada tahun 2004, dan bom Bali II
pada tahun 2005, membuktikan agenda penanggulangan terorisme telah
mencapai kemajuan yang cukup signifikan.

33
Bahkan tertangkapnya dan terbunuhnya beberapa gembong teroris,
seperti Imama Samudra, Dr. Azhari, Nurdin M. Top, dan lain-lain, semakin
membuktikan keberhasilan pemerintah terhadapa pencegahan tindak pidana
teroris di Indonesia. Namun demikian, pemerintah tetap mewaspadai aksi-aksi
teroror yang dilancarkan oleh kader atau binaan ketiga tokoh tersebut.

34
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Teror merupakan perilaku yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Masyarakat tidak asing dengan istilah teror. Perilaku teror muncul manakala ada
kepentingan tertentu yang merasa terganggu, seperti kepentingan akan akses
untuk berkuasa (politik), kepentingan untuk mendapatkan ases ekonomi
(ekonomi), akses untuk berpengaruh secara agama dan keyakinan (agama),
serta kepentingan-kepentingan lainnya yang cukup banyak di masyarakat.
Keinginan yang berujung pada pemenuhan kebutuhan, bersentuhan dengan
pandangan hidup, dan cita-cita. Bila menyangkut pada keinginan yang beraneka
ragam maka sebenarnya perilaku teror juga disebabkan oleh hal yang beraneka
ragam.
Teror berkembang menjadi perilaku teroris dan akhirnya lahirlah
terorisme. Bila teror sudah dibungkus dengan pandangan keagamaan tertentu
bukan hanya Islam tetapi juga Barat atau keyakinan yang lainnya dibungkus
dengan pembenar cita-cita atau perjuangan yang anggun maka melahirkan
terorisme.

B. SARAN

Dari luasnya akar dari masalah terorisme, maka penyelesaian masalah


terorisme perlu dilakukan secara menyeluruh tidak dapat sepotong-sepotong.
Kalau hanya diberangus atau ditumpas akan muncul terorisme yang baru.
Penyelesaiannya terkait dengan pemahaman terhadap masalah secara
mendasar. Tanpa mengetahui pokok masalah secara baik sedangkan
berkeinginan untuk memberantas terorisme bisa jadi hal tersebut justru
menimbulkan lahirnya terorisme baru. Pemahaman terhadap terorisme secara
baik akan mengakibatkan tahu duduk perkaranya, dan setelah tahu duduk
perkaranya maka akan mudah mencari solusi secara tepat.

35
DAFTAR PUSTAKA

https://adoc.pub/terorisme-pelanggar-pancasila.html#google_vignette
https://osf.io/uxyeh/download/?format=pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/pancasila/article/download/70229/pdf
https://adoc.tips/download/terorisme-pelanggar-pancasila.html
http://repository.radenintan.ac.id/4090/5/BAB%20I.pdf
https://scholar.ui.ac.id/ws/portalfiles/portal/13571559/memahami_terorisme_sua
tu_perspektif_kriminologi.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/234751585.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/166928-ID-tinjauan-kritis-sosial-
terorisme-di-indo.pdf
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/28/01150071/kasus-kasus-
terorisme-di-indonesia-dan-penyelesaiannya?page=all
https://nasional.okezone.com/read/2018/05/14/337/1897942/7-serangan-teroris-
di-indonesia-tiga-tahun-terakhir-nomor-5-diwarnai-drama
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/28/01300071/7-kasus-terorisme-
terbesar-di-indonesia?page=all

36

Anda mungkin juga menyukai